Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tipologi
1. Pengertian Tipologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Tipologi adalah ilmu watak tentang
bagian manusia dalam golongan – golongan menurut corak watak masing –
masing.1 Tipologi belajar yang dimaksud dalam pokok pembahasan ini diartikan
dengan jenis – jenis belajar dan gaya – gaya belajar.2
Tipologi mengandung dua kata yakni, “ Tipo “ dan “ Logi “, yang berasal dari “
Tipe” dan “ Logos”, Tipe adalah Gaya atau Model 3, sedangkan logos adalah Ilmu. Jadi
jika kedua kata digabungkan, secara bahasa berarti ilmu yang mempelajari tentang
tipe. Adapun yang dimaksud dalam makalah ini adalah tipe belajar peserta didik yang
artinya cara-cara yang digunakan oleh peserta didik untuk mempermudah proses
belajarnya sehingga dia merasa mudah menerima dan mengolah informasi.
Adapun yang dikemukakan oleh M. Joko Susilo tipe belajar adalah suatu proses
gerak laku, penghayatan, serta kecenderungan seseoang peserta didik dalam
mempelajari atau memperoleh sesuatu ilmu dengan cara yang tersendiri. Pembudayaan
ini melibatkan aspek penggunaan ruang atau lokasi, kemudian pencahayaan dan
persekitaran.4 Dalam bab lain juga mengungkapkan “ Tipe belajar cara yang
cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan
memproses informasi tersebut”.5 Jadi seorang seorang anak atau peserta didik akan
menggunakan cara-cara tertentu untuk membuatnya menangkap dan mengerti suatu
materi pelajaran. Sebagai pendidik, harus bisa memperhatikan bagaimana tipe belajar
1
Tri Rama K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Karya Agung, 1996), h. 539.

2
M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 2007), Cet. III, h.
95
3
J.P Caplin. Penerjemah Kartini Kartono. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2006. hl 521
4
M. Joko Susilo, Gaya Belajar makin pintar, ( Yogyakarta : pinus.
2006) hlm.94
5
Ibid 94

3
4

peserta didik tersebut supaya bisa lebih mudah mengerti materi pelajatan yang
diajarkan dan bisa mengembangkan potensi belajar dengan lebih optimal dalam suatu
materi.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa inti dari tipe belajar
adalah untuk mendapatkan kemudahan dan kesenangan dalam memahami pelaran.
Kita harus belajar sesuai dengan tipe belajar masing-masing. Proses sikap dan gerak
laku yang mudah dan mengenyangkan tersebut tidaklah sama untuk setiap individu.
Boleh jadi suatu proses sangat mudah membantunya menangkap dan mengerti materi
pelajaran dika bisa mengembangkan potensi belajar dengan lebih optimal yang
menjadi landasan untuk mengetahui tipe belajar kita sendiri. Yang menjadi landasan
untuk mengetahui tipe belajar kita sendiri adalah supaya kita bisa memahami dengan
cepat dan optimal dalam suatu materi pelajaran. Dan juga bahwa tidak semua orang
tahu besok bagaimana belajar mereka sendiri.

B. Gaya Belajar
1. Pengertian Gaya Belajar

Setiap manusia yang lahir ke dunia ini selalu berbeda satu sama lainnya. Baik
bentuk fisik, tingkah laku, sifat, maupun berbagai kebiasaan lainnya. Tidak ada
satupun manusia yang memiliki kesamaan satu dengan dengan lainnya. Suatu hal
yang perlu kita ketahui bersama adalah bahwa setiap manusia memiliki cara
menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya dengan cara yang berbeda. Hal
ini sangat bergatung pada gaya belajarnya, seperti yang dijelaskan oleh hamzah B.
Uno, “ bahwa pepatah mengatakan lain lading, lain ikannya. Lain orang, lain pula
gaya belajarnya”. Peribahasa tersebut memang pas untuk menjelaskan fenomena
bahwa semua orang punya gaya belajar yang sama. Termasuk apabila mereka
bersekolah di sekolah yang sama atau bahkan duduk di kelas yang sama.6

6
Hamzah B. Uno, Orientasi baru dalam psikologi pembelajaran
.., hl 180.
5

Akhir-akhir ini timbul pikiran baru dalam pendidikan di sekolah, yaitu guru dalam
mengajar harus memperhatikan gaya belajar ( learning style ) siswa. Pemikiran itu
timbul mengingat hasil penelitian dalam mencari metode mengajar mana yang paling
sesuai untuk mengajar dengan efektifitasnya akan tergantung pada cara atau gaya
siswa belajar di samping sifat pribadi dan kesanggupan intelektualnya.7

Levie & Levie yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar
melalui stimulus gambar dan stimulis kata atau visual dan verbal menyimpulkan
bahwa stimulus membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti
mengingat, mengenali, dan menghubungkan fakta dengan konsep. Baugh dan Achsin
memiliki pandangan yang searah dengan hal itu. Perbandingan memperoleh hasil
belajar melalui indra pandang dan indra dengar yang sangat menonjol perbedaannya
yang mana kurang lebih 90 % hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra
pandang ( visual ), dan hanya sekitar 5 % diperoleh melalui indra dengar
( auditorial ), dan 5 % lagi dengan indra lainnya.sementara itu, dale memperkirakan
bahwa perolehan hasil belajar melalui indera pandang ( visual ) berkisar 75 %,
melalui indera dengar ( auditorial ) sekitar 13 % dan melalui indera lainnya
( termasuk dalam kinestik ) sekitar 12 %.

Adapun jenis-jenis belajar yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan
ainnya, baik dalam aspek tujuan perubahan tingkah laku yang diharapkan.
Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan
kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.

1. Belajar Abstrak
2. Belajar Keterampilan
3. Belajar sosial
4. Belajar Pemecahan Masalah
5. Belajar Rasional
6. Belajar Kebiasaan

7
H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan...h. 101
6

7. Belajar Apresiasi
8. Belajar Pengetahuan 8
Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak
dalam perubahan-perubahan sebagai berikut : 1) kebiasaan; 2) keterampilan; 3)
pengamatan; 4) berpikir asosiatif dan daya ingat; 5) berpikir rasional; 6) sikap; 7)
Inhibisi; 8) apresiasi; 9) tingkah laku efektif. Timbulnya sikap dan kesanggupan yang
konstruktif, juga berpikirkritis dan kreatif seperti yang dikemukakan sebagian ahli,
tidak penyusun uraikan secara eksplisin mengingat keterpaduannya dalam Sembilan
perwujudan.9
Adapun pengertian dari belajar sendiri adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik
ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan keluarga atau rumahnya.10
Secara institusional ( tinjauan kelembagaan ), belajar dipandang sebagai proses
“Validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan peserta didik atas materi-materi
yang telah di pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan pesedrta didik dapat
diketahui sesuai dengan proses belajar mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu
guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian
dinyatakan dalam bentuk skor.
Adapun pengertian belajar secara kuantitatif ( tinjauan mutu ) ialah proses
memperoleh arti-arti dan pemahaman serta cara menafsirkan dunia di sekelilling
peserta didik.belajar dalam pengertian ini di fokuskan pada tercapainya daya pikir
dan tindakan yang berkualitas untuk memevahkan masalah yang kini dan nanti.
Oleh karena itu, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala
aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh pendidik khususnya para
guru. Kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan
8
Muhibbin Syah,Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru ( Bandung : PT Remaja
Rosdakarya), hlm 122
9
Ibid 122
10
ibid 89
7

hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya


hasil pembelajaran yang dicapai.

2. Ciri-ciri Gaya Belajar


Pada dasarnya, dalam diri setiap manusia terdapat tiga gaya belajar. Akan
tetapi ada diantara gaya belajar yang paling menonjol pada diri seseorang.
Disini penulis membahas tiga cirri gaya belajar, yaitu cirri gaya belajar visual,
auditorial dan kinestik.
Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki gaya belajar visual,
yaitu :
a. Senang kerapian dan keterampilan.
b. Jika berbicara cenderung lebih cepat.
c. Suka membuat rencana matang untuk jangka panjang.
d. Sangat teliti terhadap hal yang sifatnya detail.
e. Mementingkan penampilan, baik dalam berpakaian maupun
presentasi.
f. Lebih mudah mengingat apa yang dilihat, dari pada ayang yang di
dengar.
g. Mengingat sesuatu dengan penggambaran viual.
Ciri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar
auditorial :
a. Saat bekerja sering berbicara pada diri sendiri.
b. Mudah tergangggu oleh keributan atau hiruk pikuk sekitarnya.
c. Sering menggerakkan bibi dan mengucapkan tulisan buku ketika
membaca.
d. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan sesuatu.
e. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna
suara dengan mudah.
f. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi mudah untuk menceritakan.
g. Biasanya adalah pembicara yang fasih.
8

Cirri-ciri yang menonjol dari mereka yang memiliki tipe gaya belajar
kinestik :
a. Berbicara dengan perlahan.
b. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka.
c. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain.
d. Selalu berorientasi dengan sifik dan banyak bergerak.
e. Menghafal dngan cara berjalan dan melihat.
f. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika memaca.
g. Banyak menggunakan isyarat tubuh.11

C. Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis
pendidikan tertentu. (https://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didik, diakses pada
11 oktober 2016)

Secara etimologi peserta didik adalah anak didik yang mendapat


pengajaran ilmu. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau
individu yang mengalami perubahan, perkembangan sehingga masih
memerlukan bimbingan dan arahan dalam membentuk kepribadian serta
sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata lain peserta
didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau
pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu
peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan
11
Bobby DePorter, et. Al. Terjemah Ari Nilandri, quantum teaching mempraktikkan
quantum learning di Ruang-ruang kelas, ( Bandung : Kaifa, 2005 ), hlm 188-125
9

arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang
peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan
dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikina dapat di
simpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang
harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap
peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah lingkungan,
seperti halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan
masyarakat. Dalam proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima
bantuan yang mungkin tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik
mendapatkan buku pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat
anda bayangkan betapa banyak hal yang telah dilakukan orang lain dalam
proses pembuatan dan pendistribusian buku tersebut, mulai dari pengetikan,
penyetakan, hingga penjualan.
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks
kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah
memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju
kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam
konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik
tersebut.

a. Ciri-ciri peserta didik :


1. kelemahan dan ketak berdayaannya
2. berkemauan keras untuk berkembang
3. ingin menjadi diri sendiri (memperoleh kemampuan).12

12
Drs. Abu Ahmadi dan Dra. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Cetakan ke II, (Jakarta : PT Rineka
Cipta,2006), Hal 40
10

b. Kriteria peserta didik :


Syamsul nizar mendeskripsikan enam kriteria peserta didik,
yaitu :
1. peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa tetapi memiliki
dunianya sendiri
2. peserta didik memiliki periodasi perkembangan dan
pertumbuhan
3. peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individu baik disebabkan oleh faktor bawaan maupun
lingkungan dimana ia berada.
4. peserta didik merupakan dua unsur utama jasmani dan rohani,
unsur jasmani memiliki daya fisik, dan unsur rohani memiliki
daya akal hati nurani dan nafsu
5. peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah
yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.13
Didalam proses pendidikan seorang peserta didik yang berpotensi adalah
objek atau tujuan dari sebuah sistem pendidikan yang secara langsung berperan
sebagai subjek atau individu yang perlu mendapat pengakuan dari lingkungan
sesuai dengan keberadaan individu itu sendiri. Sehingga dengan pengakuan
tersebut seorang peserta didik akan mengenal lingkungan dan mampu
berkembang dan membentuk kepribadian sesuai dengan lingkungan yang
dipilihnya dan mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya pada
lingkungan tersebut.
Sehingga agar seorang pendidik mampu membentuk peserta didik yang
berkepribadian dan dapat mempertanggungjawabkan sikapnya, maka seorang
pendidik harus mampu memahami peserta didik beserta segala
karakteristiknya. Adapun hal-hal yang harus dipahami adalah :

13
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2006),
Hal. 77
11

1. kebutuhannya
2. dimensi-dimensinya
3. intelegensinya
4. kepribadiannya.14

Allah SWT berfirman :


“salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (Q.S. Al –
Qashas 28:26).

2. Dimensi – Dimensi Peserta Didik


Pada hakekatnya dimensi adalah salah satu media yang dibutuhkan oleh peserta
didik untuk membentuk diri, sikap, mental, sosial, budaya, dan kepribadian di masa
yang akan datang (kedewasaan).
Widodo Supriyono, dalam bukunya yang berjudul Filsafat manusia dalam
Islam, secara garis besar membagi dimensi menjadi dua, yaitu dimensi fisik dan
rohani. Dalam bukunya ia menyatakan bahwa secara rohani manusia mempunyai
potensi kerohanian yang tak terhingga banyaknya. Potensi-potensi tersebut nampak
dalam bentuk memahami sesuatu (Ulil Albab), dapat berfikir atau merenung,
memepergunakan akal, dapat beriman, bertaqwa, mengingat, atau mengambil
pelajaran, mendengar firman tuhan, dapat berilmu, berkesenian, dapat menguasai
tekhnologi tepat guna dan terakhir manusia lahir keduania dengan membawa fitrah.
Terdapat tujuh dimensi pada peserta didik, yaitu: dimensi fisik, dimensi akal,
dimensi keberagamaannya, dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi
sosial.

14
Ramayulis, Op.cit. Hal. 78
12

a. Dimensi Fisik (Jasmani)


Fisik manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur biotik dan unsur abaiotik.
Manusia sebagai peserta didik memiliki proses penciptaan yang sama dengan
makhluk lain seperti hewan. Namun yang membedakan adalah manusia lebih
sempurna dari hewan, hal ini dikarenakan manuasia memiliki nafsu yang
dibentengi oleh akal sedangkan hewan hanya memiliki nafsu dan insthink bukanya
akal.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya (QS. Attin :4).
b. Dimensi akal
Akal pada diri manusia tidak dapat berdiri sendiri, ia membutuhkan bantuan
qolb (hati) agar dapat memahai sesuatu yang bersifat ghoib seperti halnya
ketuhanan, mu’jizat, wahyu dan mempelajarinya lebih dalam. Akal yang seperti ini
adalah potensi dasar manusia yang ada pada diri manusia sejak lahir. Potensi ini
perlu mendapatkan bimbingan serta didikan agar tetap mampu berkembang kearah
yang positif.
c. Dimensi Keberagaman
Manusia sejak lahir kedunia telah menerima kodrat sebagai homodivinous atau
homo religius yaitu makhluk yang percaya akan adanya tuhan atau makhluk yang
beragama. Dalam agama islam diyakini bahwa pada saat janin manusia berada
dalam kandungan seorang ibu, dan ketika ditiupkan nyawa kedalam janin tersebut
oleh sang kholiq, maka janin mengatakan bahwa aku akan beriman kepada-Mu
(Allah). Dari sinilah manusia mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki
kepercayaan akan adanya tuhan sejak lahir. Dalam Ayat Al-qur’an ditegaskan :
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Al – A’raf : 172)
13

d. Dimensi Akhlak
Kata akhlak dalam pendidikan islam adalah seuatu yang sangat diutamakan.
Dalam islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga
dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama.
Akhlak menurut pengertian islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat,
karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul
akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam islam bersumber pada iman dan taqwa dan
mempunyai tujuan langsung yaitu keridhoan dari Allah SWT.
Pendidikan akhlak mulai diberikan sejak manusia lahir kedunia, dengan tujuan
untuk membentuk manusia yang bermoral baik, berkemauan keras, bijaksana,
sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci. Namun perlu disadari
bahwasannya pendidikan akhlak akan dapat terbentuk dari adanya pengalaman
pada diri peserta didik.
Disisi keagamaan, Ari Ginanjar menyatakan bahwa inti dari kecerdasan spiritual
adalah pemahaman tentang kehadiran manusia itu sendiri yang muaranya menjadi
ma’rifat kepada Allah SWT. Ketika manusia mendapatkan ma’rifat tersebut, maka
manusia secara langsung akan dapat mengenali dirinya sendiri sekaligus mengenal
tuhannya. Dalam prespeksi islam hal ini merupakan tingkat kecerdasan yang paling
tinggi.
e. Dimensi Rohani ( kejiwaan )
Tidak jauh berbeda dengan dimensi akhlak, dimensi rohani dalah adalah dimensi
yang sangat penting dan harus ada pada peserta didik. Hal ini dikarenakan rohani
(kejiwaan) harus dapat mengendalikan keadaan manusia untuk hidu bahagia, sehat,
merasa aman dan tenteram. Penciptaan manusia tidak akan sempurna debelum
ditiupkan oleh Allah sebagian ruh baginya.
Allah SWT berfirman :
“ Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
(Al – hijr : 29).
14

f. Dimensi Seni ( keindahan )


Seni merupakan salah satu potensi rohani yang terdapat pada diri manusia.
Sehingga senia dalam diri manusia harus lah dikembangkan. seni dalam diri
manusia merupakan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Namun tujuan utama seni
pada diri manusia adalah untuk beribadah kepada Allah dan menajalankan fungsi
kekhalifahannya serta mendapatkan kebahagiaan spiritual yang menjadi rahmat
bagi sebagian alam dan keridhoan Allah SWT.
Keindahan selalu berkaitan dengan adanya keimanan pada diri manusia.
Semakin tinggi iman yang dimiliki oleh manusia maka dia akan makin dapat
merasakan keindahan akan segala sesuatu yang di ciptakan oleh tuhannya.
g. Dimensi Sosial
Dimensi sosial bagi manusia sangat erat kaitannya dengan sebuah golongan,
kelompok, maupun lingkungan masyarakat. Lingkungan terkecil dalam dimensi
sosial adalah keluarga, yang berperan sebagai sumber utama peserta didik untuk
membentuk kedewasaan. Didalam islam dimensi sosial dimaksudkan agar manusia
mengetahui bahwa tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan pada perbuatan yang
bersifat pribadi namun perbuatan yang bersifat umum.

Anda mungkin juga menyukai