Anda di halaman 1dari 8

1

PENDAHULUAN

Multiple myeloma (plasma cell myeloma, myelomatosis,medullary plasmacytoma, atau


Kahler disease) ditandai oleh proliferasi neoplastik klon sel-sel plasma yang menyebabkan
berbagai komplikasi dengan akibat kegagalan organ dan bahkan kematian. Sejak kasus
Multiple myeloma (MM) pertama kali dilaporkan oleh Solly pada tahun 1844, terjadi
peningkatan jumlah kasus MM yang dilaporkan. Penyebab MM belum diketahui. Usia tua,
immunosupresi, dan kontak dengan radiasi ion, benzene, herbisida dan insektisida dilaporkan
sebagai faktor resiko.1

Multiple Myeloma merupakan 1% dari seluruh penyakit keganasan dan 10-15% dari
keganasan hematologi. Setiap tahun lebih dari 20.000 kasus baru terdiagnosa di USA.
Insidensnya relatif stabil yaitu lebih kurang 4 per 100.000 penduduk. Sedikit lebih sering pada
laki laki dibanding perempuan (1,4 : 1) dan dua kali lebih sering pada ras afrika-amerika
dibanding kaukasian, tidak ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada usia kurang dari
30 tahun. Median age penderita pada saat terdiagnosa lebih kurang usia 65-70 tahun. 2

MM dipercaya terjadi akibat abnormalitas sitogenetik yang menyebabkan sel


mengalami proliferasi yang tidak terkontrol, lolos dari apoptosis, dan terhindar dari sistem
imun. Abnormalitas sitogenetik awal meliputi translokasi yang menimbulkan juxtaposision
dari onkogen ( seperti cyclin D1 pada 11q13, cyclin D3 pada 6q21, MMSE pada 4p16.3, c-maf
pada 16q23 dan maf-B pada 20q11) terhadap lokus heavy chain Immunoglobulin pada
kromosom 14. Selama perkembangan penyakit , klon tersebut mengalami abnormalitas
sitogenetik tambahan seperti del17p13 (pada lokus p53 ), mutasi ras, aktivasi Nuclear Factor
KappaB (NFkB); suatu faktor transkripsi dan over-ekspression dari BCL-2 (menyebabkan sel
terhindar dari apoptosis). Perubahan kedua hal tersebut menyebabkan peningkatan
angiogenesis pada sumsum tulang, perubahan mikroenvironment, akan memicu proliferasi
selanjutnya. Hampir 90% pasien mengalami kelainan kromosom dalam patogenesis MM. 4,5
2

Round cell tumors (small cell tumors) pada tulang dapat mengenai anak anak dan
dewasa. Neoplasma tersebut meliputi Ewing sarcoma , small cell osteosarcoma, multiple
myeloma,lymphoma, leukemia, osteoblastoma, dan chondroblastoma . Plasmacytoma/multiple
myeloma, lymphoma, dan leukemia ketiganya menyumbang sekitar 40% dari keseluruhan
tumor pada tulang . Meskipun masing masing tumor entitasnya mempunyai gambaran yang
berbeda tetapi tumor tersebut secara histologi mempunyai gambaran “small, blue and round
cell tumors”. 8
Pada laporan kasus ini akan dilaporkan penderita laki laki yang didiagnosa MM setelah
menjalani operasi dekompresi vertebra Th 11 (laminectomy Th11) , stabilisasi postenar Th 9-10
dan L1-L2 dengan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi menunjukkan suatu round cell tumor.
Dengan tulisan ini kita diharapkan mengetahui lebih dalam tentang MM , peran pemeriksaan
Bone Marrow Punctie (BMP) dan Bone Marrow Biopsy (BMB).

KASUS

Laki laki berumur 59 tahun dibawa ke RS Swasta di Malang pada tanggal 14 Maret
2013 dengan keluhan utama nyeri tulang punggung bawah. Anamnesa didapatkan nyeri tulang
punggung 1 minggu sebelum MRS, sebelumnya pasien diperiksakan ke RS di Probolinggo
tanggal 13 maret 2013 dan kemudian dirujuk ke RS Swasta di Malang tersebut. Pada tanggal 16
Maret dilakukan operasi tulang belakang . Tanggal 1 April dikonsulkan ke bagian PK untuk
dilakukan BMP.

Pemeriksaan fisik saat MRS didapatkan kesadaran :kompos mentis. Didapatkan T:


120/70 mmHg nadi : 88 x/mnt , pernapasan 28x / mnt, suhu badan aksiler 36,8°C. Pemeriksaan
kepala nampak anemis. Pemeriksaan Thorax tidak didapatkan ronchi dan wheezing.
Abdomen : bising usus dbn, H/L tidak teraba, nyeri tekan pada regio thorako-lumbal. pada
ekstremitas tidak didapatkan edema.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 1 april 2013 didapatkan kadar hemoglobin (Hb) 8,8
g/dL, lekosit 10.53 /cmm, trombosit 349.000/cmm, hematokrit (HCT) 26,8 %, MCV : 86,5 fL,
MCH : 28,4 pq, RDW : 16,0% hitung jenis : -/-/-/12/84/4 LED: 16 mm/jam, Protein total: 12,69
3

g/dL Albumin: 4,4 g/dL, globulin : 8,22 g/dL ureum : 27,6mg/dL, Kreatinin : 0,62 mg/dL Kalsium
: 8,84 mg/dL.

Pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Maret 2013. didapatkan. PPT pasien 10,8 kontrol
11,5 INR 0,94 dan APTT pasien 21,5 kontrol 27,5 kesimpulan : PPT dan APTT dalam batas
normal. BT : 2’30’’ CT : 11’00’’

Pemeriksaan MRI tanggal 15 maret 2013 didapatkan Tulang tulang osteoporosis ,


kompresi fraktur korpus vertebrae TH11- Th12 dan L2 dengan penekanan ringan ligementum
posterior dan medulla spinalis setinggi Th12, pedicles dbn, discus intervertebralis degenerative
dengan ukuran masih normal, tampak tanda tanda spasme M. paravertebralis, tebralis dbn
Medula spinalis dbn, Kesimpulan : osteoporosis dengan multiple kompresi fraktur korpus
vertebrae.

Tanggal 16 maret 2013 dilakukan operasi dekompresi vertebra Th 11 (laminectomy


Th11) dan stabilisasi postenar Th 9-10 dan L1-L2

Pemeriksaan Patologi Anatomi tanggal 18 Maret 2013 dari bahan tulang pada operasi
vertebra Th11 didapatkan suatu round cell tumor, dengan DD : multiple myeloma ;
plasmacytoma.

Pemeriksaan elektroforesa protein tanggal 01 April 2013 dengan kesimpulan


monoklonal gammopathy.

Hasil pemeriksaan sumsum tulang tanggal 01 April 2013 didapatkan Selularitas :


hiperseluler, rasio M:E : 1:1, Eritropoisis : aktifitas meningkat, granulopoisis : aktifitas
meningkat, megakaryopoisis baik .Cadangan Fe positif, lain lain : terdapat perubahan
megaloblastik pada ketiga sistem hematopoitik. Sel plasma 6-10% , sel asing negatif.
kesimpulan : gambaran darah tepi dan sumsum tulang menunjukkan Multiple myeloma (MM)
4

PEMBAHASAN

Multiple myeloma mempunyai spektrum klinis dari asimptomatik sampai bentuk


aggresif. Symptomatic plasma cell myelloma didefinisikan sebagai munculnya kerusakan organ
yang meliputi hypercalcemia, renal insufficiency, anaemia and bone lesion (CRAB) pada pasien
dengan M-component dan bone marrow (BM) clonal plasma cells. Selain menghasilkan
imunoglobulin monoklonal yang disebut paraprotein atau M-protein, sel mieloma mungkin juga
memproduksi rantai ringan bebas ( free light chain ) yang diekskresikan melalui urin sebagai
protein Bence Jones. Imunoglobulin monoklonal tersebut ditemukan didalam serum atau urin
pada 97% pasien MM ( IgG50%, IgA20%, light chain 20%, IgD, IgE, IgM, dan biclonal <10%); 3%
kasus adalah non sekretori. Pada 90% pasien MM terjadi penurunan poliklonal IgG ( <50% dari
normal). 4

Beberapa laboratorium menemukan terjadinya hiperkalsemia (20%) dan peningkatan


kreatinin (20-30%). Anemia terjadi pada 67% pasien dengan MM akibat penggantian sumsum
tulang oleh sel sel maligna dan produksi eritropoitin yang menurun akibat kerusakan ginjal.
Pada pasien ini didapatkan adanya anemia, peningkatan kadar globulin dan adanya lytic bone
lesion. 4

Munculnya gambaran lytic bone lesion terjadi karena sel sel maligna menyebabkan
hambatan osteoblas dan menstimulasi osteoklas. Lebih kurang sepertiga sampai duapertiga
pasien mengeluhkan nyeri tulang dan sering pada punggung bawah dan pelvis. Tipe , lokasi dan
lamanya nyeri tidak mempunyai ciri khas tertentu. Sekitar 75 % pasien didapatkan punched-out
lytic lesions, osteoporosis, atau patah tulang pada pemeriksaan radiografi konvensional.
Tulang yang paling sering terlibat adalah tulang vertebra, tengkorak, rusuk, sternum, humerus
proksimal, dan femur. CTScan dan MRI lebih sensitive dibanding pemeriksaan radiografi
konvensional. Kedua pemeriksaan tersebut dapat menunjukkan lesi spesifik pada 40% pasien
dengan myeloma stage I. Dengan pemeriksaan MRI, fraktur vertebra yang disebabkan oleh
infiltrasi atau osteoporosis nampak pada 48% penderita dengan symtomatic myeloma, dan
penyempitan kanal terjadi pada 20% pasien. Selain itu dilaporkan bahwa fraktur kompresi
vertebra merupakan tanda klinis awal pada 34-64% pasien dengan MM. Pada pasien ini
5

keluhan klinis ditandai oleh adanya nyeri pada tulang belakang dan dari hasil MRI didapatkan
adanya osteoporosis dengan fraktur kompresi korpus vertebrae yang multipel. 1,6

Diagnosa MM didasarkan pada kombinasi pemeriksaan patologi, radiologi dan


gambaran klinis. Organ yang terlibat biasanya adalah sumsum tulang. Tempat sumsum tulang
yang paling sering terlibat adalah bagian yang paling aktif mengalami hematopoeisis. Multiple
myeloma merupakan Bone Marrow-Based. Pemeriksaan sumsum tulang dapat dilakukan
dengan Bone Marrow Punctie (BMP) atau Bone Marrow Biopsy (BMB). BMP sangat diperlukan
untuk melakukan evaluasi differensiasi sel plasma. Pada hapusan hasil BMP Jumlah sel plasma
jumlahnya bervariasi dari sedikit meningkat sampai mendekati 90 %. Didasarkan pada
gambaran morfologi sel plasma pada BMP dapat dikelompokkan menjadi normal , mature ,
immatur, plasmablastik , dan pleomorfik. Sel plasma matur biasanya oval, dengan inti bulat
yang eksentris,dan gambaran spoke wheel (jeruji roda) atau kromatin clock face tanpa nukleoli.
Sitoplasmanya biasanya banyak ,berwarna kebiruan dengan perinuclear clearing (halo) atau
hof. Sebaliknya bentuk yang immatur mempunyai kromatin inti yang menyebar, rasio nukeus
dibanding sitoplasmya tinggi dan sering didapatkan anak inti yan prominen. Hampir 10% kasus
didapatkan morfologi plasmablastik. Pada beberapa kasus didapatkan multinucleated,
polylobulated, atau sel plasma pleomorfik yang mencolok. Namun demikian pada saat ini salah
satu kriteria diagnosa MM tidak didasarkan pada perbedaan gambaran morfologi sel plasma
tersebut tetapi hanya didasarkan pada jumlah proporsi sel plasma pada sumsum tulang ,
meskipun beberapa peneliti mendapatkan , bahwa klasifikasi morfologi tersebut berhubungan
dengan harapan hidup pasien dimana pada pasien dengan morfologi plasmablastik mempunyai
median survival 10 bulan dibanding dengan tipe lain yang 35 bulan. 4,7

Pada sekitar 5% kasus simptomatik myeloma terdapat sel plasma < 10 % pada hapusan
hasil BMP. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh BMP yang sub optimal atau frekwensi
distribusi fokal dari myeloma pada BM. Pada kondisi tersebut sejumlah besar sel plasma dan
kluster fokal kadang kadang didapati pada hasil biopsi. Biopsi langsung terhadap lesi dari hasil
radiografi mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosa pada beberapa pasien. Pada pasien
6

ini adanya jumlah sel plasma didapatkan 6-10% pada hasil BMP kemungkinan juga bisa
disebabkan oleh distribusi fokal dari myeloma . 4

Dibandingkan BMP , biopsi sumsum tulang sangat tidak cocok digunakan untuk
menganalisa morfologi sel plasma karena identifikasinya yang sangat sulit . Tetapi dengan
pemeriksaan Imunohistokimia dengan pewarnaan CD 138 dapat sangat berguna untuk
menentukan/menghitung sel plasma pada biopsi untuk mengkonfirmasi proliferasi sel plasma
dan untuk membedakan myeloma dari tumor lain terutama pada pasien dengan persentase sel
plasma yang kurang dari 10% pada hasil pemeriksaan BMP. BMB umumnya lebih sesuai untuk
menilai infiltrasi sel plasma dan menghindari BMP ulang apabila BMP yang pertama tidak
adekwat. Infiltrasi sel plasma pada sumsum tulang dengan peningkatan reticulums fibers yang
dapat ditemui pada hampir 9 % MM lebih baik dengan menggunakan BMB dibandingkan BMP,
karena retikuloplasia sering menyebabkan aspirasi seluler yang sangat sedikit. Selain itu BMB
dapat digunakan untuk mengklasifikasikan infiltrasi sel plasma kedalam tipe interstitial,
nodular atau diffuse. Tipe gambaran infiltrasi tersebut berhubungan dengan stadium penyakit.
Gambaran interstitial dan nodular didapatkan pada keadaan yang masih baik. Sebaliknya pada
infiltrasi diffuse menyebabkan supresi pada hematopoeisis. Perubahan dari interstitial atau
nodular menjadi infiltrasi diffuse menunjukkan progressivitas penyakit. Hasil pemeriksaan
patologi anatomi pada pasien ini dari sampel tulang vertebra menunjukkan adanya round cell
tumor dengan DD : multiple myeloma ; plasmacytoma. 9,10
7

KESIMPULAN DAN SARAN

Telah dilaporkan satu kasus penderita laki laki yang didiagnosa MM setelah menjalani
operasi dekompresi vertebra Th 11 (laminectomy Th11) dan stabilisasi postenar Th 9-10 dan
L1-L2. Penegakan diagnosa didasarkan pada pemeriksaan klinis,radiologis, patologi anatomi
dan laboratorium. Penyebab fraktur patologis adalah MM. Jumlah sel plasma pada evaluasi
BMP didapatkan 6-10% kemungkinan bisa disebabkan oleh BMP yang sub optimal atau
frekwensi distribusi fokal dari myeloma pada BM. BMB umumnya lebih sesuai untuk menilai
infiltrasi sel plasma dibandingkan untuk menganalisa morfologi sel plasma karena
identifikasinya yang sangat sulit.

KEPUSTAKAAN
8

1. Dispenzieri A, Lacy MQ, Greipp PR, Multiple Myeloma in Wintrobe’s clinical


hematology. 12th edition Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2009 : p.2373-
2439.
2. Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal JT, Plasma Cell
Myeloma  in Williams Hematology  7th edition, The McGraw-Hill Companies, 2007.  
3. Al-Farsi K, Multiple Myeloma: An Update. Oman Medical Journal 2013 Vol. 28, No. 1:3-
11
4. Mc Kenna AW, Kyle RA, Kuehl WM, Grogan TM, Harris NL, Coupland RW. Plasma Cell
Neoplasms In WHO Classification Of Tumours Of The Haematopoietic And Lymphoid
Tissues 4th Edition WHO PRESS World Health Organization Switzerland 2008; p.200-209
5. Dimopoulos MA, Terpos E. Multiple myeloma. Annals of Oncology. 2010; 21: vii 143–
vii150.
6. Mazanec DJ, Mompoint A, Podichetty VK, Potnis A. Vertebral Compression Fractures:
Manage Aggressively To Prevent Sequelae. Cleveland Clinic Journal Of Medicine 2003;
Vol. 70 No. 2.
7. Millá F, Oriol A, Aguilar JL, Aventín A, Ayats R, Alonso E. Usefulness and Reproducibility
of Cytomorphologic Evaluations to Differentiate Myeloma From Monoclonal
Gammopathies of Unknown Significance. Am J Clin Pathol 2001;115:127-135
8. Li S, Siegal GP. Small Cell Tumors of Bone. Adv Anat Pathol 2010 Vol. 17. No. 1.
9. Muhammada E M S, El-badawia ZH, Krooshc SS, Noaman HH. Evaluation of some
histochemical and immunohistochemical criteria of round cell tumors o f bone. J
Arab Soc Med Res 2012 ;7:21–32
10. Štifter S, Babarović E, Valković T, Bekafigo IS, Štemberger C, Načinović A, Combined
evaluation of bone marrow aspirate and biopsy is superior in the prognosis of multiple
myeloma. Diagnostic Pathology 2010; 5:30

Anda mungkin juga menyukai