cukup memakan waktu. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan jalan yang dia
lalu saat itu. Alhasil, perjalanan ke kosan Anindya yang tadinya hanya memakan
waktu kurang dari sepuluh menit kini menjadi setengah jam lebih. Langit tidak lagi
mau menolongnya hari itu. Padahal, jelas-jelas dia tahu setiap doa yang
dipanjatkan pria itu sepanjang malam. Langit juga harusnya tahu rasa rindu pada
peri kecilnya itu saat ini. Beberapa hari tanpa bertemu gadis itu terasa sangat berat
untuk dilalui oleh pria tampan itu. Dan harusnya, semesta juga tahu apa yang dia
“Sial, tahu jalanan macet gini, gue gak bakal lewat jalan ini tadi” ucap pria itu
dengan nada bicara sangat kesal. Jalan Merapi itu, kini menjadi saksi setiap
umpatan yang terus keluar dari mulut pria itu. Padahal, biasanya jalan itu
merupakan jalan pintas yang lancar tanpa hambatan dan mampu membawa pria itu
Suara klakson terus bersaut-sautan di tengah teriknya matahari saat itu. Begitu
Suara berisik itulah yang membuat pria itu tidak dapat lagi mengontrol emosinya.
“Anjir! Udah tahu macet gini tetep aja buat ulah” gumam pria tampan itu yang
kembali membuatnya murka. “Anjing! Maruk banget lo. Lo semua kalau mau
cepat, lewat atas aja. Lo kira cuma lo yang punya urusan? Semua orang juga
punya!” ucap pria tampan itu membuka kaca helmnya, menoleh ke belakang dan
Sebenarnya, pria tampan itu juga tidak mengetahui siapa pembuat onar saat ini.
Tapi yang jelas, sehabis pria itu berteriak tidak ada lagi terdengar suara klakson
yang bersahutan seperti tadi. Jalanan yang tadinya mengalami kemacetan parah,
Pria tampan itu berhasil tiba di kosan Anindya tepat pukul dua siang. Suasana
kosan yang layaknya sebuah pemakanan tergambarkan jelas saat itu. Seluruh
cahaya lampu kini telah padam. Namun, pria itu tetap berpikir positf saat itu.
Mungkin, Anindy sengaja mematikannya dikarenakan hari sudah siang agar dapat
menghemat biaya listrik yang akan dibayarkan. Tapi, mengapa pintu kosannya
dalam keadaan terkunci? Ini sangat aneh pikir pria itu. Ditambah lagi semua
gorden yang terpasang kini tertutup rapat hingga Zidan tidak dapat melihat apapun
yang ada di dalam kosannya. “Kok aneh bener ya” ucap pria itu usai mencoba
mengintip dari kaca jendela yang ada di depan teras. “Ni, anak ngambek atau
gimana sih?” timpal pria itu terlihat semakin frustasi dengan keadaan yang ada.
Entah siapa yang akan di salahkannya saat ini, yang jelas diam merasa sangat kesal
bermerek Nike yang ukuran 43 ada di depan pintu kosan Anindya. Entah apa yang
membuat hatinya kembali berkecamuk di tengah teriknya matahari saat itu. Yang
jelas, Zidan sangat mengkhawatirkan keadaan peri kecilnya yang berada di dalam
“Far, Fara!! Lo di dalam gak?” teriak pria itu dengan suara yang amat
menggelegar. Satu detik, dua detik, tiga detik, namun belum jaga ada jawaban dari
peri kecilnya itu. Hal itu membuat pria tampan ini Kembali kerasukan jin. “Halo!!
Fara!! Far, lo ada didalam gak si?” timpal pria itu sambil menggedor-gedor pintu
“Far, lo mau keluar sekarang atau gak gue dobrak aja pintunya?!” ucap pria itu
Suara gedoran pintu kini terdengar semakin deras hingga mampu membangunkan
peri kecil yang hibernasi. Namun, tidak ada niatan sedikitpun di hatinya untuk
membukakan pintu untuk pria tampan itu hari ini. “Fara!! Lo bikin gue cemas,
anjing!” ucapnya. Zidan tidak bermaksud untuk kasar kepada gadis itu. Namun,
gadis itu dalam bermimpi mulai hancur berantakan. Kedua matanya kini enggan
“Asli ya, gue kesel banget sama tuh orang hari ini” ucap Anindya sambil
mengambil bantalan kecil yang akan digunakannya untyk menutupi wajah dengan
“Lo punya masalah apa sih, sama dia? Lo punya utang sama dia atau gimana sih?”
tanya seseorang dengan potongan rambut pendek yang duduk tepat di sebelahnya.
“Gue capek banget, hari ini. Tolong bilangin ke orang itu ya, dating besok aja.
Guenya lagi gak mood banget” gadis mungil itu Kembali menarik selimut tebal
“Lo lagi ada masalah?” tanya seseorang dengan potongan rambut pendek itu halus.
Gadis mungil itu mengangguk pelan. Ada banyak hal yang mengganggunya hari
itu. Bahkan, sesuatu yang bukan haknya pun ikut terus-terusan berputar dalam
kepalanya. “Yaudah, gue bilangin bentar ya” ucapnya mulai melangkahkan kaki
Seseorang berbadan tinggi dengan pakaian serba hitam layaknya seorang laki-laki
“Mana Fara? Mana cewe gua?” ucap pria itu sambil menatap lawan bicaranya
“Lo apain cewek gue? Lo apain, anjing!?” timpal pria itu dengan nada bicara yang
kebingungan. Dia belum pernah bertemu dengan pria itu dan dia juga tidak
mengetahui masalah apa yang sedang dihadapi teman sekamarnya ini. Apakah
Anindya sudah memiliki pacar saat ini? Dia rasa tidak. Tapi, mengapa pria tampan
itu mengatakan cewe gue? Ah, entahlah. Ini semua terlalu ribet untuk dicari tahu
saat ini.
“Eh, sorry sebelumnya ini ada apa ya? Gue gak paham” ucapnya kaget melihat
“Lo bilang ada apa? Cewe gue mana, anjing! Lo apain cewek gue?” ucap pria
tampan itu semakin menyalakan api amarah yang terus membara dalam tubuhnya.
kosan gue. Dia lagi gak mau diganggu siapapun” ucapnya penuh penekanan dalam
setiap kalimat.
Kicep. Lelaki yang penuh amarah itu mendadak menjadi diam. Dia bingung harus
meletakan dimana wajah tampannya ini. Tuhan, bantu dia menghilang dari bumi
detik ini juga. Wajah tampan yang tadinya merah menyala kini Mulai meredup.
Otaknya sepertinya juga berhenti beberapa saat. Dia tidak bisa berpikir dengan
“Eh, hmm.. sorry. Gue gak tau soal itu. Sorry juga, gue udah ngomong kata-kata
yang kasar ke lo” ucap Zidan menahan malu. Pria itu sudah tidak lagi apa yang
“Santai aja. Bestari” ucap gadis tomboy itu dengan santai sambil mengulurkan
“Nama panggilannya, Bes?” tanya pria itu dengan suara halus. Saat ini rasa
malunya sudah lebih besar dari rasa kesal bercampur amarah pada gadis itu.
“Ooh, gue Zidan” pria tampan itu membalas uluran tangan gadis itu.
“Pacarnya Anin?” tanya gadis tomboy itu dengan spontan. Tanpa ada keraguan
“Yaudah ayo masuk. Diluar panas” ucapnya sambil membuka pintu kosan dengan
lebar.
“Terima kasih” pria itu merasa terhormat saat ini. Rasa tenang perlahan hadir
dalam tubuhnya. Setidaknya, ketika dirinya tidak ada disamping peri kecilnya itu,
peri itu sudah dikelilingi dengan orang-orang yang tepat. Jadi, dia tidak perlu