Anda di halaman 1dari 21

Naskh dan Mansukh

Oleh :

KELOMPOK 6

Ela Safira Purba 0306182148

Nurul Ilmi Syrath. D 0306182152

Rizka Aghnia Alwiyah 0306181046

Dosen Pembimbing:

Fatimah Rahmah Rangkuti, M.Pd.I

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga berkat karunianya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul“NASKH DAN MANSUKH”tanpa halangan yang berarti dan selesai
tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penulisan makalah ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik.

Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis berharap
saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini. Dan akhirnya penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan seluruh pembaca pada
umumnya.

Medan, 4 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Naskh Dan Mansukh ................................................................................3


B. Ruang Lingkup Naskh ................................................................................................4
C. Manfaat Naskh Dan Mansukh......................................................................................5
D. Pembagian Naskh Macam-Macam Naskh ..................................................................6
E. Cara Mengindentifikasi Naskh Dan Jumlah Ayat-Ayat Naskh ...................................8
F. Naskh Berpengganti Dan Tidak Berpengganti ..........................................................13
G. Seputar Pendapat Mengenai Nas dan Sikap Ulama Terhadap Naskh k .....................15

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................................................19

Daftar Pustaka ........................................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah artinya, matahari


menghilangkan bayang-bayang, dan angin menghapus jejak perjalanan. Kata naskh juga
dipergunakan untuk maknan memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain.
Misalnya saya memindahkan(menyalin) apa yang ada dalam buku. Didalam alquran
dinyatakan

            

Artinya: “(Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan


terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah
kamu kerjakan".” (al-jasiyah/45:29). Maksudnya kami memindahkan(mencatat)
amal perbuatan kedalam lembaran (catatan amal).

Menurut istilah naskh adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’


dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain dengan perkataan “hukum”, maka
tidak termasuk dalam pengertian naskh menghapuskan “kebolehan” yang bersifat
asal (al-bara ah al aisyah)dan kata-kata dengan khitab syara’ “dengan khitab
syara” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau
gila atau penghapusan dengan ijma atau qiyas.

Kata naskh yang (yang menghapuskan) dapat diartikan dengan “allah


seperti terlihat dalam surah al-baqarah ayat 106:

               
     

Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.
tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu?.”dengan ayat sesuatu yang dengannya naskh diketahui.

Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan maka ayat mawaris
atau hukum yang terkandung didalamnya, misalnya adalah menghapuskan
(nasikh) hukum wasiat kepada kedua orang tua atau kerabat (mansukh )
sebagaimana akan dijelaskan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian naskh dan manshuk?
2. Apa yang mencakup ruang lingkup naskh dan manshuk?
3. Apa manfaat naskh dan manshuk?
4. Apa saja pembagian dari naskh dan mansukh
5. Apa saja macam-macam naskh dan manshuk?
6. Bagaimna cara mengidentifikasi dan jumlah ayat naskh dan mansukh?
7. Apa saja naskh berpengganti dan tidak berpengganti?
8. Apa seputar pendapat mengenai naskh?
9. Bagaimana sikap ulama terhadap naskh?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian naskh dan manshuk
2. Mengetahui ruang lingkup naskh dan manshuk
3. Mengetahui manfaat naskh dan manshuk
4. Mengetahui pembagian dari naskh dan mansukh
5. Mengetahui macam-macam naskh dan mansukh
6. Megetahui cara mengidentifikasi dan jumlah ayat naskh dan mansukh
7. Mengetahui naskh berpengganti dan tidak berpengganti
8. Mengetahui seputar pendapat mengenai naskh
9. Mengetahui sikap ulama terhadap naskh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Naskh Dan Mansukh

Naskh dan mansukh merupakan hal yang harus diketahui oleh mereka yang menekuni
kajian hukum-hukum syariat. Al-hazimy mengatakan bahwa cabang ilmu ini merupakan
kesempurnaan ijtihad. Karena urgensinya cabang ilmu ini, maka sahabat, tabi’in dan ulama
sesudahnya memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya.

Ali bin abi thalib karamallahu wajwah berkata kepada seseorang qadli atau (hakim) “
apakah kamu mengetahui naskh dan mansukh? “. Qadli itu menjawab, “tidak.” Kata alih
kw.”kamu celaka dan mencelakakan.”

Menurut bahasa naskh berarti :

1. Izhlah (menghilangkan) seperti firman allah swt :


             
            
 

Artinya : “Allah menghilangkan apa yang dimsukkan oleh syaiton itu ..."(Qs. Al –hajj/22:
52)

a. Memindahkan dari suatu tempat ketempat lain seperti firman allah swt :

            

Artinya : “ Sesungguhnya kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan “
(Qs. Al –jatsiyah/45:29)

b. Tabdil (mengganti), seperti firman allah swt :

            
      

3
Artinya : “ Dan apabila kami letakkan suatu ayat ditempat ayat lain sebagai penggantintinya .
(Qs. An nahl /16:101)

c. Tahwil (mengalihkan/mengubah)
Menurut istilah naskh ialah :
1) Mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab) syara’ yang lain.
2) Mengganti atau merubah hukum syara dengan dalil yang turun kemudian.
3) Menjelaskan bahwa masa berlakunya hukum yang terkandung dalam naskh
yang pertama telah habis.
4) Penghapusan oleh syari’ terhadap suatu hukum syara’ dengan dalil syara’ yang
datang kemudian.
5) Membatalkan hukum yang diambil dari nash terlebih dengan naskh belakangan
atau adalah khitab syar’i yang mencegah dari terus berlangsungnya hukum dari
khita syar’i terdahulu.

Kata naskh(yang menghapus) dapat diartikan sebagai (1) allah swt,(2) ayat,(3) hukum
yang menghapuskan hukum lain. Sedangkan mansukh adalah hukum yang diangkat atau
dihapuskan.1

Perbedaan pendapat dikalangan para ulama mengenai definisi kata”nask” juga


mengungkapkan segi perselisihan lain tentang masalah yang amat penting, yaitu sebagian
dari mereka membatasi soal nask hanya pada hal-hal yang ada di dalam alquran itu sendiri.2

B. Ruang Lingkup Naskh

Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas
dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bernakna amar
(perintah) dan nahy (larangan), jika hal tesebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah,
yang berfokus kepada zat allah, sifat-sifat-Nya, kitab-kitabnya, para rasul-Nya dan hari
kemudian serta tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok
ibadah dan muamalah. Hal ini karena semua syariat ilahi tidak lepas dari pokok-pokok
tersebut. Sedang dalam masalah pokok (usul) semua syariat adalah sama.

Allah berfirman dalam surah as-syura(42:13):


1
Juhana Nasrudin,kaidah Ilmu Tafsir Alquran Praktis, (yogyakarta:CV Budi utama,2017), h.203-204.

2
Subhi as-Shalih,Membahas Ilmu-ilmu Alquran, (pustaka firdaus), h.339.

4
             
            
           
   

Artinya: “Dia ( allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah di sampaikannya
kepada nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepada (Muhammad) dan apa yang telah
kami wasiatkan kepada ibrahim, musa dan isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan
ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah didalamnya.

Ruang lingkup pembahasan naskh adalah :


1. Terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan kalimat berita
yang bermakna amar atau nahy. Dengan syarat hal itu tidak berhubungan dengan
akidah, akhlak, pokok-pokok ibadah dan muamalah
2. Naskh tidak terjadi dalam berita, khabaryang tidak bermakna thalab seperti janji
dan ancaman.

C. Manfaat naskh dan mansukh

Pengetahuan tentang naskh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi
para ahli ilmu, terutama fuquha, mufasir dan ahli usul agar pengetahuan tentang hukum tidak
menjadi kacau. Oleh sebab itu terdapat banyak asar (perkataan sahabat dan atau tabiin) yang
mendorong agar mengetahui masalah ini.

Diriwatkan ali pada suatu hari melewati seorang hakim lalu bertanya: “ apakah kamu
mengetahui yang nasikh dari yang mansukh ?” “tidak”, jawab hakim itu. Maka kata ali :
“celakalah kamu dan mencelakakan orang lain.”

Dari Ibn Abbas, bahwa ia berkata tentang firman allah,”Barang siapa diberi hikmah,
seseungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak” (al-baqarah/2:269), yang dimaksud
ialah masikh dan mansukhnya, muhkam dan musasyabihnya, muqaddam dan mu’akharnya,
serta halal dan haramnya.3

D. Pembagian Naskh
Naskh ada 4 bagian:
1. Nasikh alquran dengan Alquran. Bagian ini disepakati kebolehannya. Misalnya
tentang hukum iddah. Surah al baqarah(2) ayat 240 :
3
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an (Bogor: litera Antarnusa,2016),h .329

5
         
             
     

Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggalkan dunia diantara kamu dan meninggalkan
istri, hendaklah berwasiat untuk istri-istrinya,(yaitu) diberi nafkat hingga setahun lamanya
dan tidak disuruh pindah(dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah(sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu(wali atau waris yang meninggal) membiarkan membuat mereka yang
makhruh terhadap diri mereka. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.”

2. Naskh Alquran dengan as-sunnah


Naskh ini terbagi lagi menjadi 2 macam:
a. Naskh alquran dengan hadits ahad
b. Nask alquran dengan hadits mutawatir
c. Naskh as-sunnah dengan alquran
d. Naskh as-sunnah dengan as-sunnah

E. Macam-macam naskh
Macam-macam naskh dilihat dari nash yang manshuk(dihapus) ada 3 bagian yaitu:
1. Nask yang manshuk hukumnya, namun lafaznya tetap

Yaitu hukum syar’i dihapuskan, tidak diamalkan, namun lafaznya tetap. Hikmah
nasikh jenis ini adalah tetapnya pahala membaca ayat tersebut dan mengingat umat tentang
hikmah nasikh, terlebih dalam hukum yang diringankan dan dimudahkan.

Contohnya firman allah azza wa jalla.


           
           
    

Artinya : “ Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua
puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh. Dan jika ada seratus orang ( yang sabar ) di antaramu, maka mereka dapat
mengalahkan seribu dari pada orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. ( Q.S A-
Anfaal,8 : 65 )

Ayat ini unjukkan kewajiban bersabarnya 20 umat islam berperang menghadapi 200
orang-orang kafir. Dan bersabarnya 100 umat islam berperang menghadapi 1000 orang kafir.
Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah selanjutnya.

6
             
             
 

Artinya: “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui padamu
bahwa ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang, dan jika diantaramu ada seribu orang ( yang sabar ),
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta orang-orang yang
sabar.” ( Q.S. Al-Anfaal, 8 : 66 ).

Abdul bin abbas berkata :“ Ketika turun(firman Allah): “Jika ada dua puluh orang yang
sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh “(al-Anfaal,
8:65). Hal itu berat atas mereka bahwa satu orang tidak boleh lari menghadap 10(musuh).
Kemudian datanglah keringanan, Allah berfirman: “Sekarang Allah telah meringankan dari
mereka jumlah(musuh yang wajib dihadapi-red), kesabaran pun berkurang seukuran apa yang
allah telah meringankan dari mereka.(H.R. Bukhari)

2. Nask Yang Mansukh Lafaznya, Namun Hukumnya Tetap

Contoh jenis nasikh ini adalah ayat rajm Umar bin al-Khathab berkata yang artinya“
Sesungguhnya aku khawatir, zaman akan panjang terhadap manusia sehingga seseorang akan
berkata: ‘kita tidak mendapati rajm didalam kitab Allah’, sehingga mereka menjadi sesat
dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Ingatlah,
sesungguhnya rajm adalah hah atas orang yang berzina dan dia telah menikah, jika bukti telah
tegak, atau ada kehamilan, atau ada pengakuan. Sufyan berkata: demikianlah yang aku ingat.
Ingatlah, Rasulullah saw telah melakukan rajm, dan kita telah melakukan rajm setelah beliau.
(H.R. bukhari dan muslim)

3. Naskh yang mansukh hukumnya dan lafadznya

Contoh ayat yang menyatakan 10 kali penyusuan mengharamkan pernikahan. Aisyah


berkata : “Dahulu didalam apa yang telah diturunkan diantara alquran adalah:’sepuluh wali
penyusuan yang diketahui, mengharamkan,’kemudian itu di naskh(dihapuskan) dengan:’lima
kali penyusuan yang diketahui’. Kemudian Rasulullah saw wafat dan itu termasuk yang
dibaca diantara alquran.(H.R. muslim)

Makna perkataan aisyah dan itu yang termasuk yang dibaca diantara alquran adalah:

 Yaitu dibaca hukumnya, namun lafadznya tidak.


 Atau orang yang belum kesampaian naskh bacaannya, masih tetap membacanya.4

F. Cara Mengindentifikasi Naskh Dan Jumlah Ayat-Ayat Naskh


1. Identifikasi Naskh

4
Abdul hamid,Pengantar Studi Alquran,(jakarta:PT karisma putra utama,2017),h.150-154.

7
Untuk mengidentifikasi naskh dan mansukh, para ulama menetapkan beberapa cara
yaitu sebagai berikut :

a. Adanya penjelasan yang tegas dari nabi atau sahabat, seperti hadis yang
berbunyi : “ aku (dulu) pernah melarangmu.
b. Adanya kesepakatan umat bahwa ayat ini naskh dan ayat yang itu mansukh.
c. Adanya studi sejarah sehingga diketahui mana ayat yang terlebih dahulu
datangnya dan mana ayat kemudian datanganya.

Ketiga cara tersebut dipandang tepat mengetahui ayat-ayat naskh, disamping cara-cara
tersebut mempunyai signifikasi memperkuat studi keilmuwan seperti tafsir, usul fikh dan
lainnya, sehingga dalam memahami hukum benar-benar terukur.

2. Jumlah ayat-ayat naskh

Para ulama berbeda menentukan jumlah ayat yang di naskh dalam alquran. Menurut
imam as-syuthi menyebutkan terdapat 21 ayat sebagai ayat-ayat yang mansukh. Sedangkan
menurut ahmad syalabiy sepakat mengatakan adanya naskh, namun naskh menurutnya kecil
sekali untuk memberi palajaran kepada kita bahwa hukum dapat berubah dengan berubahnya
keadaan dan suasana adalah lebib baik.

Menurut Musthafa zaid dalam kitabnya “an-nasakhu fi-quranil kartim” mengatakan


bahwa naskh dengan alquran mencapai 9 tempat. 4 tempat diantaranya merupakan naskh
alquran terhadap sunnah (nakshus sunnah bil-quran ) dan 5 tempat merupakan naskh alquran
terhadap alquran (nasakhul quran – bil-quran) dibawah diurakan ayat-ayat yang dinaskh
yaitu :

a. Naskh sunnah bil – quran


1) Menasakh kiblat sholat. Pada mulanya kiblat umat islam sewaktu berada di
mekkah menghadapkan mukanya ke arah baitul maqdis sebagaimana dilakukan
oleh para nabi sebelumnya. Kemudian saat rasul hijrah ke madinah, turunlah
wahyu yang berisi tentang perubahan kiblat ke ka’bah sebagai ganti baitul maqdis
lalu turunlah Qs. Al-baqarah:144, yaitu :
            
            
            


8
Artinya: “ Sesungguhnya kami (sering) melihat muka mu menengadah ke langit, maka
sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah masjidil haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya”.(QS.
Al-baqarah:144)

2) Menasakh kebebasan bicara di waktu sholat. Pada awal islam seorang yang
sedang sholat tidak dilarang berbicara dengan kawannya bahkan rasulullah sendiri
sering menjawab salam seorang sahabat yang diucapkan sewaktu beliau sedang
shalat. Namun suatu ketika, Ibn Mas’ud memasuki rumah naabi dengan
mengucapakan salam saat nabi sedang shalat, beliau diam tidak menjawab
salamnya. Setelah sholat rasul menjelaskan agar beribadah dengan khusu’.
3) Menaskh puasa asyura. Iman abu haniffah berpendapat, puasa yang diwajibkan
kepada umat islam pada awalnya adalah puasa asyura, kemudian puasa pada bulan
tersebut dihapus oleh Qs. Al-baqarah : 183

           
  

Artinya: “ hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelu, kamu agar kamu bertakwa. (Qs.al-baqarah: 183)

4) Menaskh keharaman makan dan mencampuri isteri bagi orang yang sedang
berpuasa ramadhan yang tertidur pada malam hari sebelum berbuka puasa.
Sebagaimana ketentuan pada awal disyaratkannya berpuasa ramadhan pada sore
hari ia tertidur berbuka puasa, ia diharamkan makan dan minum dan bahkan
menggauli isterinya sekalipun dsampai berbuka pada hari berikutnya. Umar bin
khatab dan kaab bin malik menyesal karena meraka menggauli isterinya setelah
banguntidur padahal mereka belum berbuka puasa.

b. Naskhul Quran bil-Quran


1) Naskh Qs. Al-anfal : 65 Qs. Al-anfal : 66

           
           
              

9
           
       

Artinya: “Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh
orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti; Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa
padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang
sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan
Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Surah diatas menjelaskan tuhan mewajibakan kepada pejuang mukminin agar tabah
dalam menghadapi musuh dan haram melarikan diri jika lawan kafir yang dihadapi
berbanding 1:10. Kemudian ayatyang di naskh dengan maksud memberi rahmat dengan
memperkecil perbandingan menjadi 1:2

2) Naskh Qs.al-mujadalah : 12 dengan Qs.al mujadalah ayat 13

         
              
           
          
   
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus dengan
Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan
itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang
akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat diatas menjelaskan banyak kalangan sahabat mengajukan pertanyaan kepada
rasulullah, sehingga menyulitkan beliau untuk menjawab semua pertanyaan. Kemuadian
mewajibkan kepada sahabat yang hendak bertanyak kepada beliau agar mengeluarkan
sedekah sebagaimana penjelasan ayat diatas. Setelah ayat tersebut disampaikan kepada
mereka maka para sahabat enggan dan tidak bertanya kepada rasul kemudian turunlah Q.S. al

10
mujadalah : 13 untuk membatalkan perintah mengeluarkan sedekah bila hendak bertanya
kepada rasul.
            
          
  

Artinya: “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah


sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah
memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah
dan RasulNya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (al-Mujadalah : 13)

3) Menaskh Qs. An-nisa :43 dengan al maidah :90


          
             
           
          
  

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu
mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau
kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”(Q.S. an-nisa: 43)

        


      

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

4) Naskh Qs. An-nisa 15 dan 16 dengan Qs. An-nur : 2

         


           
          
       

11
Artinya: “Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya;Dan terhadap dua orang
yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya,
kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

G. Naskh Berpengganti dan tidak berpengganti


1. Naskh tanpa Badal
         
              

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus
dengan Rasul, hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum
pembicaraan itu. Yang demikian itu adalah lebih baik dan lebih bersih; jika kamu tiada
memperoleh (yang akan disedekahkan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”. (Qs. Al mujadalah /58: 12)

Yang di naskh oleh ayat :

           
          
   

Artinya: “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah


sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah
memberi tobat kepadamu, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah
dan RasulNya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (al-Mujadalah : 13)

Maka ketiadaan hukum adalah lebih baik dari pada eksitensi hukum yang dihapus itu dari
segi kemanfaatannya bagi manusia.

2. Naskh dengan badal akhaff


Yakni menaskh dengan pengganti yang lebih ringan. Misalnya Qs. Al- baqarah
[2]:183 .
           
  

12
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Qs. Al-baqarah/2:183)

3. Naskh dengan badal mumasil

Yakni menaskh dengan pengganti yang sebanding misalnya sholat menghadap baitul
maqdis dinaskh dengan :

            
            
            

Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh
Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;
dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.( Qs. Al-baqarah/2 : 144)
4. Naskh dengan badal asqal
Yakni menaskh dengan pengganti yang lebih berat.
         
           
 

Artinya: “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka
menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya” (Qs. An nisa /4: 15)

Dinaskhkan dengan Qs. An-nur /24 :2 ataupun hukum rajam.

          
            
    

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah

13
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman”. (Qs. An-nur /24 :2)5

H. Seputar pendapat mengenai naskh


Ada empat golongan pendapat yang ada dalam masalah naskh :
1. Orang yahudi
Orang yahudi tidak mengakui adanya naskh, karena naskh mengandung karena naskh,
mengandung konsep al-bada’ (sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui allah swt)
seperti orang yang mengemukakan pendapat kemudian baru nampak baginya
kesalahannya.6
2. Orang syi’ah Rafidah
Mereka sangat berlebihan dalam menetapkan naskh dan meluaskannya. Mereka
memandang konsep al-bada’ sebagai sesuatu yang mungkin terjadi bagi allah swt.
Mereka berargumentasi dengan ucapan yang dinisbahkan kepada Ali kw secara palsu
dan firman Allah SWT:
         

Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).”(Q.S. Ar-
Rad/13:39)

Dengan pengertian bahwa allah swt siap untuk menghapuskan dan menetapkan.paham
ini merupakan kesesatan yang dalam.

3. Abu muslim Al-asafahani


Menurutnya secara logika naskh dapat terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi menurut
syara’. Abu muslim menolak adanya naskh dalam alquran dengan argumentasi:
a. Jika ada naskh, berarti ada ayat-ayat alquran yang dibatalkan. Ini bertentangan
dengan:
              

5
Juhana Nasrudin,op.cit.h.213-218
6
Juhana nasrudin,ibid, h. 206

14
Artinya :” yang tidak datang kepadanya (alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari tuhan yang maha bijaksana lagi maha terpuji. (Qs.
Fusillat/41: 42)

b. Beliau menafsirkan Qs. Al-baqarah[2] :106 dengan berkata bahwa yang dimaksud
dengannya adalah menaskh kan syariat terdahulu. Ayat ini tidak menunjukkkan
terjadinya naskh antara ayat al-quran, melainkan sekedar sebagai pengadaian
terjadinya naskh antara ayat al-quran.
c. Hukum yang terkandung dalam al-quran adalah syariat yang abadi maka tidak layak
bila dalam al-quran terjadi naskh.
d. Kebanyakan hukum yang terkandung dakam al-quran adalah bersifat kully, bukan
juz’i dan khusus. Disamping itu al-quran adalah kitab suci yang menjelaskan syariat
secara global, bukan rinci. Maka tidak layak terjadi naskh.

e. Jumhur ulama

Mereka berpendapat naskh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula
terjadi dalam hukum syara’. As-syuthi berpendat bahwa al-quran terjadi dalam 20 naskh
yang dinaskh kan. Adapun argumentasi dan dalil yang dikemukan oleh jumhur ulama
adalah :

1) Perbuatan-perbuatan allah swt tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Allah
swt boleh saja memerintahkan suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang
lain. Karena hanya allah lah yang mengetahui kepentingan hamba-hambanya.
2) Naskh-naskh al-quran menunjukan kebolehan naskh seperti :
            
      
Artinya: “Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain
sebagai penggantinya Padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-
Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-
adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.”. (Qs. An –
nahl/16 :101)
Dan adanya naskh itu sendiri pada naskh alquran seperti dalam
masalah perbuatan kiblat dan masalah waktu iddah isteri yang ditinggalkan
mati suaminya.

15
3) Naskh sunnah menunjukkan adanya naskhnyaitu :
Sebuah hadis shahih dari ibnu abbas ra,ummar ra berkata : “yang paling
paham dan yang paling menguasai quran diantara kami adalah ubay. Namun
demikian, kami pun meninggalkan sebagian perkataannya, karena ia
mengatakan : “aku tidak akan meninggalkan sedikitpun segala apa yang
pernah aku dengar dari rasulullah saw. Padahal allah
berfirman :”apasaja ...”(al-baqarah/2:106)”

I. Sikap ulama terhadap naskh


Sewaktu menentukan naskh, ulama ada yang hati-hati dengan mendasarkan masalah
naskh ini hanya pada penukilan yang shahih semata. Namun ada yang berlebih lebihan
karena masalah ini kabur baginya. Sumber kekaburan itu antara lain :
1. Menganggap takhsis (pengkhususkan) sebagai naskh.
2. Menggap bayan (penjelasan) sebagai naskh.
3. Menggangap suatu ketentuan yang di syariatkan karena sesuatu sebab yang
kemudian sebab itu hilang (dan secara otomatif ketentuan itu hilang), sebagai
mansukh misalnya adanya anggapan bahwa perintah bersabar dan tabah terhadap
gangguan orang kafir pada masa awal dakwah yang dinaskh dengan perintah
perang.
4. Menggangap syariat umat terdahulu yang dibatalkan islam sebagai naskh
misalnya pembatasan jumlah isteri menjadi 4 yang sebelumnya tidak terbatas.

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Naskh ialah menghapuskan hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang lain.
Disebutkan kata “hukum” disisni, menunjukkan bahwa prinsip “segala sesuatu hukum
asalnya boleh”. Sedangkan Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Naskh
terdapat empat macam bagian, diantaranya:

1. Naskh Al-qur’an dengan Al-qur’an


2. Naskh Al-qur’an dengan As-sunnah
3. Naskh As-sunnah dengan Al-qur’an
4. Naskh As-sunnah dengan As-sunnah

Fungsi memahami Naskh dan Mansukh diantaranya sebagai berikut:


1. Memelihara kepentingan hamba
2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan
dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia
3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
4. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika Naskh itu beralih
ke hal yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika
beralih ke hal yang kebihringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nasrudin, Juhana.kaidah ilmu tafsir al-qur’an praktis.Yogyakarta: CV. Budi Utama.2018

Al-Qattan, Manna Khalil.Studi ilmu-ilmu qur’an.Bogor: litera antarnusa.2016

Hamid, abdul. Pengantar studi al-qur’an.Jakarta: PT karisma putra utama.2017

As-shalih,Subhi.Pustaka firdaus

18

Anda mungkin juga menyukai