Disusun oleh :
Prihatiasa Ma’afi Jannah
P27220020035
A. Pengertian
B. Etiologi
1. Pengaruh Progesteron :
a. Hormon progesteron merupakan komponen penting dalam memacu
proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin.
b. Jika hormon ini masih berlangsung, maka tanda- tanda persalinan belum
akan muncul.
2. Teori Oksitosin
a. Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin memegang peranan
penting.
b. Oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin :
a. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar estrogen, selanjutnya
berpengaruh tehadap meningkatnya produksi prostaglandin.
b. Pada cacat bawaan janin sehingga anensefalus, hipoplasia adrenal janin,
dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan
kortisol janin tidak di produksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus :
a. Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus.
b. Pada keadaan tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesenuanya di
duga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter : Apabila seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya
akan mengalami kehidupan postterm.
C. Patofisiologi
Menurut Noviantoro, dkk. (2020), manifestasi klinis untuk kehamilan post date,
antara lain sebagai berikut :
1. Keadaan klinis yang dapat ditemukan jarang ialah gerakan janin yang jarang,
yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali per 30 menit atau secara obyektif
dengan KTG kurang dari 10 kali per 30 menit.
2. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
a. Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
b. Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan)
di kulit.
c. Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku,
kulit dan tali pusat.
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi
4. Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, terdapat
hipertensi, pre-eklampsia, kehamilan ini adalah anak pertama karena
infertilitas, pada kehamilan > 40-42 minggu. Maka ibu dirawat di rumah
sakit.
5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia,
hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak
janin.
H. Komplikasi
Menurut Miliana (2018) komplikasi kehamilan lewat waktu atau post date
terjadi baik pada ibu maupun pada janin, antara lain sebagai berikut :
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat penyakit
3. Riwayat pernikahan
4. Riwayat obsetri
e. Pola eliminasi
h. Pola koping
6. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umun
1) Keadaan umum
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital
1) Kepala
a) Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan cara memperhatikan kesimetrisan
wajah, tengkorak, warna dan distribusi rambut, serta kulit kepala.
Wajah normalnya simetris antara kanan dan kiri.
Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya
kelumpuhan/paresif saraf ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal
adalah simetris dengan bagian frontal menghadap kedepan dan
bagian parietal menghadap kebelakang. Distribusi rambut sangat
bervariasi pada setiap orang, dan kulit kepala normalnya tidak
mengalami peradangan, tumor, maupun bekas luka/sikatriks.
b) Palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembekuan,
nyeri tekan, keadaan tengkorak dan kulit kepala.
2) Mata
a) Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati
adalah bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, dan pupil.
i. Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata,
lapang pandang, dan visus.
ii. Amati kelopak mata
Bandingkan mata kanan dan kiri, amati bentuk dan keadaan
kulit pada kelopak mata, serta pada bagian pinggir kelopak
mata. Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait
dengan ada/tidaknya bulu mata, dan posisi bulu mata.
Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada
dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka
(ptosis).
iii. Amati konjungtiva, sclera dan pupil
Amati konjungtiva untuk mengetahui ada/tidaknya kemerah-
merahan, keadaan vaskularisasi, serta lokasinya. Amati warna
sclera, amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil.
Kemudian lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil
terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalam sama besar
(isokor).
b) Palpasi mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan
bola mata dan mengetahui adanya nyeri tekan. Lakukan palpasi
pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata teraba
keras.
c) Fungsi penglihatan berfungsi normal atau tidak
3) Hidung
a) Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus :
i. Amati warna dan pembengkakan pada kulit hidung.
ii. Amati kesimetrisan hidung.
iii. Palpasi hidung luar, dan catat bila ditemukan ketidak
abnormalan kulit atau tulang hidung.
iv. Kaji mobilitas septum nasi.
v. Ada/tidaknya pernafasan cuping hidung
vi. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis.
Perhatikan jika ada nyeri.
b) Inspeksi hidung bagian dalam
i. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.
ii. Amati bagian konka nasalis inferior.
iii. Ada/tidaknya lender.
iv. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-
dinding rongga hidung serta selaput lendir pada rongga hidung
(warna, sekresi, bengkak).
c) Fungsi hidung normal/tidak.
4) Mulut
Pemeriksaan mulut semua bagian dalam mulut dapat diamati dengan
jelas. Pengamatan diawali dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah,
selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut, dan platum/
langit-langit mulut, kemudian faring.
a) Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan congenital, bibir
sumbing, warna bibir, ulkus, lessi dan massa.
b) Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan congenital, bibir
sumbing, warna bibir, ulkus, lessi dan massa.
c) Amati posisi, jarak, gigi rahan atas dan bawah, ukuran, warna, lesi,
atau adanya tumor pada setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi, dan
gusi secara khusus.
d) Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan,
ulkus, dan perdarahan pada selaput lendir semua bagian mulut
secara sistematis.
e) Inspeksi faring, dengan menganjurkan pasien membuka mulut dan
menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien berkata “ah”.
Amati kesimetrisan uvula pada faring.
5) Telinga
a) Inspeksi dan palpasi pada telinga
i. Amati telinga luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi, dan
adanya massa pada pinna.
ii. Lakukan palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu
jari dan jari telunjuk.
iii. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari
jaringan lunak, kemudian jaringan keras, dan catat bila ada
nyeri.
iv. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di
bawah daun telinga. Bila ada peradangan, pasien akan merasa
nyeri.
v. Bandingkan telinga kanan dan kiri.
vi. Bila diperlukan, lanjutkan pengkajian telinga dalam.
vii. Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-
lahan tarik daun telinga keatas dan ke belakang sehingga
lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati.
viii. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada/ tidaknya
peradangan, pendarahan atau kotoran.
b) Fungsi telinga normal/tidak, pemeriksaan pendengaran dilakukan
untuk mengetahui fungsi telinga. Secara sederhana pemeriksaan
pendengaran dapat diperiksa dengan mengguanakan suara bisikan.
Pendengaran yang baik akan mudah megetahui adanya bisikan.
6) Leher
a) Inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit, adanya
pembengkakan, jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi
dilakukan secara sistematis, mulai dari garis tengah sisi depan
leher, samping, dan belakang. Warna kulit leher normalnya sama
dengan kulit sekitarnya. Warna kulit leher dapat menjadi kuning
pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak, panas serta
ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
b) Inspeksi tiroid dengan cara meminta pasien menelan, dan amati
gerakan kelenjar tiroid pada insisura jugularis sterni. Normalnya
gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada orang yang
sangat kurus.
7) Thorax (jantung dan paru)
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan kesimetrisan
ekspansi, serta keadaan kulit.
b) Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada,
nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil
fremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui
sistem bronkopulmonal selama seseorangberbicara).
c) Perkusi
Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk menentukan gerakan
diafragma (penting pada pasien emfisema).
d) Auskultasi
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan
rongga pleura.
8) Abdomen
a) Inspeksi
i. Amati bentuk abdomen secara umum, kontur permukaan
abdomen, dan adanya retraksi, penonjolan, serta
ketidaksimetrisan.
ii. Amati gerakan kulit abdomen saat inspirasi dan ekspirasi.
iii. Amati pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara
lebih teliti.
b) Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan dua suara abdomen, yaitu bising
usus (peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan gas atau
makanan sepanjang intestinum dan suara pembuluh darah.
c) Palpasi
Mengetahui adanya nyeri tekan
d) Perkusi
Massa di dalam abdomen. Perkusi juga dilakukan untuk
mengetahui posisi limpa dan hepar. Bunyi perkusi pada abdomen
yang normal adalah timpani, namun bunyi ini dapat berubah pada
keadaan-keadaan tertentu. Misalnya, apabila hepar dan limpa
membesar, bunyi perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi
di area bawah arkus kostalis kanan dan kiri. Apabila terdapat udara
bebas pada rongga abdomen, daerah pekak pada hepar akan hilang.
9) Ekstremitas
Capillary refill lebih dari 1 detik, lemah/tidaknya gerakan, kondisi
fraktur, kemampuan ROM
10) Integumen
Turgor kulit, terapat edema atau tidak, warna dan tekstur kulit.
7. Pemeriksaan penunjang
8. Terapi medis
B. Diagnosa Keperawatan
D. Implementasi
E. Evaluasi
- S: Subjektif
- O: Objektif
- A: Analisis
Masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau baru terjadi
akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya
dalam data subjektif dan objektif
- P: Planning
PPNI DPD SDKI Pokja Tim. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SIKI Pokja Tim. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta : DPP PPNI
PPNI DPD SLKI Pokja Tim. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta : DPP PPNI