Anda di halaman 1dari 3

Nama: Raka Amada Surya Ridwan

NPM: 201000295
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hukum
Kelas: G

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

TENTANG UNDANG-UNDANG OMNIBUSLAW

A. Posisi Kasus

Banyak aksi penolakan yang terjadi di berbagai daerah, mulai dari kabupaten maupun kota,
yang dilakukan berbagai elemen masyarakat, seperti petani, buruh, mahasiswa hingga pelajar.
Aksi penolakan tersebut didasari oleh, telah disahkan nya Undang-Undang Omnibuslaw pada 8
Oktober 2020 dalam rapat paripurna DPR, adapun alasan mengapa Undang-Undang
Omnibuslaw di tolak karena dinilai, melegitimasi investasi perusak lingkungan, mengabaikan
investasi rakyat dan masyarakat adat yang lebih ramah lingkungan dan menyejahterakan,
penyusunan RUU Cilaka cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi
masyarakat sipil, dan mendaur ulang pasal inkonstitusional contohnya adalah rencana
penambahan pengaturan kewenangan Presiden untuk membatalkan Perda dalam rangka
sentralisasi izin, satgas Omnibus law bersifat elitis dan tidak mengakomodasi elemen masyarakat
yang terdampak keberadaan seperangkat RUU Omnibus law, setralisme kewenangan yaitu
kebijakan ditarik ke pemerintah pusat yang mencederai semangat reformasi.

B. Dasar Hukum Penolakan UU Omnibuslaw


Adapun dasar hukum yang digunakan elemen masyarakat untuk menolak atau
mengagalkan atau mencabut UU Omnibus law sebagai berikut:
1. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.”
2. Pasal 24 ayat (1) UU HAM:
“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-
maksud damai.”

Peraturan lainya yang bisa dijadikan dasar hukum pencabutan UU dengan cara
Judical Review adalah:
1. Pasal 1 angka 3 huruf a jo. Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.
2. Pasal 51 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

C. Hukum Yang Dilanggar Pemerintah Dalam UU Omnibus Law


1. Pasal 96 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang
Undangan:
(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah telah melanggar hak memberikan masukan masyarakat dengan


merumuskan dan membentuk UU Omnibus law secara tertutup.
Adapun pasal dalam UU Omnibus law yang bertentangan dengan hukum yang sudah
ada adalah:
1. UUPA Nomor 5 tahun 1960, jangka HGU diberikan selama 25 atau 35 tahun.
Pada Pasal 127 ayat (3) RUU Cipta Kerja, hak pengelolaan diberikan selama
90 tahun. Hak pengelolaan ini dapat berupa hak guna usaha (HGU), hak
guna bangunan (HGB) dan hak pakai (HP).
Ketentuan jangka waktu hak pengelolaan atas tanah selama 90 tahun itu
bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
No. 21-22/PUU-V/2007, putusan MK tersebut membatalkan Pasal 22
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang
mengatur pemberian HGU selama 95 tahun, yang berarti lebih lama dari
UUPA Nomor 5/1960 dan RUU Cipta Kerja.
Jadi faktanya, klausul pengelolaan tanah yang jangka waktunya lebih lama
dari UUPA Nomor 5/1960, sudah dinyatakan melanggar konstitusi atau
UUD 1945 oleh MK.
2. UU No.5 Tahun 1960, menegaskan hak menguasai dari negara (HMN) diartikan
sebagai kebijakan pemerintah untuk mengatur, mengurus, mengelola, dan
mengawasi.
Pasal 129 RUU Cipta Kerja menyebutkan hak pengelolaan lahan (HPL)
sebagai pemberian jenis hak diatas tanah negara. Melalui HPL, pemerintah
seolah mau menghidupkan kembali domein verklaring yang berlaku pada
masa kolonial, dimana tanah yang belum dilekati hak merupakan tanah
negara.
3. UU No.2 Tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
kepentingan umum diubah sejumlah pasalnya dalam RUU Cipta Kerja.

D. Kesimpulan
Dalam UU Omnibus law ini banyak sekali kecacatan dalam perancangan, isi dan juga
sangat merugikan masyarakat, pemerintah seolah olah ingin mengorbankan hak
masyarakat dan alam demi keuntungan investasi asing yang belum tentu menghasilkan
untuk masyarakat, akan banyak sekali lapisan masyarakat yang terdampak oleh UU ini,
tidak dipungkiri munggkin akan terus ada penolakan yang gencar gencaran dilakukan
oleh masyarakat.

E. Rekomendasi
Dalam hal ini, jika aspirasi masyarakat tidak didengar melalui berbagai aksi penolakan
yang dilakukan di berbagai daerah, maka sebaiknya masyarakat mengajukan uji materiil
terhadap UU Omnibus law yang dianggap sangat tidak berpihak kepada rakyat.

Anda mungkin juga menyukai