Anda di halaman 1dari 18

Fraktur pada Hidung dan Penebalan Sinus Paranasal

Hermita Octoviagnes Buarlele (102013148)


Lidya Oktavia (102013254)
Ricky Djunaedi (102014008)
Vivian Chau (102014036)
Retty Tonapa (102014121)
Fakhrurrozi Pratama (102014129)
Dewi Luckyta Mahenu (102014195)
Lynett Dawita Tokiu (102014253)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta Barat 11510


Abstrak

Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan dan indera
penciuman. Hidung merupakan jalan nafas luar sebelum akhirnya udara yang dihirup masuk
ke faring, laring, trakea, dan paru. Udara yang masuk pada hidung dengan mekanismenya
akan disaring oleh rambut-rambut hidung, dan silia/rambut-rambut halus, sehingga udara
yang masuk dipastikan dalam kondisi bersih. Selain itu juga hidung memiliki fungsi lain
dalam mekanisme pernafasan. Saat hidung dalam kondisi yang tidak normal/ ada bagian-
bagian dari hidung yang terganggu, hidung kemungkinannya tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, salah satunya dalam kondisi fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang cukup
kuat/besar. Dengan keadaan ini juga, komponen yang ada dalam hidung, pada pembuluh
darah, saraf, dan komponen lainnya akan ikut terganggu. Tidak terkecuali gangguan pada
mekanisme pernafasan yang berperan penting juga akan terganggu.

Kata kunci: fraktur nasal, hidung, sinus paranasal.

Abstract

Nose is an organ that serves as a breathing apparatus and a sense of smell. Nasal
airway is outside before the air is inhaled into the pharynx, larynx, trachea, and lungs. Air
entering the nose with the mechanism will be filtered out by the nose hairs, and cilia / fine
hairs, so that the incoming air in a clean condition ascertained. In addition it also has other
functions in the nasal respiratory mechanism. When the nose is in a condition that is not
normal / no parts of the nose are disturbed, nasal likely not be able to function well, one of
them in a state of fracture. Fracture is a break of continuity of bone tissue, bone fracture
occurs when subjected to stress strong enough / big. With this situation, the components in
the nose, the blood vessels, nerves, and other components will be disrupted. No exception to
disturbances in respiratory mechanisms play an important role will also be disrupted.

Keywords: nasal fracture, nose, paranasal sinuses.


Pendahuluan

Sistem pernapasan adalah proses masuknya oksigen ke dalam tubuh. Sistem ini sangat
penting karena tanpa oksigen yang masuk ke bagian tubuh manusia dari proses yang
dihasilkan pada sistem pernapasan, maka aktifitas dalam tubuh makhluk hidup tidak dapat
berlangsung. Sistem pernapasan merupakan sistem utama sehingga apabila sistem ini tidak
berfungsi, sistem yang lain juga tidak akan berfungsi. Untuk menghasilkan sistem pernapasan
manusia yang sempurna, diperlukan organ-organ penunjang yang dikenal dengan alat-alat
pernapasan pada manusia. Di organ-organ tersebut tentunya akan berhubungan dengan
bagian-bagian lain yang kemudian akan membentuk suara, berperan dalam proses menelan
dan sebagainya. Hidung yang merupakan alat pernapasan luar yang memiliki banyak
komponen penunjang, baik pembuluh darah, saraf, sinus paranasal dan komponen lain. Pada
hidung dalam keadaan fraktur menimbulkan komponen-komponen tersebut terganggu, bisa
menimbulkan perdarahan bahkan penebalan dinding sinus paranasal. Sehingga hidung tidak
bisa menjalan fungsinya dengan baik. Ini tentu juga dapat mengganggu jalan napas.

Hidung

Hidung terdiri atas bagian ekternal (hidung bagian luar), dan bagian internal (rongga
hidung/cavum nasi). Bagian ekstrnal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung
dan kartilago. Nares anterior (lubang hidung) merupakan ostium sebelah luar dari rngga
hidung. Pada hidung bagian luar terdapat dorsum nasi (radix dan apex), ala nasi, septum nasi
dan naris nasi.1 (Lihat gambar 1).
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga
hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-
masing rongga hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh penonjolan turbinasi (juga disebut
konka) dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat
banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus
menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke
belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.2
Gambar 1. Hidung (bagian luar)
Udara yang melewati kavitas nasalis dihangatkan dan dilembapkan, sehingga udara
yang mencapai paru akan hangat dan lembap. Bakteri dan partikel dari polusi udara
terperangkap oleh mukus; silia secara berkesinambungan mendorong mukus menuju faring.
Kebanyakan mukus ini akan ditelan, dan bakteri yang ada akan dihancurkan oleh asam HCl
dalam getah lambung.2
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaksi terletak dalam
mukosa hidung.3 Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia. Hidung berfungsi
sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi
filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang
berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel
basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan
melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer
atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung. Beberapa fungsi utama yaitu; (1) Sebagai
jalan nafas; (2) Alat pengatur kondisi udara; (3) Penyaring udara; (4) Sebagai indra penghidu;
(5) Untuk resonansi suara; (6) Turut membantu proses bicara, (7) Reflek nasal.2

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum
disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring.

Epitel hidung terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia, sel goblet, dan sel-sel basofilik kecil
pada dasar epitel, yang dianggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih
berkembang. Pada msnusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior.
Selain mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk laposan di antara
bantalan mukus dan permukaan epitel.2
Silia melecut di dalam lapis cairan yang membentuk laposan di antara bantalan mukus
dan permukaan epitel. Dibawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung
kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propia juga
terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan lomfoid. Dibawah epitell konka inferior
tedapat pelksus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan.
Reseptor bagi sensai mencium terdapat di dalam epitelolfaktoria, daerah khusus pada
mukosa hidung, yang terdapat di atap rongga hing dan meluas ke bawah sampai 8-10 mikro
meter pada kedua sisi septum.dan sedikit ke atas konka nasalis superior. Daerah khusus pada
epitel ini tidak rata dan mencakup sekitar 500 mm2.
Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat tinggi dengan tebal sekitar 60 mikro meter. Ia
terdiri atas tiga jenis sel yaitu sel sustentakular, sel basal dan sel olfaktorius. Sel olfaktorius
adlah neuron bipolar , tersebar merata di antara sel-sel sustentakular. Inti bulatnya menempati
zona lebih rendah dari yang berasal dari sel-sel penyokong. Terdapat kompleks Golgi
supranuklear kecil dan beberapa elemen tubuvestibular dan retikulum endoplasma licin.
Bagian apikal sel menyempit menjadi juluran silindris yang halus yang meluas ke atas ke
permukaan epitel tempatnya berakhir dengan melebar yang disebut bulbus olfaktorius.
Mereka sedikit menonjol di atas permukaan sel-sel penyokong sekitarnya dan mengandung
badan-badan basal daro enam sampai delapan silia olfaktoria yang memancardari paralel
terhadap permukaan epitel.
Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari
M.nasalis dan M.depressor septum nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-
cabang A.facialis, A.dorsalis nasi cabang, A.opthalamica dan A.infraorbitalis cabang
A.maxillaries interna. Pembuluh baliknya menuju V.facialis dan V.opthalamica. persarafan
otot-otot hidung oleh N.facialis, kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung
dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearis dan nasil externus N.opthalmicus. Kulit sisi
lateral hidung dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N.maxillaries.4

Rongga Hidung (Cavum Nasi)


Gambar 2. Cavum Nasi
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lender, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal didalam cavum
nasi yang disebut vestibulum yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk
bersama udara. Didinding lateralnya terdapat tiga tonjolan tulang yaitu chonca nasalis
superior (epitel khusus), chonca nasalis medius dan chonca nasalis inferior (epitel bertingkat
thorak bersilia goblet). Dimana chonca nasalis inferior terdapat banyak plexus venosus yang
disebut sweet bodies yang berfungsi untuk menghangatkan udara pernapasan melalui hidung.
Disebelah posterior rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang
yangdisebut choanae. Sedangkan yang berhubungan dengan lubang hidung anterior atau
kearah wajah disebut nares.4 Penyangga hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan hialin.
Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusundari
musculus nasalis dan musculus depressor septum nasi. Perdarahan hidung bagian luar
disuplai oleh cabang-cabang arteri facialis, arteridorsalis nasi cabang arteri opthalmika dan
arteri infraorbitalis cabang arteri maxillris interna.Pembuluh baliknya menuju vena facialis
dan vena opthalmica. Sedangkan perdarahan untuk rongga hidung terdiri dari arteri
ethmoidalis anterior dan posterior, arteri sphenopalatinacabang maxillaris interna, arteri
palatina mayor dan arteri labialis superior. Dan vena-vena pada rongga hidung akan
membentuk plexus cavernosus yang terdiri dari vena sphenopalatina, vena facialis dan vena
ethmoidalis anterior dan berakhir di vena opthalamica.5

Persarafan otot-otot hidung oleh nervus facialis pada bagian motoriknya. Kulit sisimedial
punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang-cabang infratrochlearisdan
nasalis externus nervus opthalmicus atau N. V.1; kulit sisi lateral hidung dipersarafi
olehcabang infraorbitalis nervus maxillaris atau N. V. 2. Sedangkan untuk rongga hidung
dipersarafioleh nervus 1, nervus V, nervus ethmoidalis anterior, nervus infraorbitalis dan
nervus canalis pterygoidei.5

Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius atau N. 1 yaitu suatu daerah khusus
dari membran mukosa yang terdapat pada pertengahan kavum nasi dan pada
permukaanchonca nasalis superior. Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat torak bersilia
yang terdiriatas 3 jenis sel yaitu sel ofaktorius, sel penyokong dan sel basal. Dari nervus
olfaktorius iniakan membentuk bulbus olfaktorius dengan bersinaps pada dendrit-dendrit sel
mitralmembentuk glomerulus olfaktorius dan akson sel mitral membentuk traktus olfaktorius.
Dari traktus olfaktorius impuls penghidu dihantarkan kepusat penghidu dikorteks serebri
yaitu uncus dan bagian anterior gyrus hipokampus dan terakhir ke hipotalamus dan sistem
limbic.3

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian
dari cavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan
vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-
rambut panjang yang disebut dengan vibrise.2

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior.
Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil
adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah
konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior
dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.5

Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla,
sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang
letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang
dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.
Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung
terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus
maksilla merupakan sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid
iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus
zigomatikus os maksilla.4

Konka Nasi

Gambar 3. Konka Nasi dan Meatus Nasi


Sumber: http://medicine.academic.ru/139239/meatus_nasi_inferior 22 Mei 2015

Di dalam kavum nasi terdapat tiga pasang konka nasi, yaitu konka nasi inferior, konka
nasi medius dan konka nasi superior. Konka nasi inferior merupakan konka yang terbesar di
antara ketiga konka nasi. Mukosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak pleksus
vena dan membentuk jaringan kavernosus. Rangka tulangnya melekat pada tulang palatina,
etmoid, maksila dan lakrimal.

Konka nasi media adalah yang kedua setelah konka inferior. Terletak di antara konka
inferior dan konka superior. Mukosa yang melapisinya sama dengan yang melapisi konka
nasi inferior. Rangka tulangnya merupakan bagian dari tulang etmoid. Kadang-kadang di
dalam konka media terdapat sel sehingga konka menjadi besar dan menutup meatus nasi
media yang disebut konka bulosa.

Konka nasi superior merupakan yang paling kecil. Mukosa yang melapisinya jauh lebih
tipis dari kedua konka lainnya. Rangka tulangnya juga merupakan bagian dari tulang etmoid.
Kadang-kadang didapatkan konka nasi suprema yang merupakan konka nasi yang keempat.
Jika ada, konka suprema ini sangat kecil dan sebenarnya merupakan bagian dari konka
superior yang membelah menjadi dua bagian.6,7

Meatus Nasi6,7
Meatus nasi inferior merupakan celah yang terdapat di bawah konka inferior. Dekat
ujung anteriornya terdapat ostium (muara) duktus nasolakrimalis. Muara ini sering kali
dilindungi oleh lipatan mukosa yang disebut katup dari Hasner atau plika lakrimalis Hasner.

Meatus nasi media terletak di antara konka inferior dan konka media. Ostium sinus
adalah merupakan lubang penghubung sinus paranasal dan kavum nasi, berfungsi sebagai
ventilasi dan sinus paranasal sebagian besar terletak di meatus media.

Sinus frontal bermuara di bagian anterior sedangkan muara dari sinus maksila terdapat
kira-kira di bagian tengah, tempat muara dari sinus etmoid anterior. Struktur-struktur yang
ada di dalam meatus nasi media di sebut kompleks ostiomeatal. Kompleks ini penting artinya
secara klinis dalam menimbulkan gangguan drainase sinus paranasal. Kelainan di dalam
kompleks ini akan mempengaruhi potensi ostium sinus sehingga berperan besar dalam
patofisiologi sinusitis paranasal.

Meatus nasi superior terletak di antara konka media dan konka superior dan merupakan
meatus yang terkecil. Di sinilah bermuara sinus etmoid posterior.

Resesus sfeno-etmoid terdapat pada dinding lateral rongga hidung di antara atap rongga
hidung dan konka nasi superior. Di sini terdapat muara sinus sfenoid.

Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga


berbentuk rongga di dalam tulang.Jadi sinus paranasal ialah rongga udara yang dilapisi oleh
mukosa yang terletak di dalam tulang-tulang wajah dan tengkorak. Sinus paranasalis terbagi
menjadi empat bagian, yaitu: sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus ethmoidalis, dan sinus
sphenoidalis.  Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1 (Lihat
gambar 4).
Gambar 4. Sinus Paranasal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius terdapat muara-
muara dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Di daerah yang sempit ini
terdapat prosessus uncinatus, infundibulum, hiatus semilunaris, recessus frontalis, bula
etmoid dan sel-sel etmoid anterior. Daerah yang sempit dan rumit ini disebut kompleks
osteomeatal yang merupakan factor utama patogenesa tejadinya sinusitis.

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap
berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.Pada meatus superior yang merupakan
ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan
sinus sphenoid. Fungsi sinus paranasal, sebagai berikut: membentuk pertumbuhan wajah
karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan, jika tidak
terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak, sebagai pengatur udara (air
conditioning), peringan cranium, resonansi suara, dan membantu produksi mukus.

Sinus paranasalis terdiri atas fontalis, etmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada
saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi
mukus, dan memberi efek resonasi dalam produksi wicara.
 Sinus maksilaris terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus
maksilaris arcus I. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang
apexnya pada pars zygomaticus maxillae. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang
lebih 15 cc pada orang dewasa.Berhubungan dengan : Cavum orbita, dibatasi oleh dinding
tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Molar. Ductus nasolakrimalis,
terdapat di dinding cavum nasi.
Sinus ethmoidalis terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae
(ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis.Bentuknya berupa
rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata. Berhubungan
dengan:  fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika
terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis
dsb). Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus
ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill
Hematoma dan Nervus Optikus. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
Sinus frontalis, sinus ini dapat terbentuk atau tidak. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak
di os frontalis. Volume pada orang dewasa ± 7cc. Bermuara ke infundibulum (meatus nasi
media). Berhubungan dengan :Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta. Orbita,
dibatasi oleh tulang compacta. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
Sinus sphenoidalis terbentuk pada fetus usia bulan III. Terletak pada corpus, alas dan
Processus os sfenoidalis. Volume pada orang dewasa ± 7 cc. Berhubungan dengan : Sinus
cavernosus pada dasar cavum cranii. Glandula pituitari, chiasma dan opticum. Tranctus
olfactorius. Arteri basillaris brain stem (batang otak).8
Sinus Maksila

Gambar 5. Sinus Maksila

Sumber: http://www.bartleby.com/107/illus1003.html 22 Mei 2015

Sinus maksila mulai terbentuk sebagai benih pada dinding lateral pars ethmoidalis capsula
nasal, pada sekitar bulan ketiga masa kehidupan fetus. Pembesaran sel-sel ini berlanjut
sampai lahir, di mana pada saat tersebut volume sinus adalah 6 hingga 8 ml. Pertumbuhan
berlanjut dengan cepat sampai usia tiga tahun dan kemudian melambat. Pada usia 12 tahun,
pneumatisasi sudah meluas ke dataran dinding orbita lateral dan ke inferior sehingga dasar
sinus terletak setinggi dasar hidung. Karena perluasan sinus ke processus alveolaris, dasar
sinus pasa orang dewasa akan terletak 4 hingga 5 mm di bawah dasar hidung. Volume sinus
dewasa pada usia 18 tahun adalah 15 ml, hampir dua kali dari volume waktu lahir.9

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus
maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar
(M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi
tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis. Sinusitis maksila juga dapat menimbulkan komplikasi orbita. Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainage hanya tergantung dari
gerak silia, lagipula drainage juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada
daerah ini dapat menghalangi drainage sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitis.10

Vaskularisasi Hidung

Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu; (1) Arteri
etmoidalis anterior; (2) Arteri etmoidalis posterior, merupakan cabang dari arteri oftalmika;
(3) Arteri sfenopalatina merupakan cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
arteri karotis eksterna.1 (Lihat gambar 6).

Gambar 6. Perdarahan Hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung
dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang
disebut pleksus kieesselbach. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera
oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama
yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar
hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.1

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus
oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang
maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus
memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus
etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis.4

Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan
memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan
disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya,
sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion
sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini
menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila. Serabut parasimpatis dari nervus
petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung
posterior konkha media. Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.3

Pharynx7,11

Gambar 7. Bagian-Bagian pada Pharynx


Sumber: http://basicpathology-histopathology.blogspot.com/2009/11/pharynx-anatomy-and-
physiology.html 22 Mei 2015

Bagian sebelah atas pharynx dibentuk oleh badan tulang sphenoidalis dan sebelah
dalamnya berhubungan dengan esophagus. Pada bagian belakang pharynx dipisahkan dari
vertebra servikalis oleh jaringan penghubung, sementara dinding depannya tidak sempurna
dan berhubungan dengan hidung, mulut dan larynx. Pharynx dibagi kepada tiga bagian yaitu
nasopharynx yang terletak di belakang hidung, oropharynx yang terletak di belakang mulut
dan laringopharynx yang terletak di belakang larynx.

Nasopharynx adalah bagian pharynx yang terletak di belakang hidung di atas palatum
yang lembut. Pada dinding posterior terdapat lintasan jaringan limfoid yang disebut tonsil
pharyngeal yang biasanya disebut adenoid. Jaringan ini kadang-kadang membesar dan
menutupi pharynx serta menyebabkan pernafasan mulut pada anak-anak. Tubulus auditorium
terbuka dari dinding lateral nasopharynx dan melalui tabung tersebut udara dibawa ke bagian
tengah telinga. Nasopharynx dilapisi membran mukosa bersilia yang merupakan lanjutan dari
membran yang melapisi hidung.

Oropharynx terletak di belakang mulut dibawah palatum lunak, dimana dinding


lateralnya saling berhubungan. Di antara lipatan dinding ini, ada yang disebut arkus palate-
glosum yang merupakan kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsil palatum. Oropharynx
merupakan bagian dari sistem pernafasan dan sistem pencernaan, tetapi tidak dapat
digunakan untuk menelan dan bernafas secara bersamaan. Saat menelan, pernafasan berhenti
sebentar dan oropharynx terpisah sempurna dari nasopharynx dengan terangkatnya palatum.
Oropharynx dilapisi oleh jaringan epitel berjenjang.

Laringofaring merupakan bagian paling kaudal dari faring. Letaknya sangat berdekatan
dengan laring. Laringofaring ini dapat bergerak, berfungsi pada proses pernapasan dan proses
menelan. Laringofaring mempunyai batas atas pada tepi atas epiglotis, batas bawah pada
introitus esofagus, batas belakang pada vertebra servikalis dan batas depan pada laring. Di
antara dinding lateral laringofaring dan laring didapatkan cekungan yang disebut fosa
piriformis yang penting pada proses menelan.
Larynx7,11

Gambar 8. Struktur Anatomi Larynx

Sumber: http://medicalterms.info/anatomy/Larynx/ 22 Mei 2015

Larynx merupakan lanjutan bagian bawah oropharynx dan bagian atas trachea. Disebelah atas
larynx terletak tulang hyoid dan akar lidah. Otot leher terletak di depan larynx dan di
belakang larynx terletak laryngopharynx dan vertebra servikalis. Pada sisi lain terdapat
lubang kelenjar tiroid. Larynx disusun oleh beberapa tulang rawan tidak beraturan yang
dipersatukan oleh ligament dan membran-membran.

Tulang rawan tiroid dibentuk oleh dua lempeng tulang rawan datar yang digabungkan
bersama kebagian depan untuk membentuk tonjolan laryngeal atau Adam’s apple (buah
jakun). Disebelah atas tonjolan larynx tersebut terdapat suatu noktah tiroid. Tulang rawan
tiroid pada pria lebih besar daripada wanita. Bagian atas dilapisi oleh epitel berjenjang dan
bagian bawahnya oleh epitel bersilia.

Tulang rawan krikoideus terletak dibawah tulang rawan tiroid dan berbentuk seperti
satu cincin bertanda pada bagian belakangnya. Tulang tersebut membentuk dinding lateral
dan posterior larynx dan dilapisi oleh epitel bersilia.
Epiglotis adalah tulang rawan berbentuk daun yang terikat pada bagian dalam bagian
depan dinding tulang rawan tiroid, dibagian bawah noktah tiroid. Selama proses menelan,
larynx bergerak kearah atas dan kearah depan, sehingga larynx yang terbuka tersebut dapat
ditahan oleh epiglotis.

Tulang rawan aritenoid adalah sepasang piramida kecil yang dibentuk oleh tulang
rawan hialin. Tulang rawan ini terletak pada ujung atas sebelah laur tulang rawan krikoideus
dan ligament suara menyatu pada tulang rawan tersebut. Tulang rawan ini membentuk
dinding posterior laring. Tulang hyoid dan tulang rawan laryngeus digabungkan oleh
ligament dan membran. Salah satunya ialah membrane krikotiroid, sekelilingnya menyatu
dengan sisi atas tulang rawan krikoid dan memiliki batas sebelah atas yang bebas, yang tidak
sirkular seperi batasan sebelah bawah, tetapi membentuk dua garis paralel yang melintas dari
depan kebeakang.

Kedua batasan parallel tersebut adalah ligament suara (vocal ligament). Kedua terikat
pada bagian tengah tulang rawan tiroid disebelah depan dan pada tulang rawan aritenoid pada
bagian belakang dan mengandung banyak jaringan elastic. Ketika otot intrinsik lain
menggantikan posisi tulang rawan aritenoid, ligament suara ditarik bersama, menyempitkan
celah diantaranya. Apabila udara digerakkan melalui celah sempit yang disebut chink selama
ekspirasi, ligament suara bergetar dan menghasilkan bunyi. Nada dari bunyi yang dihasilkan
tergantung pada panjang dan kekencangan ligament. Tekanan yang meningkat menghasilkan
not yang lebih tinggi sedangkan tekanan yang lebih kendur menghasilkan not yang lebih
rendah. Suara bergantung kepada tenaga yang menyebabkan udara terhisap. Perubahan suara
menjadi kata-kata yang berbeda tergantung pada gerakan mulut, lidah, bibir dan otot muka.

Epiglottis

Epiglottis adalah cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar
lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang vertebra cartilago thyroideum. Plica
aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago
arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.12

Trachea

Trachea adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10cm dengan lebar 2,5 cm.
Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis atau sampai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronkus.
Trachea tersusun atas 16 hingga 20 lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin tulang rawan

yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.12

Gambar 9. Struktur Anatomi Trachea dan Bronkus Primer

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Trachea 22 Mei 2015

Bronkus

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh, jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi
dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan
berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
ke lobus atas dan bawah.12

Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran
udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh
saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas
paru-paru. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.
Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-
kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus
alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.12

Kesimpulan

Hidung memiliki banyak komponen untuk bersama menjalankan fungsinya. Maka


saat hidung mengalami fraktur pada os nasal, komponennya tersebut; sinus paranasal dan
pembuluh darah sekitarnya juga ikut terganggu. Faktur pada os nasale juga dapat
menyebabkan nervus olfaktorius yang berada di belakang os nasal cidera/terganggu.
Daftar Pustaka

1. Moffat D, Faiz O. At glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008


2. Singh I. Teks dan atlas histology manusia. Jakarta: Binarupa Aksara; 2006.h.115-20
3. Ganong William F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.h.632-3
4. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.h.266-8
5. Gunardi S. Anatomi sistem pernafasan. Edisi 1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007
6. Herawati S, Rukmini S. Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorok untuk
mahasiswa fakultas kedokteran gigi. Jakarta. EGC; 2003: h.8-17
7. Jenkins GW, Kemnitz CP, Tortora GJ. Anatomy and physiology. New Jersey. John
Wiley & Sons; 2010: h.737
8. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan fisiologi medis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;
2009
9. Pedersen G.W. Buku ajar praktis bedah mulut. Jakarta. EGC; 2012: p.265-8
10. Diunduh dari http://www.academia.edu/6478498/Sinusitis_Maksilaris. 22 Mei 2015
11. Scanlon VC, Sanders T. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Ed 3. Jakarta. EGC;
p.315-37
12. Guyton AC. Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta. EGC; 2007: p.516-29

Anda mungkin juga menyukai