Anda di halaman 1dari 16

UJIAN TENGAH SEMESTER UNIVERSITAS BUDI LUHUR

PEMERIKSAAN AKUNTANSI
TANGGAL : 21 Mei 2021

Dosen : Dr. Agustina Mappadang, SE., MM., BKP,CT,WPPE

Nama: Vicaya Citta Dhammo


NIM: 2032600039

Kasus BUMN Garuda

Audit Operasional adalah audit yang dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas
dari suatu operasi. Kasus yang kita angkat adalah kasus manipulasi laba atau rekayasa
laporan keuangan dan terkait dengan auditor independen. Hal ini tentu merugikan bagi
Garuda dan tentunya bagi negara sebagai pemiliki maskapai tersebut. Garuda tidak mampu
melakukan transparansi dan prinsip-prinsip tata kelola yang baik

Jika anda seorang auditor maka jelaskan aspek-aspek yang terkait dalam audit tersebut dan
potensi risiko yang dialami.

Penilaian akan dilakukan dalam hal ketajaman anda menganalisis kasus dalam hal :
1. Point-point masalah yang terjadi
2. Kelemahan – kelemahan dan solusi apa yang seharusnya dilakukan

Terimakasih dan selamat mengerjakan

Catatan.

1. UTS Dikumpul hari Kamis tanggal 1 Juni 2021 maksimal jam 12.00 WIB
2. Tugas kelompok Artikel dikumpul maksimal minggu kedua Juni 2021 dan
dilampirkan tes plagiarism dengan turnitin maksimal 20%.
Jawab:
Aspek-Aspek Yang Terkait Dalam Audit Tersebut
Menurut PSAK 1 (SAK 110) revisi, menyatakan bahwa :
Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk
memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji
material, yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan. Karna sifat dari bahan bukti
audit dan karakteristik kecurangan, auditor harus mampu mendapatkan keyakinan yang
memadai, namun bukan absolute, bahwa salah saji material telah dideteksi. Auditor tidak
memiliki tanggung jawab untukmerencanakan dan menjalankan audit untuk mendapatakan
keyakinan yang memadai bahwa kesalahan penyajian yang disebabkan oleh kesalahan
maupun kecurangan, yang tidak signifikan terhadap laporan keuangan telah terdeteksi”.
Paragraf ini membahas mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kesalahan
penyajian yang sifatnya material dalam laporan keuangan serta diskusi terkait dalam standar
mengenai tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang material memasukkan
beberapa istilah dan kalimat penting.
Salah Saji Material versus Tidak Material. Kesalahan saji biasanya dianggap material
jika gabungan dari kesalahan-kesalahan yang belum dikoreksi dan kecurangan dalam laporan
keuangan akan mengubah atau memengaruhi keputusan orang-orang yang menggunakan
laporan keuangan tersebut. Akan menjadi sangat mahal (tidak mungkin) jika auditor harus
bertanggung jawab dalam menemukan semua kesalahan maupun kecurangan yang sifatnya
tidak material.
Keyakinan Memadai. Standar audit mengindikasikan keyakinan yang memadai
sebagai tingkat yang tinggi, namun tidak absolut, bahwa laporan keuangan telah bebas dari
salah saji material. Konsep “memadai namun bukan absolut” menandakan bahwa auditor
bukanlah penjamin kebenaran atas laporan keuangan.
Auditor bertanggung jawab untuk mendapatkan tingkat keyakinan yang memadai,
namun bukan absolut, untuk beberapa alasan berikut :
1. Sebagian besar bahan bukti audit berasal dari pengujian sample populasi, misalnya untuk
akun piutang dagang atau persediaan.
2. Penyajian akuntansi berisi estimasi yang kompleks, di mana melibatkan ketidakpastian
dan dapat dipengaruhi oleh kejadian di masa mendatang. Akibatnya, auditor harus
mengandalkan bukti yang meyakinkan, namun tidak menjamin.
3. Sering kali sangat sulit , atau bahkan tidak mungkin bagi auditor untuk mendeeksi
kesalahan saji dalam laporan keuangan, khususnya ketika terjadi kolusi di antara
manajemen
Argumen terbaik bagi auditor ketika kesalahan penyajian yang material tidak dapat
ditemukan adalah dengan telah menjalankan audit sesuai dengan standar audit.
Kesalahan versus Kecurangan. PSAK 70 (SAK 316) membedakan dua jenis salah saji
yaitu, kesalahan (errors) dan kecurangan (fraud). Suatu kesalahan merupakan salah saji dalam
pelaporan keuangan yang tidak disengaja, sedangkan kecurangan merupakan salah saji dalam
saji yang disengaja.contoh kesalahan diantaranya lupa memperhitungkan harga bahan baku
lama dalam menentukan biaya persediaan dengan metode lebih rendah antara biaya dan harga
pasar. Untuk kecurangan, terdapat perbedaan antara penyalahgunaan aset, yang sering disebut
juga sebagai kecurangan karyawan, dan kecurangan dalam pelaporan keuangan, yang sering
disebut juga dengan kecurangan manajemen.
Skeptisme profesional. PSAK 04 (SAK 230) mengharuskan pengauditan di desain
untuk menghasilkan keyakinan yang memadai untuk mendeteksi baik kesalahan-kesalahan
yang material maupun kecurangan dalam laporan keuangan. Skeptisme profesional
merupakan suatu perilaku pemikiran yang secara kritis dan penilaian kritis atas bahan bukti
audit.
Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kesalahan Saji Material
Auditor menekan beragam kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan-kesalahan
dalam perhitungan, kealpaan, kesalahpahaman dan kesalahan penerapan standar akuntansi,
serta kesalahan dalam pengelompokan dan penjelasan.

Tanggung Jawab Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Material


Standar audit juga mengakui bahwa kecurangan lebih sulit untuk dideteksi karena
manajemen atau karyawan yang terlibat dalam kecurangan tersebut berusaha untuk menutup-
nutupi kecurangan tersebut. Namun demikian, kesulitan dalam mendeteksi tidak mengubah
tanggung jawab auditor untuk merencanakan dan menjalankan audit dengan tepat untuk
mendeteksi salah saji material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan.
Kecurangan yang Diakibatkan Kecurangan dalam Pelaporan Keuangan dan
Penyalahgunaan aset baik kecurangan dalam pelaporan keuangan maupun penyalahgunaan
aset berpotensi membahayakan para pengguna laporan keuangan, namun ada perbedaan
penting diantara kedua kecurangan tersebut. Biasanya, namun tidak selalu, penggelapan aset
dilakukan oleh karyawan dan bukan manajemen, dan jumlah yang dicuri sering kali tidak
signifikan.
Terdapat perbedaan penting antara penggelapan aset dan salah saji yang muncul dari
penggelapan aset tersebut. Pertimbangkan situasi berikut.
1. Aset diambil dan penggelapan ini ditutupi dengan cara menyalahsajikan aset. Misalnya,
kas yang ditagih dari konsumen telah dicuri sebelum dicatat sebagai penerimaan kas, dan
akun piutang untuk konsumen tersebut tidak dikreditkan. Sehingga salah saji ini tidak
dapat dideteksi.
2. Aset diambil dan penggelapan ini ditutupi dengan mengurangsajikan pendapatan atau
melebihsajikan beban. Misalnya, kas yang diterima dari penjualan tunai telah dicuri dan
transaksi tidak dicatat.
3. Aset diambil, namun penyalahgunaan dapat dideteksi. Laporan laba rugi dan catatan kaki
yang terkait dengan jelas menggambakan adanya penyalahgunaan tersebut.

Tanggung Jawab Auditor untuk Membongkar Tindakan Ilegal


Tindakan ilegal didefinisikan dalam PSAK 31 (SAK 317) sebagai pelanggaran
terhadap hukum atau peraturan pemerintah selain kecurangan. Dua contoh tindakan ilegal
adalah pelanggaran terhadap peraturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah dan
pelanggaran hukum perlindungan lingkungan.
Tindakan ilegal Berdampak Langsung. Tanggung jawab auditor yaitu setiap
melakukan audit, auditor biasanya akan mengevaluasi apakah terdapat bahan bukti yang
tersedia yang mengindikasikan adanya pelanggaran yang signifikan terhadap peraturan
perpajakan pemerintah. Untuk melakukan evaluasi ini, audtor dapat melakukan diskusi
dengan personel klien dan memeriksa laporan yang diterbitkan oleh kantor pajak setelah
selesai memeriksa pajak penghasilan klien.
Tindakan ilegal Berdampak Tidak Langsung. Denda potensial yang besarnya
signifikan dan sanksi yang diberikan berdampak tidak langsung terhadap laporan keuangan
dengan pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas
bunga, royalti dan dividen di mana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan
yaitu pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir
kepada entitas dan adanya transfer of risk. Banyak faktor yang bisa terjadi dalam proses
pemeriksaan sehingga membuat hasil audit salah. Misalnya, tidak lengkapnya data yang
disajikan perusahaan yang bersangkutan, atau bisa juga kesalahan penyajian data keuangan
sehingga mengakibatkan kesimpulan audit yang disusun menjadi salah.
Potensi Risiko Yang Dialami
 Harga saham Garuda Indonesia mengalami penurunan ke level Rp 478 per saham dari
sebelumnya Rp500 per saham. Saham perseroan terus melanjutkan pelemahan hingga
penutupan perdagangan hari ini, Selasa (30/4) ke posisi Rp466 per saham atau turun
persen.
 OJK mengenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada PT
Garuda Indonesia Tbk. atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
 Sanksi denda juga dijatuhkan masing-masing anggota Direksi PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11
tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.
 Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia
Tbk (GIAA) atas kasus klaim laporan keuangan perseroan yang menuai polemik.
Beberapa sanksi yang dijatuhkan antara lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement
atau perbaikan laporan keuangan perusahaan dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.
 Mengenakan sanksi administratif berupa Pembekuan Surat Tanda Terdaftar (STTD)
selama satu tahun kepada Sdr. Kasner Sirumapea (Rekan pada KAP Tanubrata, Sutanto,
Fahmi, Bambang & Rekan (Member of BDO International Limited)) dengan STTD
Nomor: 335/PM/STTD-AP/2003 tanggal 27 Juni 2003 yang telah diperbaharui dengan
surat STTD Nomor: STTD.AP-010/PM.223/2019 tanggal 18 Januari 2019, selaku Auditor
yang melakukan audit LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018
atas pelanggaran Pasal 66 UU PM jis.

Pembahasan Kasus BUMN Garuda


Kronologis Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) yang berhasil membukukan laba
bersih US$809 ribu pada 2018, berbanding terbalik dari 2017 yang merugi US$216,58 juta
menuai polemik. Dua komisaris Garuda Indonesia, Chairul Tanjung dan Dony Oskaria
menolak untuk mendatangani laporan keuangan 2018. Keduanya menolak pencatatan
transaksi kerja sama penyediaan layanan konektivitas (wifi) dalam penerbangan dengan PT
Mahata Aero Teknologi (Mahata) dalam pos pendapatan. Pasalnya, belum ada pembayaran
yang masuk dari Mahata hingga akhir 2018. Hingga saat ini, polemik laporan keuangan
Garuda Indonesia masih terus bergulir.
Berikut adalah kronologi terkuaknya kasus skandal mengenai laporan keuangan PT.
Garuda Indonesia:
1 April 2019

Sebagai perusahaan publik, Garuda Indonesia melaporkan kinerja keuangan tahun buku
2018 kepada Bursa Efek Indonesia. Dalam laporan keuangannya, perusahaan dengan kode
saham GIAA berhasil meraup laba bersih sebesar US$809 ribu, berbanding terbalik dengan
kondisi 2017 yang merugi sebesar US$216,58 juta. Kinerja ini terbilang cukup mengejutkan
lantaran pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar US$114,08 juta.
24 April 2019

Perseroan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta.


Salah satu mata agenda rapat adalah menyetujui laporan keuangan tahun buku 2018.Dalam
rapat itu, dua komisaris Garuda Indonesia, Chairul Tanjung dan Dony Oskaria selaku
perwakilan dari PT Trans Airways menyampaikan keberatan mereka melalui surat keberatan
dalam RUPST. Chairal sempat meminta agar keberatan itu dibacakan dalam RUPST, tapi atas
keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan. Hasil rapat pemegang saham pun
akhirnya menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. "Laporan tidak
berubah, kan sudah diterima di RUPST. Tapi dengan dua catatan yaitu ada perbedaan
pendapat. Itu saja," jelas Chairal.
Trans Airways berpendapat angka transaksi dengan Mahata sebesar US$239,94 juta
terlalu signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika nominal
dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya
masih merugi US$244,96 juta. Dua komisaris berpendapat dampak dari pengakuan
pendapatan itu menimbulkan kerancuan dan menyesatkan. Pasalnya, keuangan Garuda
Indonesia berubah dari yang sebelumnya rugi menjadi untung.Selain itu, catatan tersebut
membuat beban yang ditanggung Garuda Indonesia menjadi lebih besar untuk membayar
Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Padahal, beban itu seharusnya
belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum masuk
ke kantong perusahaan.
25 April 2019

Pasar merespons kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia. Sehari usai kabar
penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan kode
GIAA itu merosot tajam 4,4 persen pada penutupan perdagangan sesi pertama, Kamis (25/4).
Harga saham Garuda Indonesia anjlok ke level Rp478 per saham dari sebelumnya Rp500 per
saham. Saham perseroan terus melanjutkan pelemahan hingga penutupan perdagangan hari
ini, Selasa (30/4) ke posisi Rp466 per saham atau turun persen.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil manajemen Garuda
Indonesia terkait timbulnya perbedaan opini antara pihak komisaris dengan manajemen
terhadap laporan keuangan tahun buku 2018. Selain manajemen perseroan, otoritas bursa
juga akan memanggil kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan
Rekan selaku auditor laporan keuangan perusahaan. Pemanggilan itudijadwalkan pada Selasa
(30/4).
26 April 2019

Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bakal memanggil manajemen


perseroan. Sebelum memanggil pihak manajemen, DPR akan membahas kasus tersebut dalam
rapat internal. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan perseturuan
antara komisaris Garuda Indonesia dengan manajemen akan dibahas dalam rapat internal usai
reses. Dalam rapat itu akan dipastikan terkait pemanggilan sejumlah pihak yang berkaitan
dengan pembuatan laporan keuangan maskapai pelat merah tersebut. Jika sesuai jadwal, DPR
kembali bekerja pada 6 Mei 2019.
Selain itu pada hari yang sama, beredar surat dari Sekretariat Bersama Serikat
Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga) perihal rencana aksi mogok karyawan Garuda
Indonesia. Aksi ini berkaitan dengan penolakan laporan keuangan tahun 2018 oleh dua
komisaris. Dalam surat tersebut disebutkan pernyataan pemegang saham telah merusak
kepercayaan publik terhadap harga saham Garuda Indonesia dan pelanggan setia maskapai
tersebut.Namun, Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Sekarang justru membantah akan
melakukan aksi mogok kerja. Presiden APG Bintang Hardiono menegaskan karyawan belum
mengambil sikap atas perseteruan salah satu pemegang saham dengan manajemen saat ini.
30 April 2019

BEI telah bertemu dengan manajemen Garuda Indonesia dan kantor akuntan publik
(KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor laporan keuangan
perusahaan. Pertemuan itu berlangsung pada pukul 08.30-09.30 WIB. Sayangnya, pertemuan
dua belah pihak berlangsung tertutup. Otoritas bursa menyatakan akan mengirimkan
penjelasan usai pertemuan tersebut.
"Bursa meminta semua pihak untuk mengacu pada tanggapan perseroan yang
disampaikan melalui IDXnet dan penjelasan dapat dibaca di website bursa," kata Direktur
Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna. Sementara Menteri Keuangan mengaku
telah meminta Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto untuk mempelajari
kisruh terkait laporan keuangan BUMN tersebut.

Fakta-fakta Kesalahan Laporan Keuangan Garuda Indonesia Hingga Dikenakan


Sanksi
Setelah menuai polemik beberapa waktu lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya
mengumumkan hasil pemeriksaan laporan keuangan tahun 2018 PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk (GIAA). Dalam pemeriksaan tersebut, Garuda Indonesia dinyatakan melakukan
kesalahan terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2018.Atas
temuan ini, OJK memberi tenggat waktu selama 14 hari atau dua minggu kepada Garuda
Indonesia untuk memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Tahunan per 31
Desember 2018.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyatakan bahwa laporan keuangan
Garuda Indonesia belum sesuai standar akuntan. Hal ini usai dilakukannya pemeriksaan
terhadap Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan
(Member of BDO Internasional)."Kesimpulannya ada dugaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan audit itu, belum sepenuhnya mengikuti standar akuntansi yang berlaku," tutur
Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto di Jakarta, Jumat (14/6). Sementara Menteri Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno menyatakan laporan keuangan tersebut telah
mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, laporan itu juga telah diaudit
oleh auditor akuntan publik terpercaya sebelum dinaikan."Itu yang saya enggak ngerti kenapa
dipermasalahkan, karena secara audit sudah keluar dan itu pakai auditor akuntan publik yang
independen dan sudah dikenal dan diregister terhadap OJK," ujar dia di Purwakarta, Jumat
(26/4).
Lebih lanjut, Rini juga mencibir anggapan dua komisaris yang mempertanyakan
perolehan laba bersih GIIA yang berasal dari piutang. Menurut dia, hal itu wajar untuk
dilakukan dan tidak melanggar aturan."Lah enggak apa- apa. Sama saja seperti begini, kita
bikin kontrak ini orang ini yang punya wifi ini internasional, jadi apa yang dibukukan? Yang
dibukukan itu kita punya kontrak," tutur dia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memutuskan
bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan kesalahan terkait kasus penyajian
Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2018. Temuan ini merupakan hasil investigasi
setelah melakukan koordinasi bersama Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Pusat
Pembinaan Profesi Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya.
Pihak OJK yang diwakili oleh Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan
Manajemen Strategis, Anto Prabowo, mengungkapkan bahwa, Garuda Indonesia telah
terbukti melanggar Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU
PM) jis. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan
(ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa. "Pengenaan sanksi dan/atau Perintah
Tertulis terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, AP,
dan KAP oleh OJK diberikan sebagai langkah tegas OJK untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap industri Pasar Modal Indonesia," ujar Anto Prabowo, dalam keterangan
resminya Jumat (28/6).
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis, Anto Prabowo
mengatakan, OJK juga mengenakan Sanksi Administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta
kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor
29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.Tak hanya
perseroan, sanksi denda juga dijatuhkan masing- masing anggota Direksi PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor
VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan.Selai itu, Bursa Efek
Indonesia (BEI) resmi menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas
kasus klaim laporan keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa sanksi yang
dijatuhkan antara lain denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau perbaikan laporan
keuangan perusahaan dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.
Deputi Jasa Keuangan, Survei dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo
mengatakan, sebelum keputusan hasil pemeriksaan laporan keuangan dilayangkan, pihaknya
selaku pemegang saham Seri-A sudah meminta kepada Dewan Komisaris untuk melakukan
audit interim per 30 Juni 2019."Kami meminta agar audit interim tersebut dilakukan dengan
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berbeda untuk mengetahui kinerja dan subsequent event,"
kata Gatot melalui keterangan resminya, Jumat (28/6). Gatot juga meminta agar Dewan
Direksi dan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk dapat
menindaklanjuti keputusan OJK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.ementara itu, VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, M Ikhsan Rosan,
mengatakan menghormati hasil pemeriksaan Kementerian Keuangan dan OJK yang
menyatakan laporan keuangan Garuda Indonesia - khususnya pencatatan kerjasama inflight
connectivity dengan Mahata.Garuda Indonesia, dia menambahkan, akan terus melaksanakan
dan menyempurnakan kerjasama ini karena akan menguntungkan Garuda Indonesia.
Mengingat potensi ancilary revenue yang akan terus berkembang seiring dengan
meningkatnya jumlah penumpang Garuda Indonesia group yangs saat ini berjumlah lebih
kurang 50 juta per tahunnya.
Direktur Penilaian PT Bursa Efek Indonesia (BEI) I Nyoman Gede Yetna menuturkan,
manajemen BEI hingga kini belum sampai pada keputusan untuk membekukan (suspensi)
saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) meski laporan keuangan perusahaan menuai
polemik."Kami dari Bursa berpendapat belum perlu melakukan suspensi perdagangan saham
Perseroan pada saat ini," ujarnya di Jakarta, Jumat (28/6). Nyoman pun melanjutkan, BEI ke
depannya akan terus melihat pergerakan saham Garuda Indonesia untuk mempertimbangkan
tindakan selanjutnya. "Selanjutnya, Bursa akan senantiasa memantau pergerakan harga saham
dan keterbukaan informasi Perseroan serta melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan yang
berlaku," papar dia.

Rekayasa Laporan Keuangan Direksi Garuda Diminta Mundur

Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menjadi sorotan setelah laporan keuangan
perseroan untuk tahun buku 2018 terbukti bermasalah, menyusul sanksi yang diberikan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga BEI. Desakan
mundur terhadap Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara muncul dari Aliansi Muda Untuk
Demokrasi (Almud). Menurut Almud manipulasi laporan keuangan merupakan indikasi
penipuan publik yang harus ditindak tegas. Berdasarkan informasi sebelumnya, diperoleh
keterangan bahwa Garuda mencatatkan keuntungan sekitar Rp11 Miliar di Desember 2018,
padahal pada tahun 2017, Maskapai Pelat Merah ini mengalami defisit hingga Rp3
Triliun."Pada laporan 31 Desember 2018 dituliskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero)
Tbk meraup laba bersih USD 809,85 ribu atau sekitar Rp11 miliar. Padahal kita ketahui
bersama PT Garuda mengalami kerugian cukup dalam pada 2017 mencapai Rp3 triliun," ujar
Koordinator Almud, Fadhli di Jakarta, Selasa (2/7/). Sambung dia menambahkan, dirinya
sangat tidak mempercayai laporan keuangan Garuda yang menyebut jika kerugian di tahun
2017, dapat dipoles menjadi keuntungan di tahun 2018. Apalagi pada 2018 nilai tukar rupiah
pernah melemah hingga Rp14.000 per dolar Amerika dan harga minyak dunia juga tidak
stabil. "Kita bertanya-tanya, seharusnya kondisi ekonomi yang melemah menjadi kendala
untuk semua perusahaan penerbangan, tetapi kenapa Garuda malah mendapatkan
keuntungan," ungkap Fadhli.

Pelanggaran yang dilakukan PT Garuda Indonesia


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk melakukan kesalahan terkait kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan per
31 Desember 2018. Pihak OJK yang diwakili oleh Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat
dan Manajemen Strategis, Anto Prabowo, mengungkapkan bahwa Garuda Indonesia telah
terbukti melanggar
1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM) “(1)
Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
2. Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat
menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.”
3. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik.
4. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu
Perjanjian Mengandung Sewa.
5. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

Pelanggaran yang dilakukan PT Garuda Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


telah memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan kesalahan terkait
kasus penyajian Laporan Keuangan Tahunan per 31 Desember 2018. Pihak OJK yang
diwakili oleh Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis, Anto
Prabowo, mengungkapkan bahwa Garuda Indonesia telah terbukti melanggar 1. Pasal 69
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU PM) “(1) Laporan keuangan
yang disampaikan kepada Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. (2) Tanpa mengurangi 4 ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Bapepam dapat menentukan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal.” 2. Peraturan
Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
Emiten dan Perusahaan Publik. 3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang
Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa. 4. Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa. 2.3 Sanksi Untuk PT Garuda Indonesia Deputi
Komisioner Pengawas Pasar Modal II, Fakhri Hilmi, mengatakan setelah berkoordinasi
dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan, PT
Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya, OJK memutuskan memberikan sejumlah
sanksi. 1. Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk
memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31
Desember 2018 serta melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian
kembali LKT per 31 Desember 2018 dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya
surat sanksi, atas pelanggaran Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (UU PM), Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, Interpretasi Standar
Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung
Sewa, dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa. 2. Selain itu
juga Perintah Tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan (Member
of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP
Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya surat
perintah dari OJK. 3. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis,
Anto Prabowo mengatakan, OJK juga mengenakan Sanksi Administratif berupa denda
sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk atas pelanggaran Peraturan
OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
Sanksi denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang
Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan. 5. Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi
menjatuhkan sanksi kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas kasus klaim laporan
keuangan perseroan yang menuai polemik. Beberapa sanksi yang dijatuhkan antara lain
denda senilai Rp 250 juta dan restatement atau perbaikan laporan keuangan perusahaan
dengan paling lambat 26 Juli 2019 ini. 2.4 Pembekuan saham Direktur Penilaian PT Bursa
Efek Indonesia (BEI) I Nyoman Gede Yetna menuturkan, manajemen BEI hingga kini belum
sampai pada keputusan untuk membekukan (suspensi) saham PT Garuda Indonesia Tbk
(GIAA) meski laporan keuangan perusahaan menuai polemik. "Kami dari Bursa berpendapat
belum perlu melakukan suspensi perdagangan saham Perseroan pada saat ini," ujarnya di
Jakarta, Jumat (28/6). Nyoman pun melanjutkan, BEI ke depannya akan terus melihat
pergerakan saham Garuda Indonesia untuk mempertimbangkan tindakan selanjutnya.
"Selanjutnya, Bursa akan senantiasa memantau pergerakan harga saham dan keterbukaan
informasi Perseroan serta melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku," papar dia.

Analisis Kasus Manipulasi Laba Atau Rekayasa Laporan Keuangan Garuda

1. Kronologi Terjadinya Kasus PT Garuda Indonesia Tbk.


Dilansir dari CNN Indonesia, kronologi terkuaknya skandal laporan keuangan
Garuda Indonesia berawal dari pelaporan kinerja keuangan pada tahun 2018 yang
diserahkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam laporan keuangannya, perusahaan
dengan kode saham GIAA berhasil meraup laba bersih sebesar US$809 ribu, berbanding
terbalik dengan kondisi 2017 yang merugi sebesar US$216,58 juta. Kinerja ini terbilang
cukup mengejutkan lantaran pada kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar
US$114,08 juta. Selanjutnya pada akhir bulan April, PT Garuda Indonesia Tbk.
mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Jakarta.

Salah satu mata agenda rapat ini adalah mengesahkan laporan keuangan tahunan
2018. Namun, dalam RUPST tersebut terjadi kisruh. Dua komisaris Chairal Tanjung dan
Dony Oskaria selaku perwakilan dari PT Trans Airways menyatakan disenting opinion
dan tak mau menandatangani laporan keuangan tersebut. Chairal sempat meminta agar
keberatan itu dibacakan dalam RUPST, tetapi atas keputusan pimpinan rapat permintaan
itu tak dikabulkan. Hasil rapat pemegang saham pun akhirnya menyetujui laporan
keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Sehari usai kabar penolakan laporan keuangan
oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan dengan kode GIAA itu merosot tajam 4,4
persen pada penutupan perdagangan sesi pertama, Kamis (25/4). Harga saham Garuda
Indonesia anjlok ke level Rp478 per saham dari sebelumnya Rp500 per saham. Bursa Efek
Indonesia (BEI) menyatakan akan memanggil manajemen Garuda Indonesia terkait
timbulnya perbedaan opini antara pihak komisaris dengan manajemen terhadap laporan
keuangan tahun buku 2018.Selain manajemen perseroan, otoritas bursa juga akan
memanggil kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan
selaku auditor laporan keuangan perusahaan. Pemanggilan itu dijadwalkan pada Selasa
(30/4).

2. Kelemahan-kelemahan dalam Kasus Garuda


 Adanya faktor teknis dan flight operations seperti keterbatasan jumlah cockpit dan
cabin crew sehingga menyebabkan keterlambatan penerbangan;
 Tingginya tingkat hutang lancar yang diakibatkan adanya peningkatan dalam jumlah
kewajiban pada akun-akun lancar seperti hutang usaha dan biaya yang masih harus
dibayar;
 Garuda sangat bergantung kepada sistem otomatisasi dalam menjalankan bisnis
sehingga apabila terjadi kesalahan sistem, proses bisnis perusahaan akan terganggu;
 Perseroan memiliki atau tetap memiliki defisit pada modal kerja pada masa yang akan
datang;
 Biaya operasional yang tinggi menyebabkan harga tiket pesawat lebih tinggi
dibandingkan dengan maskapai penerbangan lainnya;
 Situasi internal organisasi yang berupa kompentesi/kapabilitas/sumber daya yang
dimiliki PT. Garuda Indonesia masih lemah karena dapat digunakan sebagai celah
untuk melakukan tindak kecurangan;
 Lemahnya karakteristik internal yang dapat menghalagi atau melemahkan kinerja
organisasi di PT. Garuda Indonesia;
 Kurangnya pengawasan dari Internal Control ataupun Internal Audit di dalam PT.
Garuda Indonesia
 Masih banyak individu yang tidak independen, sehingga oknum tersebut dapat
melakukan tindak kecurangan yang merugikan PT. Garuda Indonesia;

3. Solusi Yang Harus Dilakukan Agar Kasus Garuda Tidak Terulang Kembali
Agar kasus serupa tidak terulang kembali, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh berbagai pihak. Pihak KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan
Rekan (Member of BDO International Limited) perlu melakukan pengecekan ulang
terhadap piutang PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) atas Mahata sebesar US$239,94.
Pihak KAP perlu melakukan pengecekan pada histori dokumen penjualan dan penerimaan
perusahaan. Dokumen penjualan dalam hal ini contohnya:

a. Customer Order,
b. Sales order,
c. Shipping document,
d. Sales invoice,
e. Sales transaction file,
f. Sales journal or listing,
g. Account receivable master file,
h. Account receivable trial balance,
i. Monthly statement.
Dokumen penerimaan dalam hal ini contohnya:

a. Remittance advice,
b. Prelisting of cash receipts,
c. Cash receipt transaction file,
d. Cash receipt journal or listing.
Pengecekan histori dokumen-dokumen ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan
dalam proses audit sehingga audit yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan PSAK.
Selain itu, dari sisi internal sendiri, PT Garuda Indonesia harusnya dapat menjelaskan
nature transaksi mereka kepada publik sehingga tidak menimbulkan kerancuan di tengah
publik terkait kondisi perusahaan di kuartal-III 2018 yang masih merugi dan dalam waktu
singkat memperoleh laba di penghujung tahun 2018. Garuda Indonesia Pasca Kasus
Laporan Keuangan Pasca penetapan sanksi yang diberikan oleh OJK kepada Garuda
Indonesia akibat melakukan pemolesan pada laporan keuangan mereka pada 2018 silam,
kinerja PT Garuda Indonesia tampak tidak mengalami perubahan yang berarti. Sanksi
yang diberikan OJK ini tidak menimbulkan perubahan pada cash out Garuda Indonesia. Di
lain sisi, sejak penetapan sanksi oleh OJK, harga saham Garuda Indonesia di BEI
mengalami penurunan. Penurunan nilai saham yang dialami oleh PT Garuda Indonesia
dinilai wajar dan tidak terlalu signifikan. Rupanya, skandal laporan keuangan Garuda
Indonesia bukanlah skandal terakhir bagi Garuda Indonesia. Setelah itu, pada bulan
Agustus 2019, mantan dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, ditahan KPK terkait
dugaan suap dan pencucian uang dalam pengadaan suku cadang pesawat. Selanjutnya,
kasus perseteruan Garuda Indonesia dengan Content Creator Rius Vernandes dan turunnya
peringkat Garuda Indonesia pada ajang World Airline Awards. Lalu, kasus penyeludupan
sepeda motor Harley Davidson dan Sepeda Brompton yang terjadi November 2019. Selain
itu, masih ada kisruh pada akuisisi PT Garuda Indonesia melalui anak usaha Citilink
terhadap Sriwijaya Air yang menyebabkan kedua maskapai tersebut menghentikan
kerjasamanya. Terakhir, terkuaknya kesewenang-wenangan Dirut Ari Askhara pada jam
terbang pramugari serta pemotongan biaya dalam layanan penumpang cukup menjadi
alasan yang kuat dalam pencopotan jabatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia
oleh Menteri BUMN, Eric Thohir. Kasus-kasus yang menimpa PT Garuda Indonesia
secara silih berganti ini secara tidak langsung dapat memengaruhi reputasi dan
kepercayaan Garuda Indonesia di mata masyarakat. Pihak
customer menjadi bertanya-tanya dan menimbulkan keraguan dalam menggunakan jasa
penerbangan Garuda Indonesia. Apabila tidak ada perubahan dari pihak internal
perusahaan
dalam usaha memperbaiki reputasi mereka di tengah masyarakat, bukan tidak mungkin
jasa
layanan penerbangan Garuda Indonesia akan ditinggalkan oleh customer-nya. Tidak hanya
itu, masalah-masalah yang menimpa Garuda Indonesia dapat membuat para investor
menjadi ragu atas kinerja Garuda Indonesia. Perusahaan bisa saja ditinggal oleh para
pemegang saham yang ragu atas kinerja perusahaan. Pihak Garuda Indonesia perlu
melakukan usaha dari sisi internal perusahaan dalam rangka mengembalikan reputasi dan
kepercayaan publik untuk keberlangsungan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai