Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHUAN

DEMAM TYPHOID

ELIS ADLIFTERIANI
(21149011125)

Dosen Pembimbing : Ns. Rusmarita,S.Kep,M.Kes,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG

2021/2022
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan
oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, dimana paratifoid biasanya menginfeksi lebih ringan, dengan gambaran
klinis sama.( Widodo Djoko, 2009 )
Demam typhoid atau Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan
lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 -
40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%).
(Mansjoer, Arif. 2010).
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia & Lorraine M.
Wilson,2015).
Dapat disimpulkan bahwa demam thypoid adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh salmonella typhi yang masuk bersama makanan dan minuman yang
kemudian menginfeksi usus halus dengan gejala demam lebih dari 7 hari dan
gangguan pada saluran cerna.

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya
diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang
terinfeksi (Valman, 2009).Menurut Aru W. Sudoyo (2009) ada 3 spesies utama,
yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).
Etiologi penyakit demam typhoid menurut Rampengan (2010) disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan
kuman gram negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup
baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah, serta
mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa
kuman ini hanya menyerang manusia.Salmonella typhosa mempunyai 3 macam
antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
tifoid.Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut agglutinin. Salmonella
typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multiple antibiotic.(Aru W. Sudoyo. 2009)

C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau
antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa
dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe
mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun,
akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum
tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran
retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis
demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin
dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari
Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus
halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan
juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

D. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Widodo Djoko (2009), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
Soedarto (2010), mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum
ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam
yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan
perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik,
dengan denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak
kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat
diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan
berkurang.Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-
otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi
meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut.
Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya
degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia
lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
E. PATHWAYS
Bakteri salmonella thyphi
Masuk ke saluran cerna melalui makanan dan minuman
Sebagian dimusnahkan
di lambung peradangan pada saluran cerna

peningkatan produksi asam merangsang pelepasan zat


lambung pirogen oleh leukosit

mual, muntah zat pirogen beredar dalam darah

penurunan nafsu makan hipotalamus

berat badan menurun merespon dengan meningkatkan


suhu tubuh
defisit nutrisi

demam thypoid/thypus abdpminalis

peningkatan suhu tubuh infeksi kuman pada usus halus

Hipertermi ,mual dan muntah ileum terminalis

Sebagian menetap dan hidup


Di ileum terminalis

Perdarahan dan perforasi


Kurang informasi
tubuh banyak kehilangan cairan
Defisit pengetahuan
Resiko Hipovolemia
peradangan pada usus halus
reaksi inflamasi
Sumber : Widodo Djoko (2009)
Nyeri Akut
F. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut menurut Sodikin (2011),
antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari),
diberikan empat kali sehari per oral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut Rampengan
(2010) selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan
antara lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan menurut
menurut Sodikin (2011), adalah Pasien typhoid harus dirawat di kamar isolasi
yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita
penyakit menular seperti desinfektan mencuci tangan, merendam pakaian kotor
dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang merawat atau sedang menolong
pasien agar memakai celemek.
Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik
sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan demam
lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau cairan
sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan
berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu,
pasien typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus
halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan ialah
makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan
tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.

1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan


lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang
atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika
makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per
sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap
3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau
yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih secara
bertahap ke lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa
dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di
samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya
merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus.
Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan
biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang
khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena
perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir
mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa,
maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya
secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu
lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui
sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan pada
permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada semua
makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien muntah obat
akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu, menurunkan
suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari lebih tinggi jika
suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada pembahasan tentang
hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien banyak minum boleh
sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan
suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu
menurunkan suhu usahakan agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh
pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan
pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat
tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid,
karena lidah kotor, bibir kering, dan pecah-pecah menambah rasa tak
nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien
perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin
(krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis
harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang
sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan
minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu
sebagai akibat lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan
menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat
tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan.
Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik menurut Widodo, D. (2009) meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas, sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.

2. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,

dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa

inkubasi).
3. Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu,

bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama

suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi

hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,

pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur

turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak beberapa

dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah

(kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Di

samping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung

dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan

karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu

pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis

pada anak besar.

5. Pemeriksaan fisik

1) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-

pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (Cated tongue),

sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai

tremor.

2) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung (Meteorismus). Bisa

terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.


3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

6. Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis

relative, dan aneosiniofilia pada permulaan sakit.

2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

3) Bukan empedu basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah

pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan

dalam urin dan feces.

4) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah liter zat anti

terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan

kenaikan yang progresif (Nursalam, 2012).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

3. Risiko hypovolemia berhubungan dengan kurang intake cairan dan peningkatan

suhu tubuh.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif (NANDA

International. 2018)

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1 Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh 1. Pasien dengan


keperawatan selama … x 24 hipertermi
jam diharapkan pasien dilakukan monitor
menujukan temperatur dalan suhu tubuh guna
batas normal dengan Kriteria untuk
hasil : mempertahankan
suhu tubuh normal
1. Pasien tidak terlihat
pasien
pucat
2. Lakukan pendinginan 2. Pasien dengan
2. Suhu tubuh pasien
eksternal ( mis. Selimuti hipertermia
membaik
hipertermia atau kompres dilakukan kompres
3. Suhu kulit pasien
dingin pada dahi, leher, dingin guna untuk
membaik
dada abdomen dan aksila) menurunkan
hipertermia pasien
3. Anjurkan tirah baring 3. Pasien dengan
hipertermia
dianjurkan untuk
tirah baring guna
untuk menghndari
resikokenaikan suhu
tubuh

4. Kolaborasikan pemberian 4. Pasien dengan

cairan dan elektrolit hipertermi perlu

intravena dikolaborasikan
pemberian cairan
dan elektrolit guna
untuk menghidari
dehidrasi

2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pemenuhan 1. Mengetahui


keperawatan ...x24 jam, kebutuhan nutrisi klien kekurangan
diharapkan klien dapat nutrisi klien
menyeimbangkan nutrisi 2. Kaji penurunan nafsu 2. Agar dapat
yang adekuat dengan kriteria makan klien dilakukan
hasil : intervensi dalam
pemberian
1. Nafsu makan pasien
makanan pada
membaik
2. Membrane mukosa klien
pasien lembab 3. Membantu dalam
3. Ukur tinggi dan berat
3. Dalam 3hari identifikasi
badan klien
diharapkan berat malnutrisi protein
badan pasien –kalori,
meningkat hingga 5% khususnya bila
berat badan
kurang dari
normal

4. Dengan
4. Jelaskan pentingnya
pengetahuan yang
makanan bagi proses
baik tentang
penyembuhan
nutrisi akan
memotivasi untuk
meningkatkan
pemenuhan
nutrisi
5. Dokumentasikan
5. Mengidentifikasi
masukan oral selama 24
ketidakseimbangn
jam, riwayat makanan,
kebutuhan nutrisi
jumlah kalori dengan
tepat

3 Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor intake dan 1. Observasi intake


keperawatan ...x24 jam, output cairan dan output cairan
diharapkan kekurangan guna untuk
cairan pasien dapat dicegah mempertahankan
dengan kriteria hasil : keseimbangan
cairan
1. Membrane mukosa 2. Berikan asupan cairan
2. Pasien dengan
lembab oral
resiko
2. Peningkatan intake
hypovolemia
cairan yang masuk ke
harus diberikan
dalam tubuh asupan cairan oral
3. Tugor kulit elastis guna untuk
memenuhi intake
cairan
3. Pasien dengan
3. Anjurkan
resiko
memperbanyak asupan
hypovolemia
cairan oral
harus diberikan
asupan cairan oral
guna untuk
memenuhi intake
cairan
4. Pasien dengan
4. Kolaborasikan
resiko
pemberian cairan IV
hypovolemia
perlu
dikolaborasikan
dengan
pemberianRL dan
NaCL guna
menambah intake
cairan
4 Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi skala nyeri 1. indentifikasi nyeri
keperawatan ...x24 jam, guna untuk
diharapkan nyeri akut pasien mengetahui
berkurang dengan kriteria frekuensi nyeri
hasil : 2. Berikan tehnik 2. pasien dengan nyeri
nonfarmakologis untuk akaut harus
1. Keluhan nyeri pasien
mengurangi rasa nyeri diberikan tehnik
menurun
nonfarmakologisgu
2. Gelisah yang
na mengurangi
dirasakan pasien
nyeriyang dirasakan
menurun
pasien
3. Frekuensi nadi pasien
memebaik 3. Jelaskan penyebab, 3. pasien dengan
periode, dan pemicu nyeriakut diberikan
nyeri penjelasan tentang
pemicu nyeri guna
meminimalisir
kejadian yang dapat
memicu nyeri
4. kolaborasikan pemberian 4. pasien dengan
analgetik nyeriakut
perludikolaborasika
n pemberian
analgetik untuk
meringankan nyeri
pasien

5 Setelah dilakukan asuhan 1. identifikasi kesiapan dan 1. pasien dengan


keperawatan ...x24 jam, kemampuan menerima deficit pengetahuan
diharapkan pengetahuan informasi harus mengetahui
pasien mengenai thypoid kesiapan dan
bertambah dengan kriteria kemampuan
hasil : menerima informasi
guna meningkatkan
1. verbalisasi minat
informasi yang di
dalam
tangkap
belajarmeningkat
2. jadwalkan pendidikan 2. pasien dengan
2. persepsi yang keliru
kesehatan sesuai deficit pengetahuan
terhadap masalah
kesempatan diberikan jadwal
menurun
pendidikan
kesehatan guna
untuk mendapat
pengetahuan yang
akan diberikan
3. ajarkan perilaku hidup 3. pasien dengandefisit
bersih dan sehat pengetahuan
diajarkan berprilaku
hidup bersih dan
sehat

Sumber : Moorhed, Sue, dkk 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC),M. Bulechek,
Gloria., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC)

D. Implementasi
Sesuaikan dengan intervensi
E. Evaluasi
1. Diharapkan hipertermi pasien menurun
2. Diharapkan nutrisi pasien terpenuhi
3. Diharapkan kekurangan cairan pasien dapat dcegah
4. Diharapkan nyeri akut pasien menurun
5. Diharapkan pengetahuan pasien mengenai thypoid bertambah

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna

publishing

Moorhed, Sue, dkk 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC). Diterjemahkan oleh

Nurjanah, Intansari., dkk. 2016. Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi keenam.

Yogyakarta : Mocomedia
M. Bulechek, Gloria., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Diterjemahkan

oleh Nurjannah, Intansari., dkk. 2016. Pengukuran Intervensi Kesehatan Edisi

keenam. Yogyakarta : Mocomedia

NANDA International. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Rohim Abdul.2012 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 2. Jakarta.

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta:

IDAI

Valman Bernad. 2010. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara

Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai