Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli


terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-
barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai
infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan
daya tahan tubuh (Nurarif & Kusuma. 2015). Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang
mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing (Padila, 2013).
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang  yang
normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang
terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan
kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya bronchopneumonia
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara
lain: (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682 dikutip Nurarif & Kusuma. 2015).
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian
atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernapas menggunakan otot, aksesorius dan bisa timbul sianosis (Bara C,
Long.1996:39 dikutip Nurarif & Kusuma. 2015). Terdengar adanya krekels diatas paru yang
sakit, dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang untuk bronchopneumonia
antara lain pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari pemeriksaan darah, pemeriksaan sputum,
analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa, kultur darah untuk
mendeteksi bakteremia, dan sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba. Pemeriksaan Radiologi yang terdiri dari rontgenogram thoraks,
laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.

1
Menurut Wong, L dkk (2008) terdapat beberapa penatalaksanaan pada penderita
bronchopneumonia yaitu menjaga kelancaran pernapasan, meningkatkan kebutuhan istirahat,
meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan. Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami
masukan makanan yang kurang . suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari, dan masukan
cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori dipasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9 %.
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi akan tetapi karna hal itu
perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya diberikan pinisilin ditambah
dengan cloramfenikol atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari karna sebagian besar pasien
jatuh kedalam asidosis metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan
koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri (Wong, L dkk, 2008).
Salah satu manifestasi klinis pada pasien dengan bronchopneumonia adalah adanya batuk
yang produktif sehingga menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan napas sehingga
memerlukan teknik dalam mengatur posisi tubuh untuk mematenkan jalan napas. Menurut jurnal
dengan judul Unilateral mechanical asymmetry: positional effects on lung volumes and
transpulmonary pressure, jurnal tersebut membahas 5 posisi tubuh yang dilakukan terhadap
volume gas yang masuk ke paru-paru dan besarnya tekanan yang diperoleh. Salah satu posisi
yang dilakukan ialah posisi semi fowler. Hasilnya, posisi semi fowler lebih efektif dibandingkan
dengan 4 posisi lainnya tanpa adanya perubahan posisi yang tak terduga ketika intervensi
dilakukan.

2
BAB II

TINJAUAN JURNAL
2.1 Abstrak Jurnal
Latar Belakang: Pasien dengan ventilasi asimetri mekanik dinding paru atau dada.
Mungkin rentan terhadap tekanan paru-paru atau strain yang berbeda tergantung pada
posisi tubuh. Tujuan kami adalah untuk memeriksa tekanan transpulmonary (PTP) dan
paru-paru ekspirasi akhir volume (kapasitas sisa fungsional (functional residual capacity /
FRC)) selama perubahan posisi tubuh pada model hewan di bawah pengaruh tekanan
ekspres akhir positif (PEEP) atau efusi pleura eksperimental (PLEF). Metode: Empat
belas babi yang diberi anestesi secara intensif dipelajari termasuk trakeostomi, , dan
penempatan kateter esophagus. Hewan diberi ventilasi pada VT = 10 ml / kg, frekuensi
15, I / E = 1: 2, dan FIO2 = 0,5. Hewan tersebut dirandomisasi untuk posisi supinasi.
pronasi, lateral kanan, kiri lateral, dan semi-Fowler dengan PEEP 1 cm H2O (PEEP1)
atau PEEP 10 cm H2O (PEEP10) yang diaplikasikan. PLEF eksperimental diterapkan
dengan memasukan 10 ml / kg garam yang ditanamkan ke dalam rongga pleura. PTP dan
FRC thoracostomy ditentukan pada setiap kondisi. Hasil: Tidak ada perbedaan yang
signifikan pada FRC yang ditemukan di antara empat horizontal posisi. Dibanding posisi
horisontal, FRC semi-Fowler meningkat (p <0,001) sebesar 56% pada PEEP1 dan 54%
pada PEEP10 tanpa PLEF dan 131% pada PEEP1 dan 98% pada PEEP10 dengan PLEF.
PTP Inspirasi atau ekspirasi menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan di seluruh
posisi pada kedua tingkat PEEP. PTP ekspresif secara konsisten negatif di PEEP1
meningkat menjadi positif dengan PEEP10. Kesimpulan: FRC tidak berbeda antara
posisi horizontal; Namun, semi-Fowler's Posisi FRC secara signifikan meningkat. PTP
terbukti tidak peka terhadap asimetri mekanis. Sementara ekspresif PTP negatif pada
PEEP1, penerapan PEEP10 menyebabkan transisi ke PTP positif, menunjukkan
pembukaan kembali unit paru yang dikompres semula.

3
2.2 Ringkasan Jurnal
Pasien dengan ventilasi asimetri mekanik dinding paru atau dada. Mungkin rentan
terhadap tekanan paru-paru atau strain yang berbeda tergantung pada posisi tubuh.
Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa tekanan transpulmonary (PTP) dan paru-paru
ekspirasi akhir volume (kapasitas sisa fungsional (functional residual capacity / FRC))
selama perubahan posisi tubuh pada model hewan di bawah pengaruh tekanan ekspres
akhir positif (PEEP) atau efusi pleura eksperimental (PLEF).
Penelitian ini menggunakan sampel empat belas babi yang telah diberi anestesi
secara intensif dipelajari termasuk trakeostomi, , dan penempatan kateter esophagus.
Hewan diberi ventilasi pada VT = 10 ml / kg, frekuensi 15, I / E = 1: 2, dan FIO2 = 0,5.
Hewan tersebut setelah di anestesi dan diberi ventilasi kemudian dirandomisasi untuk 5
posisi yaitu posisi supinasi, posisi pronasi, posisi lateral kanan, posisi kiri lateral, dan
posisi semi-Fowler dengan PEEP 1 cm H2O (PEEP1) atau PEEP 10 cm H2O (PEEP10)
yang diaplikasikan. PLEF eksperimental diterapkan dengan memasukan 10 ml / kg garam
yang ditanamkan ke dalam rongga pleura. PTP dan FRC thoracostomy ditentukan pada
setiap kondisi.
Penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan pada FRC yang ditemukan di antara empat horizontal posisi. Dibanding posisi
horisontal, FRC posisi semi-Fowler meningkat (p <0,001) sebesar 56% pada PEEP1 dan
54% pada PEEP10 tanpa PLEF dan 131% pada PEEP1 dan 98% pada PEEP10 dengan
PLEF. PTP Inspirasi atau ekspirasi menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan di
seluruh posisi pada kedua tingkat PEEP. PTP ekspresif secara konsisten negatif di PEEP1
meningkat menjadi positif dengan PEEP10.
Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa FRC tidak berbeda antara
posisi horizontal; Namun, semi-Fowler's Posisi FRC secara signifikan meningkat. PTP
terbukti tidak peka terhadap asimetri mekanis. Sementara ekspresif PTP negatif pada
PEEP1, penerapan PEEP10 menyebabkan transisi ke PTP positif, menunjukkan
pembukaan kembali unit paru yang dikompres semula.

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Strength
 Empat posisi yang diteliti dalam jurnal ini terbukti efektif dalam meningkatkan
tekanan pulmonar.
 Semi fowler lebih efektif diantara empat posisi lainnya
 Posisi semi fowler dapat menungkatkan FRC

3.2 Weakness
 Jurnal tidak hanya berfokus pada satu kasus
 Perubahan posisi pada jurnal tidak berpengaruh pada kondisi yang tidak mengalami
gangguan napas

3.3 Opportunity
 Pada jurnal ini posisi semi fowler dapat digunakan pada semua gangguan dengan
tujuan untuk meningkatkan ventilasi

3.4 Threat
 Perubahan posisi dari semi fowler ketika dilakukan intervensi mempengaruhi
volumw paru-paru. Semakin banyak dilakukan perubahan posisi dari semifowler
maka volume paru-paru semakin berkurang.

5
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di
bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering
bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik
dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh (Nurarif & Kusuma, 2015). Penelitian
sebelumnya dilakukan uji coba pada empat belas hewan (babi) posisi semi fowler ini dapat
meningkatkan functional residual capacity / FRC. Pasien dengan ventilasi asimetri
mekanik dinding paru atau dada. Mungkin rentan terhadap tekanan paru-paru atau strain
yang berbeda tergantung pada posisi tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memeriksa tekanan transpulmonary (PTP) dan paru-paru ekspirasi akhir volume (kapasitas
sisa fungsional (functional residual capacity / FRC)) selama perubahan posisi tubuh bawah
pengaruh tekanan ekspres akhir positif (PEEP) atau efusi pleura eksperimental (PLEF)
(Puentes Gustavo, et all. 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Puentes Gustavo, et all (2014) membuktikan bahwa
terdapat pengaruh signifikan dari empat posisi horizontal yaitu posisi supinasi, pronasi,
lateral kanan, kiri lateral, dan semi-fowler. Dari 4 posisi yang diteliti yang paling efektif
yaitu posisi semi fowler sehingga dapat meningkatkan FRC. Posisi horisontal, FRC semi-
Fowler meningkat (p <0,001) sebesar 56% pada PEEP1 dan 54% pada PEEP10 tanpa
PLEF dan 131% pada PEEP1 dan 98% pada PEEP10 dengan PLEF. Posisi semi-fowler
adalah sebuah posisi setengah duduk atau duduk dimana bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikkan 45o dan posisi ini dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien (Musrifatul & Aziz, 2008).

6
4.2 Saran
1. Bagi perawat
Bagi perawat dapat menggunakan metode pemberian posisi berbaring semi fowler
yang dapat membantu pasien untuk meningkatkan kualitas keperawatan melalui
upaya penatalaksanaan dalam memberi keperawatan.
2. Bagi rumah sakit dapat menerapkan posisi berbaring semi fowler yang tepat dan
sesuai standar operasional prosedur (SOP) dalam penatalaksanaan penyakit
bronchopneumonia secara mandiri sehingga meningkatkan mutu pelayanan kepada
masyarakat.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian dari
sebelumnya dengan melihat factor-faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen,
seperti hemoglobin, sirkulasi dan aktivitas

7
DAFTAR PUSTAKA
Cortes-Puentes, G. A., Gard, K., Keenan, J. C., Adams, A., Dries, D., & Marini, J. J. (2014).
Unilateral Mechanical Asymmetry: positional effects on lung volumes and transpulmonary
pressure. Intensive Care Medicine, 2(4).
Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Yogyakarta: Mediaction.
Padila. (2013). Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia pada pasien
bayi laki-laki berusia 6 bulan. FK Lampung
Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkelstein, M. L., & Schwartz, P. (2008).
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. (E. K. Yudha, D. Yulianti, N. B. Subekti, E.
Wahyuningsih, & Monica Ester, Eds.) (6th ed.). Jakatra: EGC.

iii

Anda mungkin juga menyukai