Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MULTIMEDIA HUKUM

NAMA: Raka Amada SR

NPM: 201000295

KELAS: G

ANALISIS KASUS JRX (I GEDE ARI ASTINA)

PENDAHULUAN

Seiring dengan kemajuan jaman, teknologi pun semakin maju bahkan


perkembangannya lebih pesat dari kemajuan jaman. Banyak dampak dari
kemajuan tekhnologi ini, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai
contoh dampak positif dari kemajuan teknologi di bidang informasi, teknologi
informasi ini memudahkan kita mencari dan mengakses informasi melalui sistem
komputer serta membantu kita untuk menyebarluaskan atau melakukan tukar-
menukar informasi dengan cepat. Jumlah informasi yang tersedia di internet
semakin bertambah terus tidak dipengaruhi oleh perbedaan jarak dan waktu. Dan
sebagai contoh dampak negatif kemajuan dan perkembangan teknologi informasi
ini memungkinkan orang untuk melakukan kejahatan ataupun kecurangan di dunia
maya, yang tentunya mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang ekonomi,
sosial dan sebagainya. Maka sudah sepatutnya hal ini lebih diperhatikan lagi oleh
semua pihak, terutama pemerintah dan pihak yang berkepentingan dalam hal ini,
demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan Indonesia dan dunia. Karena jika hal
ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan, dikhawatirkan semakin ramainya
kejahatan ataupun kecurangan terjadi di dunia maya yang akan mengakibatkan
kerugian banyak pihak. Sebagai contoh kasus JRX dan Organisasi IDI yang erat
kaitannya dengan UU ITE.

PEMBAHASAN

 Kronologis Kasus JRX


Kasus JRX bermula saat ia membuat postingan di Instagram pada 13
Juni 2020:”Gara-gara bangga jadi kacung WHO IDI dan rumah sakit
mewajibkan semua orang yang melahirkan dites Coivid-19. Sudah banyak
bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tesnya
bikin stres dan menyebabkan kematian pada bayi/ibu, siapa yang tanggung
jawab.?”
Ia pun menulis caption dengan: "Bubarkan IDI! Saya enggak akan
berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan
perihal ini! Rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS? tidak. IDI & RS
yang mengadu diri mereka sendiri dengan hak-hak rakyat."
Pada 16 Juni, IDI Bali melaporkan musikus yang bernama lengkap I
Gede Astina itu ke polisi. IDI Bali menilai Jerinx telah menyebarkan ujaran
kebencian dan pencemaran nama baik di media sosial.
Pihak kepolisian pun melakukan pemanggilan terhadap jerinx, tapi ia
sempat mangkir pada panggilan pertama. Jerinx baru memenuhi panggilan
kedua Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali pada Kamis
(6/8/2020), sekitar pukul 10.32 WITA.
Dari hasil pemeriksaan itu, kata Yuliar, pihaknya mendapatkan tiga
catatan mendasar. Pertama, memang Jerinx yang memuat postingan itu.
Kedua, lanjut Yuliar, Jerinx menggugah IDI selaku organisasi profesional
untuk mengambil tindakan atas ketidakadilan terhadap rakyat, rapid test
sebagai syarat layanan ke RS. Dugaan kasus ini berkaitan dengan Pasal 28
ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) dan/atau Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3),
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
12 Agustus 2020 Jerinx ditahan Jerinx ditahan oleh Polda Bali dan
kini resmi berstatus tersangka atas kasus ujaran kebencian dan pencemaran
nama baik yang dilaporkan oleh IDI Bali. Setelah kebar Jerinx ditahan,
publik dikejutkan dengan beredarnya sebuah video yang memperlihatkan
Jerinx menggunakan baju tahanan oranye dengan tangan diborgol di dalam
tahanan viral di media sosial.

 Analisis Kasus JRX


UU ITE adalah Undang-Undang yang berlaku untuk semua
masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan
ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik.
UU ITE Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan Informasi Elektronik
adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram,
teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol,
atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
UU ITE Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan Transaksi Elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
            Dari bunyi UU ITE BAB 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 diatas, dapat
dipahami apa yang dilakukan Jerinx tersebut merupakan sebuah prilaku
informasi dan transaksi elektronik. Namun, apakah benar perbuatannya itu
merupakan sebuah pelanggaran hukum ?
Berdasarkan sumber informasi yang menyebutkan bahwa jerinx
melanggar aturan hukum dan dijerat dengan pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45
ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dalam
dakwaan pertama.
Adapun bunyi pasal 28 ayat 2 sbb:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Adapun bunyi pasal 64 ayat 1 KUHP sbb:
“Bila antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa
sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya
diterapkan satu aturan pidana; bila berbeda-beda, maka yang diterapkan
adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
Kronologis singkat kasus, Jerinx membuat postingan di Instagram nya
tentang pandapat atau kritik dia terhadap suatu kebijakan dan pelaksanaan
program mengatasi COVID-19, karna dalam postingan nya mengunakan
kata “Kacung” dan dalam kolom komentarnya Jerinx juga meminta agar IDI
dibubarkan, unggahan kontroversial tersebut lantas viral dan menuai pro
serta kontra di masyarakat, pada 16 juni IDI bali melaporkan Jerinx lantaran
menyebut IDI sebagai “kacung” WHO. Jika dilihat dari sudut kritik yang
dilakukan Jerinx hanyalah mengungkapkan kekecewaannya terhadap suatu
kebijakan dan pelaksanaan program mengatasi COVID-19, dimana hak
untuk mengemukakan pendapat itu diakui UU No.9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-
undang".
Dan juga Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang
berbunyi:
"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan
tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak
memandang batas-batas".
Walaupun jerinx dianggap melakukan ujaran kebencian namun
sebenarnya jerinx hanya melayangkan kritik atas kebijakan kebijakan yang
menurutnya tidak tepat banyak ahli yang menilai bahwa penerapan pasal
ITE untuk Jerinx berlebihan.
Contohnya:
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar
"Proses pemidanaan terhadap Jerinx lebay, berlebihan, apalagi, selain
dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE pencemaran, juga dikenakan Pasal 28
ITE tentang ujaran kebencian atau hate speech," kata Abdul Fickar saat
dihubungi. "Jadi kriminalisasi terhadap Jerinx yang justru mengkritik dan
mempedulikan penanganan COVID-19 menjadi tindakan yang ironis,"
ujarnya.
Senada dengan Abdul Fickar, pakar hukum pidana dari Universitas
UII Yogyakarta Mudzakkir mengatakan apa yang disampaikan Jerinx
mengenai 'IDI kacung WHO' merupakan kritik. Ia menilai sebaiknya kritik
tidak dipidana.
"Kalau di dalam bahasa hukumnya orang menyampaikan kritik tidak
bisa dipidana karena kritik adalah hak konstitusional warga negara, hak
konstitusional warga negara. Maka dia tidak dapat dipidana. Termasuk tidak
masuk kualifikasi menghina," kata Muzakir.
Dan dia sebenarnya mempunyai hak untuk menyampaikan
pendapatnya di muka umum,dan dia pun sudah meminta maaf kepada pihak
IDI dan pihak IDI pun sudah sepakat untuk tidak memenjarakan Jerinx
namun itu tetap saja dianggap memenuhi unsur pidana dan saat ini Jerinx
dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda sebanyak 10jt.
KESIMPULAN

UU ITE merupakan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat


Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat
umum di dunia informasi teknologi dan elektronik. Berdasarkan suatu sumber
informasi ada yang mengatakan UU ITE ini dilanggar oleh Jerinx, namun Jerinx
juga mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya dan kritik nya namun
berujung kriminalisasi. Namun setelah bergulirnya kasus ini ditemukan ketidak
selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU No.9 tahun
1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. UU ITE
juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak
kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam
berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di
Indonesia. Sehingga masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU
ITE  ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa yang
disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal
yang sama terulang kembali.

Anda mungkin juga menyukai