Tergolong pelan
memang, tapi itu adalh taktik agar keduanya dapat lebih lama didalam mobil itu. Kini mobil
berwarna pekat itu sudah berada ditengah-tengah keramaian jalan tol yang nama jalan tersebut
tidak mampu diingat oleh Anindya dengan baik. Beruntunglah, tiadak ada insiden apapun yang
terjadi hari ini. Mobil-mobil yang berlalu laalang melintas tanpa hambatan. Langit juga
sepertinya bahagia, dia berwarna cerah pagi itu. Semoga saja ini akan menjadi pertanda yang
baik.
“Zidan, kita mau kemana sih? Kenapa perginya sepagi ini” Anindya memberanikan diri bertanya
“Apa isinya, angin? Telur sama beras aja di kosan lu gak ada”
“Iya, tapi gak usah. Ntar gue beli sendiri aja” Ucap Anindya penuh penekanan. Bukan tidak
menghargai niat baik yang ditawarkan Zidan, Anindya hanya tidak ingin merepotakn pria itu
semakin jauh.
“Gue gak bisa masak, Zid. Jadi, mau gak mau gue makan itu aja”
“Pantes gak ada yang mau sama lo. Orang lo-nya aja gak sayang sama tubuh lo sendiri”
Anindya terdiam mendengar perkataan Zidan yang memang benar terjadi dalam kehidupannya.
Anindya memang sering menyakiti tubuhnya sendiri. Dia sering ttelat makan, jarang olahraga,
kearah depan. Gadis itu lebih nyaman melihat kearah kiri. Dia sangat malu dengan pria itu saat
ini. Anindya berfikir, kini harga dirinya didepan pria itu jatuh sejatuh-jatuhnya.
“Kenapa? Muka lo kok murung?” tanya Zidan yang melihat pergantian ekspesi gadis itu dengan
cepat. Padahal, sebelum pergi raut wajah gadis itu terpancar jelas sebuah kebahagiaan. Namun
“Ah, enggak. Perasaan lo aja kali” ucap Anindya berusaha menyeka air matanya yang hampir
jatuh.
“Lo tersinggung sama ucapan gue tadi?” Fiks, Zidan benar-benar memiliki indera keenam.
Nujum yang disampaikan oleh pria itu selalu tepat menebak apa yang sedang dia rasakan.
Seolah-olah pria itu seperti memiliki kontak batin yang tinggi dengan gadis itu. Jadi, jika
“Enggak” Anindya mencoba membohongi pria itu. Tapi, dia lupa mengajak air matanya untuk
bersekongkol. Dengan perlahan, tetesan air mat aitu mulai membasahi pipi gadis itu.
Reaksi Zidan bagaimana? Tentu saja pria itu panik melihat tetesan air mat aitu semakin deras.
Lagi-lagi, rasa bersalah Kembali menghampiri pria itu. Harusnya dia tidak berbicara demikian
“Gue gak bermaksud ngomong gitu sama lo. Gue hanya gak mau umur lo pendek aja” timpal
Maka dengan kejadian tadi, bisa dipastikan otak yang ada didalam kepala Zidan kini benar-benar
bermasalah. Bisa-bisanya dia menghibur seseorang yang bersedih dengan berbicara seperti itu.
Seharusnya pria itu mendapat predikat lelaki seribu satu. Langka sekali pria berfikiran gila
seperti ini.
Lantas, Anindya yang mendengar perkataan pria itu menahan agar tidak tertawa. Lihat saja muka
pria itu yang menjadi pucat seperti saat ulangan dadakan pada mata pelajaran matematika.
Anindya menoleh kesebelah kiri, sebelum berkata “Makasih ya Zid” dan Kembali tersenyum
manis kearah pria itu. Senyuman yang membuat konsentrasi berkendaranya tergangu. Kini,
Mobil yang dikemudikan Zidan terus berjalan keluar menuju pintu tol. Padatnya jalan raya
membuat pria tampan itu sedikit kesal. Akihirrnya, mau tidak mau pria itu memutar lagu klasik
dengan volume yang lumayan keras agar dapat meredam suara klakson yang sering bersautan.
Sulit untuk dipahami, ternyata Anindya memiliki beberapa kesamaan pada pria tampan itu.
Apakah ini petanda bahwa mereka berjodoh? Itu hanya tuhan yang tahu. Yang jelas, Anindya
“Mama sering muterin lagu ini pas gue masih kecil. Jadi, sekarang kalau lagi rindu mama sering
puter lagu ini” ucap Anindya tidak henti-hentinya tersenyum. “Kalau Zidan kenapa bisa suka
lagu ini?”
“Sama kaya lo” jawabnya singkat, padat dan jelas. Apakah ini sebuah kebetulan atau pertanda
dari Tuhan? Apapun itu yang jelas pria tampan tersebut selalu berdoa agar peri kecilnya selalu
“Angkringan Mbak Maya” itulah nama tempat makan yang mereka singgahi saat ini.
Angkringan yang kerap menjadi saksi bisu masa kecil Zidan dan kakaknya terrekam jelas disini.
Seperti sebuah flim, kini memory ingatan yang dimilikinya Kembali memutar kisah-kisah manis
yang selalu dialaminya sehabis mendapatkan predikat the best student setiap pembagian raport.
Hanya saja, kini Zidan bersama Wanita lain saja. Wanita yang dengan perlahan mampu mengisi
kekosongan hatinya.
“Yuk, turun” Ajak Zidan kepada Anindya yang hanya mampu mengangguk kecil seraya
mengiyakan ajakannya. Gadis itu tidak berani bertanya perihal apapun dengan pria itu. Yang
“Selamat pagi Bunyo, apa kabar?” ucap Zidan mengampiri pemilik angkringan tersebut dan
mencium tangannya tanpa merasa canggung sedikitpun. Bunyo merupakan panggilan sayang
yang diberikan Zidan kepada pemilik warung saat masih kecil dulu. Entah apa artinya, yang jelas
Anindya yang melihat kejadian itu pun terkejut. Ada saja tingkah pria itu yang membuat
Anindya semakin terkesimaa dengan pemuda tampan itu. Bagaimana perilakunya kepada orang
yang lebih tua benar-benar menggambarkan kepribadian yang patut dicontoh oleh pemuda di
zaman ini.
“Yaampun, si kasep sama siapa atuh?” ucap pemilik angkringan mencoba menggoda Zidan.
“Aduh, cantik sekali atuh den Zidan” timpalnya menatap lurus kearah Anindya dan tersenyum.
Melihat sang ibu yang tersenyum, dengan segera mungkin Anindya mengulurkan tangannya
“Anindya bu” ucap Anindya seraya mengenalkan dirinya kepada pemilik warung
“Kamu pacarnya den Zidan?” tanya pemilik warung Kembali menggoda dua orang yang dari tadi
“Belum, tapi doin ya Nyo” ucap Zidan ikut menyambar pembicaraan mereka.
Anindya tidak mengerti maksdu dari perkataan Zidan tadi. Yang jelas, dia tidak menaruh
harapan tinggi kepada pria itu. Yang dilakukannya saat ini hanyalah pasrah dan mengikuti takdir
“Disamain aja bu” ucapnya tersenyum ramah kepada pemilik warung itu. Dari nada bicara dan
cara pemilik warung bersikap, Anindya dapat menyimpulkan diantara pemilik warung dan Zidan
memiliki kedekatan secara emosional. Terpancar jelas dari mata sang pemilik warung, dia sangat
senang Zidan datang mengunjunginya. Layaknya seorang anak yang pulang kerumah orang
“Yaudah pada duduk dulu. Biar Bunyo bikinin sarapannya” ucap pemilik warung tersenyum
***
Kedua orang tersebut kini sudah berada dibangku yang terletak di sudut angkringan. Simpan
pikiran busuk kalian, mereka hanya ingin makan dengan tenang dan tidak menjadi perhatian
banyak orang.
“Zidan, kok kita makan lagi? Kan tadi udah makan” ucap Anindya memberanikan diri bertanya
kepada pria yang masih sibuk dengan ponsel yang ada ditangannya.
“Emang lo kenyang Cuma makan satu roti?’ ucap Zidan setengah kesal pada gadis itu. Akhirnya,
Zidan meluapkan emosinya dengan cara membalas pertanyaan gadis itu dengan sebuah
pertanyaan pula.
Tidak lama dari usainya percakapan singkat antara kedua orang tersebut, Bunyo datang
membawa satu nanpan yang berisikan dua gelas berisi air putih hangat dan dua porsi mangkok
bubur ayam. Anindya sangat bersyukur atas hal itu. Setidaknya keheningan tidak akan hadir
Anindya dan Zidan sangat menikmati bubur ayam yang dibawakan oleh Bunyo. Bahkan, sangkin
asiknya menikmati hidangan tersebut, diantara keduanya tidak ada yang memulai pembicaraan
“Puji Tuhan, kenyang banget Zid” ucap Anindya sebellum Kembali meneguk air hangat yang
tinggal setengah gelas. “Sekali lagi makasih ya. Gue Bahagia banget hari ini” timpalnya sebelum
“Iya, santai” balasnya menatap sekilas kearah Anindya sebelum Kembali menatap lurus kearah
ponselnya. Jujur saja, Anindya ingin sekali merebut posel yang ada ditangaan pria itu saat ini.
Rasanya Anindya ingin mengilang dari bumi detik ini juga. Kehadirannya dihadapan pria itu
“Lo tadi malam kok bisa tidur diteras?” tanya Zidan mencoba memecahkan keheningan diantara
Anindya yang tadinya melamun, lantas kaget mendengar pertanyaan yang di lontarkan pria itu.
Jujur saja, Anindya terkejut mendengarnya. Saat ini dia benar-benar memutar otaknya agar dapat
“Hmm… gimana ya? Singkatnya gini, tadi malem gue gak bisa tidur, Zid” ucap Anindya
Anindya Kembali terkejut dengan tingkah pria itu. Yang tadinya Zidan sibuk dengan posnselnya,
usai mendengar opening dari Anindya, kini ponsel itu tidak berada didalam saku celananya.
Ternyata, cerita yang ditawarkan Anindya bisa mengalahkan seseorang yang berada didalam
“Gue udah ngelakuin segala hal supaya bisa tidur nyeyak. Gue udah mium susu, baca buku,
menghayal, Tapi, tetep aja gue gak ngantuk juga. Terus, tiba- tiba gue kepikiran sama lo. Yaudah
gue samperin lo. Pas sampai diteras, gue ngeliat lo di tidurnya pules banget sampai bikin gue
ngerasa ngantuk juga dan gue ketiduran diteras juga. Barengan sama lo” timpalnya mencoba
Hingga kini, Zidan masih dnegan setia mendengarkan gadis itu selesai berbicara. Sebab, ada
banyak pertanyaan yang kini ada dibenaknya dan wajib dijawab oleh gadis itu detik ini juga.
“Tidurnya sambil meluk gue, gitu?” Blush! Warna pipi Anindya dengan sekejap berubah.
Anindya benar-benar tidak menduga bahwa pertanyaan itu yang diajukan Zidan kepadanya.
“Dih, enggak. Siapa yang meluk lo coba?” ucap Anindya spontan. Baiklah, untuk pertanyaan
kali ini dia akan coba untuk mengelak dari kebenaran yang ada.
“Ya, lo lah!” ucap Zidan merasa tidak terima dengan penolakan yang telah dilakukan gadis itu.
Karena, jelas-jelas dia memiliki bukti bahwa tangan gadis itu berada didalam gengamannya.
“Enggak! Orang gue gak meluk lo kok” Anindya terus berusaha mengelak dari kebenaran yang
ada. Tidak mungkin juga, gadis itu berkata jujur bahwa dia telah memeluknya tadi malam. Mau
“Ya, santai aja lah. Jangan ngegas!” ucap pria tampan itu mencoba menahan agar tidak tertawa.
Sepertinya Zidan telah mengetahui bahwa gadi itu telah berbohong. Akhirnya, dia berinisiatif
untuk memutuskan pembicaraannya gar gadis itu tidak terjerumus semakin jauh dari dosa.
***