Pengertian pernapasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
· Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
· Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel
tubuh.
Dalam mengambil napas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan
dua cara pernapasan, yaitu :
· Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga
udara masuk ke dalam badan.
· Diafragma datar
· Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada
mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa
sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan
mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc
oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa
dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc
di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang
dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Penyakit obstruktif kronik atau COPD merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran atau fisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema
paru, dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD. Agaknya ada hubungan
etiologi dan sekuensial antara bronkitis kronik dan emfisemi, tetapi tampaknya tak ada
hubungan antara kedua penyakit itu dengan asma.
Brinkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus
yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batu kronik dan pembentukan
sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam 1 tahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun
berturut-turut.
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta destruksi dinding
alveolar.
1. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitifitas cabang trakeobronkial
terhadap berbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan
nafas cara periodik dan reversibel akibat bronkos plasma.
ETIOLOGI
Sampai saat ini Etiologi belum diketahui belum pasti, suatu hal yang menonjol pada penderita
asama adalah fenomena hipereaktivitas bronkus. Bronkus penderita asama sangat peka
terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut
a. Alrgien utama,seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan.
b. Iritasi seperti asam, bau bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim
e. Kegiatan jasmani yang berlebihan.
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi asma akibat alergi terhadap respon IgE yang dikendalikan oleh limfosite
dan b serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat air borne dan
agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas alergen tersebut harus tersedia dalam
jumlah banyak untuk periode waktu tertentu.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan perwarna seperti tertazid,antagonis betha-adrenergi, dan bahan sulfat.
Pencetus serangan
(alergen,emosi/stress,obat-obatan,dan infeksi)
Bersihan
p jalan
napas tidak Obstruksi Ketidakseimbangan nutrisi:
efektif saluran napas Kurang dari kebutuhan tubuh
(risiko/aktual)
Hipoventilasi
Kerusakan Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi
pertukaran gas darah paru paru
Gangguan difusi gas di alveoli
Hipoksemia
hiperkapnea
TANDA DAN GEJALA
PENATATALAKSANAAN
ETIOLOGI
Bronkitis akut dapat ditimbulkan dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronkitis kronis.pada infeksi saluran napas.bagian atas,infeksi virus
sering kali menjadi awal dari serangan bronkitis akut.
Bronkitis timbul sebagai akibat adanya paparan terhadap ageninfeksi maupun non-infeksi
(terutama rokok tembakau).iritan akan memicutimbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkan vasodilatasi ,kongesti,edema mukosa ,dan bronkospasme.tidak seperti
emfisema,bronkitis lebih memengaruhu jalan napas kecil dan besar dibandingkan dengan
alveoli.aliran udara dapat mengalami hambatan atau mungkin juga tidak
A. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronki besar.hal ini akan
meningkatkan produksi mukus
B. Mukus lebih kental
C. Kerusakan fungsi siliari,sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus
Mukus yang kental dan pembesaran bronkus menyebabkan obstruksi jalan napas,terutama
selama ekspirasi.jalan naps mengalami kolaps,dan udara terperangkap pada bagian distal
paru-paru .obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar,hipoksia dan
asidosis.klien akan mengalami kekurangan oksigen jaringan dan timbul rasio ventilasi dapat
juga meningkatkan nilai PaCO2 klien akan terlihat sianosis ketika mengalamii kondisi
ini.sebagai kompensasi dari hupoksemia ,terjadilah (overproduksi eritrosit).
Sputum yang banyak dan berwarna kelabu,putih,atau pun kuning yang dihasilkan leh
paru parun
Batuk produktif untuk mengeluarkan mukus yang diproduksi oleh paru paru
Disnea akibat obstruksi jalan napas pada percabangan trakeobronkial bagian bawah
Sianosis yang berhubungan dengan penurunan oksigenasi dan hipoksia
seluler,penurunan pasokan oksigen ke dalam jaringan
Penggunaan otot-otot aksesorius pernapasan akibat upaya yang bersifat jompensasi
yang memasok lebih banyak oksigen ke dalam sel
Takipnea akibat hipoksia
Edema pedis akibat gagal jantung kanan
Distensi vena leher akibat gagal jantung kanan
Penambahan berat badan akibat edema
Mengi akibat aliran udara melewati saluran napas yang sempit
Pemanjangan waktu ekspirasi akibat upaya tubuh mempertahankan patensi jalan naps
Ronki akibat aliran udara melewati saluran napas yang sempit dan berisi mukus
Hipertensi pulmoner yang disebabkan oleh keterlibatan arteri pulmonalis yang
kecil;keadaan ini terjadi karena inflamasi pada dinding bronkial dan spasme
pembuluh darah pulmoner akibat hipoksia.
PENATATALAKSANAAN
Emfisema adalan penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik penurunan elastisitas paru
dan luas permukaan alveolus yang berkurang a akibat destruksi dinding alveolus dan
peleburan ruang distal udara ke bronkiolus terminal.kerusakan dapat terbatas hanya dibagaian
sentral lobus,dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkiolus atau
dapat mengenai paru secara seluruhan,yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.
PATOFISIOLOGI
Efisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar.dapat
menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.perjalanan udara terganggu akibat dari
adanya perubahan ini.kolaps jalan napas sebagian dan kehilangan elastisitas rekoil.pada saat
alveoli dan kolaps ,udara akan tertahan diantara ruang alveolar (bleps) dan diantara parenkim
paru (bullae).proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatori pada dead space atau area
yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
CLE (emfisema
CLE bronkitis kronis
Sentriolobular)
CA PARU
PENYAKIT PERNAFASAN RESTRITIF
Gangguan ventlasi restritif ditandai dengan peningkatan kekakuan paru, toraks, atau
keduanya, akibat penurunan keregangan dan penurunan semua volume paru, termasuk
kapasitas vital
1. Penyakit Ekstrapulmonal
sejumlah gangguan yang langsung memengaruhi pusat pernafasan medula spinalis dapat
menyebabkan hipoventilasi alveolar. Retensi co2 akibat berbagai sebab dapat menekan dan
bukan merangsang pernafasan bila tekanan parsial co2 arteri, atau tegangan (PaCO2)
melebihi 70mmHg sejumlah obat-obatan dapat menekan pusat pernafasan, dan dengan
demikian mengakibatkan hipoventilasi alveolar. Misalnya, kelebihan dosis narkotika atau
barbiturat seringkali menimbulkan kematian akibat depresi dan kegagalan pernafasan
ada 4 jenis utama deformitas dinding dada yang membatasi ventilasi akibat keterlibatan
mekanisme dibawah ini : kifoskoliosis, peksus ekskavatum, ankilosis spondilitis, dan
torakloplasti yang sudah sembuh.
Kifosis
adalah istilah yang menyatakan setiap jenis angolasi tulang belakang ke arah posterior
(bongkok), dan skoliosos menunjukan adanya pergeseran tulang belakang ke arah lateral
karena itu kifoskoliosos ditandai dengan angulasi tulang belakang ke posterior maupun
lateral. Sekitar 80% kasus adalah idiopatik sedangkan sisanya yang 20% diakibatkan
poliomielitis atau tuberkulosis tulang belakang . kifoskoliosis berat disertai bentuk dada yang
tidak simetris dan mengakibatkan fungsi serta posisi otot-otot pernafasan menjadi abnormal,
dan menyebabkan penekanan pada paru.
Pektus ekskavatum (dada berbentuk sorong)
merupakan deformitas kongenital yaitu baagian bawah sternum melekat pada tulang belakang
bagian toraks lewat ikatan ikatan vebromuskular, sehingga bagian bawah sternum tampak
seperti gua, jarang menimbulkan gejala yang berat kecuali hambatan ringan pada ventilasi.
Torakoplasti
adalah depresi rangka toraks akibat pembedahan yang dahulu dilakukan untuk pengobatan
penyakit tuberkulosis. Karena tindakan ini dilakukan untuk menangani penyakit paru menjadi
penyebab, maka disfungsi paru yang terjadi setelah operasi biasanya terjadi berkaitan dengan
penyakit asalnya dibandingkan dengan deformitas yang diakibatkan.
Ankilosis Spondilitis
adalah suatu penyakit yang menyebabkan reduksi simetris pada pergerakkan bagian toraks
bertulang sebagai akibat penulangan sendi vertebra dan ligamentumnya. Orang muda dan
sehat cenderung dapat mengatasi perubahan ini dengan baik, tetapi pada orang tua
perubahan-perubahan seperti ini dapat menyebabkan gangguan pembersihan sekret, infeksi
saluran pernapasan, kelainan gas darah dan bahkan menyebabkan kegagalan pernapasan.
adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sekelompok gambaran klinis yang ditemukan
pada orang yang sangat gemuk. Gambaran ini terdiri atas hipoventilasi aveolar kronik,
somnolen, polisitemia, hipoksemia dan hiperkapnia. Gangguan pernapasan ini dapat
berkembang menjadi korpulmonale dan kegagalan pernapasan.
Penyakit Kardiovaskular dan Paru
Emboli paru
Emboli paru atau PE terjadi apabila suatu embolus, biasanya bekuan darah yang terlepas dari
perlekatannya pada vena ektremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan
jantung kanan sehinga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonlis utama atau pada salah satu
percabangannya. Infark paru adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fokus
nekrosis lokal yang diakibatkan oleh penyumbatan vaskular. Tiga faktor utama yang
menyebabkan timbulnya trombosis vena dan kemudian menjadi PE:
Trombois vena dan PE terutama terjadi sebagai predisposisi trombosit vena adalah gagal
jantung kongestis, kondisi penting berikutnya adalah pasca bedah. Tempat tersering
terbentuknya bekuan darah adalah vena ileovemoralis provunda pada tungkai. Imboli
yang bukan berasal dari trombosis jarang terjadi, tetapi meliputi sumbatan yang
disesbabkan oleh udara, lemak, sel-sel ganas, cairan amnion, parasit, vegetasi dan benda
asing.akibat PE adalah terbentuknya daerah daerah paru yang mendapat ventilasi, tetapi
pervusinya kurang memadai, sehingga akan meningkatkan ventilasi ruang mati visiologis.
Infark merupakan kompilasi PE yang jarang terjadi karena paru memiliki suplay darah
ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan penyumbatan arteria lobaris atau lobularis
ukuran sedang dan insufisiensi aliran polateral dari srkulasi bronkus.
Edema Paru
Edema paru merupakan penimunan cairan serosa atau serosa nguinosa yang berlibahan
dalam ruang interstisial dan alveolus paru. Edema paru dapat terjadi karena peningkatan
tekanan hidrostatik dalam kapiler paru, penurunan tekanan osmotik koloid nefritis, atau
kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat disbebakan oleh inhalasi
gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada pneumonia, atau karena gangguan lokal
proses oksigenisasi. Penyebab tersering edema paru adalah kegagalan ventrikel kiri
akibatn penyakit jantung parteri osklerotik atau stenosis mitralis. Jika terjadi gagal
jantung kiri dan jantung kanan terus memompakan darah, maka tekanan kapiler paru akan
meningkat terjadi edema paru. Pembentukan edema paru terjadi dalam dual stadium
1. Edema interstisial yang ditandai peleberan ruang perivaskular dan ruang peribronkial
serta peningkatan aliran getah bening
2. Terjadinya edema alveolar sewaktu caian bergerak masuk kedalam alveoli.
Tindakan lain adalah dengan pemberian diorektif, O2, dan digitalis untuk memperbaiki
kontraksilitas miokardium.
Kor Pulmonale
Kor pulmonale merupakan suatu keadaan timbulnya hipertroksi dan dilatasi ventrikel
kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan, timbul akibat penyakit yang menyerang
struktur atau fungsi paru atau pembuluh darah. Diperkiran insidens kor pulmonale adlah
6% sampai 7% dari saluruh penyakit jantung berdasarkan hasil penyelidikan yang
memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel postmortem.
Sirkulasi paru terletak pada ventrikel kanan dan kiri untuk tujuan pertukaran gas. Dalam
keadaan normal, aliran darah dalam jaringan vaskular paru tidak hanya bergantung pada
ventrikel kanan tetapi juga dari kerja pompa pada pergerakkan pernapasan. Karena
sirkulasi paru merupakan sirkulasi yang bertekanan dan berensistensi rendah di bawah
keadaan normal maka curah jantung dapat meningkat sampai beberap kali tanpa
peningkatan bermakna tekanan arteria pulmonalis. Kapasitas jaringan vaskular paru yang
perfusi normalnya kira-kira hanya 25% dalam keadaan istirahat, seretak kemampuannya
dengan lebih banyak pembuluh sewaktu latihan fisik.
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda hipertensi pulmonal berupa kuat angka sistolik pada area parasternal,
mengerasnya bunyi plmonik kedua, dan bising akibat insifisiensi katup rekuspidalis dan
pulmunalis.
Pengobatan
gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi,yang biasanya,meskipun tidak
selalu,merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem pernapasan.keaadaan ini
semakin sering ditemukan sebagai komplikasi dari trauma akut,septikemia,atau shock.
Gagal napas akut secara numerik didefinisikan sebagai kegagalan pernapasan bila tekanan
parsial oksigen arteri (atau tegangan,PaO2) 50-60mmHg atau kurang tampa atau dengan
tekanan parsial karbondioksida arteri(PaCO2) 50mmHg atau lebih besar dalam keadaan
istirahat pada ketinggian permukaan laut saat menghirup udara ruangan.
Dua klasifikasi utama pada gagal napas berdasarkan patofisiologi gas darah arteri :
Keberhasilan pengobatan gagal napas akut tidak hanya bergantung pada deteksi keadaan
ini sejak dini,tetapi juga dari pemahaman akan mekanisme penyebabnya.deteksi dini
mungkin sulit jika awitan timbul perlahan lahan karna tanda dan gejala klinis tidak
khas.meskipun hipoksia jaringan tidak dapat dinilai secara langsung,tetapi pemetriksaan
ABG dapat membantu penarik kesimpulan mengenai oksigenasi jaringan yang tidak
memadai dan mekanisme yang mengganggu.langkah pertama yang penting untuk
mengenali bekal terjadinya gagal napas adalah kewaspadaan terhadap keadaan dan situasi
yang dapat menyebabkan gagal napas.kelainan paru ekstrinsik (pada paru yang normal
atau hampir normal)dapat menyebabkan gagal napas ventilasi,atau hiperkapnia,melalui
penekanan dorongan pernapasan sentral atau gangguan pada respon ventilasi.gangguan
pada respon ventilasi terjadi jika ada penyakit pada cedera pada jalur saraf atau otot otot
pernapasan atau disfungsi mekanis pada pompa toraks akibat cedera,nyeri,atau
defermitas.
Obstruksi saluran napas kronik mengakibatkan kegagalan ventilasi dengan COPD yang
merupakan penyebab tersering.gangguan rekstiktif difus pada parenkim paru dan
pembuluh darah umumnya mengakibatkan gagal napas hipoksemia yang ringan,namun
kelainan paru instrinsik akut seperti edema paru masif,atelektasis,pneumonia dengan
konsolidasi yang luas,dan sindrom gawat napas akut(ARDS) Dapat mengakibatkan
hipoksemia yang berat.sekresi yang tertahan,infeksi,dan bronkospasma merupan faktor
pencetus yang paling sering pada pasien dengan COPD yang menyebabkan keadaan akut
pada gagal napas kronik korpumonal,emboli paru (terutama pada pasien dengan
polisitemia),dan pneumotoraks akibat blep emfisema tosa merupakan penyebab yang
tidak begitu sering dari gagal napas.
Sindrom gawat akut dewasa adalah bentuk khusus gagal nafas yang ditandai dengan
hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan konvensional. Diawali
dengan penyakit serius yang pada akhirnya mengakibatkan edema paru
difusnonkardiogenik yang khas.
Sindrom gawat nafas akut terjadi jika paru terkena cedera secara langsung maupun tidak
langsung oleh berbagai proses. Petunjuk umum penyebab edema alveolar yang khas
agaknya berupa cedera membran kapiler alveolar yang menyebabkan kebocoran kapiler.
Penyelidikan dengan mikroskop elektron menunjukan sawar udara – darah terdiri dari
pnemosit tipe 1 (sel-sel penyokong) dan pneumosit tipe 2 (sumber surfaktan) bersama
sama dengan membran basalis dari sisi alveolar. Selain itu, alveolus memiliki sel-sel
jaringan ikat yang bekerja sebagai pembantu dan pengatur volume. Membran kapiler
alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel. Tetapi, dengan adanya
cedera maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui cairan, sel
darah merah, sel darah putih, dan protein darah.
Prognosis yang buruk pada pasien dengan sindrom gawat nafas akut berapa dorongan
yang kuat untuk menjelaskan mekanisme yang memulai cedera pembuluh darah paru.
Mekanisme ini kelihatannya bergantung pada interaksi sel-sel radang yang aktif, mediatos
humoral, sel-sel endotelial.
Gambaran Klinis
Gambaran primer sindrom gaat napas akut meliputi pirau intrapulmonal yang nyata
dengan hipoksemia, keregangan paru yang berkurang secara progresif, dan dispnea serta
takipnea yang berat akibat hipoksemia dan bertambahanya kerja pernapasan yang
diebabkan oleh penurunan keregangan paru.
Karsinoma Bronkogenik
Etiologi
Meskipun etiologi karsinoma bronkogenik yang sebenarnya belum dikethui, tetapi ada
tiga faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insidensi penyakit ini
yaitu,merokok, bahaya industri, dan polusi udara. Semakin banyak orang yang tertarik
dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang dihembuskan oleh
orang lain di dalam ruang tertutup, dengan resiko terjadinya kanker par dua kali lipat.
Patologi
Alat utama untuk mendiagnosis kanker paru adalah radiologi, bronkoskopi dan sitologi.
Nodul soliter sirkum kripta atau coin lesion pada radiogram dada sangat penting dan
mungkin merupakan petunjuk dini untuk mendeteksi karsinoma bronkogentik.
Bronkoskopi yang disertai biopsi adalah teknik yang paling dalam mendiagnosis
karsinoma sel skuamosa, yang biasanya terletak sentral. Biopsi kelenjar skalenus adalah
cara terbaik untuk mendiagnosis kanker-kanker yang tidak terjangkau oleh bronkoskopi.
Pemeriksaan sitologi sputum, bilasandropus, dan pemeriksaan cairan pleura juga
memainkan peranan penting dalam diagnosis kanker paru.
Berbagai jenis kanker NSCLC yaitu T (ukuran tumor), N (metastasis ke kelenjar getah
bening regional), dan M (ada atau tidaknya metastasis kedistal) digabung untuk
menentukan kelompok stadium yang berbeda.
Pasien kanker paru sering mengalami gangguan kardiopulmonal dan penyakit lain yang
berhubungan dengan COPD. Penentuan stadium fisiologis pada pasien ini berguna untuk
melakukan lobektomi atau pneumonektomi. Nilai FEV sebelum pneumonektomi kurang
dari 2.1 dapat menjadi 0,8 L atau kurang sesudah pneumonektomi, dan pasien dengan
nilai ini secara umum dianggap tidak layak untuk dioperasi.
Setelah selesai dilakukan diagnosis histologik dan prosedur penentuan stadium anatomis
dan fisiologis, dibuat rencana pengobatan keseluruhan. Regimen pengobatan yang paling
sering adalah kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.
Pembedahan adalah pengobatan terpilih bagi pasien NSCLC stadium1,2, dan beberapa
kasus stadium illa, kecuali jika tumor tidak dapat direseksi atau terdapat keadaan-keadaan
yang tidak memungkinkan pembedahan (misal, penyakit jantung). Pembedahan dapat
berupa pengangkatan paru-paru parsial atau total. Kombinasi kemoterapi dapat diberikan
pada beberapa pasien. Jumlah median kelangsungan hidup bagi pasien-pasian NSCLC
yang tidak dapat direseksi adalah kurang dari 1 tahun, sekalipun dengan radiasi dan
kemoterapi. Sebagian kecil 6% akan bertahan selama 5 tahun.
Dasar terapi bagi pasien SCLC adalah kepoterapi, dengan atau tanpa terapi radiasi.
Kemoterapi dan radioterapi dada dapat diberikan pada pasien-pasien dengan stadium
penyakit yang terbatas, jika secara fisiologis mereka mampu menjalani pengobatan itu.
Pasien-pasien dengan stadium penyakit yang ekstensif (luas) ditangani dengan
kemoterapi saja.
Tuberkulosis paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri patogen, tapi hanya strain bovin dan
manusia yang ogenik terhadap manusia.
Patogenesis
Tb adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor
adalah makrofag, dan limfosit (selT) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas selular (lambat).
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menibulkan lesi pada berbagai organ lain (penyebaran limfo
hematogen).
Epidemiologi
Angka insidensi kasus dan mortalitas TB menurun drastis sejak terdapat kemoterapi.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecenderungan ini adalah sosioekonomi dan
masalah yang berkaitan dengan kesehatan (misal, alkoholisme, tunawisma, meningkatnya
kasus AIDS dan Infeksi HIV). Namun, resiko yang paling besar adalah pada individu
yang imunosupresif, khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV merusak
limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel pertahanan primer untuk melawan
infeksi TB.
TB Resisten Obat
TB resisten obat muncul sebagai akibat pengobatan TB yang tidak optimal. Resistensi
obat dibagi menjadi 2 jenis :
1. Resistensi primer timbul pada seseorang yang terinfeksi pertama kali dengan
organisme yang resisten,
2. Resistensi sekunder (seristen didapat), yang muncul selama pengobatan TB akibat
tidak adekuatnya regimen atau gagal mengonsumsi obat yang sesuai.
WHO sedang mencoba untuk melawan TB yang resisten terhadap banyak obat dengan
menitikberatkan usahanya tersebut dalam strategi pencegahan terhadap kasus TB resisten
banyak obat generasi baru.
Patogenisitas basil tidak berasal dari keracunan intrinsik apapun, tetapi dalam
kemampuannya, untuk menimbulkan reaksi hipersensitifitas seperti pada pejamu.
Tuberkuloprotein yang berasal dari basil agaknya menimbulkan reaksi tersebut. Respons
peradangan dan nekrosis jaringan adalah akibat dari respons hipersensitifitas selular (tipe
lambat) dari pejamu terhadap basil TB.
Teknik standar (test mantouks) adalah dengan menyuntikan tuberkulin (PPD) sebanyak
0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas
permukaan polar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan alkohol.
Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik
26-27 G. Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan
keatas dan ujungnya dimasukan kebawah permukaan kulit.
Reaksi positif terhadap test tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu
terdapat penyakit secara klinis.
Pasien-pasien seharusnya tidak berada tetap di tingkat 5 setelah lebih dari 3 bulan.
Pengobatan
Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama.
Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada
seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Pada tahun 1964 CDC dan ATS
mempublikasikan petunjuk baru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB yaitu :
1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazit, rifampisin, dan pirazinamit diberikan
selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah
regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang
organismenya sensitif terhadap pengobatan.
2. INH dan Rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak
bisa mengonsumsi firazinamid. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan
etambutol harus diminum secara terus menerus minimal selama 12 bulan.
3. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama.
4. TB resisten banyak obat (MNR TB) yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit
untuk diobat.
5. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis
obat yang disesuaikan.
6. INH dan Rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan firazinamid
untuk 2 bulan pertama regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB
aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit
kemungkinan resitensi obat.
Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien meminum regimen
obat. DOT adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa pasien taat menjalankan
pengobatan.
Respons terhadap pengobatan antiTB pada pasien dengan biakan sputum yang positif dinilai
dengan mengulang pemeriksaan sputum.