Anda di halaman 1dari 7

Nama / Kelas : Amanda Putri Yuliana / XII Mipa 7

TUGAS 2 PPKN KD 3.2 PERLINDUNGAN DAN PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA

1. Buatlah resume/simpulan tentang  tugas dan kewenangannya: lembaga lembaga penegakkan


hukum di bawah ini

a. Kepolisian
Tugas :
Kepolisian Republik Indonesia atau yang sering disingkat Polri merupakan lembaga negara
yang bertugas dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Selain itu, dalam bidang penegakan hukum
khususnya yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana sebagaimana yang di atur dalam
KUHAP, Polri sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum dalam
rangka menciptakan keamanan dalam negeri.
Kewenangan :
a. Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia, telah menetapkan kewenangan sebagai berikut :
b. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
c. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan.
d. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
e. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri.
f. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
k. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di
tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.
l. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil
serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan
kepada penuntut umum.
m. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, yaitu tindakan
penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut:
1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
3) harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
4) pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
5) menghormati hak asasi manusia.
b. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,
khususnya di bidang penuntutan. Penuntutan merupakan tindakan jaksa untuk melimpahkan
perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang- undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan. Pelaku pelanggaran pidana yang akan dituntut adalah yang benar bersalah dan
telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan dengan didukung oleh barang
bukti yang cukup dan didukung oleh minimal 2 (dua) orang saksi.
Tugas dan wewenang Kejaksaan dikelompokkan menjadi tiga bidang, berikut :
a. Di Bidang Pidana
1) Melakukan penuntutan.
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.

b. Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan, dengan kuasa khusus, dapat
bertindak, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.

c. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum


1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum.
3) Pengawasan peredaran barang cetakan.
4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.
5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.
6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

c. Kehakiman
Tugas dan wewenang :

 Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1
Undang-Undang Dasar pasca Amandemen).
 Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman diatur sepenuhnya dalam Undang-
Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan
penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Berdasarkan undang-undang tersebut, kekuasaan kehakiman di Indonesia
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
 Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang
berada di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan
Tata Usaha Negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Lembaga-lembaga tersebut
bertugas sebagai penegak keadilan, dan dibersihkan dari setiap intervensi baik dari
lembaga legislatif, eksekutif maupun lembaga lainnya. Kekuasaan kehakiman yang
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga tersebut dilaksanakan oleh hakim yang tidak
dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara .
 Menurut ketentuan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, hakim berdasarkan jenis lembaga peradilannya dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok berikut:
a. Hakim pada Mahkamah Agung yang disebut dengan Hakim Agung.  tugas pokok
untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985.
b. Hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, yaitu dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus
yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
c. Hakim pada Mahkamah Konstitusi yang disebut dengan Hakim Konstitusi. Setiap
hakim melaksanakan proses peradilan yang dilaksanakan di sebuah tempat yang
dinamakan pengadilan.

d. Pengadilan 
Tugas:
Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang.
Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk.
Wewenang:
Pengadilan Negeri berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun
1986) Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum
kepada instansi pemerntah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 UU No.2 Tahun 1986).
Selain menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh
atau berdasarkan Undang-Undang.

2. Berikan siklus proses penegakan hukum yang terdapat di hukum pidana dan hukum perdata
secara singkat

SIKLUS PROSES PENEGAKAN HUKUM YANG TERDAPAT DI HUKUM PIDANA

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)  secara garis besar mengenal 3 (tiga)
tahapan pemeriksaan perkara pidana yaitu Tahap Penyidikan, Tahap Penuntutan dan
Pemeriksaan di Pengadilan yang dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana
Terpadu (Integrated Criminal Justice System). Sistem terpadu maksudnya kewenangan
penyidikan, penuntutan dan peradilan, walaupun dilakukan oleh masing masing penegak
hukum sesuai dengan kewenangannya di setiap tahap, namun tetap merupakan satu kesatuan
yang utuh atau saling keterkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem peradilan pidana.
Tahap Penyidikan mencakup kegiatan Penyidik  untuk mencari serta mengumpulkan bukti
dan dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya. Pada tahap ini penyidik mempunyai kewenangan melakukan
upaya hukum untuk melakukan pemeriksaan,  penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan barang bukti dan sebagainya, dimana dalam mengumpulkan barang bukti yang
diperlukan,  penyidik dapat meminta keterangan saksi, saksi ahli dan tersangka serta
melakukan penyitaan bukti surat atau tulisan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). Kegiatan  penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, wajib diberitahukan
kepada Penuntut Umum dalam bentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
(SPDP), dimana dengan SPDP, Penuntut Umum akan memantau perkembangan penyidikan
yang dilakukan oleh Penyidik.
Hasil penyidikan dalam bentuk berkas perkara, dikirimkan oleh penyidik kepada Penuntut
Umum (Penyerahan Tahap I), dan oleh Penuntut Umum dilakukan penelitian terhadap
kelengkapan berkas perkara baik dari segi formil maupun materil, yang dalam sistem
peradilan pidana terpadu disebut Pra Penuntutan. Dalam rangka penelitian berkas perkara,
maka ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum,  dinyatakan lengkap,  maka
penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Penuntut
Umum (Penyerahan Tahap II);
2. Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan belum lengkap atau
kurang memenuhi peryaratan formil dan atau materil, maka berkas perkara dikirim
kembali oleh Penuntut Umum kepada Penyidik, untuk dilengkapi disertai petunjuk dari
Penuntut Umum kepada Penyidik.
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap dan penyerahan tersangka dan barang bukti oleh
penyidik kepada Penuntut Umum, maka  Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaaan
(Tahap Penuntutan), kemudian Penuntut Umum  melimpahkan  perkara tersebut ke
Pengadilan untuk disidangkan  dan diputus oleh Pengadilan (Tahap Pemeriksaan
Persidangan).  Tulisan singkat ini akan mengkaji hak dan kewajiban Notaris berkaitan
dengan pelaksanaan jabatannya, dalam  sistem peradilan pidana terpadu melalui tahap
Penyidikan (sebelumnya tahap penyelidikan), tahap penuntutan (sebelumnya tahap pra
penuntutan) dan tahap pemeriksaan dalam sidang pengadilan hingga memperoleh putusan
pengadilan.

SIKLUS PROSES PENEGAKAN HUKUM YANG TERDAPAT DI HUKUM


PERDATA
Sebelum Majelis Hakim sampai kepada pengambilanusan dalam setiap perkara perdata yang
ditanganinya, terlebih dahulu harus melalui proses dan tahapan pemeriksaan terlebih dahulu,
tanpa melalui proses tersebut, Majelis Hakim tidak akan dapat mengambil keputusan. Melalui
proses ini pula, semua pihak baik Penggugat maupun Tergugat (dapat diwakilkan oleh
Penasihat Hukum/Pengacara/Advokat yang bekerja di kantor hukum sebagai kuasa
hukumnya) diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan segala sesuatunya dan
mengemukakan pendapatnya, serta menilai hasil pemeriksaan perspektifnya masing-masing.
Pada garis besar, proses persidangan perdata pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri
terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai berikut:
 
1.  Tahap Mediasi
Pada hari sidang yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan Tergugat (“ Para
Pihak ”) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan pemeriksaan, wajib untuk
upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu cara penyelesaian melalui proses kesepakatan
untuk mencapai kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator (pihak netral yang
membantu Para pihak yang berperkara dalam perundingan untuk menyelesaikan penyelesaian
secara mufakat).
Jika dalam proses ini telah tercapai kesepakatan, maka dapat ditandatangani dalam suatu akta
perdamaian yang oleh Para Pihak dan diketahui oleh Mediator. Akta kesepakatan ini
disampaikan kepada Majelis Hakim untuk mendapatkan Putusan Perdamaian. Akan tetapi
sebaliknya, jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai perdamaian dan kesepakatan,
maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis Hakim yang menyatakan Mediasi telah
gagal dilakukan.
 
2.  Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Penjelasan, Replik, dan Duplik)
Jika Majelis Hakim telah mendapatkan pernyataan Mediasi gagal dari Mediator, maka
pemeriksaan perkara akan dilanjutkan ke tahap ke-2 yaitu membaca surat
Gugatan. Kesempatan pertama diberikan kepada pihak Penggugat untuk membacakan surat
Gugatannya. Pihak Penggugat pada tahap ini juga diberikan kesempatan untuk memperbaiki
surat Gugatannya jika terdapat kesalahan-kesalahan, sepanjang tidak mengubah pokok
Gugatan, bahkan lebih dari itu pihak Penggugat dapat mengamankan Gugatannya. Kedua
kesempatan tersebut diberikan sebelum Tergugat mengajukan Jawabannya.
Setelah membaca surat Gugatan, maka secara berimbang kesempatan kedua diberikan kepada
pihak Tergugat atau kuasanya untuk membacakan Jawabannya. Jawaban yang dibacakan
tersebut dapat berisikan hanya bantahan terhadap dalil-dalil Gugatan itu saja, atau dapat juga
berisikan bantahan dalam Ekssepsi dan dalam pokok perkara. Bahkan lebih dari itu, dalam
Jawaban dapat berisi dalam rekonpensi (apabila pihak Tergugat ingin menggugat balik pihak
Penggugat dalam perkara tersebut).
Dalam tahap ke-2 ini sudah dapat kita lihat, bahwa semua pihak diberi kesempatan yang sama
dalam mengemukakan sesuatu untuk mempertahankan dan membantah suatu Gugatan
terhadapnya. Peluang yang sama juga akan kita lihat ketika nanti dalam tahap Pembuktian.
 
3.  Tahap Pembuktian
Tahap Pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses pemeriksaan
perkara, karena dari tahap ini nanti yang akan menentukan apakah dalil Penggugat atau
bantahan yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan Para Pihak, Majelis Hakim
dapat menilai peristiwa apa yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat sehingga terjadi
perkara. Dari peristiwa hukum yang terbukti nantinya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan hukum apa yang akan diterapkan dalam perkara dan memutuskan siapa
yang menang dan kalah dalam perkara tersebut.
Untuk membuktikan suatu peristiwa yang diperkarakan, Hukum Acara Perdata sudah
menentukan alat-alat bukti yang dapat diajukan oleh Pihak di persidangan, yaitu disebutkan
dalam Pasal 164 HIR atau Pasal 284 Rbg yaitu:
a. Surat;
b. Saksi;
c. Persangkaan;
d. Pengakuan; dan
e. Sumpah.

 
4.  Tahap Kesimpulan
Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah selesai acara Pembuktian tidak diatur dalam
HIR maupun dalam Rbg, tetapi akan mengajukan kesimpulan ini timbul dalam praktek
persidangan. Dengan demikian, sebenarnya jika ada pihak yang tidak mengajukan
Kesimpulan, merupakan hal yang diperbolehkan. Bahkan beberapa pihak menyatakan secara
tegas untuk tidak menyimpulkan, tetapi memohon kepada Hakim untuk memutus dengan
seadil-adilnya. Sebenarnya, proposal pengajuan Kesimpulan sangat perlu diterapkan oleh
kuasa hukum Para Pihak, karena melalui kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan
menganalisis dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang
diperoleh selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu
kesimpulan apakah dalil Gugatan atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis
Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majes Hakim
agar gugatan Penggugat ditolak.
 
5.  Tahap Putusan
Setelah melalui beberapa proses dan tahapan persidangan, maka sampailah pada proses dan
tahapan terakhir, yaitu membaca Putusan. Menurut Sudikno Mertokusumo, Put Hakim adalah
suatu pernyataan yang oleh, sebagai pejabat negara yang berwenang untuk itu, diucapkan di
persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara Para
Pihak. Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu putusan Hakim terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu:
a. Kepala Putusan;
b. Identitas Para Pihak;
c. pertimbangan; dan
d. Amar.

Pokok perkara akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan oleh Para pihak. Pertama
akan diuji dengan bukti surat atau akta autentik/dibawah tangan yang diakui
kebenarannya. Bukti Surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan saksi-saksi yang sudah
didengar keterangannya. Dengan cara demikian, maka Hakim akan mendapatkan Kesimpulan
dalam pokok perkara, mana yang benar di antara dalil Penggugat atau dalilnya Tergugat.
Bila yang benar menurut Pertimbangan hukum adalah dalil Penggugat, maka Gugatan akan
dikabulkan, dan pihak Penggugat adalah pihak yang menang perkara. Sebaliknya berdasarkan
pertimbangan hukum putusan putusan-dalil Gugatan Pengugat tidak terbukti, dan justru dalil
Jawaban Tergugat yang terbukti, maka Gugatan akan ditolak, sehingga pihak Tergugat yang
menang dalam perkara tersebut.
Selain kedua Putusan tersebut, terdapat 1 (satu) jenis Putusan lain, yaitu karena kurang
sempurnanya Gugatan karena tidak memenuhi formalitasnya suatu gugatan yaitu Putusan
Gugatan tidak dapat diterima. Setelah diucapkan oleh Hakim, maka kepada Para Pihak akan
diberitahukan haknya untuk mengajukan upaya hukum jika tidak menerima Putusan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai