a. Kepolisian
Tugas :
Kepolisian Republik Indonesia atau yang sering disingkat Polri merupakan lembaga negara
yang bertugas dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Selain itu, dalam bidang penegakan hukum
khususnya yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana sebagaimana yang di atur dalam
KUHAP, Polri sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum dalam
rangka menciptakan keamanan dalam negeri.
Kewenangan :
a. Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia, telah menetapkan kewenangan sebagai berikut :
b. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
c. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk
kepentingan penyidikan.
d. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
e. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri.
f. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
k. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di
tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk
mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.
l. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil
serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan
kepada penuntut umum.
m. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, yaitu tindakan
penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut:
1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
3) harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
4) pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
5) menghormati hak asasi manusia.
b. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,
khususnya di bidang penuntutan. Penuntutan merupakan tindakan jaksa untuk melimpahkan
perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang- undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan. Pelaku pelanggaran pidana yang akan dituntut adalah yang benar bersalah dan
telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan dengan didukung oleh barang
bukti yang cukup dan didukung oleh minimal 2 (dua) orang saksi.
Tugas dan wewenang Kejaksaan dikelompokkan menjadi tiga bidang, berikut :
a. Di Bidang Pidana
1) Melakukan penuntutan.
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
b. Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan, dengan kuasa khusus, dapat
bertindak, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
c. Kehakiman
Tugas dan wewenang :
d. Pengadilan
Tugas:
Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan
tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang.
Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk.
Wewenang:
Pengadilan Negeri berwenang, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun
1986) Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum
kepada instansi pemerntah di daerahnya apabila diminta (Pasal 52 UU No.2 Tahun 1986).
Selain menjalankan tugas pokok, pengadilan dapat diserahi tugas dan kewenangan lain oleh
atau berdasarkan Undang-Undang.
2. Berikan siklus proses penegakan hukum yang terdapat di hukum pidana dan hukum perdata
secara singkat
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara garis besar mengenal 3 (tiga)
tahapan pemeriksaan perkara pidana yaitu Tahap Penyidikan, Tahap Penuntutan dan
Pemeriksaan di Pengadilan yang dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana
Terpadu (Integrated Criminal Justice System). Sistem terpadu maksudnya kewenangan
penyidikan, penuntutan dan peradilan, walaupun dilakukan oleh masing masing penegak
hukum sesuai dengan kewenangannya di setiap tahap, namun tetap merupakan satu kesatuan
yang utuh atau saling keterkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem peradilan pidana.
Tahap Penyidikan mencakup kegiatan Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
dan dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya. Pada tahap ini penyidik mempunyai kewenangan melakukan
upaya hukum untuk melakukan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan barang bukti dan sebagainya, dimana dalam mengumpulkan barang bukti yang
diperlukan, penyidik dapat meminta keterangan saksi, saksi ahli dan tersangka serta
melakukan penyitaan bukti surat atau tulisan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara
Pemeriksaan (BAP). Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, wajib diberitahukan
kepada Penuntut Umum dalam bentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
(SPDP), dimana dengan SPDP, Penuntut Umum akan memantau perkembangan penyidikan
yang dilakukan oleh Penyidik.
Hasil penyidikan dalam bentuk berkas perkara, dikirimkan oleh penyidik kepada Penuntut
Umum (Penyerahan Tahap I), dan oleh Penuntut Umum dilakukan penelitian terhadap
kelengkapan berkas perkara baik dari segi formil maupun materil, yang dalam sistem
peradilan pidana terpadu disebut Pra Penuntutan. Dalam rangka penelitian berkas perkara,
maka ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan lengkap, maka
penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Penuntut
Umum (Penyerahan Tahap II);
2. Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan belum lengkap atau
kurang memenuhi peryaratan formil dan atau materil, maka berkas perkara dikirim
kembali oleh Penuntut Umum kepada Penyidik, untuk dilengkapi disertai petunjuk dari
Penuntut Umum kepada Penyidik.
Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap dan penyerahan tersangka dan barang bukti oleh
penyidik kepada Penuntut Umum, maka Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaaan
(Tahap Penuntutan), kemudian Penuntut Umum melimpahkan perkara tersebut ke
Pengadilan untuk disidangkan dan diputus oleh Pengadilan (Tahap Pemeriksaan
Persidangan). Tulisan singkat ini akan mengkaji hak dan kewajiban Notaris berkaitan
dengan pelaksanaan jabatannya, dalam sistem peradilan pidana terpadu melalui tahap
Penyidikan (sebelumnya tahap penyelidikan), tahap penuntutan (sebelumnya tahap pra
penuntutan) dan tahap pemeriksaan dalam sidang pengadilan hingga memperoleh putusan
pengadilan.
4. Tahap Kesimpulan
Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah selesai acara Pembuktian tidak diatur dalam
HIR maupun dalam Rbg, tetapi akan mengajukan kesimpulan ini timbul dalam praktek
persidangan. Dengan demikian, sebenarnya jika ada pihak yang tidak mengajukan
Kesimpulan, merupakan hal yang diperbolehkan. Bahkan beberapa pihak menyatakan secara
tegas untuk tidak menyimpulkan, tetapi memohon kepada Hakim untuk memutus dengan
seadil-adilnya. Sebenarnya, proposal pengajuan Kesimpulan sangat perlu diterapkan oleh
kuasa hukum Para Pihak, karena melalui kesimpulan inilah seorang kuasa hukum akan
menganalisis dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil Jawabannya melalui Pembuktian yang
diperoleh selama persidangan. Dari analisis yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu
kesimpulan apakah dalil Gugatan atau tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis
Hakim agar gugatan dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majes Hakim
agar gugatan Penggugat ditolak.
5. Tahap Putusan
Setelah melalui beberapa proses dan tahapan persidangan, maka sampailah pada proses dan
tahapan terakhir, yaitu membaca Putusan. Menurut Sudikno Mertokusumo, Put Hakim adalah
suatu pernyataan yang oleh, sebagai pejabat negara yang berwenang untuk itu, diucapkan di
persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara Para
Pihak. Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu putusan Hakim terdiri dari 4 (empat) bagian, yaitu:
a. Kepala Putusan;
b. Identitas Para Pihak;
c. pertimbangan; dan
d. Amar.
Pokok perkara akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan oleh Para pihak. Pertama
akan diuji dengan bukti surat atau akta autentik/dibawah tangan yang diakui
kebenarannya. Bukti Surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan saksi-saksi yang sudah
didengar keterangannya. Dengan cara demikian, maka Hakim akan mendapatkan Kesimpulan
dalam pokok perkara, mana yang benar di antara dalil Penggugat atau dalilnya Tergugat.
Bila yang benar menurut Pertimbangan hukum adalah dalil Penggugat, maka Gugatan akan
dikabulkan, dan pihak Penggugat adalah pihak yang menang perkara. Sebaliknya berdasarkan
pertimbangan hukum putusan putusan-dalil Gugatan Pengugat tidak terbukti, dan justru dalil
Jawaban Tergugat yang terbukti, maka Gugatan akan ditolak, sehingga pihak Tergugat yang
menang dalam perkara tersebut.
Selain kedua Putusan tersebut, terdapat 1 (satu) jenis Putusan lain, yaitu karena kurang
sempurnanya Gugatan karena tidak memenuhi formalitasnya suatu gugatan yaitu Putusan
Gugatan tidak dapat diterima. Setelah diucapkan oleh Hakim, maka kepada Para Pihak akan
diberitahukan haknya untuk mengajukan upaya hukum jika tidak menerima Putusan tersebut.