Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS PADA Yn.W


DENGAN PERFORASI ILEUM POST OP LAPARATOMI DI RUMAH SAKIT
ISLAM PURWOKERTO DI RUANG ICU

Disusun Oleh :

Nama : Tedi Setiadi


Nim : 190106149

Mengetehaui :
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(……………………………………..) (..…………………………………)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
LAPARATOMI

A. GAMBARAN KLINIS PENYAKIT


1. DEFINISI
Perforasi ileum adalah merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari dinding
usus halus akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam ringga perut. Perforasi dari usus
mengakibatkan secara potensial untuk tejadinya kontaminasi bakteri dalam rongga
perut keadaan ini di kenal dengan istilah peritonitis (Brunner dan Suddarth, 2001)
Peritonitis adalah inflamasi peritonium-lapisan membran serosa rongga abdomen dan
meliputi visera. (Brunner dan Suddarth, 2001)

2. Etiologi
a. Infeksi bakteri
1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2) Appendisitis yang meradang dan perforasi
3) Tukak peptik (lambung/dudenum)
4) Tukak thypoid
5) Tukan disentri amuba/colitis
6) Tukak pada tumor
7) Salpingitis peradangan pada saluran tuba, dipicu oleh infeksi bakteri.
8) Divertikulitis kondisi di mana kantung pada kolon (usus besar) mengalami
peradangan atau infeksi. Terbentuknya kantung atau benjolan kecil pada dinding
usus sendiri sudah merupakan kelainan yang biasa dinamakan divertikula.
9) Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar:
1) Operasi yang tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda
asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
3) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
3. Jenis – jenis laparatomi
a. Mid-line incision.
b. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah ±4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy. Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan
batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong,
Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari
ke 2 post operasi. (Smeltzer, 2012).
4. Manifestasi klinis
Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.
2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan kedalam peritoneum.
3. Mual dan muntah.
4. Abdomen yang kaku.
5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih
dan takikardia.
7. Rasa sakit pada daerah abdomen
8. Dehidrasi
9. Lemas
10. Nyeri tekan pada daerah abdomen
11. Bising usus berkurang atau menghilang
12. Nafas dangkal 13. Tekanan darah menurun
14. Nadi kecil dan cepat
15. Berkeringat dingin
5. Komplikasi
1. Abses abdominal yang terlokalisasi.
2. Peritonitis.
3. kegagalan organ multiple dan syok septik.
a. Septikemia didefinisikan sebagai proliferasi bakteri kedalam aliran darah
menghasilkan manifestasi sistemik seperti rigor, demam, hipotermi (pada
septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia,
takikardia, dan kolaps sirkulasi.
b. Syok septik berhubungan dengan kombinasi dari beberapa dibawah ini:
a) Peningkatan permeabilitas kapiler.
b) Kerusakan endothelium kapiler.
c) Hilangnya volume darah sirkulasi.
d) Depresi miokardial dan syok.
c. Infeksi pada gram negatif biasanya lebih buruk prognosisnya daripada gram positif,
karena gram negatif bisa menimbulkan endotoksemia.
4. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan elektrolit dan pH.
5. Perdarahan mukosa gastroinstestinal Biasanya berhubungan dengan kegagalan
organ multiple dan berhubungan dengan defek pada mukosa lambung.
6. Obstruksi instestinal mekanik Sering terjadi setelah operasi disebabkan perlekatan
setelah operasi.

6. Pathway
7. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana
peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh
karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari,
tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan
sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—
hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia.
8. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada
pasien dengan peritonitis adalah :
1) Darah. Diperoleh perubahan dari nilai normal, seperti :
a. Leukositosis
b. Hemoglobin mungkin rendah bila terjadi perdarahan
c. Hematokrit meningkat
d. Asidosis metabolik
2).Cairan peritoneal, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan
memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika.
2. Pemeriksaan Radiologi
1) X-Ray Foto polos abdomen dengan
3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
a. Udara (pada kasus perforasi)
b. Kadar cairan serta lengkung usus yang terdistensi
2) CT Abdomen. Menunjukkan adanya pembentukan abses
3) USG (Ultrasonografi)
a. Dapat diketahui lokalisasi kumpulan gas yang berhubungan dengan perforasi.
b. Dapat diketahui lokasi perforasi.
c. Selain itu bisa juga mengevaluasi hati, limpa, pankreas, ginjal, ovarium, adrenal,
uterus.
4) Laparaskopi Signifikan untuk memutuskan dilakukan operasi pada pasien dengan
nyeri abdomen akut.

B. GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN


kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis Asuhan keperawatan adalah
sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh seseorang pasien dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari berupa bimbingan, pengawasan, perlindungan. (Brunner
& suddarth, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara
sistemik mengenai data tersebut sehingga dapat pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan
pasien .Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah memberikan
gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien yang mungkin
perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif mutaaq 2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat penyakit psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri pada abdomen.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah
diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan secara medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah
sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,diabetes
melitus,atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam
pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-
hari.

4. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)


a. Pola Nutrisi
b. Pola Eliminasi
c. Pola Personal Hygiene
d. Pola Istirahat dan Tidur
e. Pola Aktivitas dan Latihan
f. Seksualitas/reproduksi
g. Peran
h. Persepsi diri/konsep diri
i. Kognitif diri/konsep diri
j. Kognitif perceptual

5. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
2. Mata
penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus
optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),
gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
3. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus
olfatorius (nervus I).
4. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus vagus
adanya kesulitan dalam menelan.
5. Dada
Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang
kempih dada.

Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan


massa.

Perkusi :mendengar bunyi hasil perkusi.


6. Abdomen
Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi :mendengar bising usus.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan pasca
operasi.

7. Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012).
a. Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b. Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
c. Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi.
d. Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
e. Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
f. Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.

Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)


a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi
bedah.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka
operasi laparatomi.
c. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas
dari anggota tubuh.
9. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


O Keperawatan
1. Ketidak efektifan Tujuan : pasien dapat 1. Monitor TTV
pola nafas bernapas secara spontan dan 2. Monitor
berhubungan ventilator dilepas Ventilator
dengan bradipnea
Setelah dilakukan tindakan 3. Kaji GCS
keperawatan 1x24 jam pasien
didapatkan kriteria hasil 4. Pantau
pasien telah napas spontan
Keadaan
dan ventilator dilepas
Umum pasien
5. Berikan osigen
6 L/m
Kolaborasi
dengan tim
medis terkait
perawatan

2. Resiko infeksi Tujuan : Setelah dilakukan 1. Observasi


berhubungan Tindakan keperawatan keadaanumum
dengan adanya selama 1x24 jam tanda-tanda
sayatan/ luka diharapkan klien tidak vital
operasi laparatomi. terjadi infeksi dengan 2. Kaji tanda-
hasil: tanda infeksi
terutama pada
-tidak terjadi tanda tanda
infeksi di area insisi daerah insisi
pembedahan 3. Lakukan
-sistem pertahanan penggantian
sekunder balutan setiap
baik hari
Lakukan
Tindakan
keperawatan
yang bersifat
invasisiv secara
asepsis

10. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2011).
11. Evaluasi keperawatan
Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien
yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

Tujuan evaluasi antara lain :


a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai