Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN SPIRITUAL MUSLIM PADA TN. B


DI RUANG RAWAT INAP POLI PENYAKIT DALAM

Diajukan untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah AKSM II


Dosen Pengampu: Inggriane Puspita Dewi, S. Kep., Ners., M. Kep

Oleh:
Kelompok IV
Afdhalun Nisa’ 302017002
Aini Rachmawati 302017003
Anggi Aprilia 302017004
Ari Fitriyani 302017013
Aqmarina Ghoesani 302017012
Ayu Yuliani 302017017
Desi Putri Anjani 302017020
Dizza Tressa Desclara 302017026
Ekka Nur Fitria 302017027
Fitria Kanda Putri 032016039

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Subhanallahu wa ta’ala, Rabb semesta alam.
Rabb yang mengurus setiap makhluk-Nya, pemberi hidayah, penggerak lisan dan
amal dalam kebajikan. Shalawat dan salam untuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam terkasih, pemimpin terbaik sepanjang masa, pemilik akhlaqul karimah
yang syamil, tauladan seluruh umat manusia.
Kondisi sakit dan sehat senantiasa Allah ta’ala pergilirkan kepada manusia.
Respon setiap orang ketika sakit sangatlah beragam, mulai dari rasa marah,
menolak, depresi atau bahkan menerima sampai bersyukur ketika ditimpa ujian
sakit. Penerimaan terhadap sakit membutuhkan proses yang tidak mudah dan
berbeda bagi setiap orang. Selain itu,dukungan spiritual dari seorang perawat juga
sangat diperlukan karena perawat senantiasa hadir selama 24 jam mendampingi
pasien, mereka dalam posisi yang tepat untuk memelihara integritas pasien sesuai
variabel mind, body dan spiritnya..
Akhir kata, dalam penyusunan Makalah Studi Kasus: Asuhan Keperawatan
Spiritual Muslim Pada Tn. B di Ruang Rawat Inap Poli Penyakit Dalam,
penyusun masih merasakan kekurangan, sehingga saran dan kritik membangun
sangat diperlukan untuk perbaikan penyusunan makalah ini. Jazakumullahu khoir
katsiron..

Bandung, 5 November 2020


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Makalah......................................................................................................4
1. Tujuan Umum.....................................................................................................4
2. Tujuan Khusus....................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................6
A. Konsep Berduka.....................................................................................................6
1. Definisi Berduka.................................................................................................6
2. Jenis Berduka.....................................................................................................6
3. Teori dari Proses Berduka...................................................................................7
4. Respon Berduka.................................................................................................9
5. Tugas Berduka..................................................................................................11
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rasa Berduka...........................................11
B. Konsep Spiritual Muslim.......................................................................................12
1. Konsep Spiritual................................................................................................12
2. Kebutuhan Spiritual..........................................................................................14
3. Pola Normal Spiritual........................................................................................15
4. Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual...................................15
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................19
Kasus............................................................................................................................19
Pengkajian....................................................................................................................20
Diagnosa keperawatan.................................................................................................22
Intervensi keperawatan...............................................................................................25
BAB IV PENUTUP...............................................................................................27
A. Kesimpulan...........................................................................................................27
B. Saran....................................................................................................................28
DAFTAR ISI..........................................................................................................29

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berduka merupakan reaksi psikologis sebagai respon kehilangan
sesuatu yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik,
spiritual, social maupun intelektual seseorang. Tahap berduka akibat
kehilangan berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap yaitu Fase
Denail, Fase Anger, Fase Bergaining, Fase Depression dan Fase Acceptance.
Menurut Teori Kubler-Ross mengatakan bahwa, pada fase marah seseorang
individu menolak kehilangan dengan mengungkapkan kemarahan yang
diekspresikan kepada Allah SWT, keluarga, teman, pemberi perawat
kesehatan, atau diri sendiri. Banyak situasi kehidupan yang menimbulkan
marah, misalnya fungsi tubuh yang terganggu, control diri yang diambil alih
orang lain akibat menderita sakit, peran yang tidak dapat dilakukan karena
dirawat dirumah sakit, dan banyak hal yang menimbulkan kemarahan pada
seseorang. Depresi pada seseorang merupakan gangguan mental yang ditandai
dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap
sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan
energy, dan penurunan konsentrasi.(Restiani Paripurna Sari, Titin Sutini, n.d.)
Aspek spiritualitas dapat menjadikan seseorang lebih bisa memaknai
arti kehidupan dan memiliki penerimaan diri terhadap kondisi apapun
sehingga memberikan respon positif terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya. Memiliki spiritualitas yang tinggi akan menjadikan
seseorang lebih kreatif dalam menemukan hal-hal yang bersifat interpersonal
dan intrapersonal.
Spiritualitas berpengaruh terhadap mekanisme koping seseorang,
sehingga seseorang harus mengasah kemampuan spiritualitas guna
membangun mekanisme koping yang konstruktif. Perkembangan yang baik
dalam aspek spiritual dapat menjadikan seseorang lebih bisa memaknai
kehidupan dan memiliki penerimaan diri terhadap kondisi nya sehingga

iii
memberikan respon positif terhadap perubahan pada dirinya. (Ilmu et al.,
2016)
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan acuan yang akan menjadi bahasan sebuah
pertanyaan yang dicari jawabannya oleh peniliti. Berdasarkan uraian latar
belakang diatas rumusan masalah adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan berduka?
2. Apa saja jenis berduka?
3. Bagaimana teori dari berduka?
4. Bagaimana respon dari beduka?
5. Apa saja tugas berduka?
6. Apa aja faktor dari rasa berduka?
7. Apa yang dimaksud dengan spiritual?
8. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual?
9. Bagaimana pola normal spiritual?
10. Bagaimana peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual?

C. Tujuan Makalah
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui
konsep dan rencana asuhan keperawatan spiritual muslim pada pasien
yang sedang berduka di ruang rawat inap.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari berduka
b. Untuk mengetahui apa saja jenis dari berduka
c. Untuk mengetahui bagaimana teori dari berduka
d. Untuk mengetahui bagaimana respon dari berduka
e. Untuk mengetahui apa saja tugas berduka
f. Untuk mengetahui faktor apa saja dari berduka
g. Untuk mengetahui definisi dari spiritual
h. Untuk mengetahui kebutuhan spiritual

iv
i. Untuk mengetahui bagaimana pola normal spiritual
j. Untuk mengetahui bagaimana peran perawat dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual

v
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Berduka
1. Definisi Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas,
sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal
pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari
berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2. Jenis Berduka
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu proses ‘melepaskan diri’ yang muncul
sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.
Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan
memulai proses perpisahan dan menyesuaikan berbagai urusan didunia
sebelum ajalnya tiba.
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung
seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan
orang yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat
diakui secara terbuka. Contohnya: kehilangan pasangan karena AIDS,
anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
3. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.
a. Teori Engels
Menurut Engels (1964) proses berduka mempunyai beberapa
fase yang dapat diapokasikan pada seseorang yang sedang berduka
maupun menjelang ajal.
1) Fase I (Shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara
fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat,
tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2) Fase II (Berkembangnya Kesadaran)
Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
3) Fase III (Restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4) Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap
almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang
kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
5) Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.
Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
b. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross pada tahun
1969 adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu
sebagai berikut:
1) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
2) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak
lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi
dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
3) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang
halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien
sering kali mencari pendapat orang lain.
4) Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan
untuk berupaya melewati kehilangan dan mullai memecahkan
masalah.
5) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-
Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
c. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan.
Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
d. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 kategori:
1) Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2) Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien
secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan
mereka paing dalam dan dirasakan paling akut.
3) Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut
dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka.
4. Respon Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui
tahap-tahap berikut (Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry, 1997)
a. Tahap Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan
benar-benar terjadi. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah
letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus
berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit
hingga beberapa tahun.
b. Tahap Marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang
timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.
Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan
perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lan, menolak
pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten.
Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
c. Tahap Tawar-menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyatan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan
secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat
dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan.
d. Tahap Depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusan, rass tidak berharga bahkan bisa muncul
keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lan menolak
makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
e. Tahap Penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai
berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek
yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan
menerima dengan perasaan damai, maka dia mengakhiri proses
kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan
mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya.
5. Tugas Berduka
a. Tugas 1 : menerima kenyataan akan merasa kehilangan, tugas 1
melibatkan proses penerimaan bahwa individu atau objek tersebut
telah pergi dan tidak akan kembali.
b. Tugas 2 : melewati rasa nyeri akan berduka, individu memberikan
reaksi berupa kesedihan, kesendirian, keputusasaan, atau penyesalan
dan akan bekerja melalui perasaan nyeri dengan menggunakan
mekanisme adaptasi paling di kenal dan nyaman bagi mereka.
c. Tugas 3 : beradaptasi dengan lingkungan, dimana orang tersebut
meninggal. Seorang individu tidak menyadari sepenuhnya dampak dari
rasa kehilangan selama minimal 3 bulan. Anggota keluarga atau teman
memberikan sedikit perhatian kepada individu yang merasa kehilangan
dalam jangka waktu yang sama, sebagaimana akhir dari rasa
kehilangan menjadi kenyataan.
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rasa Berduka
a. Perkembangan manusia, usia klien dan tahap perkembangan
mempengaruhi respon terhadap berduka, sebagai contoh: anak-anak
tidak dapat memahi rasa kehilangan atau kematian, tapi sering
merasakan kecemasan akibat kehilangan objek dan terpisah dari orang
tua.
b. Hubungan personal : ketika rasa kehilangan melibatkan individu lain,
berkualitas dan arti hubungan yang hilang akan mempengaruhi respon
terhadap berduka. Dukungan sosial dalam pemulihan dari rasa
kehilangan dan berduka.
c. Membantu perawat memahami secara lebih baik dampak dirasa
kehilangan pada perilaku kesehatan dan kesejahteraan klien. Tekanan
akibat kematian yang tidak diharapkan dan tiba-tiba memberikan
tantangan yang berbeda dibanding dengan kematian karena penyakit
kronis.
d. Stress koping : pengalaman hidup memberikan strategi koping yang
digunakan seseorang untuk mengatasi tekanan rasa kehilangan. Ketika
strategi koping yang biasanya tidak berhasil individu memerlukan
strategi yang baru.
e. Status sosial ekonomi : status, sosial ekonomi mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk memasukkan dukungan dan sumber daya
untuk beradaptasi dengan rasa kehilangan dan respon fisik terhadap
tekanan. Ketika individu kekurangan sumber daya financial beban
kehilangan menjadi berlipat. Sebagai contoh seorang klien dengan
keterbatasan keuangan tidak dapat mengaganti mobil yang rusak akibat
kecelakaan dan membayar tagihan pengobatan akibat kecelakaan
tersebut.
f. Budaya dan etnik : budaya seseorang dan struktur sosial lainnya
(misalnya keluarga atau keanggotaan keagamaan) mempengaruhi
interpretasi terhadap rasa kehilangan, membangun pengungkapan
berduka yang dapat diterima, serta menyelenggarakan stabilitas dan
struktur di tengah kekacauan dan rasa kehilangan.

B. Konsep Spiritual Muslim


1. Konsep Spiritual
a. Definisi Spiritual
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungan dengan yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya
kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritual
mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan
menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa dan
sebagainya (Hawari,2002).
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata latin “spiritus”,
yang diantaranya berarti “roh,jiwa,sukma,kesadaran diri, wujud tak
berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.”
b. Aspek Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan.
Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan
kematian, kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan
kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri, dan Tuhan. Ada 5 dasar
kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan
(Hawari, 2002).
Menurut Burkhardit (dalam Hamid, 2000) spiritual meliputi
aspek sebagai berikut:
1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan.
2) Menemukan arti dan tujuan.
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri.
4) Mempunya perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan
yang Maha Kuasa.
c. Dimensi Spiritual
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan
keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk
menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi
stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga
dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia.
Spiritual sebagai suatu yang multidimensi, yatu dimensi
eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus
pada hubungan seseorang dengan Tuhan yang Masa Penguasa.
Spiritual sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah
hubungan dengan Tuhan atau yang Maha Penguasa yang menuntun
kehidupan seseorang, sedangan dimensi horiontal adalah hubungan
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lan dan dengan
lingkungan. Terdapat hubungan yang terus menerus antara dua
dimensi tersebut.
2. Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan Spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencitai,
menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual
adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan
mendapatkan maaf.
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia
yaitu:
a. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara
terus-menerus diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup
ini adalah ibadah.
b. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
menemukan makna hidup dalam membangun hubungan yang selaras
dengan tuhannya (vertikal) dan sesama manusia (horisontal) serta
alam sekitar.
c. Kebutuhan akan komitmen peribadahan dan hubungannya dengan
keseharian, pengalamn agama integratif antara ritual peribadahan
dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
d. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur
mengadakan hubungan dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan
seseorang tidak melemah.
e. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa, rasa bersalah dan
berdosa ini merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik
bagi kesehatan jiwa seseorang. Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu
pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan bebas dari rasa
bersalah, dan berdosa kepada Allah. Kedua secara horizontal yaitu
bebas dari rasa bersalah kepada orang lain.
f. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan
self esteem), setiap orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh
lingkungannya.
g. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap
harapan masa depan. Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap
yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan jangka panjang (hidup di
akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan persiapan
bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
h. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi
sebagai pribadi yang utuh. Di hadapan Allah, derajat atau kedudukan
manusia didasarkan pada tingkat keimanan seseorang. Apabila
seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan Allah maka dia
senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.
i. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesama
manusia. Manusia hidup saling bergantung satu sama lain. Oleh
karena itu, hubungan dengan orang disekitarnya senantiasa dijaga.
Manusia juga tidak dapat dipisahkan dari lingkungan alamnya sebagai
tempat hidupnya. Oleh karena itu manusia mempunya kewajiban
untuk menjaga dan melestarikan alam ini.
j. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan nila-
nilai religius. Komunitas keagamaan diperlukan oleh seseorang
dengan sering berkumpul dengan orang yang beriman akan mampu
meningkatkan iman orang tersebut.
3. Pola Normal Spiritual
Pola normal spiritual sangat erat hubungannya dengan kesehatan,
karena dari pola tersebut dapat menciptakan suatu bentuk perilaku adaptif
ataupun maladaptif berhubungan dengan penerimaan kondisi diri. Dimensi
spiritual merupakan dimensi yang sangat penting diperhatikan oleh
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada semua klien.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa keimanan diketahui sebagai suatu fajtor
yang sangat kuat (powerfull) dalam penyembuhan dan pemulihan fisik,
yang tidak dapat diukur. Mengingat pentingnya peranan spiritual dalam
penyembuhan dan pemulihan kesehatan maka penting bagi perawat untuk
meningkatkan pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat
memberikan asuhan spiritual dengan baik kepada semua klien.
4. Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 bahwa
perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Aktifitas keperawatan meliputi
peran dan fungsi pemberian asuhan atau pelayanan keperawatan, praktek
keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan klien
(individu, keluarga dan masyarakat) serta kegiatan penelitian di bidang
keperawatan.
Perawat dapat melakukan beberapa hal yang dapat membantu
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan klien, diantaranya: Menciptakan
rasa kekeluargaan dengan klien, berusaha mengerti maksud klien,
berusaha untuk selalu peka terhadap ekspresi non verbal, berusaha
mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya, berusaha mengenal
dan menghargai klien.
Mengingat perawat merupakan orang pertama dan secara konsisten
selama 24 jam sehari menjalin kontak dengan pasien, sehingga dia sangat
berperam dalam membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
Pemenuhan kebutuhan spiritual memerlukan hubungan interpersonal, oleh
karena itu perawat sebagai satu-satunya petugas kesehatan yang
berinteraksi dengan pasien selama 24 jam maka perawat adalah orang
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Kebutuhan
spiritual klien sering ditemui oleh perawat dalam menjalankan perannya
sebagai pemberi pelayanan atau asuhan keperawata. Hal ini perawat
menjadi contoh peran spiritual bagi kliennya. Perawat harus mempunya
pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhannya untuk
mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai, dan berhubungan serta
pengampunan. Peran perawat terdiri dari:
a. Peran sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan
perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan keadaan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga
dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dasar
manusia, kemudian dapat dievalusi tingkat perkembangannya.
b. Peran sebagai Advokat
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi
pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada
klien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-
hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak
atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi
akibat kelalaian.
c. Peran Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan
yingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan
yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien
setelah mendapatkan pendidikan kesehatan.
d. Peran Koordinator
Peran ini dilakukan dengan mengarahkan, merencenakan, serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
e. Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-
lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan
yang diperlukan termasuk diskusi, atau bertukar pendapat dalam
bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran Konsultan
Peran perawat sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi
terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk
diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawata yang diberikan.
g. Peran Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah
sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
merupakan bagian dari peran dan fungsi perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan. Untuk itu diperlukan sebuah metode ilmiah untuk
menyelesaikan masalah keperawatan, yang dilakukan secara sistematis
yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang diawali dari pengkajian
data, penetapan diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
BAB III TINJAUAN KASUS

Kasus
Pasien bernama Tn B berusia 76 tahun adalah seorang suami yang memiliki
6orang anak dan sudah memiliki cucu 12orang. Satu bulan yang lalu istri dari
pasien meninggal dunia, menurut keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit
Hipertensi. Pada tanggal 30 Juli 2019 pasien berobat ke poli klinik penyakit dalam
dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan semakin bertambah berat sejak 2hari
yang lalu, pasien merasakan sesak apabila melakukan aktifitas dan berkurang bila
istrirahat. Keluhan pasien ini juga disertai dengan batuk, sulit tidur dan tekanan
darah meningkat.
Sejak satu bulan ditinggal sang istri pasien Tn.B masih terlihat tampak
bersedih sehingga keluarga membawa pasien berlibur ke salah satu rumah anak
nya yang berlokasi di Tanjung pinang kemudian ke Cianjur. Pada saat dilakukan
pengkajian, pasien mengatakan bahwa penyakit yang ia derita saat ini adalah
cobaan dari Allah SWT, pasien adalah seseorang yang patuh pada agama nya.
Meskipun dalam kondisi saat ini pasien selalu melakukan ibadah 5 waktu
meskipun dengan bertayamum karena kondisi yang masih sangat lemas. Pasien
sangat bersyukur karena masih diberikan usia panjang dan kesehatan selama ini.
Pasien dan kelurga mengatakan bahwa mereka selalu menjalankan ibadah 5
waktu, membaca Al-qur’an, berdo’a dan berdzikir, pasien pun mengatakan bahwa
ia masih mengingat semua bacaan do’a-do’a sholat. Dari pasien yang berobat ke
poli klinik penyakit dalam pasien pun disarankan oleh dokter untuk dirawat inap,
kemudai pasien pun tidak hanya ingin dirawat medis saja namun pasie
menginginkan dirawat di Rumah Sakit yang bernuansa Islami. Yang membuat
pasien semangat dan termotivasi untuk sembuh karena lingkungan yang sangat
mendukung kesembuhan pasien. Pasien pun mengatakan bahwa ia didukung oleh
keluarga anak-anak nya hingga menantu nya yang menjenguk secara bergantian.
Pasien pun merasa cukup nyaman karena mendapatkan dukungan spiritual dari
RS yang dimana difasilitasi apabila sudah waktu nya adzan pasien dapat langsung
melakukan ibadah tanpa harus memanggil rohaniawan, meskipun melakukan
ibadah dalam kondisi di tempat tidur dan pasien ingin segera sembuh sehingga
dapat berkumpul kembali dengan keluarga.

Pengkajian
A. Biodata Pasien
1. Inisial Pasien : Tn. B
2. Usia : 76 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki - laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan terakhir : SMA
6. Pekerjaan : Petani
7. Alamat : Cianjur
8. Diagnosa medis : ASMA
9. Tanggal masuk RS : 30 juli 2019
10. Tanggal pengkajian : 30 juli 2019
B. Riwayat Kesehatan Dahulu Dan Sekarang
Klien (Tn. B usia 76 tahun) dengan keluhan sesak sudah dirasakan
bertambah berat sejak 2 hari, sesak bertambah bila beraktifitas dan berkurang
bila beristirahat namun hanya sesaat saja, keluhan disertai batuk dan sulit
tidur sehingga tekanan darah pasien meningkat dan dokter menyarankan
untuk di rawat inap.
C. Pengkajian Spiritual
1. Hubungan kesehatan dengan spiritual
Pasien beranggapan sakitnya adalah cobaan dari Allah SWT agar dapat
lebih mensyukuri kesehatan, karena sehat adalah anugerah yang diberikan
Allah SWT. Bagian tubuhnya yang membuat tidak nyaman adalah pada
daerah dada terutama bila terasa sesak dan batuk pasien merasa lelah dan
lemas. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan pulang
kerumahnya dan selalu berdoa dan berdzikir memohon kesembuhannya.
Pasien memiliki 6 anak dan 12 orang cucu yang menjadi kekuatan untuk
sembuh dari sakitnya. Menurut pasien tidak ada tindakan medis yang
bertentangan dengan keyakinan pasien. Pasien bersedia dirawat di RS yang
bernuansa islami.
2. Konsep ketuhanan
Pasien mengatakan sakitnya adalah cobaan dari Allah SWT yang tentunya
ia sangat yakin Allah SWT menyayanginya terbukti pengalaman hidup
yang telah dilaluinya. Pasien sangat bersyukur telah Allah telah berikan
usia panjang dan kesehatan selama ini. Selama sakit pasien selalu berdoa,
berdzikir dan sholat walaupun hanya dengan bertayamum.
3. Kebiasaan praktik ibadah di rumah
Pasien dan keluarga mengatakan dirumah pasien selalu melaksanakan
sholat 5 waktu dan mambaca AlQur’an, berdoa dan berdzikir. Di bulan
ramadhan pun pasien melaksanakan ibadah puasa karena sangat menyadari
itu adalah kewajiban. Menurut pasien ibadah sangatlah penting untuk
medekatkan kita pada Tuhan YME. Selain itu pasien masih aktif dalam
kegiatan mesjid di daerah rumahnya.
4. Kebiasaan praktik ibadah ketika sakit
Pasien mengatakan saat sakit masih dapat melaksanakan sholat 5 waktu
walaupun hanya dengan bertayamum karena belum kuat untuk berwudhu,
pasien juga selalu berdoa dan berdzikir diwaktu senggangnya. Pasien
masih mengingat semua bacaan doa-doa sholat.
5. Support system dan dukungan
Pasien mengatakan selalu mendapat dukungan dan support dari anak-
anaknya dan menantunya yang selalu ada dan keluarga yang menjenguk
secara bergantian. Dukungan keluarga menjadi motivasi bagi pasien untuk
segera sembuh dan segera pulang agar bisa berkumpul dengan
keluarganya. Pasien merasa cukup memperoleh dukungan spiritual dari RS
dengan jelasnya adzan bila waktunya sholat dan dapat langsung menjadi
makmum walaupun dalam kondisi di tempat tidur sehingga tidak perlu
menghadirkan rohaniawan.
Catatan : saat mengkaji perhatikan respon non verbal pasien
Saat dilakukan pengkajian pasien tampak tenang dan mampu
mengungkapkan perasaannya. Pasien tampak masih berduka atas
meninggalnya mendiang istrinya terlihat dari selalu bercerita tentang
istrinya. Pasien pun berespon baik pada siapapun yang berkunjung
termasuk pada perawat saat dilakukan pengkajian.

Diagnosa keperawatan
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Kematian anggota Dukacita
- Pasien mengatakan keluarga (istri)
merasa sedih karena ↓
masih teringat mendiang Bersedih
almarhum istrinya ↓
- Keluarga pasien Selalu teringat
mengatakan sejak istri mendiam istrinya
pasien meninggal dunia ↓
sebulan yang lalu pasien Dukacita
masih tampak bersedih
DO:
- Pasien tampak masih
berduka atas
meninggalnya
mendiangistrinya terlihat
dari selalu bercerita
tentang istrinya
2 Ds: Kehilangan objek Kesiapan
- Pasien mengatakan (istri) & keluhan peningkatan
ingin segera sembuh penyakit kesejahteraan
dan pulang ↓
spiritual
kerumahnya dan selalu Menerima &
berdoa berzikir bersyukur atas
memohon cobaan yang Allah
kesembuhannya berikan
- Pasien mengatkan ↓
sakitnya adalah cobaan Peningkatan
dari Allah SWT agar harapan ingin
dapat lebih sembuh
mensyukuri kesehatan, ↓
karena sehat adalah Umpan balik
anugrah dari Allah positif dari
SWT, dan pasien lingkungan sekitar
mengatakan sakitnya ↓
ini adalah cobaan dari Kesiapan
No Data Etiologi Masalah
Allah SWT yang kesejahteraan
tentunya ia sangat spiritual
yakin Allah SWT
menyayanginya
terbukti pengalaman
hidup yang telah
dilaluinya
- Pasien mengatakan
anak, cucu, dan
dukungan keluarga
adalah sumber
kekuatan dirinya untuk
sembuh dari sakitnya
DO:
- Selama sakit pasien
selalu berdoa, berzikir
dan sholat walaupun
hanya dengan
bertayamum
3 Ds: Kehilangan objek Kesiapan peningkatan
- Pasien mengatakan ingin (istri) & keluhan konsep diri
segera sembuh dan penyakit
pulang kerumahnya dan ↓
selalu berdoa berzikir Menerima &
memohon bersyukur atas
kesembuhannya cobaan yang Allah
- Pasien mengatkan berikan
sakitnya adalah cobaan ↓
dari Allah SWT agar Umpan balik positif
dapat lebih mensyukuri dari lingkungan
kesehatan, karena sehat sekitar
adalah anugrah dari ↓
Allah SWT, dan pasien Kesiapan
mengatakan sakitnya ini peningkatan konsep
adalah cobaan dari Allah diri
SWT yang tentunya ia
sangat yakin Allah SWT
menyayanginya terbukti
pengalaman hidup yang
telah dilaluinya
- Pasien mengatakan anak,
cucu, dan dukungan
keluarga adalah sumber
No Data Etiologi Masalah
kekuatan dirinya untuk
sembuh dari sakitnya
DO:
- Selama sakit pasien
selalu berdoa, berzikir
dan sholat walaupun
hanya dengan
bertayamum
Diagnosa Keperawatan Menurut NANDA 2015-2017:
1. Dukacita b.d kematian anggota keluarga:istri
2. Kesiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual
3. Gangguan rasa nyaman b.d faktor fisiologis & psikologis
Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Dukacita b.d Setelah dilakukan 1. Dukung pasien untuk 1. Agar klien menyadari bahwa meskipun klien sudah
Kematian tindakan keperawatan mengidentifikasi kekuatan ditinggalkan oleh istrinya, klien mampu untuk
Anggota selama 3x24 jam, rasa dan kemampuan diri menjalani kehidupannya
kehilangan yang klien 2. Dukung keterlibatan keluarga, 2. Agar klien tidak terlalu merasa kehilangan, karena
Keluarga: istri
alami dapat berkurang dengan cara yang tepat klien masih mempunyai anak dan cucu
dengan kriteria hasil : 3. Bantu pasien untuk melewati 3. Agar klien melewati proses berdukanya seperti
1. Rasa sedih yang proses berduka dan melewati yang seharusnya dan tidak menjadi koping yang
dirasakan pasien kondisi kehilangan maladaptif.
bisa berkurang
2. Gejala distress
pada pasien seperti
sesak dan tidak
bisa tidur tidak ada
lagi
2. Kesiapan Setelah dilakukan 1. Tunjukkan perhatian melalui 1. Agar klien merasa bahagia dan diperhatikan oleh
meningkatkan tindakan keperawatan aktivitas menghadirkan diri keluarganya
kesejahteraan selama 3x24 jam, dengan meluangkan waktu 2. Agar klien bisa lebih memaknai kondisinya saat ini
bersama pasien 3. Agar klien yakin bahwa dirinya akan sembuh secara
spiritual diharapkan pasien
2. Dukung pembicaraan yang jasmani maupun rohani
mampu meningkatkan membatu pasien untuk
kesejahteraan menyeleksi apa yang menjadi
spritualnya dengan perhatian secara spiritual
kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk
1. Pasien terus mengeksplorasi kepercayaan
meningkat terkait dengan penyembuhan
keyakinan dan tubuh, pikiran dan jiwa
imannya terhadap
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Allah
2. Pasien selalu ikhlas
dalam segala
kondisi
3. Pasien mampu
menjalani dan
menikmati sisa
hidupnya
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Jelaskan pentingnya tidur 1. Agar klien mengetahui bahwa kualitas waktu tidur
nyaman b.d tindakan keperawatan yang cukup selama sakit berpengaruh terhadap kesehatannya
faktor selama 3x24 jam, rasa 2. Monitor pola tidur pasien dan 2. Agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya dengan
nyaman klien dapat catat kondisi fisik (sesak) dan mengurangi sesaknya atau memberika obat tidur.
fisiologis dan
meningkat dengan psikologis (kehilangan) 3. Agar klien merasa nyaman jika posisi tempat
psikologis kriteria hasil : 3. Sesuaikan lingkungan tidurnya bisa mengurangi rasa sesaknya dan mudah
1. Mudah untuk (cahaya, kebisingan dan untuk memulai tidur
memulai tidur tempat tidur) untuk
2. Pasien mampu meningkatkan tidur
tidur cukup
dengan
kebutuhannya
yaitu 6 jam sehari
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu
berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Sehat adalah suatu kondisi dimana segala sesuatu berjalan normal dan
bekerja sesuai funngsinya dan sebagaimana mestinya. Secara sederhana, sehat
bersinonim dengan kondisi tidak sakit. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
definisi sehat adalah baik seluruh badan serta bagian-bagiannya. Pengertian
Sehat menurut WHO (World Health Organizations) adalah suatu keadaan
yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit
atau kelemahan. Definisi sehat menurut WHO ini adalah sehat secara
keseluruhan, baik jasmani, rohani, lingkungan berikut faktor-faktor serta
komponen-komponen yang berperan di dalamnya.
Sakit adalah keadaan tidak normal atau tidak sehat. Secara sederhana,
sakit merupakan suatu bentuk kehidupan atau keadaan diluar batas normal.
Tolak ukur yang paling mudah untuk menentukan kondisi sakit adalah jika
terjadi perubahan dari rata-rata nilai normal yang telah ditetapkan.
Kesehatan spiritual juga berkaitan erat dengan dimensi lain dan dapat
dicapai jika terjadi keseimbangan dengan dimensi lain ( fisiologis, psikologis,
sosiologis, kultural). Kesehatan spiritual sangat berpengaruh terhadap koping
yang dimiliki individu. Semakin tinggi tingkat spiritual individu, maka koping
yang dimiliki oleh individu tersebut juga akan semakin meningkat. Sehingga
mampu meningkatkan respon adaptif terhadap berbagai perubahan yang
terjadi pada diri individu tersebut. Peran perawat adalah bagaimana perawat
mampu mendorong klien untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam berbagai
kondisi, Sehingga klien mampu menghadapi, menerima dan mempersiapkan
diri terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada diri individu tersebut.
B. Saran
Peningkatan spiritualitas dalam diri setiap individu sangat penting
untuk diupayakan. Upaya untuk melakukan peningkatan spiritualitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan latihan yoga dan melakukan
meditasi. Penting juga diperhatikan pemenuhan nutrisi spiritual. Hal tersebut
tentunya tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, akan lebih baik jika
dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan meningkatkan spiritualitas
dalam diri, maka koping yang kita miliki juga akan meningkat. Sehingga
mampu berperilaku dan mempertahankan kesehatan dalam kondisi yang
optimal.
DAFTAR ISI

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.


Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah
Psikososial. Jakarta. Trans info media.
Hawari. 2002. Asuhan Keperawatan Spiritual Muslim. Jakarta: EGC
Ilmu, J., Vol, K., & Kulu, P. L. O. A. (2016). Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 2,
Desember 2016. 4(2), 66–74.
Kurniawan, Bayu. Blogs.spot.com-Kebutuhan Spiritual Pasien. November 25,
2011
Potter&Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume I. Jakarta: EGC.
Restiani Paripurna Sari, Titin Sutini, D. I. A. (n.d.). Jurnal Keperawatan
Komperhensif (COMPERHENSIVE NURSING JOURNAL).
Stuart and Sundeen, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed. 3. Jakarta: EGC.
Surasetja, R. Admiral. 1983. Ilmu Penyakit Dasar. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan Proses Keperawatan. Jakarta:Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai