Seiring dengan kemajuan jaman, teknologi pun semakin maju bahkan
perkembangannya lebih pesat dari kemajuan jaman. Banyak dampak dari kemajuan tekhnologi ini, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai contoh dampak positif dari kemajuan teknologi di bidang informasi, teknologi informasi ini memudahkan kita mencari dan mengakses informasi melalui sistem komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar- menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu. Dan sebagai contoh dampak negatif kemajuan dan perkembangan teknologi informasi ini memungkinkan orang untuk melakukan kejahatan ataupun kecurangan di dunia maya, yang tentunya mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi, sosial dan sebagainya. Maka sudah sepatutnya hal ini lebih diperhatikan lagi oleh semua pihak, terutama pemerintah dan pihak yang berkepentingan dalam hal ini, demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan Indonesia dan dunia. Karena jika hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan, dikhawatirkan semakin ramainya kejahatan ataupun kecurangan terjadi di dunia maya yang akan mengakibatkan kerugian banyak pihak. Sebagai contoh kasus JRX dan Organisasi IDI yang erat kaitannya dengan UU ITE.
PEMBAHASAN
Kronologis Kasus JRX
Kasus JRX bermula saat ia membuat postingan di Instagram pada 13 Juni 2020:”Gara-gara bangga jadi kacung WHO IDI dan rumah sakit mewajibkan semua orang yang melahirkan dites Coivid-19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tesnya bikin stres dan menyebabkan kematian pada bayi/ibu, siapa yang tanggung jawab.?” Ia pun menulis caption dengan: "Bubarkan IDI! Saya enggak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini! Rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS? tidak. IDI & RS yang mengadu diri mereka sendiri dengan hak-hak rakyat." Pada 16 Juni, IDI Bali melaporkan musikus yang bernama lengkap I Gede Astina itu ke polisi. IDI Bali menilai Jerinx telah menyebarkan ujaran kebencian dan pencemaran nama baik di media sosial. Pihak kepolisian pun melakukan pemanggilan terhadap jerinx, tapi ia sempat mangkir pada panggilan pertama. Jerinx baru memenuhi panggilan kedua Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali pada Kamis (6/8/2020), sekitar pukul 10.32 WITA. Dari hasil pemeriksaan itu, kata Yuliar, pihaknya mendapatkan tiga catatan mendasar. Pertama, memang Jerinx yang memuat postingan itu. Kedua, lanjut Yuliar, Jerinx menggugah IDI selaku organisasi profesional untuk mengambil tindakan atas ketidakadilan terhadap rakyat, rapid test sebagai syarat layanan ke RS. Dugaan kasus ini berkaitan dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3), tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 12 Agustus 2020 Jerinx ditahan Jerinx ditahan oleh Polda Bali dan kini resmi berstatus tersangka atas kasus ujaran kebencian dan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh IDI Bali. Setelah kebar Jerinx ditahan, publik dikejutkan dengan beredarnya sebuah video yang memperlihatkan Jerinx menggunakan baju tahanan oranye dengan tangan diborgol di dalam tahanan viral di media sosial.
Analisis Kasus JRX
UU ITE adalah Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik. UU ITE Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. UU ITE Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Dari bunyi UU ITE BAB 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 diatas, dapat dipahami apa yang dilakukan Jerinx tersebut merupakan sebuah prilaku informasi dan transaksi elektronik. Namun, apakah benar perbuatannya itu merupakan sebuah pelanggaran hukum ? Berdasarkan sumber informasi yang menyebutkan bahwa jerinx melanggar aturan hukum dan dijerat dengan pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam dakwaan pertama. Adapun bunyi pasal 28 ayat 2 sbb: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).” Adapun bunyi pasal 64 ayat 1 KUHP sbb: “Bila antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; bila berbeda-beda, maka yang diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.” Kronologis singkat kasus, Jerinx membuat postingan di Instagram nya tentang pandapat atau kritik dia terhadap suatu kebijakan dan pelaksanaan program mengatasi COVID-19, karna dalam postingan nya mengunakan kata “Kacung” dan dalam kolom komentarnya Jerinx juga meminta agar IDI dibubarkan, unggahan kontroversial tersebut lantas viral dan menuai pro serta kontra di masyarakat, pada 16 juni IDI bali melaporkan Jerinx lantaran menyebut IDI sebagai “kacung” WHO. Jika dilihat dari sudut kritik yang dilakukan Jerinx hanyalah mengungkapkan kekecewaannya terhadap suatu kebijakan dan pelaksanaan program mengatasi COVID-19, dimana hak untuk mengemukakan pendapat itu diakui UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang- undang". Dan juga Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas". Walaupun jerinx dianggap melakukan ujaran kebencian namun sebenarnya jerinx hanya melayangkan kritik atas kebijakan kebijakan yang menurutnya tidak tepat banyak ahli yang menilai bahwa penerapan pasal ITE untuk Jerinx berlebihan. Contohnya: Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar "Proses pemidanaan terhadap Jerinx lebay, berlebihan, apalagi, selain dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE pencemaran, juga dikenakan Pasal 28 ITE tentang ujaran kebencian atau hate speech," kata Abdul Fickar saat dihubungi. "Jadi kriminalisasi terhadap Jerinx yang justru mengkritik dan mempedulikan penanganan COVID-19 menjadi tindakan yang ironis," ujarnya. Senada dengan Abdul Fickar, pakar hukum pidana dari Universitas UII Yogyakarta Mudzakkir mengatakan apa yang disampaikan Jerinx mengenai 'IDI kacung WHO' merupakan kritik. Ia menilai sebaiknya kritik tidak dipidana. "Kalau di dalam bahasa hukumnya orang menyampaikan kritik tidak bisa dipidana karena kritik adalah hak konstitusional warga negara, hak konstitusional warga negara. Maka dia tidak dapat dipidana. Termasuk tidak masuk kualifikasi menghina," kata Muzakir. Dan dia sebenarnya mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum,dan dia pun sudah meminta maaf kepada pihak IDI dan pihak IDI pun sudah sepakat untuk tidak memenjarakan Jerinx namun itu tetap saja dianggap memenuhi unsur pidana dan saat ini Jerinx dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda sebanyak 10jt. KESIMPULAN
UU ITE merupakan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat
Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik. Berdasarkan suatu sumber informasi ada yang mengatakan UU ITE ini dilanggar oleh Jerinx, namun Jerinx juga mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya dan kritik nya namun berujung kriminalisasi. Namun setelah bergulirnya kasus ini ditemukan ketidak selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU No.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di Indonesia. Sehingga masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU ITE ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.