Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

RAGAM BELAJAR
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : psikologi belajar
Dosen Pengampu : Laily Abida S. Psi., M. Psi., Psikologi

Oleh :
Fadhil maula abdallah: 2177011710
Laili lidiyawati: 2177011702
Ratna sari: 2177011714

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’HAD ALY AL-HIKAM MALANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Oktober 2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya panjatkan puja dan puji atas rahmat dan ridho atas rahmat dan ridho
Allah SWT. Karena tanpa rahmat dan ridho-nya. Kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa saya ucapakan kepada Laily Abida S. Psi., M. Psi., Psikologi selaku dosen
pengampu psikologi belajar selama semester satu semester ini. Dan membimbing kami dalam
penegerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami
yang selalu setia menemani kami dalam mengejarkan tugas ini. Dalam makalah ini kami
menjelaskan tentang sistem pelajaran dalam standar proses pendidikan.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat beberapa kesalahan yang belum saya
ketahui. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi
tercapainya makalah yang sempurna.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang memiliki
makna yang berbeda namun memiliki hubungan yang erat sehingga kedua kegiatan ini
tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan aktivitas utama dalam pendidikan. Belajar
memiliki arti sebagai hasil dari hubungan individu dengan lingkungan sekitarnya.
Sedangkan pembelajaran adalah usaha yang dilaksanakan untuk menfasilitasi kegiatan
proses pembelajaran pada siswa. Pembelajaran bisa diartikan juga sebagai hubungan
guru, dengan siswa dari sumber belajar, dalam area lingkungan belajar. Dengan
demikian,efektivitas suatu pembelajaran dapat ditentukan oleh hubungan ketiga
komponen tersebut. Oleh karena itu, dari dua komponen itu harus diperhatikan agar
dapat mempermudah proses pembelajaran. Maka seorang guru harus memperhatikan cara
belajar siswa agar terciptanya belajar secara nyaman dan efektif.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diusahakan seorang guru memahami cara
interaksi, komunikasi sehingga informasi materi yang disampaikan seorang guru diterima
dengan baik oleh siswa. Pada dasarnya setiap siswa memiliki respon dan kesulitan yang
berbeda-beda dari materi yang telah disampaikan oleh guru.
Munculnya ragam-ragam belajar dalam suatu pendidikan karena berjalannya
waktu sehingga manusia membutukan perubahan dalam segala aspek, salah satunya
dalam dunia pendidikan. Maka dari itu, kami menyusun makalah ini untuk menjelaskan
mengenai ragam-ragam belajar.

B. RUMUSAN MASALAH.
1. Apa pengertian dari ragam belajar?
2. Apa yang dimaksud dengan belajar konsep ?
3. Apa yang dimaksud dengan belajar verbal ?

C. TUJUAN MASALAH.
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menyebutkan macam-macam ragam
belajar.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang belajar konsep.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang belajar verbal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam Belajar.
Proses belajar memiliki aneka macam, karena pada dasarnya proses belajar memiliki
gaya yang berbeda antara satu dengan lainnya. Baik dari isi materi, cara belajar, dan
tujuan dari proses pembelajaran tersebut tidak hanya tentang nilai akademis dan
keterampilan saja. Karena belajar merupakan gabungan komponen yang secara
seimbang antar ragam belajar. Berkembangnya aneka macam belajar karena
perkembangan zaman sehingga pada proses pembelajaran juga mengikuti agar
manusia dapat mengikuti zaman1.
Ragam belajar merupakan sebuah proses pembelajaran yang bermacam-macam
variasinya dan memiliki corak yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam
aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis
belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan
manusia yang juga bermacam-macam.
B. Teori belajar konsep (concept learning)
Manusia adalah mahluk yang sempurna yang memiliki dasar daya tampung untuk
menyimpulkan sesuatu yang telah mereka alami kedalam kondisi yang baru, sehingga
dapat menolong mereka untuk mempelajari konsep yang baru. Artian dari menolong
tersebut adalah untuk menguatkan manusia dalam hal bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya2. Sehingga dalam konsep pembelajaran memberikan
kesempatan kepada manusia untuk mengelompokkan keragaman yang tidak ada batas
dari kejadian yang mereka alami.
Dalam ilmu psikologi belajar memiliki banyak pembahasan, salah satunya adalah
belajar konsep yang menjabarkan tentang jalan antara proses dsikiriminasi stimulus
yang lebih sederhana, respon belajar, dan formasi asosiasi satu menyampaikan dan
proses berpikir lengkap, memberi alasan dan memecahkan masalah pada sisi lain.
Keberhasilan dari proses belajar ini, dapat terlihat dari prestasi akedemik siswa hal
yang harus disadari saat ini adalah pentingnya belajar konsep tentang sesuatu. Konsep
yang dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita berikan dari stimulus
atau ransangan yang ada di lingkungan kita.
Pengalaman yang siswa alami akan terekam di dalam memori yang diperoleh dari
struktur kognitif siswa dan itu membentuk konsep berpikir siswa. dari situlah
bagaimana siswa dapat memecahkan masalah, mengetahui aturan-aturan yang
relavan, dan hal-hal lain yang ada terkaitannya dengan apa yang harus dilakukan oleh
siswa.
1. Hakikat belajar konsep.

1
Muhibbin Syah, “psikologi belajar”, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 125.
2
Biasri Suarim, Neviyarni, “hakikat belajar konsep pada peserta didik”. Edukatif: jurnal ilmu pendidikan volume 3
nomor 1 tahun 2021. https://edukatif.org/index.php/edukatif/index
Terkadang keanekaragaman yang terdapat pada lingkugan dapat
membingungkan siswa dan itu dapat diatasi oleh konsep berpikir siswa yang
mereka peroleh dari pembelajaran dan pengalaman yang mereka alami.
Muhibbin syah menjelaskan bahwa belajar dapat dipahami sebagai tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relativ menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan kognitif.
Oleh karenanya, pemahaman yang benar yang mengenai arti belajar dengan
segala aspek, bentuk dan ekspresi mutlak yang diperoleh para pendidik
khusunya para guru. Kesalahan yang mereka peroleh dalam proses belajar
konsep dapat mengakibatkan kesalahan fatal sehingga menimbulkan hasil
belajar siswa yang tidak maksimal.
Dapat disimpulkan belajar konsep merupakan mengusahakan siswa untuk
mampu merepon bentuk-bentuk yang relevan (berhubungan) dengan konsep
tersebut dan tidak mengabaikan bentuk-bentuk yang tidak relevan dengan
mengindentifikasikannya. Belajar konsep dipandang sebagai suatu kombinasi
dari perbedaan antara kelompok-kelompok kejadian dengan penalaran dalam
kelompok-kelompok kejadian yang ada.
2. Tingkat-tingkat pencapaian konsep
Menurut Klausmeier manusia memiliki tingkat pencapaian konsep yang
berbeda yang terbagi menjadi empat tingkatan.
a. Tingkat konkret
Pencapaian tingkat ini ditandai dengan adanya pengenalan anak
terhadap suatu benda yang dikenal. Misalnya pada suatu saat anak
bermain kelereng dan waktu yang lain dengan tempat berbeda ia
menemukan lagi, kelereng lalu ia bisa mengindentifisaikan bahwa itu
adalah kelereng maka anak tersebut sudah mencapai tingkat konkret.
Dengan demikian dapat dikatakan juga anak mampu membedakan
stimulus yang ada di lingkungannya terhadap kelereng tersebut. Pada
saat ini anak sudah mampu menyimpan gambaran mental dalam
struktur kognitifnya.
b. Tingkat identitas.
Seseorang dapat dikatakan telah mencapai tingkat konsep identitas
apabila ia menegenal suatu objek setelah selang waktu tertentu,
memiliki orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau bila
objek itu ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda. Misalnya
mengenal kelereng dengan cara memainkannya, bukan hanya dengan
melihat lagi.
c. Tingkat klasifikatori
Pada tingkat ini anak sudah mampu mengenal persamaan dari contoh
yang berbeda tetapi dengan kelas yang sama. Misalnya anak mampu
membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah.
d. Tingkat formal
Pada tingkat ini anak sudah mampu membatasi suatu konsep dengan
konsep lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri. Memberi nama
atribut yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi dan
memberikan contoh secara verbal.
3. Strategi Pembelajaran Konsep.
Dalam strategi belajar konsep terbagi menjadi dua golongan utama yaitu lalui
pendekatan inkuiri dan pendekatan ekspositori.
a. Pendekatan inkuiri.
Dalam pendekatan inkuiri, peserta didik dapat ditunjukkan
sekelompok benda yang berbeda yang status kelompok benda yang
merupakan contok dari konsep yang ingin disampaikan, dan
sekolompok benda yang lain merupakan yang bukan contoh dari
konsep yang ingin disampaikan. Cara penyampainya dapat bermacam-
macam dari pengelompokan secara tertulis atau melalui bentuk gambar
maupun suara. Berikutnya, perserta didik diminta untuk melakukan
permainan tebak-tebakan. Mereka diminta untuk melengkapi
kelompok benda yang merupakan contoh konsep dan juga yang bukan
contoh konsep mungik diantara mereka ada yang berhasil
mengkategorikan kelompok benda yang contoh dan bukan contoh
konsep tersebut, dan ada pula yang tidak berhasil. Pada akhirnya,
perserta didik akan terbawa dan termotivasi untuk berpikir dan
menemukan contoh-contoh dari konsep yang mereka kembangkan
sendiri. Pendekatan inkuiri lebih cocok digunakan untuk perserta didik
dikelas-kelas awal SD, tentunya dengan bimbingan seorang guru.
b. Pendekatan Ekpositori.
Dalam pendekatan dengan ekspositori perserta didik dimotivasi sejak
awal untuk menemukan contoh-contoh yang dikembangkannya sendiri
unruk mengkategorikan sebuah konsep. Akan tetapi, seorang guru
tetap harus menjelaskan secara rinci tengtang konsep yang
dibicarakan. Pendekatan ekspositori lebih sesuai digunakan dikelas-
kelas tinggi di SD, karena para siswa dikelas tinggi di SD sudah dapat
diajak berpikir detail dan komprehensif.
C. Belajar Verbal (verbal learning)
Berbicara merupakan kegiatan yang tidak bisa lepas dengan kehidupan manusia
karena berbicara dapat mebantu komunikasi antar manusia. Bahkan bayi yang
menangis itu merupakan bentuk komunikasi seorang bayi pada lingkungan
sekitarnya3. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa tujuan belajar verbal memahami
3
Hasan Basri, Neviyarni “Analisis Tahapan Dalam Belajar Verbal”. Edukatif: jurnal ilmu pendidikan volume 3 nomer
1 tahun 2021, https://edukatif.org/index.php/edukatif/index
pemaknaan dari kata asing, memahami berbagai aspek yang abstrak seperti undang-
undang hak dan lain sebagainya. Sebaiknya dalam interaksi pembelajaran seorang
guru dan siswa dapat saling memahami berbagai bahasa verbal agar terciptanya
komunikasi yang efektif baik melalui lisan maupun dengan bahasa tubuh.
Pengucapan bahasa dengan baik dapat membantu terciptanya komunikasi yang baik
dan efektif meskipun dilakukan dengan bentuk bahasa verbal. Demikian juga
informasi yang ingin disampaikan akan mudah di pahami jika disampaikan dengan
bahasa yang baik, dengan demikian dibutuhkan peran guru dalam mengolah
kompentesi verbal yang dimiliki untuk melakukan interaksi dengan siswa dalam
kegiatan pembelajaran, aspek berbahasa merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam suatu pembelajaran, bahasa merupakan cerminan yang ada pada jiwa
seseorang, sebab kejernihan seseorang dalam berpikir akan tercermin dalam bahasa
lisan dan bahasa tubuhnya, bahasa verbal dapat menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi seseorang sehingga disukai oleh orang lain, segala tindakan dan
perilaku seseorang dapat dipantau dengan mudah melalui bahasa verbal, dalam hal ini
dapat diartikan bahwa bahasa verbal merupakan fundamental yang harus dimiliki
seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Pada pembelajaran verbal
terdapat dua konsep penting yaitu mengenai persinggungan dan frekuensi, adanya
persinggungan menjadikan peristiwa saling melengkapi dan berdekatan baik dari segi
waktu dan tempat yang sama, sedangkan frekuensi mengacu pada bagaimana proses
kedua peristiwa itu terjadi secara berdekatan.
Belajar verbal, (verbal learning) adalah kegiatan pembelajaran yang mendarong siswa
untuk memberikan tanggapan-tanggapan yang bersifat verbal seperti sebuah kata
yang bersifat verbal. Pada prinsipnya pembelajaran verbal tersusun secara urut,
memiliki hubungan kedekatan dengan cara memberikan respon mengenai sesuatu
yang telah diketahui dan dihunbungkan dengan yang lain. Belajar verbal dipelopori
oleh Herman Ebbinhous seorang psikolog jerman tahun 1885. Teori belajar ini dapat
bermanfaat dalam pegembangan pembelajaran bahasa yaitu sebagai berikut:
1. Ruang lingkup pembelajaran verbal
Pembelajaran verbal adalah situasi pembelajaran dimana tugas-tugas yang
membutuhkan orang yang belajar untuk merespon materi bahan-bahan verbal
seperti kata-kata atau menanggapi dengan respon verbal. Pembelajaran verbal
merupakan prosesyang komplek yang terdiri dari pemecahan masalah, berfkir dan
rumusan konsep dan juga melibatkan aktivitas kognitif.
2. Prosedur dan bahan pembelajaran verbal
Bermacam bahan yang dipakai dalam penelitian pembelajaran verbal. Pada
tingkat sederhana huruf tunggal dapat digunakan. Tiga huruf itu disebut trigrams,
merupakan kosonan-vokal-kosonan (cvc) gabungan kosonan-kosonan-kosonan
(ccc) gabungan. Istilah trigrams datang untuk menggantikan istilah suku kata
yang kosong karena lebih mudah untuk merujuk pada makna dari trigrams.
Trigrams bervariasi dalam sifat asosiatif seperti nilai asosiasi. Dalam rangka
untuk menentukan nilai asosiasi, subjek manusia diperlihatkan trigrams satu
persatu waktu untuk suatu periode singkat dan bertanya apakah mereka memiliki
hubungan ke trigrams. Dimana subjeknya memiliki asosiasi untuk mendefisinikan
intem verbal asosiasi inti penelitian verbal adalah adanya tugas pembelajaran.
Ada empat proses dasar pembelajaran verbal yaitu:
a. Pembelajaran serial
Pembelajaran serial mengkaitkan pembelajaran serangkaian-serangkaian item
pada urutan tertentu contohnya alfabet, nama-nama hari, nama sembilan
planet dalam tata surya. Para ahlli menjelaskan item pertama merupakan
stimulus dimana item kedua dipelajari sebagai respon. Respon kedua dianggap
sebagai stimulus dimana item kedua dipelajari sebagai responnya, begitu
sebaliknya. Pemebelajaran serial ditandai dengan adanya suatu pola tertentu.
b. Pembelajaran gabungan berpasangan.
Pembelajaran gabungan berpasangan mengkaitkan dengan pembelajaran
berpasangan untuk item-item, misalnya pembelajaran kosakata bahasa inggris
dengan bahasa lainnya. Para ahli teori pembelajaran menggambarkan
gabungan berpasangan ini sebagai stimulus respon yang berbeda yaitu item
pertama adalah stimulus dan item kedua adalah respon dalam pembelajaran
gabunagan berpasangan tugas pelajar adalah mengumpulakan pasangan-
pasasngan dari soal-soal, satu anggota pasangan menjadi stimulus dan anggota
kedua menjadi respon. Dengan langkah ini orang yang mencoba merancang
yang mana soal-soal yang berfungsi sebagai stimulus dan mana yang respon,
sedangkan dalam pembelajaran serial sebuah soal dapat berfungsi keduanya.
c. Pembelajaran panggilan bebas
Dalam panggilan bebas mata pelajaran diberikan seperangkat soal-soal verbal
kepada suatu waktu membutuhkan panggilan soal kembali tanpa
mempertimbangkan untuk memrintahkan pesanan presestasi dari unsur-unsur
tentang masing-masing percobaan bervarisiasikan dan si pelajar bebas untuk
memanggil kembali pada pesanan yang dipilih, ini diistilahkan dengan “free
recall” atau pembelajaran itu kadang-kadang.
d. Pembelajaran pengenalan
Langkah-langkah dalam pembelajaran pengenalan dimana pelajar ditunjukan
hal-hal dalam fase studi kemudia diuji untuk penggenalan pada waktu
percobaan. Pembelajaran pengenalan adalah proses dimana kita bisa
membedakan peristiwa yang sudah lazim dari peristiwa yang tidak lazim
dilingkungan kita.
3. Assosiasi dalam pembelajaran verbal
Teori asosiasi merupakan pendekatan dalam belajar verbal, prinsip dalam
pendekatan asosiasi bahwa frekuensi pengalaman merupakan bagian penting
dalam pendekatan ini, bagi para teori asosiasi metode pembelajaran baik secara
serial maupun secara berpasangan merupakan metode dominan, hal bertujuan
untuk menentukan varibel-variabel dalam pembelajaran yang dapat memberi
pengaruh terhadap belajar, beberapa variabel penting dalam pembelajaran
variabel seperti familiaritas item, kebermaknaan item kemiripan dan frekuensi
pengalaman item.
a. Kebermaknaan dalam belajar verbal
Clyde noble berpendapat bahwa yang mendasari jumlah asosiasi berawal dari
banyaknya kebermaknaan suatu item. Menurut clyde noble bahwa salah satu
cara yang dapat digunakan untuk memahami kebermaknaan yaitu dengan cara
mengukur banyaknya asosiasi terhadap suatu kata atau unit verbalnya. Pada
hakikatnya semakin tinggi stimulus dan respon maka pembelajaran dapat
diartikan senakin baik demikian juga jika stimulus dan respon menurun maka
dapat diartikan makna pembelajaran semakin rendah.
b. Kesamaan dalam belajar bebas
Faktor lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembelajaran verbal
adalah faktor kesamaan, efek dari kesamaan ini tergantung dari jenis upaya
pemahaman verbal yang dilakukan terdapat tiga jenis kesamaan dalam belajar
verbal yaitu persamaan normal, kesamaan makna, dan kesamaan konsep.
4. Tahapan analisa dari pembelajaran verbal
Pada tahun 1950 samapai dengan tahun 1960 kajian tentang pembelajaran verbal
mulai detail dibahas hal ini berdasarkan pada tahap-tahap dan komponen-
komponen, adapun tahapan-tahapan dalam pembelakaan verbal yaitu
a. Respon and stimulus learning
Dalam hal ini melalui dua tahap yaitu tahap pemebelajaran respon (learning
response stage) tahap yang harus kita pelajari agar kita mampu merespon dan
mengingat kembali hal inin dilengkapai dengan tahap asosatif merupakan
tahap dimana kita memancing suatu respon tertentu terhadap suatu stimulus.
b. Stimulus and descrimitation
Melalui kegiatan ini siswa harus dapat mengartikan pembeda antara saru
stimulus dengan stimulus lainnya, semakin besar tingkat kemiripan stimulus
maka makna pembelajaran semakin baik, namun jika terdapat stimulus yang
jauh berbeda dapat diartikn kebermaknaan tidak begitu jelas
c. Stimulus selection
Stimulus selection merupakan sebuah konsep yang menyajikan beberapa
stimulus, dalam hal ini siswa memilih dan menggunakan satu stimulus saja
karena tersaji dalam konsep yang berbeda-beda. Stimulus yang dipilih
bertujuan untuk memancing respon, hal ini dinamakan dengan (functional
stimulus).
d. Stimulus coding
Stimulus coding merupakan konsep mengubah stimuus nominal menjadi
beberapa bentuk stimulus yang baru atau juga dapat dilakukan dengan
melakukan pengulangan, mengubah stimulus menjadi bentuk batu dinamakan
sudstition coding, sedangkan mengubah dengan memberikan informasi
tambahan disebut dengan elaboration coding.
5. Pendekatan kognitif dalam belajar verbal
Dalam perkembangan psikologi belajar teori kognitif telah memberikan
sumbangan yang begitu besar ruang lingkup pengetahuan kognitif merupakan
pengumpulan psikologi kognitif, linguistik, ilmu komputer, epistemologi, dan
intelegensi buatan. Teori kognitif berpendapat bahwa tingkah laku manusia
merupakan suatu hal yang tidak dapat diukur dan diterangkan, bahwa tingkah laku
manusia merupakan sebuah proses seperti mental, motivasi, keyakinan,
kesengajaan, dan lain sebagainya. Pandangan dalam teori kognitif bahwa tingkah
laku manusia merupakan sebuah faktor mental dan bukan faktor tingkah laku,
meskipun dalam proses pembelajaran tingkah laku merupakan hal nyata yang
dapat dilihat. Sebagai contoh seorang anak yang sedang belajar membaca dan
menulis, menggunakan perngkat jasmani seperti mata dan tangannya untuk
mengucapkan kata-kata dan mengoreskan pena, akan tetapi prilaku jasmani
tersebut bukan semata-semata respon stimulus dari tingkah lakunya, melainkan
respon penting dari stimulus mentalnya. Berikut beberapa komponen penting
dalam ranah kognitif yang perlu dikembangkan:
a. Cara yang dilakukan dalam memahami materi pembelajaran.
b. Cara menyakini materi pembelajaran, menyerap pesan-pesan moral dalam
pembelajaran serta menerapkan materi pembelajaran dalam kehidupan.
Untuk membantu mempelajari ranah kognitif berikut aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam penyajian materi:
a. Pengelompokan dan pemanggilan kembali
Salah satu jenis dalam proses organisasi dalam pembelajaran verbal adalah
pengelompokan dan pemanggilan kembali yang artinya proses pemanggilan
kembali telah diatur berdasarkan bentuk asalnya, sebagaimana proses
rangkaian kata, yang artinya pada suatu waktu kita dapat mengelompokan dan
mengorganisasikan materi verbal dan menghubungkannya antara satu kata
dengan kata yang lain, jika kata demi kata tersebut terdapat hubungan, maka
harus cenderung memanggil kembali sehingga ini disebut sebagai proses
pengelompokan hubungan. Contohnya, anak-anak perempuan, anak-anak laki-
laki, siang-malam, dan lain sebagainya.
b. Pengorganisasian subjektif
Pengorganisasian subjektif adalah bentuk pemaksaan manusia itu sendiri
melalui lisannya atau pada saat tidak ada organisasi dan peristiwa yang
struktur.
c. Penkodean
Merupakan kegiatan dalam mengubah informasi kebentuk sebuah tanda.
d. Meditasi bahasa alami
Meditasi bahasa alami adalah salah satu tipe pada pengkodean, secara
konsepnya pada tipe ini siswa dilihat sebagai agent aktif dalam mengolah
sebuah informasi, ketika kita menyimpulkan makna dari sebuah informasi dari
sebuah memori, maka kita dapat mengumpulkan dengan menggunakan kata,
frase, atau kalimat-kalimat yang dapat membantu dalam bentuk materi.
e. Perumpamaan mental
Faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap belajar verbal adalah
kemampuan kita dalam menggunakan perumpamaan verbal, hal ini dapat
diartikan bahwa sepasang gabungan kata merupakan pasangan belajar dengan
perumpamaan mental atau dengan kata lain merupakan sebuah gambar
fasilitas belajar.
6. Motovasi belajar verbal
Menurut pitrinch dan schunk berpendapat bahwa motivasi belajar adalah suatu
kondisi psikologis yang mengarahkan, menuntun, serta mempertahankan tingkah
laku tertentu dalam diri siswa sehingga dapat mendorong kegiatan belajar, adanya
motivasi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan belajar serta
mempengaruhi suatu aktivitas. Berikut tiga aspek motiv yang dinyatakan oleh
McClelland yaitu:
a. Motiv untuk berhubungan dengan orang lain (affilition motive)
Motiv ini menuntun pola tingkah laku manusia untuk berinteraksi dengan
orang lain agar tujuan dapat membina suasana yang dekat, akrab, dan
harmonis. Yang menjadi ciri-ciri orang yang memiliki affilition motive yaitu
risau apabila dijauhi teman-temannya selalu berusaha untuk dapat diterima
dalam kelompok, dan sengan berada dalam suasana akrab.
b. Motiv yang berkuasa (power motive)
Motiv ini merupakan bentuk motiv yang menggarah pada tingkah otoriter,
ingin menguasai dan mendominasi dalam hubungannya dengan orang lain.
c. Motiv berprestasi
Merupakan bentuk motiv yang mendorong seseorang menuju proses
keberhasilan dalam standar keunggulan baik dari segi dirinya sendiri maupun
dari orang lain. Berikut ciri-ciri orang yang memiliki motivasi tinggi
1) Gigih dan tidak mudah menyerah
2) Berusaha menentukan sendiri apa yang menjadi standar prestasinya
3) Menampilkan tugas yang baik pada hasil akhir.
4) Didorong dengan kemauan sendiri bukan mengharapkan hadiah
5) Cenderung memikirkan resiko dengan taraf yang sedang
6) Setiap tindakannya dievaluasi dengan umpan balik
7) Dapat mencermati lingkungan dan berusaha memanfaatkan
kesempatan.
8) Memiliki loyalitas yang tinggi
9) Menyenangi aktivitas yang menantang untuk memperoleh
pengalaman.
10) Mencari ide kreatif dalam menyelesaikan masalah.
Pendapat berbeda mengenai motivasi yang terbagi menjadi dua hal yaitu,
motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang, dan motivasi merupakan
bentuk dorongan dari luar. Konsep motivasi dalam diri yaitu siswa bersedia
belajar tanpa memperoleh hadiah ataupun insentif, motivasi ini merupakan
dorongan yang berasal dari individu itu sendiri. Motivasi sangat diperlukan
dalam diri seseorang, sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak
terdorong untuk membekali dirinya melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran. Seseorang yang tidak miliki motivasi dari dalam dirinya
membutuhkan dorangan dari luar, oleh sebab itu motivasi dari luar sangat
dibutuhkan apabila seseorang itu kehilangan motivasi dari dalamnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa proses belajar memiliki banyak ragamnya yang mengikuti
sifat dan perubahan yang terjadi pada manusia. Sehingga munculah ragam belajar dalam
dunia pendidikan.
Diantaranya adalah belajar konsep dan belajar verbal. Belajar konsep sendiri memiliki
pengertian yaitu salah satu pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membangunn dan juga menemukan sendiri baik itu materi dan konsep yang akan
dipelajari, konsepnya berupa benda yang dipraktekkan kepada siswa sehingga ada konsep
kepada siswa tersebut dan memberikan konsep dalam belajar sehingga siswa tidak
kebingungan pada saat belajar karena siswa sudah disiapkan sebelum memulai
pembelajaran dan konsep tersebut yang menjadi acuan dan rujukan dalam proses belajar
konsep itu yang utama dalam melakukan pembelajaran lebih lanjut. Belajar konsep
adalah pembelajaran yang menjadikan suatu kesiapan bagi siswa yang mana dari siswa
tidak lagi kebingungan dalam proses belajar karena telah menyiapkan apa yang akan
dipelajari maka dengan konsep itulah pembelajaran berjalan dengan baik. Sedang
pengertian dari belajar verbal adalah (verbal learning) merupakan aktivitas pembelajaran
yang mendorong siswa untuk memberikan respon terhadap materi verbal seperti sebuah
kata dan tanggapan-tanggapan yang bersifat verbal. Pada prinsipnya belajar verbal
tersusun secara sistematik, memiliki hubungan kedekatan dengan cara mengingat sesuatu
dan dihubungkan dengan yang lain. Ruang lingkup belajar verbal, terdiri dari materi dan
prosedur yang terurai dalam konteks-konteks pengembangan yaitu, Serial Learning,
Paired, Assosiated Learning, Free Recall, dan Recognation Learning. Prinsip dalam
belajar verbal menganut paham teori asosiasi, prinsip dalam pendekatan asosiasi bahwa
frekuensi pengalaman merupakan bagian penting dalam pendekatan ini. Clyde Noble
berpendapat bahwa yang mendasari jumlah asosiasi berawal dari banyaknya
kebermaknaan, kesamaan suatu item, adapun tahap-tahap dalam belajar verbal yaitu,
respon and stimulus learning, stimulus and descrimination, stimulus selection, dan
stimulus coding.
Pendekatan yang dilakukan dalam belajar verbal yaitu menggunakan pendekatan kognitif
yang terdiri dari kumpulan psikologi kognitif, linguistik, ilmu komputer, epistimologi,
dan intelegensi buatan. Teori kognitif mengatakan bahwa tingkah laku manusia
merupakan sebuah proses seperti mental, motivasi, keyakinan, kesengajaan, dan lain
sebagainya. Adanya motivasi dalam belajar verbal akan mendorong siswa untuk belajar
atas dasar kemauannya sendiri bukan karena hadiah atau intensif yang diperoleh. Faktor
motivasi terdiri dari dua hal yaitu motivasi dari dalam diri dan motivasi dari luar individu
itu sendiri, bagi siswa yang tidak memiliki motivasi dari dalam sendiri maka sangat
dibutuhkan motivasi dari luar yang dapat mendorong siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Syah, muhibbin. 2003. Psikologi belajar. Pt RajaGraf indo persada: 125. Depok.
suarim, biasri dan Neviyarni, 2021 hakikat belajar konsep pada peserta didik. Edukatif: jurnal
ilmu pendidikan volume 3 nomor 1
Basri, hasan dan neviyarni 2021 analisis tahapan dalam belajar verbal. Edukatif: jurnal
ilmu pendidikan volume 3 nomor 1.

Anda mungkin juga menyukai