0854-2031
TERAKREDITASI BERDASARKAN SK.DIRJEN DIKTI NO.55a/DIKTI/KEP/2006
ABSTRAK
Waralaba (Franchise) merupakan salah satu jenis bisnis modern yang menawarkan,
sekaligus menjanjikan keuntungan. Di satu sisi, terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang
dikeluarkan oleh otoritas pemerintah untuk menertibkan kegiatan bisnis waralaba
(franchise) tersebut. Di sisi lain, untuk melindungi masyarakat Indonesia yang mayoritas
beragama Islam, perlu dikaji kejelasan dari bisnis waralaba (franchise) tersebut dipandang
dari sudut hukum Islam. Ijtihad sebagai sumber hukum Islam ketiga memberi peluang untuk
berkembangnya pemikiran umat Islam dalam menghadapi segala permasalahan di era
globalisasi ini, termasuk menentukan hukumnya bisnis waralaba (franchise) berdasarkan
hukum Islam.
2 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa 4 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia,
Kasus, Jakarta, Kencana, 2004, hal. 84. Badan Penerbit Fakultas Hukum UI, Jakarta, 2005, hal.
3 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Sinar 194. oleh franchisor.
Grafika, Jakarta, 2000, hal. 174.
6) Pemasokan. Ini berlaku bagi franchise dan royalty. Lump sum payment adalah
tertentu, misalnya franchise bagi suatu jumlah uang yang telah dihitung
makanan dan minuman di mana terlebih dahulu yang wajib dibayarkan oleh
franchisor juga merupakan suplier Penerima Waralaba pada saat persetujuan
bahan makanan/minuman. Kadang- pemberian waralaba disepakati untuk
kadang franchisor juga memasok diberikan oleh Penerima Waralaba.
mesin-mesin atau peralatan yang Sedangkan, royalty adalah jumlah
diperlukan. Franchisor yang baik pembayaran yang dikaitkan dengan suatu
biasanya ikut membantu franchisee presentasi tertentu yang dihitung dari
untuk mendapatkan sumber dana jumlah produksi dan atau penjualan barang
modal dari investor (fund supply) dan atau jasa yang diproduksi atau dijual
seperti bank misalnya, meskipun itu berdasarkan Perjanjian Waralaba, baik
jarang sekali. 6) yang disertai dengan ikatan suatu jumlah
Pada umumnya, franchisee perlu minimum atau maksimum jumlah royalty
membayar initial fee yang sifatnya sekali tertentu atau tidak.
bayar, atau kadang-kadang sekali untuk Yang termasuk dalam indirect and
sekali periode tertentu, misalnya 5 tahun. nonmonetary compensation, meliputi
Di atas itu, biasanya franchisee membayar antara lain keuntungan sebagai akibat dari
royalty atau membayar sebagian dari hasil penjualan barang modal atau bahan
penjualan. Variasi lainnya adalah mentah, yang merupakan satu paket
franchisee perlu membeli bahan pokok dengan pemberian waralaba, pembayaran
atau peralatan (capital goods) dari dalam bentuk dividen ataupun bunga
franchisor. pinjaman dalam hal Pemberi Waralaba juga
Perjanjian waralaba adalah turut memberikan bantuan finansial, baik
perjanjian formal. Hal tersebut dalam bentuk ekuitas atau dalam wujud
dikarenakan Perjanjian Waralaba memang pinjaman jangka pendek maupun jangka
disyaratkan dalam Pasal 2 PP No. 16 Tahun panjang, cost shifting atau pengalihan atas
1997 untuk dibuat secara tertulis dalam sebagian biaya yang harus dikeluarkan
bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan oleh Pemberi Waralaba, perolehan data
sebagai perlindungan bagi kedua belah pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan
pihak yang terlibat dalam Perjanjian oleh penerima lisensi, dan lain sebagainya.
Waralaba tersebut. Kompensasi yang diizinkan dalam
Dalam Perjanjian Waralaba waralaba menurut PP No. 16 Tahun 1997,
dikenal adanya kompensasi. Secara umum hanyalah imbalan dalam bentuk direct
dikenal adanya dua macam atau dua jenis monetary compensation.
kompensasi yang dapat diminta oleh Ketentuan Pasal 2 PP No. 16 Tahun
Pemberi Waralaba. Yang pertama adalah 1997, menegaskan bahwa waralaba
kompensasi langsung dalam bentuk nilai diselenggarakan berdasarkan perjanjian
moneter (direct monetary compensation), tertulis antara Pemberi Waralaba dan
dan yang kedua adalah kompensasi tidak Penerima Waralaba, dengan ketentuan
langsung dalam bentuk nilai moneter atau bahwa Perjanjian Waralaba dibuat dalam
kompensasi yang diberikan dalam bentuk bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku
nilai non moneter (indirect and hukum Indonesia.
nonmonetary compensation). Pasal 3 ayat 1 PP No. 16 Tahun 1997
Yang termasuk dalam Direct Monetary selanjutnya menentukan bahwa sebelum
Compensation adalah lump sum payment, membuat perjanjian, Pemberi Waralaba
wajib menyampaikan keterangan kepada
6 Gemala Dewi, Op.cit, hal. 195 Penerima Waralaba secara tertulis dan
Penerima Waralaba. Waralaba merupakan kecil dan menengah di Negara kita, apabila
suatu perjanjian yang bertimbal balik kegiatan waralaba tersebut hingga pada
karena baik Pemberi Waralaba maupun derajat tertentu dapat mempergunakan
P e n e r i m a Wa r a l a b a , k e d u a n y a barang-barang hasil produksi dalam negeri
berkewajiban untuk memenuhi prestasi maupun untuk melaksanakan kegiatan
tertentu. Dalam waralaba diperlukan yang tidak akan merugikan kepentingan
adanya prinsip keterbukaan dan kehati- dari pengusaha kecil dan menengah
hatian. Hal ini sangat sesuai dengan rukun tersebut. Sehingga dari segi kemaslahatan
dan syarat akad menurut hukum Islam usaha waralaba ini juga bernilai positif
yaitu adanya Subyek Perikatan (Al- sehingga dapat dibenarkan menurut hukum
'Aqidain), Obyek Perikatan (Mahallul Islam. Pada dasarnya, sistem franchise
'Aqd), Tujuan Perikatan (Maudhu'ul 'Aqd) (waralaba) merupakan sistem yang baik
dan Ijab dan Kabul (Sighat al-'Aqd), serta untuk belajar bagi franchisee, jika suatu
larangan transaksi Gharar (ketidak- saat berhasil dapat melepaskan diri dari
jelasan). franchisor karena biaya yang dibayar
Perjanjian waralaba adalah cukup mahal dan selanjutnya dapat
perjanjian formal. Hal tersebut mendirikan usaha sendiri atau bahkan
dikarenakan Perjanjian Waralaba membangun bisnis franchise baru yang
disyaratkan untuk dibuat secara tertulis. islami.
Hal ini diperlukan sebagai bentuk Untuk menciptakan sistem bisnis
perlindungan bagi kedua belah pihak yang waralaba yang islami, diperlukan sistem
terlibat dalam Perjanjian Waralaba. Hal ini nilai syariah sebagai filter moral bisnis
sesuai dengan Asas Tertulis (kitabah) yang yang bertujuan untuk menghindari
terdapat dalam QS.Al-Baqarah (2): 282. berbagai penyimpangan moral bisnis
Waralaba melibatkan hak untuk (moral hazard). Filter tersebut adalah
memanfaatkan dan atau menggunakan hak dengan komitmen menjauhi 7 (tujuh)
atas kekayaan intelektual atau penemuan pantangan MAGHRIB, yakni : 8)
atau ciri khas usaha ataupun waralaba 1) Maysir, yaitu segala bentuk spekulasi
diberikan dengan suatu imbalan judi (gambling) yang mematikan sektor
berdasarkan persyaratan dan atau riil dan tidak produktif.
penjualan barang dan atau jasa. Hal ini 2) Asusila, yaitu praktik usaha yang
sesuai dengan asas penghargaan terhadap melanggar kesusilaan dan norma
kerja sama (syirkah) dalam Asas Hukum sosial.
Perdata Islam. 3) Gharar, yaitu segala transaksi yang
Dengan demikian, dapat tidak transparan dan tidak jelas,
dikemukakan bahwa sistem Waralaba sehingga berpotensi merugikan salah
(Franchise) ini tidak bertentangan dengan satu pihak.
syariat Islam, selama obyek perjanjian 4) Haram, yaitu obyek transaksi dan
Waralaba tersebut tidak merupakan hal proyek usaha yang diharamkan syariah.
yang dilarang dalam syariat Islam 5) Riba, yaitu segala bentuk distorsi mata
(misalnya: bisnis penjualan makanan atau uang menjadi komoditas dengan
minuman yang haram), maka perjanjian mengenakan tambahan (bunga) pada
tersebut otomatis batal menurut hukum transaksi kredit atau pinjaman.
Islam dikarenakan bertentangan dengan 6) Ihtikar, yaitu penimbunan dan
syariat Islam. monopoli barang dan jasa untuk tujuan
Selain itu bisnis waralaba ini pun permainan harga.
mempunyai manfaat yang cukup berperan
dalam meningkatkan pengembangan usaha 8 Gemala Dewi, Op.cit, hal. 199-200.