Anda di halaman 1dari 4

Arwah Goyang Jupe-Depe 

(2011)

Sumber : Istimewa
Dari judulnya, kalian pasti sudah bisa menebak siapa yang menjadi bintang utama dari film
Indonesia ini. Julia Perez dan juga Dewi Persik. Film horor ini pun awalnya mengusung
judul Arwah Goyang Karawang dan sempat ramai diperbincangkan pada tahun perilisannya.
Namun, alasan film ini menjadi bahan perbincangan bukan karena kualitasnya yang
baik, melainkan kontroversi yang dialami kedua pemainnya.

Tim produksi diminta untuk mengubah judul filmnya menjadi Arwah Goyang Jupe-Depe.
Hal ini karena LSF kabarnya didatangi oleh kelompok masyarakat dari Karawang yang protes
terkait film tersebut. Mereka beranggapan kalau film yang kontroversial tersebut akan
memberikan citra buruk terhadap wilayah tersebut.Agar enggak kena masalah lebih lanjut
dan dilarang tayang, tim produksi pun akhirnya mengubah judul film. Meski begitu, mereka
menegaskan bahwa kata “Karawang” yang ada di judul awalnya enggak ada maksud untuk
menjelekkan wilayah tersebut.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mendukung sikap warga Karawang yang menolak film
"Arwah Goyang Karawang" dengan cara mengirimkan surat kepada Lembaga Sensor Film
(LSF) yang telah meloloskan film tersebut beredar di bioskop. "Surat tersebut berisi soal
dukungan Pemprov Jabar terhadap keberatan masyarakat Karawang tersebut. Keputusan
tersebut, kata Dede Mariana, diambil setelah Gubernur Jabar Ahmad Heryawan melakukan
pertemuan dengan beberapa ahli serta akademisi perfilman di Gedung Sate Bandung. Ia
mengatakan, pada dasarnya Pemprov Jawa Barat merasakan dan memahami sikap keberatan
masyarakat Karawang terhadap film yang dibintangi oleh dua artis sensional yakni Julia
Perez dan Dewi Persik.

Pada prinsipnya Gubernur memahami yang menjadi keberatan pemerintah dan komponen
masyarakat Karawang. Kalau soal peredaran dan substansi, tentu film itu sudah lolos sensor.
Kami akan menelusuri ke LSF untuk mengetahui alasan film ini bisa lolos sensor dan beredar
di bioskop. Menurut Dede, soal pelarangan peredaran film AGK bukan kompetensi Gubernur
Jabar. Namun secara prinsip Gubernur Jabar mendukung penuh dalam konteks keberatan
masyarakat Karawang. "Gubernur akan kirim surat mendukung keberatan masyarakat
Karawang, terutama penggunaan term nama Karawang ke LSF. Mudah-mudahan
ditindaklanjuti positif oleh pihak berkepentingan," jelasnya.

Ia menuturkan, Gubernur tidak ingin bertindak terlibat polemik dengan dianggap


menghambat kreativitas. Karena itu perlu mengundang ahli dan akademisi untuk meminta
masukan dan solusi terhadap kontrovbersi film AGK. "Gubernur sudah ada pertemuan
dengan pakar seni dan akademisi untuk menindaklanjuti surat Bupati Karawang yang
meminta Gubernur mendukung pelarangan film ini. Nah Surat ke LSF tersebut merupakan
bentuk penyikapan Gubernur atas tuntutan masyarakat," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Forum Film Bandung (FFB) Eddy D Iskandar, mendukung langkah
Gubernur Jawa Barat yang akan mengirimkan surat ke LSF terkait penolakan warga
Karawang terhadap film "Arwah Goyang Karawang". "Saya salut dengan sikap warga
Karawang yang berani untuk buka suara atau bersikap kritis terhadap dunia perfilman
Indonesia yang saat ini didominasi oleh film-film horor seperti ini, yang secara sisi kualitas
kurang. Dan saya mendukung sikap Gubernur Jabar yang akan mengirimkan surat ke LSF,"
kata Eddy. Namun, kata Eddy, jangan sampai sikap kritis warga Karawang dan Gubernur
Jawa Barat ini malah menjadi sarana promosi gratis bagi pembuat dan produser film tersebut.
Sumber : detikhot

Film yang diadaptasi dari novel erotis E.L James 'Fifty Shades of Grey' dipastikan tak akan
tayang di bioskop Indonesia. Film yang menampilkan Jamie Dornan dan Dakota Johnson itu
tak lulus sensor. Hal itu diumumkan United International Pictures Indonesia (UIP) selaku
distributor. "Film Fifty Shades of Grey tidak akan ditayangkan di Indonesia karena tidak
sesuai dengan kriteria penyensoran.

Menurut UU No. 33/2009, 'sensor film' diartikan sebagai kegiatan penelitian, penilaian, dan
penentuan kelayakan film dan iklan film untuk dipertunjukkan kepada khalayak umum.
Menurut situs Lembaga Sensor Film (LSF), dalam melakukan penyensoran, setiap anggota
LSF telah terpateri empat elemen dasar yang telah ditetapkan oleh PP. No. 7/1994.Keempat
elemen itu menjadi pembuka kunci dalam membuka isi materi sensor, yakni penilaian dari
sisi keagamaan, penilaian dari sisi ideologi dan politik, penilaian dari sisi sosial budaya
masyarakat Indonesia, dan penilaian dari sisi ketertiban umum.

Menurut tim LSF menjelaskan bahwa kriteria lain yang juga menjadi perhatian para anggota
sensor adalah adegan, gerakan atau suara persenggamaan atau yang memberikan kesan
persenggamaan, baik oleh manusia maupun oleh hewan, dalam sikap bagaimana pun, secara
terang-terangan atau terselubung. Gerakan onani atau perbuatan onani, lesbian, homo atau
oral seks termasuk adegan yang kena potong atau dihapus,

Sebagian pihak mungkin sudah memprediksi tak ditayangkannya 'Fifty Shades of Grey',
khususnya para pembaca novel E.L James. Dalam cerita, dua tokoh utama Christian Grey dan
Anastasia Steele menjalin hubungan panas dan erotis yang melibatkan perilaku seksual
tertentu.Sejak awal produksi, film ini memang menjadi bahan pembicaraan. Para pembaca
novel cerita karya E.L James ini pasti sudah penasaran akan seperti apa visualisasi cerita
panas antara hubungan Christian dan Anastasia. Selama ini mereka mendapatkan gambaran
melalui trailer yang sudah dirilis.

Di Amerika Serikat sendiri, Motion Picture Association of America (MPAA) sempat


memberikan rating rating NC-17 karena kuatnya unsur seksual dalam dialog, bahasa dan
visual. Kategori itu memberikan aturan bahwa penonton berusia 17 tahun atau di bawahnya,
dilarang menyaksikan. Kecuali mereka didampingi orangtua. Tetapi kemudian rating itu
diubah menjadi 'R', atau bisa ditonton remaja.

Excecutive Director Morality In Media, Dawn Hawkins seperti dilansir Aceshowbiz


menjelaskan bahwa rating R itu langsung mendapat protes keras dari kelompok anti-
pornografi Morality In Media. Mereka mengutuk bahwa rating itu tidak sesuai dengan konten
yang ada dalam filmnya. Film itu punya tema seksual yang kuat. Ada tema BDSM
(masokisme) di film itu. tidak cukup jika hanya dengan 'R'.

Selain itu, menurut Hawkins menjelaskan adanya unsur ketidaksetaraan terhadap perempuan,
dialog tentang seks, perilaku yang tidak biasa, pose telanjang. Ditambah lagi unsur kekerasan
seksual yang tidak mungkin ditonton anak-anak meskipun didampingi orang tuanya.

Anda mungkin juga menyukai