Anda di halaman 1dari 18

FORMAT KONTRAK BELAJAR KMB

DISLOKASI
NAMA :
NPM :

Paraf Paraf
Tanggal Paraf
No Kompetensi Elemen Kompetensi Preceptor Preceptor
Pencapaian Mahasiswa
Lahan Institusi
1 Asuhan keperawatan A. Pengertian
pada pasien dengan Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang
dislokasi. membentuk persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011. Buku Ajar lImu
Bedah, edisi 3,Halaman 1046).

Dislokasi sendi adalah fragmen fraktur saling terpisah dan menimbulkan


deformitas. (Kowalak, 2011, Buku Ajar Patofisiologi, Halaman 404).

Dislokasi adalah deviasi hubungan normal antara rawan yang satu dengan rawan
yang lainnya sudah tidak menyinggung satu dengan lainnya. (Price & Wilson, 2006,
edisi 6, vol 2, Halaman1368 ).

Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya (Brunner & Suddart, 2002, KMB,


edisi 8, vol 3, Halaman 2356) adalah :
1. Dislokasi Congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat
pada pinggul.
2. Dislokasi Spontan atau Patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
3. Dislokasi Traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak
struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa.

Dislokasi sendi berdarsarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi (Brunner &
Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol 3,Halaman 2356) :
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri
akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan
dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang
patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Berdasarkan tempat terjadinya :


1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya
penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di
anterior dan medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior
(dislokasi posterior), dan di bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan
yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior
dengan siku jelas berubah bentuk dengan kerusakan sambungan
tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong
dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari
dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung
tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-
ekstensi persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior
dan atas acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum
(dislokasi anterior), dan caput femur menembus acetabulum
(dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
 Paling sering terjadi ke arah lateral.
 Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial
pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut
perlahan-lahan.
 Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan
stabilisasi secara bedah.

B. Manifestasi Klinis Dislokasi Sendi

 Nyeri akut
 Perubahan kontur sendi
 Perubahan panjang ekstremitas
 Kehilangan mobilitas normal
 Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
 Gangguan gerakan
 Kekakuan
 Pembengkakan
 Deformitas pada persendian

C. Pemeriksaan Penunjang Dislokasi Sendi


1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif
untuk membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi
ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan
sendi berwarna putih.
2. CT Scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan
bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat
dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3
dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet
dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif,
sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan
lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

D. Penatalaksanaan Dislokasi Sendi


MEDIS
1. Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
a. Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
 Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1
kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
 Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian,
nyeri otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini
adalah mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis:
dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.

b. Pembedahan
 Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien
yang memiliki kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi
persendian utama, pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif
minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur pembedahan
yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi
Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and
Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortopedi
dan indikasinya yang lazim dilakukan :
 Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah.
 Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan skrup, plat, paku dan pin logam.
 Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan,
untuk menstabilisasi atau mengganti tulang
yang berpenyakit.
 Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
 Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan
artroskop(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah
mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka.
 Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
 Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintetis.
 Penggantian sendi total: penggantian kedua
permukaan artikuler dalam sendidengan logam
atau sintetis.

NON MEDIS
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
2) RICE
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
E. Komplikasi Dislokasi Sendi

1. Komplikasi Dini
 Cedera Saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut.
 Cedera Pembuluh Darah : Arteri aksilla dapat rusak.
 Fraktur Dislokasi

2. Komplikasi Lanjut
 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
membatasi abduksi.
 Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot

F. Pencegahan Dislokasi Sendi

1. Cedera Akibat Olahraga


 Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari
 Latihan atau exercise
 Conditioning
2. Trauma Kecelakaan
 Kurangi kecepatan
 Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman
 Patuhi peraturan lalu lintas

G. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan untuk


mengumpulkan data pasien dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tetapi pada pasien dislokasi difokuskan
pada :

 Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri.
Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat kapan
nyeri dirasakan menurun.

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi,
pergerakan terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan
klien dan menghambat proses penyembuhan.

 Pemeriksaan Fisik
- Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang
mengalami dislokasi.
- Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami
dislokasi.
- Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
- Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi

 Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat difokuskan


kebutuhan dasar manusia yang terganggu adalah :
- Rasa nyaman (nyeri) : pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan
nyeri pada bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
- Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada
pada tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada
ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
- Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang
sehingga klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya
bagi tubuh yaitu ketidakseimbangan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
- Rasa aman (ansietas) : klien dengan dislokasi tentunya mengalami
gangguan rasa aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.

 Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.
- Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi tumor
dengan gambar 3 dimensi.
- Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan menggunakan
gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio sehingga didapatkan
gambar yang lebih detail.

2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan :


Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien dislokasi adalah sebagai
berikut:
PRE OPERASI
1. Cemas b.d dengan prosedur tindakan pembedahan
2. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
3. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
5. Kurang Pengetahuan b/d tindakan dan prosedur operasi

POST OPERASI
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur tebuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5. Resiko infeksi b/d adanya luka post operasi

3 Rencana Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan :Terlampir

4 Pelaksanaan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan :


Keperawatan PRE OPERASI
1. Mengkaji cemas pasien
2. Meredakan nyeri
3. Mempertahankan neurovaskuler perifer
4. Meningkatkan mobilitas
5. Membuat pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur
tindakan adekuat

POST OPERASI
1. Meredakan nyeri
2. Mempertahankan neurovaskuler perifer
3. Meingkatkan mobilitas mobilitas
4. Menjaga integritas kulit
5. Mencegah infeksi
5 Evaluasi Keperawatan Evaluasi Tindakan Keperawatan :
PRE OPERASI
1. Cemas Teratasi
2. Peredaan  nyeri
3. Neurovaskuler perifer dapat dipertahankan
4. Peningkatan mobilitas
5. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur tindakan meningkat

POST OPERASI
1. Peredaan  nyeri
2. Neurovaskuler perifer dapat dipertahankan
3. Peningkatan mobilitas
4. Integritas kulit terjaga
5. Tidak terjadi infeksi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
PRE OPERASI PADA KASUS DISLOKASI
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI PARAF
KEPERAWATAN
1 Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
dengan Faktor keturunan, selama 1 x 24 jam, klien 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Krisis situasional, Stress, kecemasan teratasi dgn kriteria 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
perubahan status kesehatan, hasil: 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
ancaman kematian, perubahan  Klien mampu 5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
konsep diri, kurang mengidentifikasi dan 6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
pengetahuan dan hospitalisasi mengungkapkan gejala 7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
cemas 8. Dengarkan dengan penuh perhatian
 Mengidentifikasi, 9. Identifikasi tingkat kecemasan
mengungkapkan dan 10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
menunjukkan tehnik untuk 11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
mengontol cemas 12. Kelola pemberian obat anti cemas
 Vital sign dalam batas
normal
 Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan

2 Nyeri akut b/d spasme otot, Setelah tindakan keperawatan 1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
gerakan fragmen tulang, selama 3x 24 jam diharapkan dan atau traksi
edema, cedera jaringan lunak, nyeri berkurang sampai hilang. R/ Mengurangi nyeri dan mencegah melformasi
pemasangan traksi, Dengan criteria hasil : Klien 2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
stress/ansietas. mengatakan nyeri berkurang R/ Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
atau hilang dengan 3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
menunjukkan tindakan santai, R/ Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
mampu berpartisipasi dalam 4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
beraktivitas, tidur, istirahat posisi)
dengan tepat, menunjukkan R/ Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan
penggunaan keterampilan otot.
relaksasi dan aktivitas trapeutik 5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
sesuai indikasi untuk situasi visual, aktivitas dipersional)
individual
R/ Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan control terhadap nyeri
yang mungkin berlangsung lama.
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
R/ Menurunkan edema & mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik
secara sentral maupun perifer.
8. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)
R/ Menilai perkembangan masalah klien

3 Risiko disfungsi Setelah tindakan keperawatan 1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan
neurovaskuler perifer b/d selama 3x 24 jam diharapkan jari/sendi distal cedera.
penurunan aliran darah perfusi jaringan dapat R/ Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
(cedera vaskuler, edema, dipertahankan Dengan criteria 2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu
pembentukan trombus) hasil :akan menunjukkan fungsi ketat.
neurovaskuler baik dengan R/ Mencegah statis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian kekuatan
kriteria akral hangat, tidak pucat hebat/spalk.
dan syanosis, bisa bergerak 3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
secara aktif kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
R/ Meningkat drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

Kolaborasi
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
R/ Mungkin diberikan sebagai upaya profil aktif untuk menurunkan trobus vena.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
R/ Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi seusai
keadaan klien.

3 Gangguan mobilitas fisik b/d Setelah tindakan keperawatan 1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan
kerusakan rangka selama 3x 24 jam diharapkan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
neuromuskuler,nyeri, terapi mobilitas fisik meningkat secara R/ Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa control diri/harga diri, membantu
restriktif (imobilisasi) optimal Dengan criteria hasil menurunkan isolasi sosial.
:Klien dapat meningkatkan / 2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang
mempertahankan mobilitas sehat sesuai keadaan klien.
pada tingkat paling tinggi yang R/ Meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal, mempertahankan tonus otot,
mungkin dapatmempertahankan mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah
posisi fungsional meningkatkan reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
kekuatan / fungsi yang sakit dan 3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
mengkompensasi bagian R/ Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas.
tubuh menunjukkan tekhnik 4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
yang memampukan R/ Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi
melakukan aktivitas keterbatasan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R/ Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan (decubitus, atelectasis,
pneumonia)
6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
R/ Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan
konstipasi
7. Berikan diet TKTP.
R/ Kaloridan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan
mempertahankan fungsi fisiologi stubuh.

Kolaborasi
8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R/ Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik
secara individual.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
R/ Menilai perkembangan masalah klien
5 Kurang Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
Berhubungan dengan : keperawatan selama 1 x 24 jam, 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
keterbatasan kognitif, pasien menunjukkan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
interpretasi terhadap informasi pengetahuan tentang proses 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang salah, kurangnya penyakit dengan kriteria hasil: yang tepat
keinginan untuk mencari 1. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
informasi, tidak mengetahui menyatakan pemahaman 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
sumber-sumber informasi. tentang penyakit, kondisi,
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
prognosis dan program
pengobatan 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga mampu tepat
melaksanakan prosedur 8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
yang dijelaskan secara benar 9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
3. Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat atau diindikasikan
menjelaskan kembali apa 10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
POST OPERASI PADA KASUS DISLOKASI
NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI PARAF
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b/d spasme otot, Setelah tindakan keperawatan 9. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
gerakan fragmen tulang, selama 3x 24 jam diharapkan dan atau traksi
edema, cedera jaringan lunak, nyeri berkurang sampai hilang. R/ Mengurangi nyeri dan mencegah melformasi
pemasangan traksi, Dengan criteria hasil : Klien 10. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
stress/ansietas. mengatakan nyeri berkurang R/ Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
atau hilang dengan 11. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
menunjukkan tindakan santai, R/ Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler
mampu berpartisipasi dalam 12. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
beraktivitas, tidur, istirahat posisi)
dengan tepat, menunjukkan R/ Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan kelelahan
penggunaan keterampilan otot.
relaksasi dan aktivitas trapeutik 13. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi
sesuai indikasi untuk situasi visual, aktivitas dipersional)
individual
R/ Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan control terhadap nyeri
yang mungkin berlangsung lama.
14. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
R/ Menurunkan edema & mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik
secara sentral maupun perifer.
16. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)
R/ Menilai perkembangan masalah klien

2 Risiko disfungsi Setelah tindakan keperawatan 6. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan
neurovaskuler perifer b/d selama 3x 24 jam diharapkan jari/sendi distal cedera.
penurunan aliran darah perfusi jaringan dapat R/ Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi
(cedera vaskuler, edema, dipertahankan Dengan criteria 7. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu
pembentukan trombus) hasil :akan menunjukkan fungsi ketat.
neurovaskuler baik dengan R/ Mencegah statis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian kekuatan
kriteria akral hangat, tidak pucat hebat/spalk.
dan syanosis, bisa bergerak 8. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
secara aktif kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
R/ Meningkat drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

Kolaborasi
9. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
R/ Mungkin diberikan sebagai upaya profil aktif untuk menurunkan trobus vena.
10. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
R/ Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi seusai
keadaan klien.

3 Gangguan mobilitas fisik b/d Setelah tindakan keperawatan 10. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan
kerusakan rangka selama 3x 24 jam diharapkan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
neuromuskuler,nyeri, terapi mobilitas fisik meningkat secara R/ Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa control diri/harga diri, membantu
restriktif (imobilisasi) optimal Dengan criteria hasil menurunkan isolasi sosial.
:Klien dapat meningkatkan / 11. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang
mempertahankan mobilitas sehat sesuai keadaan klien.
pada tingkat paling tinggi yang R/ Meningkatkan sirkulasi darah musculoskeletal, mempertahankan tonus otot,
mungkin dapatmempertahankan mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah
posisi fungsional meningkatkan reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
kekuatan / fungsi yang sakit dan 12. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
mengkompensasi bagian R/ Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas.
tubuh menunjukkan tekhnik 13. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
yang memampukan R/ Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi
melakukan aktivitas keterbatasan klien.
14. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R/ Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan (decubitus, atelectasis,
pneumonia)
15. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
R/ Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan
konstipasi
16. Berikan diet TKTP.
R/ Kaloridan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan
mempertahankan fungsi fisiologi stubuh.

Kolaborasi
17. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R/ Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik
secara individual.
18. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
R/ Menilai perkembangan masalah klien
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
berhubungan dengan keperawatan selama….. 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
terpasangnya traksi. kerusakan integritas kulit pasien 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
teratasi dengan kriteria hasil: 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
1. Integritas kulit yang 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
baik bisa dipertahankan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
(sensasi, elastisitas, 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
temperatur, hidrasi, 8. Monitor status nutrisi pasien
pigmentasi) 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2. Tidak ada luka/lesi 10. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
pada kulit 11. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan,
3. Perfusi jaringan baik granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
4. Menunjukkan 12. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
pemahaman dalam proses 13. Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
perbaikan kulit dan 14. Cegah kontaminasi feses dan urin
mencegah terjadinya 15. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
sedera berulang 16. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
5. Mampu melindungi
kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
6. Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
5 Resiko infeksi b/d adanya luka Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
post operasi keperawatan selama perawatan, 2. Batasi pengunjung bila perlu
pasien tidak mengalami infeksi 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil: 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Klien bebas dari tanda dan 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
gejala infeksi 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
 Menunjukkan kemampuan 7. Tingkatkan intake nutrisi
untuk mencegah timbulnya 8. Berikan terapi antibiotik:.................................
infeksi 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Jumlah leukosit dalam batas 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
normal 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
 Menunjukkan perilaku 12. Monitor adanya luka
hidup sehat 13. Dorong masukan cairan
 Status imun, 14. Dorong istirahat
gastrointestinal, 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
genitourinaria dalam batas 16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
normal

Anda mungkin juga menyukai