Anda di halaman 1dari 9

Berkunjung

Apakah pangeran boleh masuk tuan puteri? 

 Di kesunyian malam tepat di hari kamis, dari dalam kosan Anindya terdengar seperti ada

suara motor sport berhenti tepat di depan halaman kosan Anindya. Suaranya persis dengan suara

motor Kenan Akara si pemilik hati Anindya saat ini. Kenan merupakan siswa yang saat ini

sedang menjabat sebagai ketua osis di Victoria International High School serta menjadi siswa

andalan sekolah dalam mengikuti berbagai ajang olimpiade, terutama dalam mata pelajaran

fisika dan matematika. Kenan juga kerap kali membawa tim futsal Victoria International High

School menjuarai beberapa pertandingan. Tak heran, jika Kenan menjadi kesayangan semua

guru di sekolah karena segudang prestasi yang dimilikinya. Bersamaan dengan itu, Kenan juga

menjadi most wanted bersama dengan sahabat karibnya Zefa Rayshiva. Wajar saja bila seluruh

cewek-cewek di Victoria International High School bermimpi menjadi pacar seorang Kenan

Akara, termasuk Anindya. Tapi, apakah mungkin seorang Kenan berkunjung ke kosan Anindya,

terlebih ketika malam hari sementara seminggu lagi ada seleksi olimpiade? Apakah Kenan diam-

diam juga mencintai Anindya?

“Assalamualaikum, Anindya? Apakah kamu didalam?” Seseorang mengetuk pintu

kosannya. Suaranya begitu halus dan lembut di telinga Anindya. Suaranya terdengar sama persis

dengan suara Kenan ketika sedang berpidato singkat setiap hari senin.

Malam itu, Anindya sedang sendirian di kosan. Bisma sedang menghadiri pernikahan salah

satu temannya. Sebenarnya, Bisma sudah tidak ingin pergi ke acara wedding tersebut. Namun,

karena desakan Anindya dan tidak ingin membuat temannya kecewa dengan berat hati dia

menghadiri acara tersebut. Pastinya setelah Bisma memastikan demam Anindya sudah menurun

dan menelpon teh Anisa untuk menjaganya. Jadi, Anindya akan baik-baik saja.
Anindya ketakutan saat ini? Sudah pasti. Tapi, karena pikirannya sudah dipenuhi oleh

bayang-banyang Kenan, akhirnya dengan langkah yang tertatih-tatih, Anindya membuka pintu

kosannya. Tidak apa-apa, bukankah cinta butuh pengorbanan? Anggap saja ini salah satu dari

pengorbanannya.

“Sebentar” Ucap Anindya. Dia dengan Langkah yang masih sempoyongan membukakan

pintu untuk pria misterius tersebut. Sebenarnya, dia masih berharap bahwa Kenan-lah yang

berada di depan pintu tersebut.

“Hai” Pria itu tersenyum sangat manis kepada Anindya. Senyuman yang paling tulus yang

pernah diberikannya. “Lo masih sakit?” Pria itu sedikit memiringkan kepalanya dan menatap

lurus ke arah Anindya penuh arti.

“Siapa yang nyuruh kesini? Mending balik deh lo. Gue lagi males ngeliat muka lo” Ucap

Anindya ketus, dengan wajah ditekuk. Mendengar jawaban ketus yang keluar dari bibir mungil

gadis itu, sudah jelas bahwa yang datang malam ini bukanlah seorang Kenan Akara.

“Gue senajis itu ya buat lo?” Entah apa yang sedang terlintas dipikirkan Zidan saat ini

sehingga kalimat itulah yang dipilih untuk lontarannya. Yang pasti dia sedang kalut karena gadis

cantik di hadapannya ini. Jujur dari lubuk hati yang paling dalam, Zidan kecewa mendengar

sebuah pertanyaan menyakitkan dari bibir mungil itu. Dia juga mengerti akan keadaan Anindya.

Peri kecilnya saat ini sedang sakit. Dia membutuhkan pelukan dan sentuhan hangat dari

pangeran. Dan Zidan berniat memberikan itu kepada Anindya.

“Tadi waktu habis kursus bahasa Jepang, teteh telpon. Katanya lo sendirian di kosan. Jadi

gue disuruh kesini buat nemenin lo. Soalnya teteh takut ada apa-apa sama lo. Tapi, kalau lo
ngerasa kehadiran gue ngeganggu, gue bisa balik sekarang kok” Anindya terdiam mendengar

setiap kata yang dilontarkan Zidan. Tidak biasanya pria ini berbicara selembut dan sedalam

seperti sekarang. Untuk masalah Zidan baru selesai kursus, Anindya yakin Zidan berkata jujur.

Pria didepannya ini masih mengenakan sweater berlengan Panjang dengan warna hijau tua,

celana Panjang berwarna hitam dan masih menggendong tas branded berwarna hitam. Artinya

Zidan benar-benar baru pulang dari kursus Bahasa jepang. Namun dengan niat Zidan yang

datang untuk menjaganya, Anindya sedikit ragu.

“Lie huh? Surely you have something else, right?” Anindya tidak bermaksud menyinggung

perasaan Zidan atau semacamnya. Anindya hanya ingin berjaga-jaga saja. Mungkin saja Zidan

akan melakukan perbuatan yang tidak senonoh terhadapnya.Tau sendiri, Zidan baru balik dari

luar negeri. Ya, sedikit banyak Zidan pasti sudah terkontaminasi dengan budaya luar. Sementara

Zidan, dia hanya tertawa pelan mendengar pertanyaan random yang terlintas dipikiran gadis itu.

“Far, gue emang suka ngisengin lo. Tapi, gue juga punya batasan sama cewek. Kakak gue

juga cewek Far, dan gue gak rela kakak gue diperlakukan kurang ajar sama laki-laki. Jadi, sebisa

mungkin gue akan ngejaga perasaan cewek karena gue gak mau kakak gue kena imbasnya.  Ya,

Sorry kalau lo ngerasa becandaan gue ke lo sering kelewatan. But, I never even thought about

being rude to women, especially mama, teh Anisa and you” Anindya tersenyum kecil mendengar

setiap kata yang keluar dari mulut pria itu. Terlihat seperti diluar nalar, ternyata Zidan

merupakan seorang pria yang benar-benar menghargai Wanita. Terutama mama, teh Anisa dan

dirinya. Perkataan pria itu mala mini, sukses membuat kupu-kupu di dalam perutnya ikut

berterbangan.
Anindya masih takut sekarang? Sudah pasti. Walaupun Zidan berkata akan menghargainya,

tidak ada jaminan bahwa Zidan tidak akan berbuat hal yang tidak pantas kepadanya malam ini.

Ditambah lagi Anindya teringat dengan perlakuan Zidan di Ophelia Cafe beberapa hari lalu.

Tapi, dari sorot matanya sepertinya Zidan tulus ingin menjaganya malam ini. Anindya hanya

bisa berharap bahwa keputusan yang diambil bukan sebuah keputusan yang salah.

“Yaudah masuk gih diluar dingin” Anindya yang semula berdiri tepat di depan pintu

perlahan maju beberapa Langkah dan bergeser kearah kanan seraya membuka jalan untuk pria

tampan itu.

“Gue jagain lo dari sini aja. Kan, gak pantes juga cowok masuk ke kosan cewe malem-

malem. Apa lagi sekarang lo sendirian” Anindya mengangguk dan tersenyum kecil mendengar

jawaban yang dilontarkan Zidan. Walaupun yang diucapkannya adalah sebuah penolakan, tapi

Anindya merasa Bahagia. Anindya merasa sangat dihargai sebagai seorang Wanita oleh pria itu.

Mungkin, sehabis ini Anindya dapat percaya dengan Zidan sepenuhnya.

“Yaudah gue masuk ya. Ntar kalau ada apa-apa gue panggil lo”ucap Anindya kembali

tersenyum kecil. Anindya tidak menyangka Zidan akan memberikan perlakuan semanis ini

kepadanya.

Anindya hendak melangkahkan kakinya secara perlahan menuju ke dalam kosannya. Dia

memutar badannya, menghadap ke arah pintu masuk dan berjalan pelan. Namun, itu semua baru

niat saja. Langkah Anindya terhenti karena pria tampan memanggilnya.

“Far, nih gue bawain lo bubur ayam termantul sedunia” Ucap Zidan menyerahkan kantong

kresek berwarna putih yang ada ditangan kanannya kepada Anindya.


Anindya merasa senang? Tentu tidak. Di dalam plastic kresek tersebut memang terdapat

sterefom yang berisi bubur ayam. Tapi, tepat di sebelahnya terdapat sebuah cup berisikan es teh.

Benarkah ini untuk dirinya?

“Are you kidding me? Gue lagi demam kalau lo lupa. Kok lo malah bawain gue es teh

manis? Lo pengen gue cepat dipanggil Tuhan?” Anindya yang semula telah luluh dengan

perlakuan Zidan, kini mulai berapi-api. Selalu ada saja perilaku Zidan yang membuat Anindya

kesal dengan dirinya. Seperti malam ini contohnya, tingkah pria tampan di depannya ini benar-

benar berhasil membuat Anindya berubah menjadi singa betina.

“Itu es tehnya buat gue. Tolong pindahkan ke gelas. Pulang kursus belum sempet ngisi

perut, eh si ibu negara udah telpon. Yaudah, gue langsung kesini” ucap Zidan dengan santai. Dia

mungkin lupa kalau lawan bicaranya itu baru siuman. Tapi anehnya, Anindya membalasnya

dengan anggukan kecil.

Karena mendapatkan anggukan kecil, Zidan seperti mendapatkan sebuah dukungan untuk

terus menjadikan Anindya sebagai babunya mala mini. Alhasil, Zidan Kembali memanggilnya

untuk menyuruhnya layaknya seorang majikan memerintah asisten rumah tangga.

“Far, sekalian dong. Panaskan sebentar terus sajikan di mangkok ya. Gue laper” timpalnya

dengan enteng mengeluarkan sebuah kotak makan berwarna biru berisikan sup ayam. Anindya

yang menerima kotak makan tersebut merasakan sebuah kejanggalan.

“Lo bohongin gue ya?” Tanya Anindya kepada Zidan yang kini sudah duduk di kursi

Panjang yang terlihat asyik memainkan ponsel keluaran terbaru. Zidan yang mendengar

pertanyaan dari Anindya lantas hanya mengerutkan dahi tanpa mengatakan satu patah kata pun.
“Kalau pulang kursus langsung kerumah gue, terus ini dapat dari mana?” tanya Anindya

sambil mengangkat kotak makan berisi sup tersebut. Bukan tanpa sebab Anindya bertanya

seperti itu dengan Zidan. Mengingat di daerah mereka, sup ayam sudah sulit ditemukan.

Alasanya karena masyarakat sekarang lebih menyukai makanan junk food dibandingkan

makanan rumahan seperti sup ayam. Jadi, di rumah makan sekitaran mereka, menu sup ayam

sudah di blacklist dalam buku menu. Mungkin hal tersebut terjadi diluar nalar, namun itulah

kenyataannya.

“Oh, dimasakin mantan gue. Katanya latihan jadi istri idaman. Kenapa?” Ucap Zidan tanpa

melirik Anindya sedikitpun. Berkat ucapan Zidan malam itu, Anindya percaya dengan pepatah

yang mengatakan bahwa menaruh harapan kepada manusia sama halnya dengan menaruh bara di

telapak tangan. Jikalau Anindya mengetahui jawaban dari pria itu, bisa dipastikan Anindya tidak

akan bertanya akan hal itu padanya. Karena, dengan bertanya seperti itu hanya akan menambah

beban pikirannya saja.

ŒŒŒ

Jarum jam sudah menunjukan pukul 22.30 WIB namun Bisma belum juga Kembali dari

acara pernikahan teman kuliahnya. Alhasil, Anindya belum dapat tertidur dengan tenang mala

mini. Banyak faktor yang mengganggu pikirannya mala mini. Ya salah satunya adalah Zidan

masih berada di teras kosannya dan perkataan pria itu kepadanya. Anindya tak berekspek

setinggi ini. Bahwa pria itu ternyata benar-benar menepati janjinya untuk menjaga gadis itu

hingga teman akosannya Kembali. Anindya masih berusaha untuk memejamkan kedua matanya

saat ini. Dia sudah mencoba berbagai cara agar kantuk mau bersahabat dengannya. Anindya

sudah minum dua gelas susu, membaca buku hingga menghayal agar kantuk segera datang.
“Astaga, mau tidur aja susah banget” ucap Anindya seraya menyerah akan keadaan.

“Zidan udah balik belum ya? Kasihan juga kalau dia tidur diluar”

Tunggu, benarkah apa yang dia lakukan saat ini? Tuhan, semoga Anindya baik-baik saja.

Anindya membawa sebuah selimut berwarna nude dan sebuah bantal guling kecil berwarna

senada dengan penuh perjuangan. Hati kecilnya tidak tega melihat pria tampan tertidur lelap di

kursi panjang dengan tas sebagai bantalannya. Dengan penuh kehati-hatian, Anindya meletakan

bantal kecil itu tepat diatas perut Zidan. Siapa tahu pria itu akan lebih nyenyak bila ditemani

bantal guling kesayangannya. Anindya juga menyelimuti pria itu dengan selimut yang telah

dibawakannya tadi. Sejauh ini, pria di depannya tidak bergerak sama sekali. Mungkin pria itu

kelelahan akibat menjaganya.

“Good night, Amigo. Thank you for looking after me tonight. Sorry, I always bother you”

Ucap Anindya sambil tersenyum manis dan kedua tangannya sibuk merapikan selimut yang

menutup badan pria itu agar tidak menjadi santapan nyamuk. Matanya tak terlepas memandangi

wajah Zidan tanpa beralih sedetikpun. Senyuman di wajahnya terus mengembang melihat wajah

pria itu tertidur lelap.

“Lo itu sebenernya cakep tau Zid, tapi kalau gak ngeselin.” Kedua tangan anindya mulai

memberanikan diri untuk menyentuh rambut pria itu dan menatanya sedemikian rupa. Kedua

bola matanya terus memandangi ciptaan tuhan yang menurut Anindya mendekati sempurna.

Salah satu dari kedua tangan Anindya kini mulai turun menyentuh alis tebal milik Zidan dan

kemudian turun menyentuh hidung milik pria tampan itu.

“Beruntung banget yang jadi pacar lo nanti. Gue aja yang notabenya bukan siapa-siapa

lo, lonya udah seperhatian ini sama gue. Gimana kalau sama pacar? Pasti lo bakal buat dia kaya
ratu” Anindya sepertinya telah kerasukan jin mala mini. Tangan yang tadinya menyentuh hidung

pria itu, kini sudah menjalar menuju salah satu pipi Zidan. Anindya menepuk-nepuk pipi milik

pria itu beberapa saat berharap kantuk datang menghampirinya.

“Terus, pacar lo bisa meluk terus tidur disini. Nyaman banget pasti ya” ucap Anindya

meletakkan tangannya diatas dada bidang milik pria itu. Anindya makin merajalela mala mini.

Setelah meletakan kedua telapak tangannya diatas dada bidang cukup lama, jin yang mungkin

telah merasuki Anindya malam itu Kembali beraksi.

“Untuk pacarnya Zidan di masa depan, aku izin peluk buat malam ini boleh ya. Soalnya

aku gak bisa tidur” Anindya dengan penuh kehati-hatian perlahan mengulurkan tangannya untuk

memeluk pria itu. Sesekali, Anindya memandangi wajah Zidan yang terlihat penuh kelelahan dan

tersenyum. Anindya kemudian memiringkan kepalanya, lalu meletakkannya di samping perut

pria yang tertidur dengan posisi lurus. Anindya Pun kini merasakan kedua matanya mendadak

berat dan sayu. Pertanda bahwa kantuk akan segera menyerangnya. Dengan perlahan, Anindya

mulai memejamkan matanya sambil berdoa. Dia berharap akan bangun lebih dulu sebelum Zidan

terbagun esok pagi. Ternyata berada disebelah pria tampan dapat membuatnya lebih cepat

tertidur.

ŒŒŒ

Terima kasih telah berkunjung disini

Hope you like it!

Yuk tinggalkan jejak star vote dan review-nya untuk author


 

Anda mungkin juga menyukai