Anda di halaman 1dari 5

Cerpen :

PELUIT KERETA SELEPAS DINI HARI…


Oleh : Herry Santoso

Wajahnya oval dengan dagu indah. Matanya selalu berbinar memancarkan


aura optimisme yang dalam. Bibirnya sensual setiap kali ia bicara selalu basah,
rekah bak buah delima. Lebih-lebih jika tertawa, waow... deretan gigi bak mutiara
selalu melengkapi kecantikannya..
Palupi. Begitu orang-orang menyebutnya. Wanita yang selalu tampil modis
dan trendy itu, awalnya kukenal saat dalam satu kereta yang membawa kami ke
Jogja.
"Bapak mau ke Jogja ?" tanyanya terkesan bodoh. Karena siapapun orangnya
yang ada di gerbong ini pasti ke Jogja.
"Iya. Anda ?"
"Kita satu tujuan, Pak, " jawabnya sembari tersenyum. "Mau sambang cucu,
ya, Pak ?" lanjutnya sok tahu.
Ini pertanyaan yang paling tidak kusuka. Meskipun usiaku sudah kakek-
kakek, tapi itu pertanyaan "menyakitkan" karena aku tampil selalu styles gaya
kekinian. Pakai t'shirt branded merek Miami,sepatu casual Mr. Jack, bertopi, dan
tas cangklongku pun bukan sembarangan d'Mardo asli.
"Bapak mau sambang cucu, ya ?" tanyanya mengulang.
"Bisa iya, bisa tidak, Non !" jawabku sekenanya.
"Nyonya, Pak, bukan Nona. Usiaku sudah 45, lho, " ia meluruskan kalimatku.
"Oh, iya ?" aku tercengang.
"Dikira berapa sih, Pak ?"
"Dua-lima."
"Heheeee...." ia terkekeh.
"Kok ketawa ? " sergahku, "Aku bicara apa adanya dan...."
"Dan sekarang balik kutanya, usia Bapak berapa, ayo ?"
"Enam dua, tapi aku masih merasa empat dua, hahaa..." aku mencoba melucu.
"Tapi meski usia Bapak segitu, tampak masih keren, kok. Sungguh !"
ucapnya lagi yang membuatku benar-benar besar kepala bahkan ada riak kecil
melecut di dada.
"Anda, eh..."
"Namaku Palupi, Pak. Bukan Anda. Panjangnya Palupi Tri Hapsari. "
"Oh iya, sebuah nama yang indah dan bermakna. Anda pasti anak nomor tiga.
Ya, kan ?" tebakku yang membuatnya sejenak tertegun sebelum mengangguk
patah-patah.
" Dan Anda punya butik, kan ?" lanjutku.
" Lho, kok Bapak tahu ?"
" Butik itu juga menjual alat kecantikan. Mmm....menghadap ke Bank BCA !"
imbuhku menebak.
Palupi kaget dengan tebakanku barusan.
"Ma...maaf, kok Bapak tahu persis, apakah Bapak punya ilmu terawang...?"
ada terlintas rasa khawatir di wajahnya yang bersih itu. Aku senyum-senyum.
"Aku baca di tas tanganmu itu ! Hehe..." kataku menahan geli. Ia meniti tas di
pangkuannya. Di gantungan reslutingnya ada nama stand butik. Aku cuma
mengira-ngira itu miliknya.
"Hehee..." Palupi menutup wahahnya dengan tangannya. Bahunya naik turun,
menahan tawa.
"Maaf, tadi aku kesusu, hingga mencomot sekenanya tas ini, hehe..."
wajahnya merona.
"Kamu pasti mengira aku ahli nujum ya, Lup ?"
" Iya, karena tampangnya juga mendukung sih, hehe..."
Suasana benar-benar jadi cair.
Kereta terus meluncur merobek rembang petang. Kulirik Palupi
membenarkan krah blusnya agar lebih ke atas.
"Kedinginan, ya, Lup ?" tanyaku. Bibirnya sedikit pucat dan gemetar.
"I...iya. Saya tidak tahan AC yang terlalu dingin, Pak..." akunya jujur.
Bergegas aku menarik tas di atas kepala dan mengeluarkan mantel ekslusif warna
hijau toska seraya menawarkannya.
"Bapak penuh perhatian. Bapak baik, sekali..." gumamnya.
"Karena dulu aku juga pernah punya istri."
"Oh, ya ? Sekarang ?" mata itu lurus menatapku.
"Sudah kedaluwarsa."
"Maksudnya...?"
"Barangku sudah kedaluwarsa."
"Hii...Bapak genit, " ia mencubit pangkal lenganku.
"Maksudku, ibarat barang, aku ini sudah terlalu lawas, sudah kedaluwarsa,
gitu, lho... !"
"Yang lawas itu biasanya justru branded, aku suka, " ucapnya tanpa beban
yang membuat suasana lebib cair kagi dan familier.
"Kamu, sendiri, ya, Lup ?"
"Kan sama, Bapak !"
"Heh. Maksudku, mengapa tidak bersama suami ? "
"Suami ? "
"ya, suami, kamu punya suami, kan ?"
"Eh, mmm....pernah, pernah punya, "
"Anak ?"
"Belum pernah." ia berterus terang.
"Belum pernah ?"
"Iya, kenapa, Pak ?"
"Maklumlah..."
"Makkumlah gimana ?"
"Maklumlah, kamu tampak cantik sekali. Kamu seksi bingit, dan kamu...."
suaraku tersendat ragu. Khawatir ia tersinggung dengan sanjunganku yang sedikit
nakal itu.
"Aku kenapa lagi, Pak ?"
"Dan kamu sempat membuatku terpesona. Jujur, aku menyukaimu. Kamu
marah jika kukatakan hal ini ke padamu ?"
"Tidak. Aku merasa tersanjung, Pak..."
" Alhamdulillah... Memangnya kamu tidak malu duduk berdampingan
denganku ?"
"Kenapa harus malu ?"
"Lihatlah, orang di sekeliling kita selalu memandang kemari. Mungkin dalam
hati bilang, pasangannya kok kakek-kakek ?"
"O,o. Bung Karno saja saat jatuh cinta pada Neoko Nemoto, usia 66 kok.
Wanitanya 19. Tapi romantis, penuh cinta kasih," ucapnya. Aku terkesima dengan
ucapannya yang diplomatis itu.
Malioboro Expres terus melesat menembus gulita malam. Stasiun Madiun
sudah lewat. Kini melaju di double track arah Solo-Balapan.
Palupi tertidur. Ia tak segan menyandarkan kepalanya di pundakku. Dengan
mantel hijau toska yang kuberikan ia tampak lebih cantik. Kubiarkan ia pulas.
Permukaan wajahnya terlihat begitu teduh dan lindap. Mungkin terasa hangat
dengan balutan mantel dan (maaf) dekapan tanganku yang melingkar di bahunya.
Menjelang Solo-Balapan, Palupi terbangun. Sejenak ia tergagap, begitu
menyadari ia tersandar di bahuku.
"Maaf, ya, Pak..."
"Nggak apa-apa kok,"
"Bapak nggak sare ?"
"Belum, ngantuk. "
"Kenapa ? Karena ada di dekatku ?"
"Bukan,"
"Lalu ?"
"Karena..." suaraku tercekat di kerongkungan, tapi segera kusambung lagi,
"Karena ada imajinasi liar yang merasuki benakku."
"Tentang apa, Pak ?"
"Andaikan kamu jadi istriku..." lanjutku jujur.
Palupi tertunduk, seraya mengangkat wajahnya dan menatapku.
"Sungguh ?" katanya.
"Kamu tidak marah ?" balasku.
Ia menggeleng perlahan.
"Andai aku...."
"Andai apa, Pak ?"
"Andaikan aku mencintaimu ?"
Ia tersenyum manis. Manis sekali. Kurengkuh tubuhnya ke arahku.
Kupandangi dalam-dalam wajah ayu itu. Palupi nenejamkan matanya dan bibirnya
sedikit terbuka.
"Deeett.....!" Kami terjingkat. Klakson kereta merobek suasana hati. Palupi
tersipu, dan menangkupkan kedua telapak tangannya di wajahnya. Mukanya
memerah. Menahan geli...*

Kediri, 1 Desember, 2021

Drs. Herry Santoso, M.Pd


Penulis fiksi - nonfiksi di berbagai media dan peberbitan buku. Instruktur Bimtek
SMA/SMK/PKLK se Jatim oleh Dinas Pendidikan. Novel terakhir 'Merajut Senja
Saga di Ketiak Wilus' (2021). Bisa ditemui di akun : herisantoso5959@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai