Anda di halaman 1dari 64

Laporan Kasus

ULKUS DIABETIKUM

DIsusun Oleh:
dr. Maya zulaekha
Pembimbing:
dr. Ibrahim Muhammad

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS AR BUNDA KOTA LUBUKLINGGAU
SUMATERA SELATAN
2021
KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala puji hanya kepada Allah semata, kami memuji-Nya


dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya. Atas berkat dan rahmat-Nya, karya
tulis yang berjudul “ulkus diabetikum” dapat diselesaikan dengan baik. Tanpa
bantuan dan kemudahan dari-Nya maka tiada daya dan upaya yang dapat kami
lakukan
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Program Dokter Internsip Indonesia (PIDI). Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ibrahim Muhammad atas
bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Lubuklinggau, November 2021

Penulis.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan
menjadi 4 kategori, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes
melitus gestasional dan diabetes melitus tipe lain. Faktor risiko diabetes melitus
meliputi obesitas, kekurangan insulin, dan kondisi pada saat hamil. 1

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa secara


epidemiologi, diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Penyebab kematian akibat diabetes melitus
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2
yaitu 14,7% dan daerah pedesaan diabetes melitus menduduki rangking ke-6 yaitu
5,8%. Di Yogyakarta angka kejadian diabetes melitus berdasarkan diagnosis
dokter sebanyak 2,6% dan gejala akan meningkat sesuai bertambahnya umur,
namun akan turun mulai umur >65 tahun. 2,3

Manifestasi klinis diabetes melitus dapat di golongkan menjadi gejala akut dan
kronik. Gejala akut meliputi banyak makan (poliphagia), banyak minum
(polidipsi) dan banyak kencing (poliuria), mudah lelah, dan bila tidak segera
diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut
dengan koma diabetik. Sedangkan manifestasi kronik meliputi, kesemutan, kulit
terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah
mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar
kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan
seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering mengalami
keguguran.4

Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi


kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non
ketotik, dan hiperglikemia. Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada

3
pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.
Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler
retina mata, dan kapiler ginjal. 4

Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh diabetes


mellitus maka perlu diketahui diagnosis dan tatalaksana dari diabetes mellitus.
Dalam laporan kasus ini penyaji bertujuan memberikan informasi tentang
penyakit diabetes mellitus untuk diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus
tersebut

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. C
b. Umur : 50 tahun
c. Tanggal Lahir : 01 Juli 1968
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : lubuk linggau
h. Tanggal masuk RS : 23 November 2021

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Luka yang semakin melebar pada kaki kiri sejak + 20 hari SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

4
+ 4 bulan SMRS pasien mengeluh adanya luka pada kaki kiri akibat tertusuk
paku sewaktu berjalan. Luka terasa nyeri (+), nanah(+), bengkak (+) di sekitar
luka. Pasien menyangkal mengeluh demam semenjak timbul luka pada kaki kiri.
+ 20 hari SMRS, pasien mengeluh nyeri luka pada kaki kiri yang semakin
memberat sehingga tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien juga
mengeluhkan sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-6 kali/ malam,
mudah merasa haus (+) dan nafsu makan meningkat (+). Pasien dibawa ke IGD
RSUD Palembang Bari.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit kencing manis + sejak 8 tahun yang lalu dan jarang kontrol
ke dokter.
 + 5 tahun yang lalu Pasien pernah menderita keluhan luka pada jari
kelingking tangan kanan namun tidak kunjung sembuh sehingga harus
diamputasi.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak
ada.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Gizi : cukup
Dehidrasi : tidak ada
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali per menit, thoracoabdominal

5
Suhu : 36,5o C
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 152 cm

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), pigmentasi normal, turgor baik, ikterus (-),
sianosis (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit
(-), pertumbuhan rambut normal.

KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula
serta tidak ada nyeri penekanan.

Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-)

Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik, lapangan penglihatan luas.

Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).

Telinga

6
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan
processus mastoideus (-).

Mulut
Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-), tepi lidah hiperemis (-),
lidah tremor (-), atrofi papil(-), stomatitis(-), rhagaden(-), bau pernapasan khas (-).

Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk(-)

Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-),
petekie (-)

Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-), wheezing
(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea
mid clavicula sinistra
Auskultasi : HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)

7
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae,
lien tidak teraba.
Perkusi : thympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan

Extremitas atas :

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan
parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat,
clubbing finger (-).

Extremitas bawah

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema pretibial
(-/-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, clubbing finger (-),
turgor kembali cepat. Tampak gangren pada lateralis digiti II-V pedis sinistra
ukuran ± 3 x 7 cm, nyeri(+), pus(+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 19 Maret 2019)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
.
1 Hemoglobin 8,8 g/dL 12 – 14 g/dL
2 Hematokrit 28 vol% 37 – 43 vol%
3 Leukosit 21.000/mm3 5.000-10.000/mm3
4 Eritrosit 3.3mm/jam 4 - 4.6 106/uL

8
5 Trombosit 413.000/mm3 150.000 - 400.000/mm3
6 Hitung jenis
 Basofil 0 0-1 %
 Eosinofil 2 1-3 %

 Batang 3 2-6 %

 Segmen 81 50-70 %
8 20-40 %
 Limfosit
6 2-8 %
 Monosit
7 Glukosa Darah 201 <180
Sewaktu
8 Ureum 53 20-40
9 Creatinine 1,4 0,6-1,1
10 Natrium 130 135-155
11 Kalium 5.4 3.6-6.5

Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 21Maret 2019)


No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
.
1 MCV 84 80-97 fL
2 MCH 26 27-31 pg
3 MCHC 31 32-36 g/dL
4 Protein Total 5,8 6,7-8,7
5 Albumin 2,15 3,8-5,1
6 Globulin 3,65 1,5-3,0
7 Hemoglobin A1c 15 < 6,0
7 Glukosa Darah 169 <180
Sewaktu

DIAGNOSIS BANDING
Ulkus Diabetikum
Burger Disease

9
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus type II + Anemia +
Hipoalbumin

PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
 Istirahat
 Kontrol kadar gula darah dengan diet DM, insulin, atau obat anti
diabetic
 Kompres/rendam dengan air hangat (jangan dengan air panas atau
dingin)
Farmakologis
 IVFD RL gtt xx x/m
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
 Inf. Metronidazole 3x500 mg
 Insuline sliding scale
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Inj. Ondansentron 2x4 mg
 Cilostazole 2x100 mg tab
 GV gentamisin + NaCL tiap pagi

PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

10
FOLLOW UP

Tanggal 23 november 2021


S Nyeri pada telapak kkai kiri
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,8 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 24 november 2021


S Nyeri pada luka kaki kiri

11
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 90/60 mmHg
Nadi 86 x/menit
Pernapasan 20x/ menit
Temperatur 36,3 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-,ulkus pedis sinistra

BSS : 276

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 25 november 2021


S -

12
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg890 x/menit
Nadi 20 x/ menit
Pernapasan 36,7 0C
Temperatur Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Mata : Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Leher: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Paru-paru: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Jantung : Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
Abdomen: nyeri tekan regio epigastrium (+)
Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
Extremitas: bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 26 november 2021


S -

13
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 80 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,3 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 27 november 2021


S -

14
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 80 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 28 november 2021


S -

15
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,8 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 30 november 2021


S -

16
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg890 x/menit
Nadi 20 x/ menit
Pernapasan 36,5 0C
Temperatur Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Mata : Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Leher: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Paru-paru: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Jantung : Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
Abdomen: nyeri tekan regio epigastrium (+)
Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
Extremitas: bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 31 november 2021


S -

17
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 80 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,2 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 31 november 2021


S -

18
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,3 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

Tanggal 01 desember 2021


S -

19
O: Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 120/70 mmHg
Nadi 90 x/menit
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,7 0C
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: Vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar teraba 2 jari , lien tidak teraba,
nyeri tekan regio epigastrium (+)
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas
bawah-/-, ulkus pedis sinistra

A Ulkus Diabetikum pedis sinistra ec Diabetes Mellitus


type II + Anemia + Hipoalbumin
P - IVFD RL gtt xx x/m
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Inf. Metronidazole 3x500 mg
- Insuline sliding scale
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- Inj. Ondansentron 2x4 mg
- Cilostazole 2x100 mg tab
- GV gentamisin + NaCL tiap pagi
Rencana - Pantau Gula darah

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

20
3.1 Diabetes Melitus
3.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2012, diabetes
melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin
atau keduanya, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah. Kesimpulannya diabetes melitus adalah gangguan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang ditandai oleh hiperglikemia,
aterosklerotik, mikroangiopati dan neuropati. Hiperglikemia terjadi akibat dari
kekurangan insulin atau menurunnya kerja insulin.7

3.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1.
Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan
insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang ke arah ketoasidosis diabetik
yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi
sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor
risiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah: autoimun, infeksi virus, riwayat
keluarga diabetes melitus .7
2. Diabetes melitus tipe 2.
Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin yang
bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan.
Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2
adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,
pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita
diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2 .7
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
Merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami
kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan
normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang

21
hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan
diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih
dari 4 kg .7
4. Diabetes tipe lain
Disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini .7

3.1.3 Etiologi Diabetes Melitus


Beberapa etiologi diabetes melitus, diantaranya:
1. Obesitas.
Makanan yang berlebihan menyebabkan gula dan lemak dalam tubuh
menumpuk dan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja keras memproduksi
insulin untuk mengolah gula yang masuk.2
2. Kekurangan insulin.
Kekurangan insulin disebabkan karena tidak memadainya hasil sekresi
insulin sehingga respon jaringan terhadap insulin berkurang. Hal ini merupakan
gejala dari hiperglikemia.2
3. Pada saat hamil.
Seorang ibu secara naluri akan menambah konsumsi makanannya,
sehingga berat badan ibu otomatis akan naik 7-10 kg. Pada saat makanan ibu
ditambah konsumsinya ternyata produksi insulin kurang mencukupi, maka akan
terjadi gejala diabetes melitus.2

3.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus

22
Semua tipe diabetes melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi atau
tingginya gula darah dalam tubuh yang di sebabkan oleh sekresi insulin, kerja dari
insulin atau keduanya .
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : 7
1. Rusaknya sel-sel β pankreas.
Rusaknya sel beta dapat disebabkan genetik, imunologis atau dari
lingkungan seperti virus. Karakteristik ini biasanya terdapat pada Diabetes
Melitus tipe 1.
2. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
3. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin , maka dapat mengakibatkan


beberapa hal menurut : 5
1. Menurunnya transpor glukosa melalui membran sel, keadaan ini
mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme
lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah penderita DM selalu merasa
lapar atau nafsu makan meningkat atau yang biasa disebut poliphagia.
2. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengkibatkan
terjadinya hiperglikemi. Tingginya kadar gula dalam darah mengakibatkan ginjal
tidak mampu lagi mengabsorbsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini
yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering
berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsi.
3. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.
4. Meningkatkan glikogenolisis, glukogeogenesis yang memecah sumber selain
karbohidrat seperti asam amino dan laktat.
5. Meningkatkan lipolisis, di mana pemecah trigliserida menjadi gliserol dan asam
lemak bebas.
6. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas.
7. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan ke otot.

23
3.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu. Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan tersebut, jika
tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing,
nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg
dalam waktu 3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan timbul
rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.
10

2. Gejala Kronik Diabetes Melitus


Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus adalah
kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit,
kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di
sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering
mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir
dengan berat 4 kg.10

3.1.6 Epidemiologi Diabetes Melitus


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia [KEMENKES] (2009),
menyatakan bahwa secara epidemiologi, diperkirakan bahwa tahun 2030
prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Penyebab
kematian akibat diabetes melitus pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan diabetes
melitus menduduki rangking ke-6 yaitu 5,8% (Riset Kesehatan Dasar
[RISKESDAS], 2007). Di Yogyakarta angka kejadian diabetes melitus
berdasarkan diagnosis dokter sebanyak 2,6% dan gejala akan meningkat sesuai
bertambahnya umur, namun akan turun mulai umur >65 tahun. 9

24
3.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar
non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni,2011).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler
ginjal. 10

3.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


1. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes melitus
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang di berikan
meliputi:7
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
kelompok risiko tinggi.
b. Edukasi untuk pencegahan sekunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
pasien
baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala, penatalaksanaan,
mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien
tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara pencegahan
komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.

25
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi: 7
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida .7
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut ADA (2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin

26
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4) Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.
Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti diabetes
secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi
tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet .7
5) Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima
dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk
menurunkan risiko komplikasi dari diabetes melitus.7

3.2 Kaki Diabetikum


3.2.1 Definisi

Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat
dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada
tungkai bawah,1 selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai
kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi.2
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai
bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan
ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi

27
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat
dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan
gangren diabetik.3
3.2.2 Faktor Risiko Kaki Diabetik

Faktor risiko terjadinya kaki diabetik dipengaruhi oleh berbagai faktor


sebagai berikut :

1. Usia
Penelitian di Amerika Serikat yang melaporkan bahwa persentase
kaki diabetik paling tinggi pada usia ≥45 tahun, seperti diketahui usia
lanjut biasanya memiliki keterbatasan gerak, penglihatan yang buruk dan
masalah penyakit yang lain. Tubuh mengalami banyak perubahan terutama
pada organ pankreas yang memproduksi insulin dalam darah pada usia
≥45 tahun, kejadian kaki diabetik sangat tinggi pada usia ini karena fungsi
tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi sehingga
penurunan sekresi atau resistensi insulin dan kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal serta
menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin yang
mengakibatkan timbulnya makroangiopati, yang akan mempengaruhi
penurunan sirkulasi darah yang salah satunya pembuluh darah besar atau
sedang pada tungkai yang lebih mudah untuk terjadinya kaki diabetik.
Kelompok usia terbanyak dalam penelitiannya terdapat pada
rentang usia 45 sampai dengan 59 tahun dan 60 sampai dengan 74 tahun.
Usia merupakan faktor penting yang berhubungan dengan berkembangnya
peripheral vascular disease, neuropati dan amputasi ekstremitas bawah.
Penelitian hubungan antara usia dengan kejadian penyakit arteri perifer
didapatkan semakin bertambahnya usia proses aterosklerosis makin
bertambah.

28
2. Jenis Kelamin
Review yang didasarkan pada studi penelitian cross sectional pada
251 pasien diabetes melitus, dilaporkan sebanyak 70% dari pasien yang
terkena kaki diabetik adalah laki- laki. Penelitian menunjukkan jenis
kelamin laki- laki mempunyai faktor risiko tinggi terhadap kaki diabetik
Penelitian selanjutnya juga menyebutkan bahwa 84% pasien dengan kaki
diabetik adalah pria dan 15,4% adalah wanita. Penyebab perbedaan
prevalensi kaki diabetik diantara pria dan wanita dalam penelitian lainnya
mengenai kaki diabetik dengan ulkus neuropati dan neuroiskemik antara
lain dapat disebabkan oleh beberapa alasan yaitu: faktor hormonal (adanya
hormon estrogen pada wanita yang dapat mencegah komplikasi vaskuler
yang berkurang seiring bertambahnya usia), perbedaan kebiasaan hidup
seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada laki- laki.
3. Lama Menderita Diabetes Melitus
Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang
telah menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa darah tidak
terkendali yang menyebabkan munculnya komplikasi yang berhubungan
dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati
yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki penderita
diabetik yang sering tidak dirasakan. Kadar glukosa darah yang tinggi
akan menimbulkan komplikasi yang berhubungan dengan saraf dan aliran
darah ke kaki. Komplikasi pada saraf dan aliran darah ke kaki inilah yang
menyebabkan terjadinya neuropati dan penyakit arteri perifer.
4. Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik atau pengendalian glukosa darah pada penderita
diabetes melitus dilihat dari dua hal yaitu glukosa darah sesaat dan glukosa
darah jangka panjang. Pemantauan glukosa darah sesaat dilihat dari
glukosa darah puasa dan 2 jam PP, sedangkan pengontrolan glukosa darah
jangka panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c. Kadar GDP
>100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl akan mengakibatkan komplikasi

29
kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler yang
salah satunya kaki diabetik yang berlanjut menjadi ulkus diabetika.
Kadar GDP >100 mg/dl atau GD2JPP >144 mg/dl disebut sebagai
kondisi hiperglikemia, yang jika berlangsung terus menerus menyebabkan
berkurangnya kemampuan pembuluh darah untuk berkontraksi dan
relaksasi, sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah terutama pada kaki
dengan gejala, sakit pada tungkai ketika berdiri, berjalan atau beraktivitas
fisik; kaki teraba dingin; kaki terasa nyeri pada waktu istirahat dan malam
hari; telapak kaki terasa sakit setelah berjalan; luka sukar sembuh; tekanan
nadi menjadi kecil atau tidak teraba; perubahan warna kulit, kaki tampak
pucat atau kebiru-biruan ketika dielevasikan.
5. Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai
dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan
fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total dan
trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL. Pada penderita diabetes
melitus juga sering dijumpai adanya peningkatan kadar kolesterol plasma
dan trigliserida, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein)
sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤45mg/dl). Kadar kolesterol total
≥200mg/dl, trigliserida ≥150mg/dl dan HDL≤45mg/dl akan
mengakibatkan buruknya sirkulasi sebagian besar jaringan dan
menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan yang merangsang reaksi
peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke
pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.
6. Obesitas

30
Obesitas adalah penumpukan lemak di badan secara abnormal atau
berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan seseorang, dikatakan
obesitas apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥23 untuk wanita dan IMT
≥25 untuk laki- laki. Hal ini akan membuat resistensi insulin yang
menyebabkan aterosklerosis, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah
pada kaki yang dapat menyebabkan terjadinya kaki diabetik. Hasil
penelitian menyebutkan dimana seseorang yang mempunyai berat badan
20 kg melebihi berat badan idealnya maka berisiko akan terkena kaki
diabetik.
Pada obesitas dengan IMT ≥23kg/m2 (wanita) dan IMT ≥25kg/m2
(pria) akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinemia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi kaki diabetik
7. Hipertensi
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding
arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan
darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh
darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut
jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan
jantung. Tekanan paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan
sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik).
Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding
pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi
tekanan darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau
aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi.
Karena arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis,
sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri
mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah memaksa melewati
jalan yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi.

31
Untuk mengetahui faktor risiko tekanan darah terhadap kejadian kaki
diabetik, maka tekanan darah dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan
tekanan darah berisiko menurut PERKENI yaitu hipertensi (TD >130/80
mmHg) dan tidak hipertensi (TD ≤130/80 mmHg).
Penelitian yang dilakukan di Indonesia didapatkan penderita kaki
diabetik terbanyak adalah dengan hipertensi (38,92%). Penelitian studi
case control di Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi 4 kali lebih
besar untuk terjadinya kaki diabetik dengan tanpa hipertensi pada diabetes
melitus tipe 2. Hipertensi (TD >130/80 mmHg) pada penderita diabetes
melitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat
menurunnya aliran darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu
hipertensi dengan tekanan >130/80 mmHg dapat merusak atau
mengakibatkan lesi pada endotel pembuluh darah. Kerusakan pada endotel
akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat
terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
Penelitian studi kasus kontrol di Lowa menghasilkan bahwa riwayat
hipertensi 4 kali lebih besar untuk terjadi ulkus diabetika dengan tanpa
hipertensi pada diabetes melitus.
8. Kebiasaan Merokok
Hasil penelitian yang dikutip oleh WHO, pada pasien diabetes
melitus yang merokok mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi kaki
diabetik dibanding pasien diabetes melitus yang tidak merokok.
Kesimpulannya, merokok merupakan faktor kuat menyebabkan penyakit
arteri perifer yang mana sudah dibuktikan berhubungan dengan kaki
diabetik. Nikotin yang dihasilkan dari rokok akan menempel pada dinding
pembuluh darah sehingga menyebabkan insufisiensi dari aliran pembuluh
darah ke arah kaki yaitu arteri dorsalis pedis, poplitea dan tibialis menjadi
menurun.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥12 batang per hari
mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan

32
dengan penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan
merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan
agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun.
9. Deformitas Pada Kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan
kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait
biomekanik. Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan
ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya
dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan
degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan
kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan kolaps pada kaki.
Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan hasil yang
sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal.
10. Riwayat Ulserasi Pada Kaki
Riwayat ulserasi yang ditandai dengan luka terbuka pada
permukaan kulit, nekrosis jaringan karena gangguan peredaran darah ke
organ perifer ditandai dengan menurunnya pulsasi arteri dorsalis pedis dan
neuropati ditandai dengan menurunnya sensasi rasa pada penderita
diabetes melitus tipe 2. Beberapa penelitian mempunyai hasil yang sama
bahwa riwayat kaki diabetik sebelumnya mempunyai faktor risiko
terhadap kaki diabetik. Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada
beberapa sistem organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi
pada tendon achiles dimana Advanced Glycosylate Edend Prodructs
(AGEs) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga
menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon.
Akibat ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata

33
lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama
karena adanya gangguan berjalan (gait). Hilangnya sensasi pada kaki akan
menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur
kaki, misalnya hammer toes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki
charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan
jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang
salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan
pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk
meningkatkan risiko kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.

3.2.3 Patogenesis Kaki Diabetik

1. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia3


Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi
pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima
“hiperplasia membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan
hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan
perlekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal
sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi
fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-
bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja
kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal.
Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel
darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding arteri yang sudah kaku hingga akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan

34
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang
kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai
meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat
istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat.
2. Kaki Diabetik akibat neuropati3
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan
pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme
syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini
meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan
bertambahnya usia penderita.

Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu :

a. Neuropati sensorik
Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan
saraf sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang,
yang menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut
saraf tipe A akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada
sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara
klinis akan timbul gejala seperti kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut
saraf tipe C berperan dalam analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan
pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang
nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada kaki.
Neuropati perifer dapat dideteksi dengan hilangnya sensasi terhadap 10 g
nylon monofilament pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon

35
monofilament, dapat juga menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork
untuk mengukur getaran.7
b. Neuropati motorik
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan
kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang
paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki.
Atropi dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki.
Metatarsal-phalangeal joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini
menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat
menyebabkan kallus pada bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar.
Jaringan di bawah kalus akan mengalami iskemia dan nekrosis yang
selanjutnya akan menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan
kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus
peroneus lateral yang menyebabkan foot drop. Neuropati motorik ini
dapat diukur dengan menggunakan pressure mat atau platform untuk
mengukur tekanan pada plantar kaki.7
c. Neuropati otonom
Neuropati otonom menyebabkan sekresi kulit berkurang
menyebabkan kulit akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan
pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya
selullitis ulkus ataupun gangren kering. Neuropati otonom juga
menyebabkan gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-
vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular shunting. Hal ini
menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi iskemi
pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-
vena pada kaki.
3. Kaki diabetik akibat infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap
infeksi daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah
dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan
dan diperhatikan penderita.5

36
Kuman yang paling sering dijumpai pada infeksi ringan adalah
Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta isolation of Methycillin-
resstant Staphyalococcus aereus (MRSA), Jika penderita sudah
mendapat antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya
dijumpai juga bakteri batang gram negatif (Enterobactericeae,
enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).

DIABETES MELLITUS

Pe nya kit p e m b uluh Ne uro p a ti o to no m Ne uro p a ti p e rife r


d a ra h te p i
 Alira n Ind e ra Ge ra k
 Ke ring a t d a ra h ra b a
Sum b a ta n  Alira n
o ksig e n, nutrisi,
 Re so rp si
a ntib io tik Ke hila ng a n
tula ng Atro p i
Kult ke ring , ra sa sa kit
pe c a h Ke rusa ka n
se nd i Ke hila ng a n
Luka sulit
se m b uh Tra um a b a nta la n
Ke rusa ka n le m a k
ka ki
Tum p ua n b e ra t
ya ng b a ru
Sind ro m ja ri b iru INFEKSI ULKUS
Ga ng re n
G a ng re n m a yo r
AMPUTASI

Gambar 3. Pathogenesis terjadinya ulkus DM

3.2.4 Tanda Dan Gejala Kaki Diabetik


Tanda dan gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeri pada
kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis),
penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit kering.4
a. Intermitten Caudication
Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan dan hilang
saat berhenti berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-
Brachial Index < 0,75.

37
b. Kaki terasa dingin
c. Nyeri
Terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan panas,
aktivitas, dan elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri atau kaki
menggantung.
d. Nyeri iskemia nokturnal
Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah berkurang
sehingga terjadi neuritis iskemik.
e. Pulsasi arteri tidak teraba
f. Atropi jaringan subkutan
g. Kulit terlihat licin dan berkilat

h. Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur

38
Untuk memastikan adanya iskemia pada kaki diabetik perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan lanjutan, terutama jika diperlukan rekonstruksi vaskuler.

Tabel 3. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik 5

Iskemia Neuropati

Gejala Klaudikasio Biasanya tidak nyeri

Nyeri saat istirahat Kadang nyeri neuropati

Inspeksi Tergantung rubor Lenngkung tinggi

Perubahan Tropik Kuku-kuku jari kaki

Tak ada perubahan tropic

Palpasi Dingin Hangat

Tak teraba nadi Nadi teraba

Ulserasi Nyeri Tak nyeri

Tumit dan jari kaki Plantar

3.2.5 Masalah Kaki Pada Penyandang Diabetes

Setiap orang dapat mengalami masalah pada kaki seperti di bawah ini.
Namun bagi penyandang diabetes dengan kadar gula darah yang tidak terkendali,
masalah kaki ini dapat mengarah kepada terjadinya infeksi dan konsekuensi yang
lebih serius seperti amputasi.6

1. Kalus
Merupakan penebalan kulit yang umumnya terjadi di telapak kaki. Kalus
disebabkan gesekan atau tekanan berulang pada daerah yang sama, distribusi
berat tubuh yang tidak seimbang, sepatu yang tidak sesuai, atau kelainan kulit.
Kalus dapat menjadi berkembang menjadi infeksi.6
2. Kulit melepuh

39
Dapat terjadi jika sepatu selalu menggesek kaki pada daerah yang sama.
Disebabkan penggunaan sepatu yang kurang pas atau tanpa kaus kaki. Kulit
melepuh dapat berkembang menjadi infeksi. Hal penting untuk menangani
kulit melepuh adalah dengan tidak meletuskannya, karena kulit melindungi
lepuhan dari infeksi.6
3. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam
Terjadi ketika ujung kuku tumbuh ke dalam kulit dan menimbulkan
tekanan yang dapat merobek kulit sehingga kulit menjadi kemerahan dan
terinfeksi. Kuku kaki yang tumbuh ke dalam dapat terjadi jika anda memotong
kuku sampai ke ujungnya, dapat pula disebabkan pemakaian sepatu yang
terlalu ketat atau trauma kaki karena aktivitas seperti berlari dan aerobik. Jika
ujung kuku kaki anda kasar, gunakan kikir untuk meratakannya.
4. Pembengkakan ibu jari kaki
Terjadi jika ibu jari kaki condong ke arah jari di sebelahnya sehingga
menimbulkan kemerahan, rasa sakit, dan infeksi. Dapat terjadi pada salah satu
atau kedua kaki karena penggunaan sepatu berhak tinggi dan ujung yang
sempit. Pembengkakan yang menimbulkan rasa sakit dan deformitas
(perubahan bentuk) kaki dapat diatasi dengan pembedahan.6
5. Plantar warts
Kutil terlihat seperti kalus dengan titik hitam kecil di pusatnya. Dapat
berkembang sendiri atau berkelompok. Timbulnya kutil disebabkan oleh virus
yang menginfeksi lapisan luar telapak kaki.6
6. Jari kaki bengkok
Terjadi ketika otot kaki menjadi lemah. Kerusakan saraf karena diabetes
dapat menyebabkan kelemahan ini. Otot yang lemah dapat menyebabkan
tendon (jaringan yang menghubungkan otot dan tulang) di kaki memendek
sehingga jari kaki menjadi bengkok. Akan menimbulkan masalah dalam
berjalan dan kesulitan menemukan sepatu yang tepat. Dapat juga disebabkan
pemakaian sepatu yang terlalu pendek.6

7. Kulit kaki kering dan pecah

40
Dapat terjadi karena saraf pada kaki tidak mendapatkan pesan dari otak
(karena neuropati diabetik) untuk berkeringat yang akan menjaga kulit tetap
lembut dan lembab. Kulit yang kering dapat pecah.Adanya pecahan pada kulit
dapat membuat kuman masuk dan menyebabkan infeksi. Dengan gula darah
anda yang tinggi, kuman akan mendapatkan makanan untuk berkembang
sehingga memperburuk infeksi.6
8. Athlete's foot (kaki atlet)
Disebabkan jamur yang menimbulkan rasa gatal, kemerahan, dan
pecahnya kulit. Pecahnya kulit di antara jari kaki memungkinkan kuman masuk
ke dalam kulit dan menimbulkan infeksi.Infeksi dapat meluas sampai ke kuku
kaki sehingga membuatnya tebal, kekuningan, dan sulit dipotong.6

Gambar 4. Masalah kaki pada penyandang diabetes

41
3.2.6 Klasifikasi Kaki Diabetik

Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam lima
derajat menurut Wagner, yaitu;2

Tabel 1.sistem klasifikasi kaki diabetik, Wagner.

Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai

kelainan bentuk kaki

Derajat I Ulkus superficial dan terbatas di kulit

Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang

Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis

Derajat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

42
Gambar 5. Kaki diabetik

1. Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau
lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen
primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu
kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi
hipertropik dan anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu
kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangeal joint,
proximal interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.
Deformitas lainnya adalah depresi caput metatarsal, depresi caput
longitudinalis dan penonjolan tulang karena arthropati charcot.2
2. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan
menunjukkan terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu
faktor risiko seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas
dengan ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit,
dasar kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial
terbatas pada kulit).2

43
3. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda
pada grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk
ulkus. Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat
bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan
tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal. 2
4. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan
adanya abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan
terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri
yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke
dasar tulang, oleh karena itu diperlukan perawatan di rumah sakit karena
ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses
dengan atau tanpa osteomielitis. 2
5. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau
lebih, gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan
gangren pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari
dua cara, yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini
menyebabkan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya
mungkin terdapat suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak
dikoreksi akan menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua
yaitu adanya infeksi atau peradangan yang terus-menerus. Dalam hal ini
terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema
jaringan lokal. 2
6. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-
gangren diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah 2

44
Tabel 2. Sistem klasifikasi kaki diabetic, modifikasi Brodsky

Kedalaman Luka Definisi


0 Kaki berisiko tanpa ulserasi

1 Ulserasi superfisial, tanpa ulserasi

2 Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon

3 Ulserasi yang luas/abses


Luas Daerah Iskemik Definisi
A Tanpa iskemik

B Iskemik tanpa gangrene

C Partial gangrene

D Complete foot gangrene

3.2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe


angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat
obstruksi, dan status vaskuler.2

Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren


panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah
dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal.2

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila


sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P,
yaitu Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi
sumbatan secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine.

45
Stadium Gejala dan Tanda Klinis
I Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat

II Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila


istirahat

Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m


IIa
Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m
IIb
Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari)
III
Ulkus / gangrene
IV

a. Pemeriksaan Fisik

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting


karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatar belakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.5

Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,


bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada
ulkus yang dilatar belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar
kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di

46
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%). 5

Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab


terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan
sensoris dengan uji monofilamen.

1. Uji monofilamen
merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena
telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan
tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon
monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalahdi
sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit)
dan sisi dorsal. 2,5

2. Pemeriksaan pulsasi
merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada
penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi
arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus
dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah

47
atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan
dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan
patensi aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten
mempunyai gangguan arteri femoralis superfisialis, dan karena itu
meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi
pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih
sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu
meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi tidak
didapatkan pulsasi distalnya. 5,7

Gambar 6. Pemeriksaan palpasi dari denyut perifer

3. Ankle brachial index (ABI)


merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya
obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah,
mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai
marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti
kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah,
kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh
probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan
sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan
di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi

48
penurunan tekanan. ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle
dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga normal dari
ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI 0,41–0,70
telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi
obstruksi vaskuler berat.5,6,7
Pasien diabetes melitus dan hemodialisis yang mempunyai lesi
pada arteri kaki bagian bawah, (karena kalsifikasi pembuluh darah), maka
ABI menunjukkan lebih dari 1,2 sehingga angka ABI tersebut tidak
menjadi petunjuk diagnosis. Pasien dengan ABI kurang dari 0,5
dianjurkan operasi (misalnya amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI
>0,6 dapat diharapkan adanya manfaat dari terapi obat dan latihan. 5

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis


secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit. 5

Pemeriksaan lainnya ialah Transcutaneous Oxymetri (TcPO2) yang


berhubungan dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah ke jaringan. TcPO2 pada

49
arteri yang mengalami oklusi sangat rendah. Pengukuran ini sering digunakan
untuk mengukur kesembuhan ulkus maupun luka amputasi.
USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital
subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau
computed tomography angoigraphy (CTA). 5

Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih


diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi. 5,6

Magnetic Resonance Angiography (MRA) Merupakan teknik yang baru,


menggunakan magnetic resonance, lebih sensitif dibanding angiografi standar.
Arteriografi dengan kontras adalah pemeriksaan yang invasif, merupakan standar
baku emas sebelum rekonstruksi arteri. Namun, pasien-pasien diabetes memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya gagal ginjal akut akibat kontras meskipun
kadar kreatinin normal.

Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk


mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik. 5,6

3.2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari penobatan umum yaitu


pengendalian diabetes dan pengobatan khusus yaitu penanganan terhadap kelainan
kaki.2

1. Umum
 Istirahat

50
Istirahat tempat tidur mutlak pada setiap penderita kelainan kaki
diabetes. Dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan
merusak jaringan fibroblas; sehingga akan menghalangi penyembuhan.
Selain itu setiap tekanan pada luka menciptakan kondisi iskemia pada
daerah yang sakit dan sekitarnya sehingga penyembuhan menjadi semakin
sulit.

 Pengendalian Diabetes (dengan insulin)


Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara
sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satu-
nya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat
selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan
terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan
kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut
sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-
kan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau
pengelolaan farmakologis.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus,
meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes
dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan
tunggal.

51
Sarana pengendalian secara farmakologis pada penderita diabetes
mellitus dapat berupa pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO)3
1. Golongan Sulfonylurea
2. Golongan Biguanid
3. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
4. Golongan Insulin Sensitizing
 Antibiotik
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian
tidaklah berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan.
Biakan kuman mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik
yang sesuai. Dari pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan
kuman ganda. Dari salah satu penelitian di New England Deaconess
Hospital selalu ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu: gram positif coccus,
gram negatif coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis
kuman gram negatif. Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram
negatif Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya
buruk. Gas gangren harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh
kuman anaerob. Oleh karena infeksi pada diabetes cenderung untuk cepat
memburuk, pengobatan antibiotik sebaiknya segera dimulai. Pada infeksi
kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil menunggu hasil
biakan) ialah pemberian intravena. Dua kelompok kombinasi yang
dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin
atau sefalosporin dan kloramfenikol.3

2. Khusus (pengendalian kaki)


 Strategi pencegahan2
Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien,
perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat
melindungi.

52
Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan
sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu
atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko
terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat
memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan
sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki
putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus
adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi
risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan
sekitar.
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta
penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat
penderita datang untuk kontrol.7

Pencegahan kaki diabetik, yaitu :7

a. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga


menuntut perhatian penuh.
b. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering
setiap kali mandi.
c. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan
menggunakan cermin.
d. Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
e. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
f. Sepatu harus cukup lebar dan pas.
g. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
h. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
i. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
j. Kuku dipotong secara lurus.
k. Berhenti merokok.

53
B. Penanganan Ulkus 2

Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau
penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian
membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang
sering diikuti oleh infeksi sekunder.

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;

 Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki
khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang
dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada
kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak
dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya
memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)
atau dengan pembenahan deformitas.
 Tingkat I :
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
 Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih
berarti.
 Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik
parenteral yang sesuai dengan kultur.
 Tingkat IV :

54
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian
atau amputasi seluruh kaki.

Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian
enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan
kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,

55
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal

Tindakan Bedah
Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat
kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency).
(53) Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas,
seperti pada kelainan spur tulang, hammer toes atau bunions. Tindakan bedah
profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang
pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan
adalah melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah
kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif.
Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular (angioplasti
dengan menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan
bedah vaskular.
Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini
jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus
dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk
menghilangkan penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan.
Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy
atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan,
yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi.
Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan
nekrotik. Dari sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus
terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1
dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade 3 dan 4).
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan
tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan
jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk
mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai

56
adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari
infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah fasciitis nekrotika dan gas
gangren.
Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang
mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang
dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi
amputasi pada kaki diabetika :7
a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas
b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
c. Ulkus resisten
d. Osteomielitis
e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
g. Trauma pada kaki
h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati

3.2.9 Perawatan Luka


Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan
suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu
tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar
dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,

57
seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba,
dan sebagainya.7
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu
yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak
menyebabkan maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat

3.2.10 Prognosis

Menurut penelitian pada penderita kaki diabetik yang telah dilakukan


amputasi transtibial, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita
meninggal.2 Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk mendapatkan
masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes
mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan
dari tenaga medis atau paramedis. 2

58
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien Perempuan usia 50 tahun datang ke IGD RSUD Palembang Bari


dengan keluhan nyeri luka pada kaki kiri yang semakin memberat sehingga tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari + 20 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan
sering terbangun dimalam hari untuk BAK (+) : 5-6 kali/ malam, mudah merasa
haus (+) dan nafsu makan meningkat (+).+ 4 bulan SMRS pasien mengeluh
adanya luka pada kaki kiri akibat tertusuk paku sewaktu berjalan. Luka terasa
nyeri (+), nanah(+), bengkak (+) di sekitar luka. Pasien menyangkal mengeluh
demam semenjak timbul luka pada kaki kiri. Gejala klinis yang juga terjadi pada
pasien ialah sering merasa lapar sehingga lebih banyak makan (polifagia), mudah
haus (polidipsi), sering buang air kecil (poliuria). Polifagia, polidipsi, dan poliuria
merupakan gejala klasik dari diabetus melitus. Diabetes mellitus (DM) adalah
suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi
normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun
absolut. Apabila kondisi ini dibiarkan tidak terkendali maka akan terjadi
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang baik
mikroangiopati maupun makroangiopati.

Pada Pasien didapati usia 50 tahun. Usia sangat erat kaitannya dengan
terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka
prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua
yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat
jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta
pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar

59
glukosa.

Berdasarkan jenis kelamin, pada kasus yakni perempuan. Penyakit


Diabetes Mellitus tipe II lebih sering dijumpai pada perempuan dibanding laki-
laki karena pada perempuan memiliki kadar LDL dan kolesterol yang tinggi
dibanding laki-laki.

Pada pemeriksaan fisik didapati pada extremitas regio pedis sinistra


Tampak gangren pada lateralis digiti II-V pedis sinistra ukuran ± 3 x 7 cm,
nyeri(+), pus(+). Pada penderita diabetes mellitus tipe II terjadi reaksi yang
berujung pada kurangnya vasodilatasi akan mengakibatkan aliran darah ke saraf
menjadi menurun. Sehingga sensasi nyeri akan berkurang atau hilang sama sekali
dan berefek terhadap kaki penderita akan mudah terluka tanpa penderita sadari.
Proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edema jaringan lunak
pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau
pembentukan kalus. Jaringan yang terkena awalnya berubah warna menjadi
kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati,
menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cidera tidak akan terasa oleh
pasien yang rasa kepekaannya telah menghilang dan cidera yang terjadi bisa
berupa cidera termal, cidera kimia atau cidera traumatik. Tanda-tanda pertama
pada gangren adalah keluar nanah, dan kemerahan.Gangren adalah rusak dan
membusuknya jaringan, daerah yang terkena gangren biasanya bagian ujung-
ujung kaki atau tangan. Gangren kaki diabetik luka pada kaki yang merah
kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh
darah sedang atau besar ditungkai. Luka gangren merupakan salah satu
komplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh setiap penderita DM.
Berdasarkan kriteria klasifikasi kaki diabetikum neurut wagner pada kasus
didapati derata II, karena Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang.

Pada pasien ini diberikan terapi untuk kaki diabetiknya juga untuk
penyakit dasarnya yaitu DM tipe 2. Penatalaksanaan penyakit DM pada pasien ini
berupa pengaturan makanan dengan diet DM untuk mencukupi kebutuhan kalori
pasien, mempertahankan berat badan pasien dan mempertahankan kadar glukosa
darah mendekati normal. Pasien juga diberikan injeksi insulin long acting berupa
Lantus (Insulin Glargine) yang dosisnya yakni 10 IU/SC.

Pengelolaan kaki diabetik pada pasien ini berupa perawatan luka dua kali

60
sehari dan juga pemberian antibiotik. Pemberian antibiotika seharusnya
didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas
kuman tersedia, antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki
diabetik yang terinfeksi yaitu diberikan antibiotik dengan spektrum luas,
mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman
anaerob (seperti metronidazole). Pada pasien ini diberikan injeksi antibitotik
spektrum luas golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftriaxone 2gr/24
jam/IV dan antibiotik untuk bakteri anaerob yaitu Metronidazole 0,5
gram/8jam/IV. Cilostazol diberikan dengan dosis 50 mg 2x1 berfungsi sebagai
antikoagulan.

61
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
 Telah dilaporkan seorang pasien, Ny.C, umur 50 tahun, datang dengan
keluhan utama luka di bagian telapak kaki kiri bagian bawah dialami ± 4
bulan yang lalu. Luka tidak sembuh makin hari bertambah berat sejak 20
hari yang lalu.
 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien di
diagnosis dengan ulkus diabetikum regio pedis sinistra et causa DM type
II dan termasuk dalam wagner derajat 1 + Anemia + Hipoalbumin.
 Pasien diterapi dengan cara memperbaiki keadaan umum

5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan antara lain:
 Pada pasien ini disarankan untuk melakukan perawatan dan penilaian kaki
serta konsultasi vascular jika dicurigai adanya penyakit arteri perifer setiap
1-2 bulan oleh dokter spesialis bedah dan penyakit dalam.

62
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. Et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed
5. Jakarta: Interna Publishing.
2. Omer Aziz, Sanjay Purkayastha. 2009. Hospital Surgery Foundations In
Surgical Practice. New York. Cambridge University
3. Holzheimer RG, Mannick JA. 2001. Surgical Treatment: Evidence-Based
and Problem-Oriented. Munich: Zuckschwerdt
4. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong.2004.Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta :
EGC
5. Edmonds M E, Foster A V M, Sanders L J. 2004. A practical manual of
Diabetic foot care. USA : Blackwell Publishing.
6. PERKENI. 2011. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes
Melitus tipe 2 di Indonesia.
7. ADA. 2012. Standart of Medical Care in Diabetes 2012. Diabetes Care,
35(1). care.diabetesjournals.org
8. Riskesdas 2013. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional 2013. Badan
Penelitian & Pengembangan kesehatan DepKes RI.
9. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
dalam http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/diabetes melitus.
10. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Tipe 2
di Indonesia. PERKENI : Jakarta.
11. A. Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I: Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. p: 519-520.

63
64

Anda mungkin juga menyukai