Konsep Biaya Biaya (cost) adalah sejumlah pengorbanan sumber daya ekonomi (kas atau
ekuivalen kas) untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan akan menghasilkan manfaat
ekonomi (pendapatan) di masa yang akan datang. Sejumlah kas yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku akan menjadi biaya bahan baku tersebut. Demikian juga upah tenaga kerja yang
dibayarkan dan overhead pabrik yang digunakan untuk memproduksi produk jadi merupakan
biaya produk jadi tersebut. Sebelum terjual, produk jadi tersebut merupakan aktiva yang disajikan
di neraca sebesar biayanya. Jika produk jadi tersebut terjual, maka biaya yang melekat padanya
akan disajikan sebagai beban (expense) di laporan rugi laba.
1. Biaya langsung (direct cost) adalah biaya-biaya yang dapat dengan mudah dan akurat dilacak ke
objek biaya. Contoh: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
2. Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya-biaya yang tidak dapat dengan mudah dan
akurat dilacak ke objek biaya. Contoh: biaya bahan tidak langsung (bahan untuk pemeliharaan
peralatan) dan biaya tenaga kerja tidak langsung (petugas kebersihan, petugas keamanan
Berdasarkan perilaku biaya yang muncul, kita dapat membedakan biaya menjadi:
1. Biaya Tetap (fixed cost) Biaya tetap adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah
output. Misalnya mesin pabrik yang disewa sebesar Rp15.000.000 selama 1 tahun dan memiliki
kapasitas produksi 240.000 unit/tahun. INPUT: Bahan Energi Tenaga Kerja Modal Perubahan Biaya
Input Output Aktivitas Perubahan output 19
2. Biaya Variabel (variable cost) Biaya variable adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah,
dipengaruhi oleh perubahan jumlah output. Misalnya mesin pabrik yang digunakan untuk
produksi menggunakan daya listrik 0,1 KWH, tarif 1 KWH Rp2000. Berarti biaya tiap unitnya Rp200
(0,1 x Rp2000). 3. Biaya Campuran (mixed cost) Biaya campuran adalah biaya yang memiliki
komponen biaya tetap dan biaya variable. Misalnya: seorang salesman biasanya dibayar dengan
gaji tetap plus bonus berdasarkan target penjualannya.
yang tinggi
▪ Perusahaan memiliki ceruk pasar yang nampaknya hanya memberi laba tinggi
pada perusahaan sendiri
29
tarif overhead pabrik atau departemen seringkali mengalami hal-hal yang disebutkan di
atas. Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan kegagalan sistem biaya
tradisional:
aktivitas berdasarkan non unit (non unit based activity cost driver) yang
berperan dalam konsumsi biaya overhead, antara lain: penerimaan pesanan, set
2. Adanya keragaman produk (product diversity) yang berarti bahwa masing-masing produk
mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda.
Manajemen persediaan merupakan salah satu bagian dari perusahaan. Bagian tersebut berfungsi
untuk menjaga dan mengatur persediaan yang dimiliki perusahaan. Beberapa aktivitas yang
dilakukan dalam manajemen persediaan adalah mulai dari cara memperoleh persediaan,
menyimpan, hingga persediaan tersebut dimanfaatkan.
Persediaan di sini memuat arti beragam. Bisa berupa bahan baku, bahan pembantu, barang dalam
proses, barang jadi, bahkan suku cadang. Mengatur jumlah persediaan tidak semudah yang
diperkirakan. Jika persediaan terlalu banyak, maka akan makin tinggi biaya untuk penyimpanan.
Sebaliknya jika kurang malah bisa menghambat proses produksi.
Belum lagi perusahaan harus menghadapi beragam ketidakpastian. Mulai dari ketidakpastian
permintaan, waktu pemesanan, hingga pasokan dari supplier. Inilah yang membuat inventory
management sangat penting dilakukan.
BAB 14
MANAJEMEN PERSEDIAAN
Biaya persediaan:
- Biaya pemesanan: biaya untuk menerima dan menempatkan pesanan (muncul bila
persediaan berupa bahan baku atau barang yang dibeli dari sumber luar)
- Biaya persiapan/penyetelan: biaya untuk menyiapkan peralatan dan fasilitas
sehingga dapat digunakan untuk memproduksi produk atau komponen tertentu
(muncul bila produksi secara internal)
- Biaya penyimpanan: biaya untuk menyimpan persediaan (muncul bila persediaan
berupa bahan baku dari luar perusahaan maupun diproduksi secara internal)
- Biaya habisnya persediaan: biaya yang terjadi ketika perusahaan tidak dapat
menyediakan roduk yang diminta pelanggan (muncul ketika permintaan tidak
diketahui secara pasti)
Yang berarti akan berjalan terus menerus mengatasi setiap masalah yang timbul sehingga akan
menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan (Continous Improvement).
Dengan menghilangkan setiap hambatan yang terjadi secara terus menerus maka dengan Just in Time
dapat mengurangi lead time, sehingga akan meningkatkan ketanggapan dan keluwesan produksi.
Perusahaan lebih tanggap dan mampu untuk beradaptasi ketika menghadapi perubahan.
Sistem Just in Time memiliki pendekatan yang berbeda tentang pengendalian kualitas bila
dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Perusahaan akan mampu melakukan monitoring
terhadap kualitas kinerja pemasoknya. Pekerja tidak menggunakan waktu untuk menyortir produk baik
namun digunakan untuk mencegah terproduksinya bagian yang tidak baik.
Standar pekerjaan digunakan kriteria guna mengidentifikasi kelebihan tenaga kerja yang tidak terpakai.
Standar pekerjaan merupakan hasil dari permintaan pasar dan jumlah produksi harian.
Perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi, termasuk meminimalkan kerusakan mesin dan juga
waktu yang diperlukan untuk perbaikan.
Penurunan persediaan pada sistem produksi dapat dicapai dengan memperpendek waktu persiapan
atau memperkecil besaran lot pengiriman dari pemasok. Pemendekan persiapan atau pengiriman
dimungkinkan, karena adanya perbaikan teknik produksi.
Dari kelebihan atau keunggulan yang bisa didapatkan dengan menerapkan sistem produksi just in time
tersebut, perlu juga dipertimbangkan adanya kelemahan atau keterbatasan bila menerapkan produksi
just in time, yaitu :
1. Perlu adanya kesamaan persepsi dan kesepakatan atau kontrak yang dibuat yang menyatakan
bahwa produksi yang akan dijalankan menggunakan sistem JIT. Kesepakatan tersebut harus diketahui
oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya baik antara pihak manajemen dan pekerja maupun antara
perusahaan dengan pemasok atau konsumen. Apabila tidak terjadi kesepakatan sebelumnya,
dikhawatirkan akan mengalami hal-hal berikut ini:
Pemasok terlambat memasok barang, maka produksi akan terhenti karena tidak memiliki
cadangan persediaan.
Antara pekerja dan manajemen tidak ada pengertian yang sama mengenai produksi just in
time, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
Antara perusahaan dengan pemasok terjadi keretakan, dimana masing-masing pihak
melanggar ketentuan yang berlaku
2. Sistem produksi just in time menuntut para pekerja untuk bekerja lebih giat agar target tercapai. Jika
diperlukan, bekerja lembur atau malam hari di luar jam kerja diperlukan agar volume produksi yang
diminta pelanggan terpenuhi.
3. Untuk mempercepat proses produksi, perusahaan membutuhkan pemasok yang tidak hanya mampu
memasok bahan baku yang berkualitas, namun lokasinya dekat dengan pabrik sehingga keterlambatan
pengiriman bahan baku dapat dihindari.
Peningkatan kualitas sekarang ini menjadi hal yang penting bagi suatu
perusahaan untuk tetap eksis dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif.
Orientasi perusahaan sekarang inipun sudah berubah, bukan lagi hanya untuk
meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan laba saja, tetapi lebih
berorientasi pada kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen biasanya
ditunjukkan dengan kualitas produk yang dikonsumsinya, apakah produk
tersebut sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Karena itu, banyak
perusahaan yang mengembangkan strategi dan cara untuk mengidentifikasi
besarnya biaya kualitas (biaya yang muncul karena adanya produk yang cacat
atau menyimpang dari standar) sebagai upaya pengendalian untuk
meningkatkan kualitas produknya. Biaya kualitas dikelompokkan menjadi
empat yaitu: biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan
biaya kegagalan eksternal.
Harapan perusahaan dengan kualitas yang semakin tinggi maka biaya
kualitasnya dapat berkurang atau turun, misalnya perusahaan dengan
program peningkatan kualitas input bahan baku melalui pemilihan pemasok
dan inspeksi bahan baku. Menurut pandangan tradisional pada awal upaya
peningkatan kualitas mungkin biaya pencegahan dan penilaian akan
meningkat, namun saat peningkatan kualitas telah dapat diterapkan secara
penuh maka akan terjadi pengurangan biaya kegagalan, misalnya biaya perbaikan dan
pengerjaan ulang. Selanjutnya jika kualitas produk sudah benar- benar terjamin
perusahaan dapat menurunkan kembali biaya pencegahan dan penilaian karena sudah
didapatkan pemasok dengan bahan baku yang berkualitas. Penurunan biaya
pencegahan dan pengendalian akan diikuti dengan menurunnya biaya kegagalan
ekternal dan internal yang pada akhirnya akan menyebabkan turunnya biaya kualitas
total namun kualitas produknya tetap terjamin.
Peningkatan kualitas harus sejalan dengan peningkatan produktivitas.
Kualitas tanpa produktivitas justru akan merugikan perusahaan, karena bila
hanya memperhatikan kualitasnya saja maka akan mengakibatkan tingginya
harga jual produk tersebut. Produktivitas meningkat apabila keluaran
tertentu dicapai dengan menggunakan masukan yang lebih sedikit atau
dengan kata lain input yang sedikit tetapi mampu menghasilkan output yang
banyak dengan biaya yang kecil, namun tetap berkualitas.
Besarnya pengaruh biaya kualitas terhadap produktivitas dapat dilihat melalui jumlah output yang
dapat diproduksi dengan kriteria standar kualitas yang terjamin dan output cacatnya seminimal
mungkin. Biaya kualitas yang rendah menunjukkan kualitas yang baik dan kualitas yang baik akan
meningkatkan produktivitas. Menurut para pakar kualitas, suatu perusahaan dengan program
pengelolaan kualitas dikatakan berjalan dengan baik bila biaya kualitasnya tidak akan melebihi
2,5% dari penjualan. (Tjiptono dan Diana, 2001:42).