Anda di halaman 1dari 10

BAB 2

Konsep Biaya Biaya (cost) adalah sejumlah pengorbanan sumber daya ekonomi (kas atau
ekuivalen kas) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan akan menghasilkan manfaat
ekonomi (pendapatan) di masa yang akan datang. Sejumlah kas yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku akan menjadi biaya bahan baku tersebut. Demikian juga upah tenaga kerja yang
dibayarkan dan overhead pabrik yang digunakan untuk memproduksi produk jadi merupakan
biaya produk jadi tersebut. Sebelum terjual, produk jadi tersebut merupakan aktiva yang disajikan
di neraca sebesar biayanya. Jika produk jadi tersebut terjual, maka biaya yang melekat padanya
akan disajikan sebagai beban (expense) di laporan rugi laba.

1. Biaya langsung (direct cost) adalah biaya-biaya yang dapat dengan mudah dan akurat dilacak ke
objek biaya. Contoh: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.

2. Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya-biaya yang tidak dapat dengan mudah dan
akurat dilacak ke objek biaya. Contoh: biaya bahan tidak langsung (bahan untuk pemeliharaan
peralatan) dan biaya tenaga kerja tidak langsung (petugas kebersihan, petugas keamanan

Berdasarkan perilaku biaya yang muncul, kita dapat membedakan biaya menjadi:

1. Biaya Tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah
output. Misalnya mesin pabrik yang disewa sebesar Rp15.000.000 selama 1 tahun dan memiliki
kapasitas produksi 240.000 unit/tahun. INPUT: Bahan Energi Tenaga Kerja Modal Perubahan Biaya
Input Output Aktivitas Perubahan output 19

2. Biaya Variabel (variable cost) Biaya variable adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah,
dipengaruhi oleh perubahan jumlah output. Misalnya mesin pabrik yang digunakan untuk
produksi menggunakan daya listrik 0,1 KWH, tarif 1 KWH Rp2000. Berarti biaya tiap unitnya Rp200
(0,1 x Rp2000). 3. Biaya Campuran (mixed cost) Biaya campuran adalah biaya yang memiliki
komponen biaya tetap dan biaya variable. Misalnya: seorang salesman biasanya dibayar dengan
gaji tetap plus bonus berdasarkan target penjualannya.

Kelemahan Sistem Penentuan Harga Pokok Fungsional (Tradisional)

Seringkali organisasi mengalami hal-hal tertentu yang mengindikasikan bahwa

sistem akuntansi biaya sudah ketinggalan jaman, contohnya:

▪ Hasil dari penawaran bisnis sulit dijelaskan

▪ Harga pesaing tampak begitu rendah dan tidak masuk akal

▪ Produk-produksi yang memiliki tingkat kesulitan tinggi menunjukkan laba

yang tinggi

▪ Manajer operasional ingin menghentikan produksi dari produk-produknya

yang tampaknya menguntungkan

▪ Marjin laba sulit untuk dijelaskan

▪ Perusahaan memiliki ceruk pasar yang nampaknya hanya memberi laba tinggi
pada perusahaan sendiri

▪ Pelanggan tidak mengeluh atas kenaikan harga produk-produk khusus

▪ Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberikan data

biaya bagi produk khusus

▪ Beberapa departemen menggunakan sistem akuntansinya sendiri

▪ Biaya produk berubah karena perubahan peraturan pelaporan keuangan

29

Organisasi yang menerapkan sistem biaya tradisional dengan menggunakan

tarif overhead pabrik atau departemen seringkali mengalami hal-hal yang disebutkan di

atas. Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan kegagalan sistem biaya

tradisional:

1. Menggunakan hanya penggerak biaya aktivitas berdasar unit untuk

membebankan biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit akan

menimbulkan distorsi biaya produk. Padahal ada banyak penggerak biaya

aktivitas berdasarkan non unit (non unit based activity cost driver) yang

berperan dalam konsumsi biaya overhead, antara lain: penerimaan pesanan, set

up, rekayasa teknik, inspeksi, dll.

2. Adanya keragaman produk (product diversity) yang berarti bahwa masing-masing produk
mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda.

Pengertian Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan merupakan salah satu bagian dari perusahaan. Bagian tersebut berfungsi
untuk menjaga dan mengatur persediaan yang dimiliki perusahaan. Beberapa aktivitas yang
dilakukan dalam manajemen persediaan adalah mulai dari cara memperoleh persediaan,
menyimpan, hingga persediaan tersebut dimanfaatkan.

Persediaan di sini memuat arti beragam. Bisa berupa bahan baku, bahan pembantu, barang dalam
proses, barang jadi, bahkan suku cadang. Mengatur jumlah persediaan tidak semudah yang
diperkirakan. Jika persediaan terlalu banyak, maka akan makin tinggi biaya untuk penyimpanan.
Sebaliknya jika kurang malah bisa menghambat proses produksi.

Belum lagi perusahaan harus menghadapi beragam ketidakpastian. Mulai dari ketidakpastian
permintaan, waktu pemesanan, hingga pasokan dari supplier. Inilah yang membuat inventory
management sangat penting dilakukan.

BAB 14
MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN TRADISIONAL

Perusahaan mengelola persdiaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif jangka panjang.


Secara umum, perusahaan yang memiliki tingkat persediaan yang lebih tinggi daripada pesiangnya
cenderung pada posisi kompetitif yang lemah

Biaya persediaan:

- Biaya pemesanan: biaya untuk menerima dan menempatkan pesanan (muncul bila
persediaan berupa bahan baku atau barang yang dibeli dari sumber luar)
- Biaya persiapan/penyetelan: biaya untuk menyiapkan peralatan dan fasilitas
sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk atau komponen tertentu
(muncul bila produksi secara internal)
- Biaya penyimpanan: biaya untuk menyimpan persediaan (muncul bila persediaan
berupa bahan baku dari luar perusahaan maupun diproduksi secara internal)
- Biaya habisnya persediaan: biaya yang terjadi ketika perusahaan tidak dapat
menyediakan roduk yang diminta pelanggan (muncul ketika permintaan tidak
diketahui secara pasti)

Alasan tradisional untuk memiliki persediaan:

1. Menyeimbangkan biaya penyimpanan – biaya pemesanan


Meminimalkan biaya penyimpanan mendorong jumlah persediaan yang sedikit atau
bahkan tidak ada, namun meminimalkan biaya pemesanan atau biaya persiapan
mendorong jumlah persediaan yang besar. Kebutuhan untuk menyeimbangkan 2
kelompok biaya tsb agar total biaya penyimpanan dan pemesanan dapat
diminimalkan adalah salah satu alasanuntuk menyimpan persediaan
2. Ketidakpastian permintaan. Perusahaan tetap menyimpan persediaan karena
adanya biaya habisnya persediaan (stockout cost)
3. Untuk menghindari penutupan fasilitas manufaktur akibat kerusakan mesin,
kerusakan komponen, tidak tersedianya komponen, pengiriman komponen yang
terlambat
4. Menyangga proses produksi yang tidak dapat diandalkan
5. Memanfaatkan diskon
6. Menghindari kenaikan harga dimasa depan

Kelemahan manajemen persediaan tradisional

Keunggulan dan Kelemahan Just In Time


 
Just in time sering dianggap paling efektif dan menguntungkan untuk produksi manufaktur bervolume
besar dan berulang. Meskipun demikian, terdapat beberapa alasan yang menyebabkan kurang
berhasilnya JIT. Berikut di bawah ini adalah kelebihan dan kekurangan JIT.

1. Proses penerapan Just in Time dinamis

Yang berarti akan berjalan terus menerus mengatasi setiap masalah yang timbul sehingga akan
menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan (Continous Improvement). 

2. Memungkinkan pengurangan lead time secara terus menerus

Dengan menghilangkan setiap hambatan yang terjadi secara terus menerus maka dengan Just in Time
dapat mengurangi lead time, sehingga akan meningkatkan ketanggapan dan keluwesan produksi.
Perusahaan lebih tanggap dan mampu untuk beradaptasi ketika menghadapi perubahan.

3. Memungkinkan evaluasi terhadap pemasok

Sistem Just in Time memiliki pendekatan yang berbeda tentang pengendalian kualitas bila
dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Perusahaan akan mampu melakukan monitoring
terhadap kualitas kinerja pemasoknya. Pekerja tidak menggunakan waktu untuk menyortir produk baik
namun digunakan untuk mencegah terproduksinya bagian yang tidak baik.

4. Memungkinkan penghematan jumlah tenaga kerja

Standar pekerjaan digunakan kriteria guna mengidentifikasi kelebihan tenaga kerja yang tidak terpakai.
Standar pekerjaan merupakan hasil dari permintaan pasar dan jumlah produksi harian.

5. Mampu menghilangkan aktivitas yang tidak perlu (no added value)

Perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi, termasuk meminimalkan kerusakan mesin dan juga
waktu yang diperlukan untuk perbaikan. 

 6. Meminimalkan Inventory

Penurunan persediaan pada sistem produksi dapat dicapai dengan memperpendek waktu persiapan
atau memperkecil besaran lot pengiriman dari pemasok. Pemendekan persiapan atau pengiriman
dimungkinkan, karena adanya perbaikan teknik produksi.

Dari kelebihan atau keunggulan yang bisa didapatkan dengan menerapkan sistem produksi just in time
tersebut, perlu juga dipertimbangkan adanya kelemahan atau keterbatasan bila menerapkan produksi
just in time, yaitu :
1. Perlu adanya kesamaan persepsi dan kesepakatan atau kontrak yang dibuat yang menyatakan
bahwa produksi yang akan dijalankan menggunakan sistem JIT. Kesepakatan tersebut harus diketahui
oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya baik antara pihak manajemen dan pekerja maupun antara
perusahaan dengan pemasok atau konsumen. Apabila tidak terjadi kesepakatan sebelumnya,
dikhawatirkan akan mengalami hal-hal berikut ini:
 Pemasok terlambat memasok barang, maka produksi akan terhenti karena tidak memiliki
cadangan persediaan.
 Antara pekerja dan manajemen tidak ada pengertian yang sama mengenai produksi just in
time, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
 Antara perusahaan dengan pemasok terjadi keretakan, dimana masing-masing pihak
melanggar ketentuan yang berlaku

2. Sistem produksi just in time menuntut para pekerja untuk bekerja lebih giat agar target tercapai. Jika
diperlukan, bekerja lembur atau malam hari di luar jam kerja diperlukan agar volume produksi yang
diminta pelanggan terpenuhi. 

3. Untuk mempercepat proses produksi, perusahaan membutuhkan pemasok yang tidak hanya mampu
memasok bahan baku yang berkualitas, namun lokasinya dekat dengan pabrik sehingga keterlambatan
pengiriman bahan baku dapat dihindari.

Definisi Biaya Kualitas


 Biaya Kualitas (Cost of Quality) adalah biaya-biaya yang timbul karena mungkin
atau telah terdapat produk yang kualitasnya buruk.
 Biaya kualitas terkait dengan dua subkategori dari kegiatan-kegiatan yang terkait
dengan kualitas :
1) Kegiatan Pengendalian (Control Activities), dilakukan oleh suatu perusahaan untuk
mencegah atau mendeteksi kualitas yang buruk (karena kualitas yang buruk mungkin
terjadi). Kegiatan pengendalian terdiri atas kegiatan-kegiatan pencegahan dan penilaian.
Biaya pengendalian (Control Cost) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
menjalankan kegiatan pengendalian.
2) Kegiatan Karena Kegagalan (Failure Activities), dilakukan oleh perusahaan atau
pelanggannya untuk merespons kualitas yang buruk (kualitas buruk memang telah
terjadi).
 Kegiatan kegagalan internal : jika respons terhadap kualitas yang buruk dilakukan
sebelum produk cacat (tidak memiliki kesesuaian, tidak bias diandalkan, tidak tahan lama,
dll) sampai ke pelanggan.
 Kegiatan kegagalan eksternal : jika respons muncul setelah produk sampai ke
pelanggan.
Biaya kegagalan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan karena telah
terjadi kegagalan dalam kegiatan.
 Definisi mengenai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kualitas juga
menunjukkan empat kategori biaya kualitas :
1) Biaya Pencegahan (Prevention Costs), terjadi untuk mencegah kualitas yang buruk
pada produk atau jasa yang dihasilkan. Contoh :
 Biaya rekayasa kualitas
 Program pelatihan kualitas
 Perencanaan kualitas
 Pelaporan kualitas
 Pemilihan dan evaluasi pemasok
 Audit kualitas
 Siklus kualitas
 Uji lapangan, dan
 Peninjauan desain
2) Biaya Penilaian (Appraisal Costs), terjadi untuk menentukan apakah produk dan
jasa telah sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan pelanggan. Tujuan utama dari fungsi
penilaian adalah mencegah disampaikannya barang cacat ke pelanggan. Contoh :
 Biaya pemeriksaan dan pengujian bahan baku
 Pemeriksaan kemasan
 Pengawasan kegiatan nilai
 Penerimaan produk (product acceptance), meliputi pengambilan sampel dari batch
barang jadi untuk menentukan apakah telah memenuhi standar kualitasnya; bila
memenuhi, produk diterima
 Penerimaan proses (process acceptance), meliputi penarikan sampel barang dalam
proses untuk mengetahui apakah prosesnya berada dalam kendali dan memproduksi
barang tanpa cacat; bila tidak, proses akan dihentikan dan menunggu sampai tindakan
perbaikan dilakukan.
 Biaya peralatan pengukuran (pemeriksaan dan pengujian)
 Pengesahan dari pihak luar
3) Biaya Kegagalan Internal, terjadi karena produk dan jasa yang dihasilkan tidak
sesuai dengan spesifikasi atau kebutuhan pelanggan. Contoh :
 Sisa bahan
 Pengerjaan ulang
 Penghentian mesin, karena adanya produk yang cacat
 Pemeriksaan ulang
 Pengujian ulang
 Perubahan desain
4) Biaya Kegagalan Eksternal, terjadi karena produk dan jasa yang dihasilkan gagal
memenuhi persyaratan atau tidak memuaskan kebutuhan pelanggan setelah produk
disampaikan kepada pelanggan. Contoh :
 Biaya penarikan produk dari pasar
 Biaya kehilangan penjualan, karena kinerja produk yang buruk
 Retur dan potongan penjualan, karena kualitas yang buruk
 Biaya garansi, perbaikan, tanggung jawab hokum yang timbul
 Ketidakpuasan pelanggan, hilangnya pangsa pasar, dan biaya untuk mengatasi
keluhan pelanggan

1.Manfaat kos kualitas bagi perusahaan

Manfaat biaya kualitas adalah untuk membantu manajemen menentukan laba


dalamperusahaan, juga untuk mengambil keputusan strategi, dan untuk mempermudah
pelaksanaanprogram pengendalian kualitas.Kualitas suatu produk merupakan salah satu
faktor pentingdalam meningkatkan daya saing produk, selain biaya produksi dan
ketepatan waktu produksi.Perusahaan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama dan
mampu menghasilkan labadengan cara memproduksi produknya secara seksama dengan
mempertimbangkan kualitassebagai alat untuk mengukurnya. Produk yang berkualitas
tidak hanya bagus dalampenampilan saja tetapi juga harus sesuai dengan apa yang
diharapkan atau dibutuhkan olehkonsumen serta kemampuan produk tersebut
menampilkan kelebihannya dibandingkanproduk lain yang serupa dipasaran. Dalam
melakukan perbaikan kualitas secara terus menerus dan pencegahan kerusakan
diperlukan laporan biaya kualitas.

Hubungan antara biaya kualitas dengan produktivitas

Peningkatan kualitas sekarang ini menjadi hal yang penting bagi suatu
perusahaan untuk tetap eksis dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif.
Orientasi perusahaan sekarang inipun sudah berubah, bukan lagi hanya untuk
meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan laba saja, tetapi lebih
berorientasi pada kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen biasanya
ditunjukkan dengan kualitas produk yang dikonsumsinya, apakah produk
tersebut sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Karena itu, banyak
perusahaan yang mengembangkan strategi dan cara untuk mengidentifikasi
besarnya biaya kualitas (biaya yang muncul karena adanya produk yang cacat
atau menyimpang dari standar) sebagai upaya pengendalian untuk
meningkatkan kualitas produknya. Biaya kualitas dikelompokkan menjadi
empat yaitu: biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan
biaya kegagalan eksternal.
Harapan perusahaan dengan kualitas yang semakin tinggi maka biaya
kualitasnya dapat berkurang atau turun, misalnya perusahaan dengan
program peningkatan kualitas input bahan baku melalui pemilihan pemasok
dan inspeksi bahan baku. Menurut pandangan tradisional pada awal upaya
peningkatan kualitas mungkin biaya pencegahan dan penilaian akan
meningkat, namun saat peningkatan kualitas telah dapat diterapkan secara
penuh maka akan terjadi pengurangan biaya kegagalan, misalnya biaya perbaikan dan
pengerjaan ulang. Selanjutnya jika kualitas produk sudah benar- benar terjamin
perusahaan dapat menurunkan kembali biaya pencegahan dan penilaian karena sudah
didapatkan pemasok dengan bahan baku yang berkualitas. Penurunan biaya
pencegahan dan pengendalian akan diikuti dengan menurunnya biaya kegagalan
ekternal dan internal yang pada akhirnya akan menyebabkan turunnya biaya kualitas
total namun kualitas produknya tetap terjamin.
Peningkatan kualitas harus sejalan dengan peningkatan produktivitas.
Kualitas tanpa produktivitas justru akan merugikan perusahaan, karena bila
hanya memperhatikan kualitasnya saja maka akan mengakibatkan tingginya
harga jual produk tersebut. Produktivitas meningkat apabila keluaran
tertentu dicapai dengan menggunakan masukan yang lebih sedikit atau
dengan kata lain input yang sedikit tetapi mampu menghasilkan output yang
banyak dengan biaya yang kecil, namun tetap berkualitas.
Besarnya pengaruh biaya kualitas terhadap produktivitas dapat dilihat melalui jumlah output yang
dapat diproduksi dengan kriteria standar kualitas yang terjamin dan output cacatnya seminimal
mungkin. Biaya kualitas yang rendah menunjukkan kualitas yang baik dan kualitas yang baik akan
meningkatkan produktivitas. Menurut para pakar kualitas, suatu perusahaan dengan program
pengelolaan kualitas dikatakan berjalan dengan baik bila biaya kualitasnya tidak akan melebihi
2,5% dari penjualan. (Tjiptono dan Diana, 2001:42).

2.1 Target costing

2.6.1 Pengertian Target costing

Target costing memiliki kecenderungan reduksi biaya


(cost reduction) yang ditekankan pada tahap
perencanaan dan desain. Menurut Supriyono (2002),
target costing adalah suatu sistem untuk mendukung
proses pengurangan biaya dalam tahap
pengembangan dan perencanaan produk tertentu,
perubahan modal secara penuh ataupun perubahan
modal secara teratur. Hansen dan Mowen (2006)
mendefinisikan target costing sebagai metode untuk
menentukan biaya produk atau jasa berdasarkan harga
(target price) yang rela dibayar oleh konsumen.
Target costing sering disebut cost planning atau cost
project untuk mengurangi biaya produk secara
keseluruhan sepanjang daur hidup produk yang
bersangkutan. Dalam penerapannya, target costing
memerlukan interaksi yang efektif antara departemen
produksi, perekayasaan, riset dan pengembangan,
pemasaran, dan bagian akuntansi. Konsep target costing
ini bertujuan untuk mengurangi biaya produk pada
tahap perencanaan dan pendesainan produk sehingga
memungkinkan perusahaan untuk mencapai pangsa
pasar dari target laba yang diinginkan. Penerapan target
costing tidak hanya berlaku pada produk yang baru,
tetapi juga berlaku pada produk yang sedang berjalan
dengan metode yang disebut dengan perekayasaan nilai
(Value engineering/VE).
Balanced Scorecard: Konsep Dasar
Balanced scorecard adalah system manajemen yang mendefinisikan system akuntansi
pertanggungjawaban berdasarkan strategi. Balanced scorecard menerjemahkan misi dan
strategi organisasi dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur).
Perspektif keuangan menjelaskan konsekuensi ekonomi tindakan yang diambil dalam tiga
perspektif lain. Perspektif pelanggan mendefinisikan segmen pasar dan pelanggan dimana unit
bisnis akan bersaing. perspektif bisnis internal menjelaskan proses internal yang diperlikan
untuk memberikan nilai kepada pelanggan dan pemilik.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur) mendefinisikan kemampuan yang
diperlukan organisasi untuk memperoleh pertumbuhan jangka panjang dan perbaikan.
Perspektif terakhir mengacu pada tiga faktor utama yang memungkinkannya, yaitu
kemampuan pegawai, kemampuan system informasi, dan perilaku pegawai (motivasi,
pemberdayaan, dan penyejajaran).

Anda mungkin juga menyukai