Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instalasi rawat darurat (IRD) merupakan tempat yang penuh dengan kesibukan
dimana sindrom psikiatrik akut seringkali muncul dan menimbulkan kesulitan
dalam diagnostik dan manajemen. Ruang kedaruratan di rumah sakit awalnya
digunakan untuk mengatasi dan memberikan pelayanan segera pada pasien
dengan kondisi medis atau trauma akut. Peran ini kemudian meluas dengan
memberikan pelayanan segara pada tipe kondisi lain, termasuk pasien yang
mengalami kedaruratan psikiatri. (Petit, 2004; Trent, 2013)
Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan potensi
katastrophic, dengan demikian diharapkan praktisi kesehatan mental harus siap
untuk mengatasi krisis seperti keinginan bunuh diri, agitasi dan agresi, serta
keadaan confusional state. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada tahun 2001,
didapatkan 30% pasien dengan depresi unipolar, 26% psikosis, 20% dengan
penyalahgunaan zat, 14% bipolar, 4% gangguan penyesuaian, 3% gangguan
cemas, dan 2% dengan demensia. Sekitar 40 persen dari semua pasien terlihat di
ruang gawat darurat psikiatri memerlukan rawat inap. Sebagian besar kunjungan
terjadi selama jam malam, dan tidak ada perbedaan antara hari, minggu, bulan,
atau tahun. (Allen et al., 2002; Sadock and Sadock, 2010)
Banyak penyakit medis umum yang memberikan gejala gangguan perilaku dan
dapat menyebabkan perubahan dalam berpikir dan mood. Berbagai gejala tersebut
menyebabkan peningkatan keterlibatan psikiatri dalam pelayanan kedaruratan.
Saat ini juga telah banyak pasien dengan alasan medis yang datang dengan ciri-
ciri kepribadian dan mekanisme koping yang maladaptif yang dapat mempersulit
penatalaksanaan medisnya. Dalam semua situasi ini, peran psikiater sebagai
konsultan dan penghubung dapat menjadi sangat penting dalam memfasilitasi
perawatan yang tepat. Psikiater hendaknya mampu dalam mengelola pasien yang
mengalami kegawatdaruratan, mengelola masalah sistem rumah sakit, informasi
tentang penyakit medis dan psikiatris, terampil dalam konflik resolusi, etis dan
legal tentang tanggung jawab untuk keamanan pasien, dan mampu melayani
sebagai pemimpin tim yang bisa terjun langsung dalam krisis. (Riba, et al., 2010)

1
Secara keseluruhan, kedaruratan psikiatri merupakan bidang yang masih terus
berkembang. Klinisi diharapkan memiliki kemampuan atau keahlian pada
consultation-liaison psychiatry, manajemen krisis, brief psychotherapy, risk
assessment dan pengetahuan yang luas mengenai pengobatan, sistem pelayanan
rumah sakit dan kesehatan, serta psikiatri secara umum. (Riba et al., 2010)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori tentang Kegawatdaruratan Psikiatri?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Psikiatri?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Gawat Daryrat dan dapat menambah pengetahuan
mahasiswa mengenai Kegawatdaruratan Psikiatri.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu dan memahami teori kedaruratan dalam psikiatri
serta mampu memahami konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
Psikiatri.
D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat memperdalam pengetahuan dalam keperawatan Gaawat
darurat Psikiatri
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian keperawatan Gadar Psikiatri
3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab diadakannya keperawatan
Gawat darurat Psikiatri
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala Kegawatdaruratan Psikiatri
5. Mahasiswa mampu mempraktikkan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
Psikiatri

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kedaruratan psikiatrik adalah suatu gangguan akut pada pikiran, perasaan,
perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan suatu intervensi segera (Allen,
Forster, Zealberg, & Currier, 2002). Kedaruratan psikiatrik adalah gangguan alam
pikiran, perasaan atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera.
Dari pengertian tersebut, kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran, perasaan,
perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
membutuhkan tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip dari kedaruratan
psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera.
Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American Psychiatric
Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah gangguan
yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang
membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga pasien,
atau masyarakat. (Trent, 2013).
B. Penyebab Gawat darurat Psikiatri
Kedaruratan Psikiatri adalah tiap gangguan pada pikiran, perasaan dan tindakan
seseorang yang memerlukan intervensi terapeutik segera, faktor penyebab gawat
darurat psikiatrik diantaranya:
1. Tindak kekerasan
2. Perubahan perilaku
3. Gangguan penggunaan zat
4. Suicide (Bunuh Diri)
5. Violence and Assaultive Behavior ( Perilaku Kekerasan dan Menyerang)
C. Menifestasi Klinis
1. Bunuh diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan, berikut ini adalah tanda-tanda bunuh diri yang
mungkin terjadi:
a. Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang,
melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri.

3
b. Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda
kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa.
c. Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau
kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga.
d. Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur
lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri.
e. Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya
nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan
berat badan.
f. Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup
impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi.
g. Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi
seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.
h. Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan
jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.
i. Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah
seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala
hal tidak akan pernah bertambah baik.
j. Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri,
memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan,
hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.
2. Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan
orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexualitas.
Tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya:
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
g. Gejala yang muncul :Stress, Mengungkapkan secara verbal, Menentang

4
3. Gaduh/Gelisah
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya:
a. Gelisah
b. Mondar-mandir
c. Berteriak-teriak
d. Loncat-loncat
e. Marah-marah
f. Curiga
g. Agresif
h. Beringas
i. Agitasi
j. Gembira
k. Bernyanyi
l. Bicara kacau
m. Mengganggu orang lain
n. Tidak tidur beberapa hari
o. Sulit berkomunikasi
D. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Psikiatrik
Perawatan di kedaruratan psikiatri biasanya berfokus pada manajemen perilaku
dan gejala. Proses pengobatan dilakukan bersamaan dengan proses evaluasi (jika
pemberian terapi telah memungkinkan). Wawancara awal tidak hanya berfungsi
untuk memperoleh informasi diagnostik yang penting, tetapi juga untuk terapi.
Dalam melakukan proses evaluasi, bila fasilitas tidak memadai, dapat dilakukan
perujukan pada fasilitas kesehatan terdekat yang memiliki fasilitas yang cukup
untuk penatalaksanannya. (Sadock and Kaplan, 2009; Trent, 2013).
Modalitas terapi yang digunakan untuk seting kedaruratan psikiatri antara lain:
farmakoterapi, seclusion (isolasi) dan restraint (fiksasi fisik), dan psikoterapi.
(Knox dan Holloman, 2011; Riba et al., 2010; Sadock and Kaplan, 2009)

5
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Kegawatdaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kegawatdaruratan
yang memerlukan intervensi psikiatri. Tempat pelayanan kegawatdaruratan
psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra
primer. Kasus kedaruratan psikiatri meliputi gangguan pikiran, perasaan dan
perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: (Elvira, Sylvia
D dan Gitayanti Hadisukanto, 2010)
1. Kondisi gaduh gelisah
2. Tindak kekerasan (violence)
3. Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri
4. Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat
5. Delirium
B. Diagnosis
Meskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap, namun ada
beberapa hal yang harus dilakukan sesegera mungkin untuk keakuratan data ,
misalnya penapisan toksikologi ( tes urin untuk opioid, amfetamin), pemeriksaan
radiologi, EKG dan tes laboratorium. Data penunjang seperti catatan medik
sebelumnya, informasi dari sumber luar juga dikumpulkan sebelum memulai
tindakan.
C. Intervensi Psikososial Pada Kedaruratan Psikiatri
Kedaruratan psikiatri memerlukan penatalaksanaan dalam waktu yang tepat
dan keahlian interpersonal. Suatu krisis merupakan kesempatan untuk membantu
dan jika memungkinkan melakukan perubahan, sehingga suatu pelayanan krisis
tidak hanya sesederhana mengumpulkan data dan mengirim pasien ke tempat lain,
namun diperlukan suatu proses interpersonal yang terjadi antara pasien dan staf di
kedaruratan. (Allen et al., 2002)
Intervensi psikososial secara umum berupa beberapa bentuk psikoterapi,
pelatihan sosial, dan pelatihan vokasional. Penatalaksanaan ini sangat bermanfaat
untuk menyediakan dukungan, edukasi, dan panduan kepada orang-orang yang

6
mengalami gangguan mental beserta keluarganya. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa salah satu manfaat dari terapi ini adalah dapat membantu
individu mengurangi efek negatif dari gangguan yang dideritanya dan
meningkatkan fungsi hidupnya (tampak melalui sedikitnya waktu hospitalisasi,
dan kurangnya kesulitan dalam mengerjakan kegiatan di rumah, sekolah, atau
pekerjaannya). (Duckworth K. dan Freedman J., 2012).
Pada seting kedaruratan, tujuan intervensi psikososial adalah untuk keamanan
pasien, melakukan penilaian, jika memungkinkan untuk dilakukan fasilitasi
terhadap perubahan meski sedikit namun bermakna pada kondisi diri pasien.
(Allen et al., 2002)
Komponen atau fase intervensi psikososial di kedaruratan psikiatri yaitu:
1. Membangun Hubungan (Building an Alliance)
Berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan
pasien. Agar wawancara dapat menghasilkan data yang dapat diandalkan
(reliable), hendaknya senantiasa diusahakan menciptakan dan memelihara
hubungan yang optimal antara dokter dengan pasien. Wawancara tidak dapat
dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Meski beberapa
staf profesional telah memiliki intuisi bagaimana membangun suatu
hubungan dengan pasien, beberapa teknik berikut ini dapat bermanfaat yaitu:
memenuhi kebutuhan pasien, gunakan pertanyaan alliance-building pada fase
awal penilaian dan tunda pertanyaan yang bersifat alliance-deflecting,
menunjukkan empati, bantu pasien mengungkapkan aspek emosional yang
tidak menyenangkan pada saat perujukan atau saat terapi sebelumnya, dan
secara langsung atau tidak langsung menanyakan perasaan pasien mengenai
terapi atau sakit yang dialaminya.
2. Menghadapi Krisis Melalui Proses Stabilisasi dan Intervensi
Intervensi krisis adalah suatu metode yang diberikan segera pada
seseorang yang mengalami suatu peristiwa yang dapat mengakibatkan
gangguan pada mental dan fisik. Secara ringkas tujuan dari intervensi krisis
adalah (1) stabilisasi, (2) meredakan tanda dan gejala akut dari distres, dan (3)
restorasi dari fungsi adaptasi independen jika mungkin atau fasilitasi akses
menuju ke perawatan lebih lanjut.

7
Prinsip intervensi krisis menggunakan model ABC, yang dimulai dari
mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian yang memicu krisis.
Intervensi ini baik jika dimulai dalam 4-6 minggu terjadinya krisis. Model
ABC merupakan proses intervensi 3 tahap, terdiri dari A=Achieving Rapport
(membangun hubungan), B=Beginning of Problem Identification (mulai
mengidentifikasi problem yang terjadi), dan C=Coping. Model ini digunakan
dengan tujuan mengembalikan individu kepada level fungsinya sebelum
krisis.
3. Melakukan Psikoterapi (Therapy Work)
Fase ketiga pada intervensi psikososial adalah pengenalan psikoterapi dan
kemudian memulai melakukan psikoterapi tersebut. Tantangan dalam
mengenalkan elemen psikoterapi di seting kedaruratan adalah banyak
karakteristik terapi yang biasanya dilakukan di klinik tidak dapat dilakukan di
seting kedaruratan, hal ini karena lingkungan kedaruratan yang berisik,
privacy minimal, tuntutan kerja staf profesional IRD yang bertumpang tindih
sehingga membingungkan pasien, dan dibutuhkan waktu yang cepat untuk
membangun hubungan terapeutik.
Secara umum terdapat tiga karakteristik terapi yang dapat diaplikasikan di
seting kedaruratan psikiatri, yaitu perilaku (behavioral), kognitif, dan
dinamik. Psikoedukasi, pendekatan keluarga dan kultur juga penting, namun
hanya dipandang sebagai modifikasi pada awal wawancara. Mayoritas pasien
akan mendapatkan medikasi, yang dapat meningkatkan efisiensi dan
keamanan intervensi psikoteraputik, serta diperlukan pasien dalam kondisi
tidak tersedasi atau terganggu karena efek samping obat.
Berikut ini adalah penatalaksanaan intervensi psikososial pada kedaruratan
psikiatri tertentu, yaitu:
a. Agitasi
Strategi klinis inti untuk mengelola agitasi adalah penggunaan strategi
interpersonal yang menekankan teknik intervensi verbal atau perilaku.
Terdapat metode untuk intervensi verbal yang disebut “verbal
deescalation”. Pendekatan ini merupakan langkah awal untuk mengatasi
pasien agitasi, mencakup respon verbal dan non verbal yang digunakan

8
untuk meredakan atau mengurangi situasi yang potensial terjadi
kekerasan.
b. Bunuh Diri
Pilihan terapi yang akan dilakukan berdasarkan penilaian risiko bunuh
diri yang didapatkan melalui evaluasi psikiatrik. Tujuan intervensi
psikososial termasuk mencapai perbaikan dalam hubungan interpersonal,
keterampilan coping, fungsi psikososial, dan manajemen afek. beberapa
konsensus klinis yang menunjukkan bahwa intervensi psikososial dan
psikoterapeutik spesifik memiliki manfaat untuk mengurangi risiko
bunuh diri.
Klinisi hendaknya memperhatikan isu-isu di bawah ini untuk
perencanaan penatalaksanaan segera, yaitu:
1) Do no harm. Jangan berikan medikasi kepada pasien yang
mempunyai potensi toksik dan overdosis.
2) Hindarkan pasien dari hal-hal dan benda-benda berbahaya yang bisa
menyebabkan bunuh diri berulang.
3) Berikan harapan kepada pasien.
Klinisi hendaknya mencoba untuk membantu pasien memahami
problemnya dan membantu untuk penyelesaiannya.
4. Kekerasan Domestik
Intervensi terhadap pasien yang mengalami kekerasan domestik yang
dibawa ke IRD adalah memfasilitasi secara independen, melakukan formulasi
untuk “exit-plan‟, edukasi pasien, serta konseling dan kelompok pendukung.
5. Perkosaan
Pemeriksaan hendaknya dilakukan oleh staf profesional yang telah
memiliki kemampuan untuk tidak hanya melakukan pemeriksaan menyeluruh
namun juga mampu mengumpulkan bukti-bukti yang ada pada pasien. Pasien
juga sebaiknya juga didampingi oleh konselor krisis atau advokat selama
proses pemeriksaan evaluasi. Sesi awal intervensi psikoterapi mencakup
unsur-unsur exposure therapy dan cognitive restructuring, membantu pasien
mengenai respon stres, meminimalkan pasien menghindari kenangan yang
menyakitkan, dan memaksimalkan reintegrasi ke dalam rutinitas kehidupan.

9
Krisis intervensi pada pasien korban perkosaan menjadi intervensi yang
bersifat cepat, singkat, dan fokus, serta dirancang untuk menstabilkan
individu dan membantu mereka mengatasi situasi. Terapi segera diperlukan
untuk membantu pasien dalam memperbaiki distorsi persepsi, mengurangi
rasa bersalah, menggunakan koping yang efektif, dan memfasilitasi korban
untuk hubungan sosial yang lebih luas serta dukungan dari keluarga.
6. Kekerasan Pada Anak (Child Abuse)
Evaluasi dilakukan secara komprehensif dan penatalaksaan awal atau
melakukan perujukan yang sesuai pada anak yang mengalami kekerasan
untuk meminimalisir konsekuensi jangka panjang akibat kekerasan yang
dialaminya. Anak yang mengalami kekerasan seksual beserta keluarganya
memerlukan penatalaksanaan yang profesional. Psikiater dapat membantu
mengembalikan rasa harga diri anak, menghadapi perasaan bersalah karena
kekerasan yang dialaminya, dan memulai proses untuk mengatasi trauma
anak. Penatalaksanaan yang baik dapat mengurangi risiko masalah pada anak
berkembang menjadi lebih serius pada saat telah dewasa. Untuk orang tua
anak dapat dilakukan terapi yang bersifat mendukung, dilakukan pelatihan
orang tua, dan manajemen marah. Dukungan dari orang tua, sekolah, dan
teman sebaya merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan
perasaan aman pada anak.
7. Kekerasan Pada Lansia (Elder Abuse)
Penatalaksanaan segera difokuskan pada penanganan manifestasi fisik
akibat kekerasan yang dialami lansia dan menjamin keamanan pasien. Tujuan
intervensi adalah agar lansia tersebut mampu mempertahankan
kemandiriannya seaman mungkin. Harus dilakukan evaluasi terhadap
kelangsungan program, terapi fisik, bantuan kesehatan di rumah, dan alat
bantu seperti kursi roda, alat bantu dengar, dan kacamata. Klinisi di IRD juga
hendaknya berkonsultasi dengan tim multidisipliner dari pekerja sosial yang
ada, klinisi lain, perawat, dan administrator untuk penanganan kasus ini.
Tujuan akhir penatalaksanaan adalah agar para lansia dapat memuaskan dan
menikmati hidupnya. Melaporkan kekerasan tergantung pada hukum lokal

10
yang berlaku, status klinis, dan derajat kemandirian atau disfungsi korban
kekerasan. (Khouzam et al., 2007)
D. Evaluasi
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat adalah
tujuan utama dalam melakuka evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera
yang harus dilakukan secara tepat adalah:
1. Menentukan diagnosis awal
2. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera pasien
3. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai
Dalam proses evaluasi, dilakukan:
1. Wawancara Kedaruratan Psikiatrik
Wawancara dilakukan lebih terstruktur, secara umum fokus wawancara
ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat.
Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman atau polisi dapat
melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, tidak kooperatif,
negativistik atau inkoheren. Hubungan dokter-pasien sangat berpengaruh
terhadapinformasi yang diberikan. Karenanya diperlukan kemampuan
mendengar, melakukan observasi dan melakukan interpretasi terhadap apa
yang dkatakan ataupun yang tidak dikatakan oleh pasien, dan ini dilakukan
dalam waktu yang cepat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan
oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital
pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan
dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah
dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan
darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan
dengan suatu gangguan psikiatrik. Lima hal yang harus ditentukan sebelum
menangani pasien selanjutnya:
a. Keamanan pasien

11
Sebelum mengevaluasi pasien, perawat harus dapat memastikan
bahwa situasi di UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi
pasien. Jika intervensi verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu
dipikirkan pemberian obat atau pengekangan.
b. Medik atau psikiatrik
Penting bagi perawat untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik
atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda.
Kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam
inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat seringkali
menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai gangguan
psikiatrik umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus menelusuri semua
kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental yang tampak.
c. Psikosis
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal ini
dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan
serta kepatuhannya dalam berobat.
d. Suicidal atau homicidal
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi secara
ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau
pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada pasien.
e. Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien
mampu merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang
dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk
merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat inap.

12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan potensi
katastrophic. Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American
Psychiatric Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah
gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial
yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga
pasien, atau masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pasien
kedaruratan psikiatri yaitu tindakan kekerasan atau agitasi, withdrawal dan
intoksikasi zat, bunuh diri, kekerasan domestik, kekerasan terhadap anak dan
lansia, serta perkosaan.
Perawatan di kedaruratan psikiatri biasanya berfokus pada manajemen perilaku
dan gejala. Penatalaksanan kedaruratan psikiatri bersifat holistik berupa
farmakoterapi dan psikoterapi dalam hal ini adalah melalui intervensi psikososial.
Tujuan dilakukan intervensi psikososial di seting kedaruratan antara lain
keamanan (safety), penilaian (assessment), dan adalah jika memungkinkan untuk
dilakukan fasilitasi terhadap perubahan meski sedikit namun bermakna pada
kondisi diri pasien. Terdapat tiga fase atau komponen dari intervensi psikososial
yaitu membangun hubungan (building an alliance), menghadapi krisis melalui
proses stabilisasi dan intervensi (dealing with the crisis driving the presentation
through some form of stabilization or intervention), dan yang terakhir adalah
melakukan psikoterapi (therapy work). Terdapat perbedaan penanganan pasien
dengan intervensi psikososial pada berbagai macam gambaran jenis kedaruratan
psikiatri.
B. Saran
Gangguan Psikiatrik seperti Perilaku kekerasan, resiko bunuh diri, halusinasi
dan sebagainya dapat di cegah atau dihindarkan dengan beberapa cara
diantaranya:
1. Selalu berfikiran positif akan segala hal
2. Selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa
3. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang positif

13
DAFTAR PUSTAKA

Allen H, et al., 2002, Emergency Psychiatry (Review of Psychiatry Series, Vol 21,
Number 3, American Psychiatric Publishing, Inc., Washington DC.
Duckworth K. dan Freedman J., 2012, Psychosocial Treatments, Review article,
National Alliance on Mental Illness, www.nami.org
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Elvira S. D., 2005, Kumpulan Makalah Psikoterapi, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Knox D.K. dan Holloman G.H., 2011, Use and Voidance of Seclusion and
Restraint: Consensus Statement of The American Association for
Emergency Psychiatry Project BETA Seclusion and Restraint Workgroup,
West J Emerg Med Vol 13 Issue 1.
Petit JR, 2004, Handbook of Emergency Psychiatry, Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
Riba M.B, Ravindranath D., 2010, Clinical Manual of Emergency Psychiatry 1st
ed. American Psychiatric Publishing Inc., Washington DC.
Sadock B.J & Sadock V.A, 2010, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science / Clinical Psychiatry, 10 th Edition, Lippincott Williams
& Wilkins, New York.
Sadock BJ, Kaplan HI, Sadock VA, 2009, Kaplan and Sadock’s Comprehensive
Textbook of Psychiatry: Other Psychiatric Emergencies. 9th ed., Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia.
Trent James, 2013, „A Review of Psychiatric Emergencies‟, CME Resource,
Sacramento, California.

14

Anda mungkin juga menyukai