Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
Isolasi Sosial
Tujuan Khusus
TUK 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Kliteria evalusi
dalam berinteraksi klien menunjukan tanada-tanda percaya pada perawat :
a. Wajah cerah dan tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaan perawat
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien
d. Tujunkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan masalah yang di hadapi klien
f. Buat kontrak interaksi yang jelas
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati
h. Penuhi kebutuhan klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien kurang keperawatan diri juga ditujukan untuk
keluarga sehingga keluarga mampu mengarahkan pasien dalam melakukan perawatan
diri.
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan.
1. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2. Pasien mampu melakukan berhias/ berdandan secara baik
3. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2. Tindakan keperawatan.
Melatih pasien cara cara keperawatan kebersihan diri untuk melatih pasien dalam
menjaga kebersiha diri saudara dapat melakukan tahapan tindakan yang melipuiti:
1. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2. Menjelaskan alat alat untuk menjaga kebersihan diri.
3. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4. Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2x pertemuan, mampu
menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti manjaga penyakit dan klien
dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip indikasi terapeutik.
b. Diskusikan Bersama klien pentingnya bersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang bersih dan tanda tanda klien.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan.
d. Mendiskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien
terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan
diri.
g. Ingatkan klien untuk untuk memelihara kesehatan diri seperti : mandi 2x pagi
dan sore, sikat gigi minimal 2x sehari (sesudah makan dan sebelum tidur),
keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika Panjang.
TUK III
Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun
dan disiram air sampai bersih, mengaganti pakaian bersih sehari-hari, dan
merapapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi
b. Beri kesempatan untuk mandi, berikan kesempatan klien untuk
mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari
d. Kaji keinginan klien untuk mememotong kuku dan merapikan rambut
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas oerawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan membersihkan kamar mandi
f. Bekerja sama dengan keluarga untuk mengadakan fasilas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal
TUK IV :klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri
Kriteria evaluasi
Setelah 1 minggu klien dapat melakuakan perawatan kebersihan diri secara rutin dan
teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap, hari penampilan
bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri, ingatkan untuk mencuci ramput,
menyisir, gosok gigi, dan ganti baju pakai sandal
TUK V :klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
Kriteria evaluasi
Klien tampak bersih dan rapi
Intervensi
Beri reinforcement positif ketika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI :klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kenberdihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal hal yang berhubungan dengan kebersihan diri,
keluaga menyiapkan sarana untuk membatu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan
keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan
diri.
b. Diskusikan Bersama keluarga tentang tindakan yang telah dilakukan klien selama di
RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialamai di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang
telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan Bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan
pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dll. (Azizah, 2016)
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian Keperawatan
b. Identitas
Biasanya identitas terdiri dari: nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
pekerjaan, tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam medik, keluarga yang dapat
dihubungi.
b. Alasan Masuk
Biasanya apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat
dirumah sakit. Biasanya masalah yang di alami pasien yaitu senang menyendiri, tidak
mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung, penampilan acak-acakan,
tidak peduli dengan diri sendiri dan mulai mengganggu orang lain.
c. Faktor Predisposisi.
Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri ditemukan adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanyapenyakit fisik dan mental yang diderita
pasien sehingga menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Ditemukan adanya faktor perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu, menurunnya
kemampuan realitas sehingga menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri serta didapatkan kurangnya dukungan dan situasi lingkungan
yang mempengaruhi kemampuan dalam perawatan diri.
d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tandatanda vital (TTV),
pemeriksaan secara keseluruhan tubuh yaitu pemeriksaan head to toe yang biasanya
penampilan klien yang kotor dan acak-acakan.
e. Psikososial
1. Genogram
Biasanya menggambarkan pasien dengan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan
dan pola asuh.
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Biasanya persepsi pasien tentang tubuhnya, bagian tubuh yang disukai,
reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b. Identitas diri
Biasanya dikaji status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat,
kepuasan pasien terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki
atau perempuan , keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelamin dan
posisinnya.
c. Peran diri
Biasanya meliputi tugas atau peran pasien dalam keluarga/pekerjaan/
kelompok/ masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana
perasaan pasien akibat perubahan tersebut.
d. Ideal diri
Biasanya berisi harapan pasien terhadap kedaan tubuh yang ideal,
posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien
terhadap lingkungan sekitar, serta harapan pasien terhadap penyakitnya
e. Harga diri
Biasanya mengkaji tentang hubungan pasien dengan orang lain sesuai
dengan kondisi, dampak pada pasien berubungan dengan orang lain, fungsi
peran tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau
penghargaan orang lain.
f. Hubungan sosial
Biasanya hubungan pasien dengan orang lain sangat terganggu karena
penampilan pasien yang kotor sehingga orang sekitar menghindari pasien.
Adanya hambatan dalam behubungan dengan orang lain, minat berinteraksi
dengan orang lain.
g. spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Biasanya nilai dan keyakinan terhadap agama pasien terganggu karna
tidak menghirauan lagi dirinya.
2. Kegiatan ibadah
Biasanya kegiatan ibadah pasien tidak dilakukan ketika pasien menglami
gangguan jiwa.
h. Status mental
1. Penampilan
Biasanya penampilan pasien sangat tidak rapi, tidak tahu cara berpakaian,
dan penggunaan pakaian tidak sesuai.
2. Cara bicara/ pembicaraan
cara bicara pasien lambat, gagap, sering terhenti/bloking,
apatisserta tidak mampu memulai pembicaraan.
3. Aktivitas motoric
Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan kompulsif.
4. Alam perasaan
Biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa tidak
berdaya, rendah diri dan merasa dihina.
5. Afek
Biasanya afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien
berubah-ubah, kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas.
6. Interaksi selama wawancara
Biasanya respon pasien saat wawancara tidak kooperatif, mudah
tersinggung, kontak kurang serta curiga yang menunjukan sikap atau
peran tidak percaya kepada pewawancara atau orang lain.
7. Persepsi
Biasanya pasien berhalusinasi tentang ketakutan terhadap hal-hal
kebersihan diri baik halusinasi pendengaran, penglihatan serta halusinasi
perabaan yang membuat pasien tidak mau membersihkan diri dan pasien
mengalami depersonalisasi.
8. Proses piker
Biasanya bentuk pikir pasien otistik, dereistik, sirkumtansial,
kadang tangensial, kehilangan asosiasi,pembicaraan meloncat dari topik
satu ke topik lainnya dan kadang pembicaraan berhenti tiba-tiba.
i. Kebutuhan pasien pulang
1. Makan
Biasanya pasien kurang makan, cara makan pasien terganggu serta
pasien tidak memiliki kemampuan menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
2. Berpakaian
Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa
menggunakan pakaian yang sesuai dan tidak bisa berdandan.
3. Mandi
Biasanya pasien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak gosok
gigi, tidak mencuci rambut, tidak menggunting kuku, tubuh pasien tampak
kusam dan badan pasien mengeluarkan aroma bau.
4. BAB/BAK
Biasanya pasien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di
tempat tidur dan pasien tidak bisa membersihkan WC setelah BAB/BAK.
5. Istirahat
Biasanya istirahat pasien terganggu dan tidak melakukan aktivitas
apapun setelah bangun tidur.
6. Penggunaan obat
Apabila pasien mendapat obat, biasanya pasien minum obat tidak
teratur.
7. Aktivitas dalam rumah
Biasanya pasien tidak mampu melakukan semua aktivitas di
dalam maupun diluar rumah karena pasien selalu merasa malas.
j. Mekanisme koping
1. Adaptif
Biasanya pasien tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak bisa
menyelesikan masalah yang ada, pasien tidak mampu berolahraga karena
pasien selalu malas.
2. Maladaptif
Biasanya pasien bereaksi sangat lambat atau kadang berlebihan,
pasien tidak mau bekerja sama sekali, selalu menghindari orang lain.
3. Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien mengalami masalah psikososial seperti berinteraksi
dengan orang lain dan lingkungan. Biasanya disebabkan oleh kurangnya
dukungan dari keluarga, pendidikan yang kurang, masalah dengan sosial
ekonomi dan pelayanan kesehatan.
4. Pengetahuan
Biasanya pasien defisit perawatan diri terkadang mengalami
gangguan kognitif sehingga tidak mampu mengambil keputusan.
k. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping
dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas
dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber
koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah.
2.Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan defisit
perawatan diri menurut Fitria (2012), adalah sebagai berikut:
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial
3.INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
(TUK/TUM)
Defisit TUM : Pasien menunjukkan Bina Hubungan Saling Percaya Kepercayaan dari pasien
perawatan diri: Pasien dapat tanda-tanda dapat dengan prinsip berkomunikasi merupakan hal yang akan
Kebersihan diri, memelihara atau membina hubungan terapeutik, yaitu : memudah perawat dalam
berdandan, merawat kebersihan saling percaya dengan 1.1 Sapa pasien dengan ramah melakukan pendekatan
makan, sendiri secara perawat, yaitu : baik verbal maupun keperawatan atau intervensi
BAK/BAB mandiri 1. Ekspresi wajah nonverbal selanjutnya terhadap pasien.
bersahabat 1.2 Perkenalkan diri dengan
TUK 1 : 2. Pasien menunjukkan sopan
Pasien dapat rasa senang 1.3 Tanyakan nama lengkap
membina hubungan 3. Pasien bersedia pasien dan nama panggilan
saling percaya berjabat tangan 1.4 Jelaskan tujuan pertemuan
4. Pasien bersedia 1.5 Jujur dan menepati janji
menyebutkan nama 1.6 Tunjukkan sikap empati
5. Ada kontak mata dan menerima pasien apa
6. Pasien bersedia duduk adanya
berdampingan dengan 1.7 Beri perhatian pada
perawat pemenuhan kebutuhan
7. Pasien bersedia dasar pasien
mengutarakan masalah
yang dihadapinya
TUK 2 : Kriteria evaluasi : Melatih pasien cara-cara Pengetahuan tentang
Pasien mampu Pasien dengan aman perawatan diri dengan cara : pentingnya perawatan diri
melakukan melakukan (kemampuan 2.1 Menjelaskan pentingnya dapat meningkatkan
kebersihan diri maksimum) aktivitas kebersihan diri motivasi pasien
secara mandiri perawatan diri secara 2.2 Menjelaskan alat-alat untuk
mandiri menjaga kebersihan diri Menyiapkan untuk
2.3 Menjelaskan cara-cara meningkatkan kemandirian
melakukan kebersihan diri
2.4 Melatih pasien Bimbingan perawat akan
mempraktikan cara menjaga mempermudah pasien
kebersihan diri melakukan perawatan diri
secara mandiri
TUK 3 : Kriteria evaluasi : 3.1 Melatih pasien berdandan, Membiasakan diri untuk
Pasien mampu Pasien dengan aman dengan rincian : melakukan perawatan diri
melakukan tindakan melakukan (kemampuan a. Untuk pasien laki-laki, sendiri
perawatan, berupa maksimum) atau latihan meliputi :
berhias atau mempertahankan berpakaian, menyikat
berdandan secara aktivitas perawatan diri rambut, bercukur
baik berupa berhias dan b. Untuk pasien wanita,
berdandan. Pasien latihan meliputi :
berusaha untuk berpakaian, menyisir
memelihara kebersihan rambut, berhias
diri, seperti mandi pakai 3.2 Memantau kemampuan
sabun dan disiram pasien dalam berpakaian
dengan air sampai bersih, dan berhias
mengganti pakaian bersih 3.3 Memonitor atau
sehari-hari, dan mengidentifikasi adanya
merapikan penampilan kemunduran sensori,
kognitif, dan psikomotor
yang menyebabkan pasien
mempunyai kesulitan dalam
berpakaian dan berhias
3.4 Diskusikan dengan pasien
kemungkinan adanya
hambatan dalam berpakaian
dan berhias
3.5 Menggunakan komunikasi /
intruksi yang mudah
dimengerti pasien untuk
mengakomodasi
keterbatasan kognitif pasien
TUK 4 : Kriteria evaluasi : 4.1 Memantau kemampuan Identifikasi mengenai
Pasien mampu Kebutuhan personl pasien makan penyebab pasien tidak mau
melakukan kegiatan hygiene pasien terpenuhi. 4.2 Identifikasi Bersama pasien makan menentukan
makan dengan baik Pasien mampu faktor-faktor penyebab intervensi perawat
melakukan kegiatan pasien tidak mau makan selanjutnya.
makan secara mandiri 4.3 Identifikasi adanya
dan tepat dengan hambatan makan Pengetahuan tentang
mengungkapkan a. Fisik : kelemahan, pentingnya perawatan diri
kepuasan makan isolasi, keterbatasan meningkatkan motivasi.
extremitas, dll
b. Emosi : depresi, Pasien mungkin kesulitan
penurunan nafsu makan dalam mempersiapkan,
c. Intelektual : curiga mengambil makanan
d. Sosial : curiga sendiri, dan merapikan
e. Spiritual : adanya peralatan.
waham
4.4 Diskusikan dengan pasien Menambah wawasan pasien
akibat kurang / tidak mau tentang personal hygiene :
makan makan
4.5 Diskusikan dengan pasien
fungsi makanan bagi Penguatan (reinforcement)
kesehatan dapat meningkatkan
4.6 Menjelaskan cara motivasi pasien.
mempersiapkan makan
kepada pasien
4.7 Menjelaskan tentang
personal hygiene tentang
pola makan
TUK 5 : Kriteria evaluasi : 5.1 Mengkaji budaya pasien Mengetahui kebiasaan
Mampu melakukan Pasien dapat ketika mempromosikan pasien dalam toileting dapat
BAK/BAB secara melaksanakan perawatan aktivitas perawatan diri membantu perawat
mandiri diri secara mandiri dalam 5.2 Bantu pasien ke toilet melakukan intervensi
hal BAB/BAK seperti : 5.3 Berikan pengetahuan selanjutnya.
a. Mampu duduk dan tentang personal hygiene
turun dari toilet dalam kaitannya dengan Hambatan mobilitas
b. Mampu toileting menyebabkan tidak mampu
membersihkan diri 5.4 Menjelaskan tempat melakukan perawatan diri
setelah eleminasi BAB/BAK yang sesuai secara mandiri.
secara 5.5 Menjelaskan cara
mandiri/dibantu membersihkan diri setelah Mengetahui pentingnya
BAB/BAK personal hygiene bagi
5.6 Menjelaskan cara pasien.
membersihkn tempat
BAB/BAK Memberikan kesempatan
kepada keluarga untuk
membantu pasien.
TUK 6 : Kriteria evaluasi : 6.1 Diskusikan dengan keluarga Memberikan kesempatan
Keluarga mampu Keluarga dapat tentang fasilitas kebersihan kepada keluarga untuk
merawat anggota mengetahui defisit diri yang dibutuhkan oleh membantu pasien dan
keluarganya yang perawatan diri pasien dan pasien untuk menjaga memberi motivasi.
mengalami masalah cara memberikan perawatan diri pasien
kurang perawatan dukungan dalam 6.2 Anjurkan keluarga untuk Keluarga sebagai system
diri memberikan pada pasien terlibat dalam merawat diri pendukung berperan
dalam melakukan pasien dan membantu penting dalam membantu
perawatan diri. mengingatkan pasien dalam pasien.
merawat diri (sesuai dengan
yang disepakati)
6.3 Anjurkan keluarga untuk
memberikan pujian atas
keberhasilan pasien dalam
merawat diri
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
pasien saat ini. Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons pasien
didokumentasikan (Prabowo, 2014)
5. EVALUASI
Menurut Direja (2011), evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan kepada pasien. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu: Evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil
tau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons pasien dan tujuan
khusus serta umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut :
a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dapat di ukur dengan menanyakan kepada pasien langsung.
b. O : Respon objektif pasien terhadap tinddakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat
tindakan dilakukan.
c. A : Analisis ulang atas data subjektif data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada .
d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon pasien
yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Nasir, Muhit. (2015) Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar Dan Teori.Jakarta :
Salemba Medika.
Ambarwati, F.R.,Nasution, N. (2012). Buku pintar asuhan keperawatan kesehatan
jiwa. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Azizah, L M, dkk. 2016.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik
Klinik. Yogyakarta : Indonesia Pustaka
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Gosyan Publishing.
Gloria Bulecheck, Howard Butcher, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification
(NIC).Singapore : Elsevier Global Rights.
Nur Laili, Desy. 2014. Pengaruh Aktivitas Mandiri: Personal Hygiene Terhadap
Kemandirian Pasien Defisit Perawatan Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa.
Semarang :Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Pinedendi, Novita dkk. 2016. Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan
Diri Terhadap Kemandirian Personal Hygiene Pada Pasien Di Rsj. Prof. V. L.
Ratumbuysang Manado Tahun 2016. Manado : e-Journal Keperawatan (e-Kp)
Volume 4 Nomor 2
Sue Moorhead, Marion Johnson, dkk. 2016. Nursing Outcome Classification
(NOC).Singapore : Elsevier Global Rights.
Susanti, Herni. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Defisit
Perawatan. Depok : Jurnal Keperawatan Indonesia
Sutejo. 2017. Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa :
Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN
RESIKO BUNUH DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA
Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
3. Pada dewasa
a. Selt-ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang banyak.
c. Kegagalan akademik
d. Kehilangan penghargaan dan kasih saying orang tua.
e. Kompetisi untuk sukses.
4. Pada usia lanjut
a. Perubahan status dari mandiri ketergantungan.
b. Penyakit yang murunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan yang tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi social.
e. Kehilangan ganda (seperti kesahatan, pekerjaan, pasangan.)
f. Sumber hidup berkurang.
Berdasarkan proses terjadinya sebagai berikut :
1) Faktor Predisposisi
a. Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa.Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan efektif, penyalagunaan zat, dan skizofreni.
b. Sifat kepribadian
Tiga tipe keperibadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan psikososial
Pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan dan bahkan
perceraian.Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam menciptakan
intervensi yang terapiutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
maslah, respon seorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-
lain.
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonim,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
rekaman gelombang otak Electro enchepalo graph (EEG).
2) Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan
yang dialami oleh individu.Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup
yang memalukan. Faktur lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat
atau membaca melalui medaia mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunu diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
a. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial maupun
budaya.Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stres dan menurunkan angka bunuh diri.
b. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping
yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression dan megical thinking. Mekanisme pertahanan
diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternatif.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari resiko bunuh diri adalah :
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d. Inpulsif.
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung ( berbicara tentang kematian, menayakan tentang obat dosis
mematikan)
h. Status emosional ( harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan
mengasingkan diri).
i. Kesehatan mental( secara klinis, klien terlihat sebagai orang depresi, psikosis dan
menyalagunakan narkoba).
j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronik atau terminal).
k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n. Pekerjaan.
o. Konflik interpersonal.
p. Latar belakang keluarga.
q. Orientasi seksual.
r. Sumber-sumber personal.
(Muhajir, 2016)
4. Rentang Respon Protektif Diri
Respon adaptif Respon maladaptif
Bunuh diri
d) Identitas diri
Pasien berstatus sudah menikah ataupun belum, merasa tidak puas dengan
status ataupun pekerjaannya sedang dapat mempengaruhi hibungan social
dengan orang lain.
2. Peran diri
Klien dengan resiko bunuh diri merasa tidak mampu melaksanakan tugas atau
peranannya baik dalam keluarga, pekerjaan atau dalam kelompok masyarakat.
3. Ideal diri
Pasien merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam tidak
ada harapan lagi dengan masalah yang menimpanya.
4. Harga diri
Pasien mengatakan hal yang negative tentang dirinya yang menunjukan harga
diri yang rendah, selalu berfikiran negative kepada orang lain bahwa dirinya
tidak lagi dihargai dan dianggap.
f. Hubungan sosial
Pasien dengan resiko bunuh diri cenderung ada gangguan dalam berhubungan
dengan prang lain, mereka tidak dapat berhubungan dengan orang lain, tidak
dapat berperan dikelompok masyarakat sering mengeluh atau curhat ke orang
lain yang dipercayai bahwa ia ingin mengakhiri hidupnya.
g. Status mental
Penampilan pasien tidak rapi, acak-acakan, malas untuk membersikan tubuh,
rambut, kuku.
h. Pembicaraan nya lesu dan topik yang dibicarakan tentang kematian dan
penyesalan hidup.
i. Aktivitas motoric klien lebih mengarah untuk mengakhiri hidupnya missal
membenturkan kepalanya, melukai badannya.
j. Efek dan emosi : perasaan sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan,merasa
berdosa, putus asa.
k. Interaksi selama wawancara: kontak kurang, tidak mau menatap lawan bicara.
Pasien tidak kooperatif, tidak mau mendengarkan pendapat atau saran.
l. Persepsi sensori : adanya halusinasi pendengaran yang menyeluruhnya
mengakhiri hidupnya.
m. Tingkat kesadaran : bingung, seseorang yang ingin melakukan bunuh diri
merasa dirinya bingung karena adanya kejadian-kejadian negative dalam
hidupnya.
n. Memori: ingatan yang keliru dan dimanifestasikan dengan pembicaraan tidak
sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk
menutupi daya ingatannya. Perilaku bunuh diri biasanya bercerita yang tidak
sesuai dengan kenyataan.
o. Tingkat konsentrasi dan berhitung
1) Mudah berahli : perhatian perilaku bunuh diri mudah berganti dari satu
objek ke objek lain
2) Tidak mampu berkonsentrasi : perilaku bunuh diri tidak mampu untuk
berkonsentrasi dengan baik. Selalu meminta agar pertanyaan diulang atau
tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
3) Tidak mampu berhitung: perilaku bunuh diri tidak dapat melakukan
penambahan atau pengurangan pada benda-benda.
p. Kemampuan penilaian
1) Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil keputusan yang
sederhana dengan bantuan orang lain.
2) Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu mengambil
keputusan ealaupun dibantu orang lain.
3. Intervensi
Fokus pertama dari rencana asuhan keperawatan untuk orang dengan perilaku
mencederai diri sendiri harus fokus ada melindungi klien dari bahaya.Selain itu,
rencana tersebut harus mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku
klien yang berbahaya.Perawat selanjutnya dapat berfokus pada pengembangan
penghayatan pada perilaku bunuh diri dan mengganti mekanisme koping yang
sehat.Klien bunuh diri dapat ditritmen pada berbagai tatanan.Keputusan tentang
tatanan yang paling sesuai untuk klien diberikan berdasarkan pada pengkajian risiko.
(Struat, 2016).
Walaupun kesadaran akan bunuh diri sangat besar, namun keberhasilan upaya
pencegahan, dan efektivitas tindakan, dalam mentritmen perilaku bunuh diri masih
terbatas. Individu yang datang ke unit gawat darurat setelah percobaan bunuh diri
sangat sulit untuk patuh terhadap untuk ditritmen, mencapai 50% menolak rawat
jalan, dan 60% putus obat setelah satu kali kunjungan (Struat, 2016).
Keterlibatan dalam tritmen sangat penting, tetapi sering diabaikan.Wawancara
motivasi dapat meningkatkan keterlibatan klien yang mencoba bunuh diri.Tindakan
singkat dapat digunakan di unit gawat darurat.Perawatan lanjutan adalah aspek yang
diabaikan dalam perawatan yang dapat membantu mengurangi perilaku bunuh diri.
Faktor lain yang penting dalam menentukan tritmen adalah penilaian klien. Apa pun
penilaian klien dan pengambilan keputusan rasional klien akan meningkatkan risiko
percobaan bunuh diri dan merupakan indikasi yang baik untuk rawat inap. Masalah
terakhir adalah ketersediaan anggota keluarga yang bertanggung jawab atau teman
dekat yang bersedia untuk tinggal dengan klien selama fase krisis sampai keinginan
bunuh diri mereda.Kadang - kadang hal ini memerlukan beberapa anggota keluarga
bergantian menemani dan mengobservasi klien setiap saat.Dalam analisis akhir,
keselamatan klien adalah prioritas utama. (Struat, 2016)
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN
KRITERIA EVALUASI INTERVENSI RASIONAL
(TUK/TUM)
Dx 1 : TUM : Pasien menunjukkan 1.1 BHBS dengan Kepercayaan dari pasien
Resiko bunuh diri : Pasien tidak tanda-tanda percaya mengemukakan prinsip merupakan hal yang akan
Ancaman / percobaan mencederai dirinya kepada perawat,melalui : komunikasi terapeutik : mempermudah perawat
bunuh diri. sendiri/tidak melakukan a) Ekspresi wajah cerah, dalam melakukan
bunuh diri. tersenyum. a) Mengucapkan pendekatan
salam terapeutik. keperawatan/intervensi
TUK 1 : b) Mau berkenalan. Sapa pasien selanjutnya terhadap
Pasien dapat membina dengan pasien.
c) Ada kontak mata. ramah,baik verbal
hubungan saling
percaya. maupun non
d) Bersedia menceritakan
verbal.
perasaanya.
b) Berjabat tangan
e) Bersedia
dengan pasien.
mengungkapkan
masalah. c) Memperkenalkan
diri dengan sopan.
d) Tanyakan nama
lengkap pasien
dan nama
panggilan yang
disukai pasien.
e) Jelaskan tujuan
pertemuan.
a. Membantu kontrak
topic,waktu,dan tempat
setiap kali bertemu
pasien.
b. Tunjukkan sikap empati
dan menerima pasien apa
adanya.
c. Beri perhatian kepada
pasien dan perhatian
kebutuhan dasar pasien.
TUK 2 : Pasien tetap 2.1 Menemani pasien terus Pasien tidak melakukan
Pasien tetap aman dan aman,terlindungi dan menerus sampai dia dapat tindakan percobaan
terlindungi. selamat. dipindahkan ke tempat bunuh diri.
yang aman.
2.2 Menjauhkan benda-benda
yang berbahaya atau yang
berpotensi
membahayakan pasien
(missal : pisau, silet, kaca,
gelas, ikat pinggang).
2.3 Mendapatkan orang yang
dapat dengan segera
membawa pasien ke
rumah sakit untuk
pengkajian lebih lanjut
dan kemungkinan
dirawat.
2.2 Memeriksa apakah pasien
benar-benar meminum
obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
2.3 Dengan lembut
menjelaskan kepada
pasien bahwa anda
(perawat) akan
melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh
diri.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. (Potter &
Perry, 2011)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu evaluasi proses
atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan
evaluasi hasil atau sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien
pada tujuan khusus dan umum yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S : respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap
masalah yang ada.
P : tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan
tetapi hasil belum memuaskan).
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada).
Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan keadaan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Nur, 2019. Analisis Hubungan Faktor Risiko Bunuh Diri dengan Ide Bunuh Diri pada
Remaja. Jurnal Keparawatan 11(4)
Azizah, Lilik Ma’rifatul, Dkk. 2016.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Yogyakarta :
Inomeedia Pustaka
Damayanti, M & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Iyus, Yosep. 2011. Keperawatan jiwa, Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama
Keliat, Budi Anna & Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta :
Buku Kedokteran : EGC
Nanda, 2012.Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : Buku
Kedokteran : EGC
Stuart. Gail. W, 2016.Keperawatan Kesehatan Jiwa. Indonesia : Elsever
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta:PPNI
Yusuf, AH Dkk. 2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN
WAHAM DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA
Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
G. Rentan Respon
Adaptif Maladaptif
1. Pikiran logis 1. Pikiran kadang 1. Gangguan proses
2. Persepsi akurat menyimpang pikir: Waham
3. Emosi konsisten 2. Illusi 2. Halusinasi
dengan 3. Reaksiemosional 3. Kerusakanemosi
pengalaman berlebihandankurang 4. Perilaku
4. Perilaku social 4. Perilakutidaksesuai tidaksesuai
5. Hubungan sosial 5. Menarik diri 5. Ketidakteraturan
6. isolasi sosial
G. Penatalaksanaan
Menurut Harnawati (2010) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham antara
lain :
1. Psikofarmakologi
a. Litium Karbonat
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk
mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Sejak disahkan
oleh “Food and Drug Administration” (FDA). Pada 1970 untuk mengatasi mania
akut litium masih efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan
bipolar. Meski demikian, efek samping yang dilaporkan pada gangguan litium
cukup serius. Efek yang ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi
banyak garam, yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena
itu, selama penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk
menentukan kadar litium.
a) Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka
waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga digunakan untuk
mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan
riwayat mania.
b) Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3 dan 4 kali
sehari, sedangkan tablet controlled release diberikan 2 kali sehari interval 12
jam. Pemberian dosis litium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni
berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis. Untuk menukar bentuk
tablet dari immediate release maka diusahakan agar dosis total harian
keduanya tetap sama.
c) Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari reseptor
dopamine.
b. Haloperidol
Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari
turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
a) Indikasi
Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-
anak yang sering membangkang an eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk
pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan
aktivitas motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive,
sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan
frustasi.
b) Dosis
Untuk dewasa dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
c) Efek samping
1) Pada sistem saraf pusat akan menimbulkan gejala ekstrapiramidal,
diskinesia Tardif, distonia tardif, gelisah, cemas, perubahan pengaturan
temperature tubuh, agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit kepala,
mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
2) Pada saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual muntah.
Mata : Penglihatan kabur. Pernapasan : Spasme laring dan bronkus.
Saluran genitourinaria : Retensi urin.
d) Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.
Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular
Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolism basal.
Temperature tubuh, tonus vasomotor dan emesis..
2. Penarikan Diri High Potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari
pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya sendiri (khayalan
dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan pasien waham
adalah penarikan diri high potensial. Hal ini berarti penatalaksanaannya ditekankan
pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan
kecanduan morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan
berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.
3. ECT Tipe Katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus listrik
melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya menyebabkan
perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi gejala penyakit mental
tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang
parah atau jika obat-obatan tidak membantu meredakan katatonik episode.
4. Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun
psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua orang,
terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang memerlukan
komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi
kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang : nama perawat, nama klien, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b) Usia dan No. Rekam Medik.
2. Alasan Masuk
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke rumah sakit yaitu curiga dengan
orang lain, keluarga.
3. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan waham curiga sebelumnya pernah mendapat
perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan masih meninggalkan
gejala sisa, sehingga pasien kurang dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Biasanya gejala sisa timbul merupakan akibat pengalaman buruk pasien
tersebut.
4. Pemeriksaan Fisik
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil yang
normal dan tidak ada gejala fisik.
5. Psikososial
Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga pasien, apakah
anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami
oleh pasien. Konsep diri terdiri dari:
a) Citra tubuh
Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi pasien terhadap tubuhnya,
seperti bagian tubuh yang tidak disukai
b) Identitas diri
Biasanya pasien merupakan anggota dari masyarakat dan keluarga. Tetapi
karena pasien mengalami gangguan jiwa maka interaksi antara pasien
dengan keluarga maupun masyarakat tidak efektif sehingga pasien tidak
merasa puas akan status ataupun posisi pasien sebagai anggota keluarga
dan masyarakat.
c) Peran diri
Biasanya pasien kurang dapat melakukan peran dan tugasnya dengan baik
sebagai anggota keluarga dalam masyarakat.
d) Ideal diri
Biasanya pasien ingin diperlakukan dengan baik oleh keluarga ataupun
masyarakat sehingga pasien dapat melakukan perannya sebagai anggota
keluarga atau anggota masyarakat dengan baik.
e) Harga diri
Biasanya pasien memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain
sehingga pasien merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
6. Hubungan sosial
Biasanya pasien dekat dengan keluarga nya saja. Dan terhambat berhubungan
dengan masyarakat.
7. Spiritual
a) Nilai keyakinan
Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya dengan melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang (jarang) melakukan
ibadah sesuai dengan keyakinannya
8. Status mental
Penampilan ,biasanya pasien berpenampilan kurang lebih rapi.
9. Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara cepat dan terkadang lambat.
10. Aktivitas motoric
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dan terkadang diam.
11. Alam perasaan
Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, dan malu
12. Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku kooperatif namun focus mata tidak
selalu terjalin
13. Proses atau arus pikir
Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu pembicaraan yang terhenti
tiba-tiba eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
14. Isi pikir
Biasanya pasien memliki isi piker yang berbeda beda sesuai jenis waham
namujn isi pemikiran mereka tidak sesuai engan realita
15. Tingkat kesadaran
Biasanya pasien dengan keaadan composmentis atau sadar penuh
16. Memori
Biasanya klien memiliki memori yang konfabulasi yaitu pembicaraan yang
tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar
17. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya pasien tidak mampu berkonsentrasi, pasien selalu meminta agar
pernyataan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. Biasanya
pasien pernah menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki masalah dalam
berhitung (penambahan maupun pengurangan).
18. Kemampuan penilaian
Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti jika
disuruh untuk memilih mana yang baik antara makan atau mandi terlebih
dahulu, maka ia akan menjawab mandi terlebih dahulu.
19. Daya titik diri
Biasanya pasien menyadari bahwa ia berada dalam masa pengobatan.
20. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya pasien makan 3x sehari
b) BAB/BAK
Biasanya pasien menggunakan toilet yang disediakan untuk BAB/BAK
dan membersihkannya kembali.
c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2x sehari dan membersihkan rambut 1x2 hari.
Ketika mandi pasien tidak lupa untuk menggosok gigi.
d) Berpakaian
Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap selesai mandi dengan
menggunakan pakaian yang bersih.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai 2 jam, tidur malam
lebih kurang 8 sampai 9 jam. Persiapan pasien sebelum tidur cuci kaki,
tangan dan gosok gigi.
f) Penggunaan obat
biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat oral. Reaksi obat
pasien dapat tenang dan tidur.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya dengan dukungan
keluarga dan petugas kesehatan serta orang disekitarnya.
h) Kegiatan di dalam rumah
Biasanya klien melakukan kegiatan sehari-hari seperti merapika kamar
tidur, membersihkan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur
kebutuhan sehari-hari.
i) Kegiatan di luar rumah
Biasanya klien melakukan aktivitas diluar rumah secara mandiri seperti
menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum jika ada kegiatan
diluar rumah.
j) Mekanisme koping
Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada pasien/keluarga,
bagaimana cara pasien mengendalikan diri ketika menghadapi masalah:
21. Koping adaptif
a) Pikiran logis
b) Persepsi akurat
c) Emosi konsisten dengan pengalaman
d) Perilaku social
e) Hubungan sosial
22. Koping maladaptive
a) Gangguan proses pikir: Waham
b) Halusinasi
c) Kerusakan emosi
d) Perilaku tidak sesuai
e) Ketidakteraturan
f) Isolasi sosial
Pohon m
Resiko tinggi mencederai diri
Effect
,lingkungan dan orang lain
C. Masalah Keperawatan
1) Ganguan konsep diri
2) Harga diri rendah
3) Hambatan komunikasi verbal
4) Gangguan pemenuhan kebutuhan spiritual
5) Ansietas gangguuan komunikasi
6) Waham kebesaran
7) Perubahan isifikir
8) Gangguan isipikir
9) Hambatan interaksi sosial
10) Defisit pengetahuan
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan proses pikir: Waham
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan interaksi sosial: menarik diri
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Resiko tinggi mencederai diri dan orang lain serta lingkungan
E. Rencana Tindakan Keperawatan
1. SP1
a. Pasien
1) Membantu orientasi realita
2) Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3) Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
4) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala waham dan jenis waham yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
2. SP2
a. Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan waham
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
3. SP3
a. Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3) Melatih kemampuan yang dimiliki
b. Keluarga
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
2) Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijngkau keluarga
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi proses atau evaluasi
formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau
sumatif, yang dilakukan dengan membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S : Respons subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respons objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data yang kontradiksi terhadap
masalah yang ada.
P : Tindak lanjut berdasarkan hasil analisis respons pasien.
Rencana tindak lanjut dapat berupa hal sebagai berikut.
1. Rencana dilanjutkan (jika masalah tidak berubah).
2. Rencana dimodifikasi (jika masalah tetap, sudah dilaksanakan semua tindakan tetapi
hasil belum memuaskan).
3. Rencana dibatalkan (jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada).
4. Rencana selesai jika tujuan sudah tercapai dan perlu mempertahankan keadaan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
C. Rentang Respon
Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive.
Respon adaptif Respon maladaptif
Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan agresif / prilaku
kekerasan.
1. Prilaku asertif merupakan prilaku individu yang mampu menyatakan atau
menggungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang
lain sehingga prilaku ini dapat menimbulkn kelegaan pada individu.
2. Prilaku pasif merupakan prilaku individu yang tidak mampu untuk menggungkapkan
perasaan marah yang sedang di alami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu
ancman nyata.
3. Agresif / Prilaku Kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau
ketakutan (panik).
Stress, cemas. Harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan
yang dapat mengarah pada prilaku kekerasan. Respon rasa marah dapatdiekspresikan secara
eksternal (prilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik).
Mengekspresikan marah dengan prilaku kontruktif, menggunakan kata-kata yang
dapat dimenggerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan memberikan perasaan lega,
menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat.
Cara demikian tidak menyelesaikan masalah, bahakan dapat menimbulkan kemarahan
berkepanjangan dan prilaku dekstruktif.
Prilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan maran dilakukan individu seperti
pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan suatu
saat akan menimbulkan perasaan dekstruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri.
Table 1. perbandingan prilaku Asertif, Pasif dan Agresif
E. Manifestasi Klinis
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawah ke rumah sakit
adalah prilaku kekerasan di rumah, klien dengan prilaku kekerasan sering menunjukan
adanya tanda dan gejala adalah:
1. Data Obyektif : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat,
sering pula tampak klien memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika
tidak senang.
2. Data Subyektif : mengeluh perasaan terancam, menggungkapkan perasaan tidak berguna,
menggungkapkan perasaan jengkel, menggungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-
debar, merasa tercekik, dada sesak, dan bingung.
F. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1. Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ atau HLP).
2. Obat anti depresi, amitriptyline
3. Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
b. Terapi modalitas
c. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga dimana keluarga membantu
mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian:
d. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktifitas
lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengendalikan.
G. Pohon masalah
Gaduh gelisah
H. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah.
2. Perilaku kekerasan.
3. Koping individu tidak efektif.
4. Perubahan sensori persepsi. : halusinasi
5. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
I. Rencana Tindakan Keperawatan
1. SP1
a. Pasien
1) Mengidentifikasi penyebab PK
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3) Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4) Mengidentifikasi akibat PK
5) Melatih mengontrol PK dengan cara fisik (relaksasi nafas dalam dan pukul bantal)
6) Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian
b. Keluarga
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala PK dan proses terjadinya PK
3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK
2. SP2
a. Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien PK
3. SP3
a. Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat
2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
4. SP3
a. Pasien
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA
April, Tutu. 2012. Sistem Neurobehavior.Jakarta.Salemba Medika
Yusuf, Rizky. 2015. Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta.Salemba Medika
Anna, Budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.Jakarta.EGC
Kusumawati, Farida. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika.
Yani, Achir. 2012. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta.EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta. Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN
ISOLASI SOSIAL DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA
Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku islasi sosial
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa
tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
menaarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhu terjaadinya
menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebihh tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan
stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat memengurangi masalah respon sosial
menarik diri.
b. Faktor biologik
Faktor genetik apat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik merupakan
salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi,
pembesara ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga
dapat menyebabkanskizofrenia.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat
dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit
kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengaadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Stuart dan Sundeen,
1998).
d. Faktor presipitasi
Adapun faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang dapat menentukan alam perasaan
adalah :
e. Kehilangan ketertaarikan yang nyataatau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta
seseorang. Fungsi fisik, kedudukan atau harga diri, karena elemen aktual dan simbolik
melibatkan konsep kehilangan, maka konsep persepsi merupakan hal yang sangat
penting.
f. Peristiwa besar dalm kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi
dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan
kemampuan menyelesaikan masalah.
g. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi depresi terutama pada
wanita
h. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit fisik seperti
infeksi, meoplasma dan gangguan keseimbangan metabolik dapat mencetus gangguan
alam perasaan. (Stuart, 1998)
D. Tanda dan Gejala
Gejala subjektif :
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Respon verbal kurang dan sangat singkat
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan rang lain
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7. Klien merasa tidak berguna
8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9. Klien merasa ditolak
Gejala obyektif :
1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2. Tidak mengikuti kegiatan
3. Banyak berdiam diri dikamar
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6. Kontak mata kurang
7. Kurang spontan
8. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9. Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11. Mengisolasi diri
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13. Masukan makanan dan minuman terganggu
14. Retensi urine dan feses
15. Aktivitas menurun
16. Kurang energi (tenaga)
17. Rendah diri
18. Postur tubh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
E. Rentang Respon
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
2. Electri Convulsive Terapi
Electro confulsive therapy (ETC) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha
pengobatannya. ETC bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat
memberi efek terapi (therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik.
3. Terapi Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang terapist atau petugas kesehatan jiwa.
4. Terapi Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia.
G. POHON MASALAH
Defisit pengetahuan
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. harga diri rendah
2. isolasi sosial : menarik diri
3. perubahan persepsi sensori : halusinasi
4. koping individu in efektif
5. kerusakan interaksi sosial
6. defisit perawatan diri
7. defisit pengetahuan
8. gangguan komunikasi nonverbal
Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada
pada dirinya meliputi citra dirinya. Ideal dirinya harga dirinya, penampilan
peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukan bahwa
individu itu akan menjadi individu yang sukses.
c. Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak, berguna, pesimis tidak
ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga
diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, ganguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta
menarik diri dari realitas.
d. Keracuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam
kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang
berhubungan dengan keracuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan
hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang
tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadaapa orang lain.
e. Despersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien
tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya. Individu
mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan
tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
6. Pohon Masalah Harga Diri Rendah
Perilaku kekerasan
Oleh
BISMA ADITIYA PUTRA
1120021017
Dosen Pembimbing
NUR HIDAAYAH.,S.Kep.,Ns.,M.Kes
NPP. 0307738
Keterangan:
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif
meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan,
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan,
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli,
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran,
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra,
3) Emosi berlebihan atau kurang,
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk
menghindari interaksi dengan orang lain,
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif ini meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial,
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada,
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati,
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur,
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati sebagai
berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Halusinasi penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apasaja
yang sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab
suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati yakni:
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain.
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah:
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh.
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
pengecapan adalah:
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan adalah:
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi
adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan,
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap,
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya,
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu dan
monster,
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan,
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses,
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya.
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri,
2) Marah marah tanpa sebab,
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu,
4) Menutup telinga,
5) Menunjuk kearah tertentu,
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
8) Menutup hidung,
9) Sering meludah,
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
6. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat.
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Muhith (2015) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami
halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain.
1) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah
obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah:
Kelas Kimia Nama Generik Dosis Harian
Fenotazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100
Dibenzodiasepi Klozapin (Clorazil) 300-900
n
2) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan adalah:
a) Melatih klien mengontrol halusinasi:
1) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
b) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
1) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga: mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien
dengan menghardik,
2) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga: melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat,
3) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga: melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan,
4) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga: melatih keluarag memnafaatkan
fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi.
2) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi,
terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes keperawatan
terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan
data pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, nomor
rekam medis.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri, mendengar
atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting peralatan dirumah,
menarik diri.
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan,
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga,
3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter,
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu.
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan dalam
keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan klien serta konflik antar masyarakat.
e. Fisik Tidak mengalami keluhan fisik.
f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami
kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan
pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri : klien biasanya mampu
menilai identitasnya, peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat
dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien
memilki harga diri yang rendah sehubungan dengan sakitnya.
3) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai
dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya menjalankan
ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat
berlebihan.
g. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan berubah
dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak logis,
berbelit-belit.
3) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang
abnormal.
4) Alam perasaan
5) Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi misalnya
sedih dan putus asa disertai apatis.
6) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen. f) Interaksi
selama wawancara Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang
tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
7) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang halusinasi
lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan
menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata,
tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut,
ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis
dan koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering
membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal
melalui proses informasi dapat menimbulkan waham.
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan
waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek, mudah
lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak
mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan waktu, menanyakan apakah
tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas eksternal, sukar
menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan
mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam memberikan
perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai, dan
mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan keputusan
yang telah disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan
adalah salah.
14) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai dan
mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus,
membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa
kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif
klien.
h. Kebutuhan persiapan klien pulang
1) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki
minat dan kepedulian.
2) BAB atau BAK
3) Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta kemampuan klien
untuk membersihkan diri.
4) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali.
5) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
6) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya istirahat
klien terganggu bila halusinasinya datang.
7) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem
pendukung sangat menentukan.
8) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti menyapu.
i. Aspek medis
1) Diagnosa medis : Skizofrenia
2) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan
antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin
(TFZ), dan anti parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.
j. Skema Masalah
k. Pohon Masalah
Menurut Prabowo, (2014) Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat
diuraikan sebagai berikut:
l. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014):
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Gangguan persepsi sensori halusinasi
3) Isolasi sosial
m. Intervensi Keperawatan
1) Tindakan keperawatan untuk pasien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013):
a) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya,
b) Klien dapat mengontrol halusinasinya,
c) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal.
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan adalah:
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar Effect
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core problem Cause atau dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat halusiansi muncul
DAFTAR PUSTAKA
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi
Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr.
AminogondohutomoSemarang.http://Download.Portalgaruda.Org.
Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.
Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2 edisi 4. Jakarta:
EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan
PPSDM Kesehatan.
Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.