Anda di halaman 1dari 17

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORA T JENDERAL PAJAK


SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO NO. 40-42, JAKARTA 12190, KOTAK P~S 124
TELEPON : 525-0208 EXT 50467; FAKSIMILE : 5224425; SITUS: www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 500200
EMAIL Dengaduan@oalak.go.id

Nomor S-1943 /PJ.01/UP.90/2012


Sifat Segera
Lampiran Satu set
Hal Penyampaian Surat Edaran Sekretaris Jenderal
Kementerian Keuangan Nomor SE-10/SJ/2012
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011

Yth. 1. Para Direktur


2. Para Tenaga Pengkaji
3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokum~n Perpajakan
4. Para Kepala Kantor Wilayah
5. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak
6. Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
7. Kepala Kantor Pengolahan Data Ekstemal
8. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
9. Seluruh Pegawai
di Iingkungan Direktorat Jenderal Pajak

Sehubungan dengan Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Nomor S-


1166/SJ.5/2012 tanggal 08 Mei 2012 tentang Penyampaian Surat Edaran Nomor SE-10/SJ/2012
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011, dengan ini
kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. berkenaan dengan telah diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus
Pembinaan Keuangan Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan, telah diterbitkan Surat
Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Nomor SE-10/SJ/2012 tanggal 02 Mei
2012, tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011;
2. untuk menyamakan persepsi seluruh pegawai di Iingkungan Kementerian Keuangan
khususnya di Iingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan Peraturan Menteri
Keuangan dimaksud dan demi tertib administrasi, dipandang perlu untuk menyampaikan Surat
Edaran Sekretaris Jenderal terse but kepada seluruh pegawai di Iingkungan Direktorat
Jenderal Pajak, sehingga Surat Edaran tersebut dapat dipedomani dan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
Demikian disampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
-~:-.=-
\N ~

Tembusan:
Direktur Jenderal Pajak
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL

Yth.: 1. Para Direktur Jenderal;


2. Inspektur Jenderal;
3. Para Kepala/Ketua Badan;
4. Para Kepala Biro/PusatlSekretaris Pengadilan Pajak, Sekretaris Komite Pengawas
Perpajakan di lingkungan Sekretariat Jenderal
1 s.d. 4 di lingkungan Kementerian Keuangan
Jakarta

SURAT EDARAN
NOMOR SE- 1 0 /SJ/2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.01/2011
TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN DALAM KAITANNYA DENGAN TUNJANGAN KHUSUS
PEMBINAAN KEUANGAN NEGARA DI L1NGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

A. Umum
Berkenaan dengan telah diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan Tunjangan Khusus
Pembinaan Keuangan Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan pada tanggal 1
Januari 2012, perlu kiranya disusun suatu petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri
Keuangan dimaksud.

B. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan disusunnya Surat Edaran ini yaitu untuk menyamakan persepsi seluruh
Pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan dalam melaksanakan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Disiplin Dalam Kaitannya Dengan
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan.

C. Ruang Lingkup
Surat Edaran ini meliputi petunjuk pelaksanaan mengenai kewajiban mengisi daftar hadir
secara elektronik, pelanggaran terhadap jam kerja, pemotongan Tunjangan Khusus
Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN) dan pengecualian pemotongan TKPKN bagi
Pegawai yang menjalani cuti tertentu.

D. Dasar
Dasar penyusunan Surat Edaran ini adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 71/KMK.01/1996 tentang Hari Dan Jam Kerja Di
lingkungan Departemen Keuangan;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.01/2010 tentang Pedoman Tata Naskah
Dinas Kementerian Keuangan;
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
-2 -

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 tentang Penegakan Oisiplin


Oalam Kaitannya Oengan Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Oi
Lingkungan Kementerian Keuangan.

E. Ketentuan Umum
Oalam surat edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai adalah Pegawai Negeri Sipil di Iingkungan Kementerian Keuangan termasuk
Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan atau dipekerjakan di lingkungan Kementerian
Keuangan dan Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah mendapatkan Surat Keputusan
pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil maupun yang belum mendapatkan
Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
2. Jam Kerja adalah jam kerja sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor
71/KMK.01/1996 yaitu:
a. Jam masuk kantor adalah pukul 07.30 waktu setempat;
b. Jam istirahat pada hari Senin s.d. Kamis adalah pukul 12.15 s.d. 13.00 waktu
setempat;
c. Jam istirahat pada hari Jumat adalah pukul 11.30 s.d. 13.15 waktu setempat;
d. Jam tutup kantor adalah pukul 17.00 waktu setempat; dan
e. Jam kerja lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3. Alasan yang sah adalah alasan yang dapat dipertanggungjawabkan yang disampaikan
secara tertulis dan dituangkan dalam surat permohonan izin/pemberitahuan serta
disetujui oleh pejabat yang berwenang.

F. Ketentuan Masuk Bekerja


1. Pegawai wajib masuk dan pulang bekerja sesuai ketentuan Jam Kerja dengan mengisi
daftar hadir elektronik sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat masuk bekerja dan pad a
saat pulang bekerja.
2. Pengisian daftar hadir elektronik sebagaimana angka 1 dapat dilakukan secara manual
dalam hal:
a. sistem kehadiran elektronik mengalami kerusakan/tidak berfungsi;
b. pegawai belum terdaftar dalam sistem kehadiran secara elektronik;
c. sidik jari tidak terekam dalam sistem kehadiran elektronik;
d. terjadi keadaan kahar (force majeure) yaitu suatu kejadian yang terjadi di luar
kemampuan dan kendali manusia dan tidak dapat dihindarkan berupa bencana alam
dan kerusuhan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilakukan atau tidak dapat
dilakukan sebagaimana mestinya.
Keadaan kahar yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011 berdampak hanya pada suatu satuan kerja (satker) sehingga
pernyataan keadaan kahar cukup dilakukan oleh pimpinan satker dengan ketentuan
sepanjang memungkinkan seluruh pegawai tetap masuk bekerja walaupun
menggunakan tempat kerja yang lain (misalnya Kantor Kementerian Keuangan yang
tidak terkena dampak keadaan kahar atau kantor instansi pemerintah lainnya); atau
e. lokasi kerja tidak memungkinkan untuk disediakan sistem kehadiran elektronik.
Contoh: Pos Pelayanan Bea dan Cukai atau Pos Kawasan Berikat pada Oirektorat
Jenderal Bea dan Cukai.
A
, ~ :'p«,~
~"".,
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
:~
.... -..~'{

SEKRETARIAT JENDERAL
-3-

3. Pengisian daftar hadir secara manual sebagaimana angka 2 ditulis sesuai waktu saat
masuk atau saat pulang bekerja.
Contoh: Pada saat masuk pukul 07.10 dan mesin rusak, maka pada daftar hadir manual
harus ditulis sesuai waktu sebenarnya yaitu pukul 07.10.

G. Pelanggaran Jam Kerja


1. Pegawai dinyatakan melanggar Jam Kerja apabila tidak masuk bekerja, terlambat
masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak
mengganti waktu keterlambatan (khusus OKI Jakarta), dan/atau tidak mengisi daftar
hadir, yang keseluruhannya dilakukan oleh Pegawai tanpa Alasan yang sah.
2. Apabila Pegawai tidak masuk bekerja, terlambat masuk bekerja, pulang sebelum
waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan (khusus
OKI Jakarta), dan/atau tidak mengisi daftar hadir dilakukan dengan Alasan yang sah,
maka dinyatakan tidak melanggar Jam Kerja.
3. Alasan yang sah diajukan dalam suatu surat permohonan izin/pemberitahuan harus
disetujui oleh Pejabat yang berwenang yaitu:
a. Pejabat Eselon I, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan yang diajukan oleh
pejabat Eselon II, termasuk pejabat Eselon II di daerah;
b. Pejabat Eselon II di kantor pusat (misal: Kepala Bire, Kepala Pusat, Sekretaris
Oirektorat Jenderal, Sekretaris Badan, Sekretaris Inspektorat Jenderal, Inspektur,
Oirektur), untuk surat permohonan izin/pemberitahuan yang diajukan oleh pejabat
Eselon III, pejabat Eselon IV, dan pejabat fungsional di lingkungannya masing-
masing;
c. Pejabat Eselon II di kantor vertikal, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan
yang diajukan oleh pejabat Eselon III (misal: Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala
Kantor Pelayanan) dan pejabat Eselon IV (misal: Kepala Subbagian, Kepala
Subbidang, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B) serta
pejabat fungsional di lingkungannya masing-masing.
Khusus jabatan Kepala Kantor Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
dan Barang Milik Negara pada Sekretariat Jenderal harus disetujui oleh Kepala
Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan.
Khusus jabatan Kepala Balai Oiklat pada Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan, surat permohonan izin/pemberitahuan harus disetujui oleh Sekretaris
Badan.
d. Pejabat Eselon III di kantor pusat, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan yang
diajukan oleh Pelaksana.
Khusus bagi Pelaksana di Inspektorat pada Inspektorat Jenderal, oleh karena tidak
memiliki jabatan struktural Eselon III, maka surat permohonan izin/pemberitahuan
cukup disetujui oleh pejabat Eselon IV.
e. Pejabat Eselon III di kantor vertikal, untuk surat permohonan izin/pemberitahuan
yang diajukan oleh pejabat Eselon IV (misal: Kepala Seksi), pejabat Eselon V,
pejabat fungsional, dan pelaksana di lingkungannya masing-masing.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
-4-

Khusus satker setingkat eselon IV, surat permohonan izin/pemberitahuan yang


diajukan oleh pejabat Eselon V dan Pelaksana disetujui oleh Kepala satker yang
bersangkutan.
4. Dalam hal Pejabat yang berwenang tersebut berhalangan, persetujuan surat
permohonan izin/pemberitahuan dapat digantikan oleh Pelaksana Tugas (PIt.) maupun
Pelaksana Harian (Plh.).
5. Pembuatan surat permohonan izin/pemberitahuan wajib dilaksanakan sebagai berikut:
a. Surat permohonan izin dibuat dalam hal Pegawai merencanakan untuk tidak hadir,
terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas,
dan/atau tidak mengganti waktu keterlambatan dengan ketentuan:
1) ketidakhadiran dan keterlambatan, dibuat pada hari sebelumnya;
2) pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, atau tidak mengganti
waktu keterlambatan, dibuat pada hari yang sarna.
b. Surat pemberitahuan dibuat dalam hal Pegawai tidak hadir, terlambat masuk
bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak mengganti
waktu keterlambatan dan/atau tidak mengisi daftar hadir dan terjadi diluar kehendak
Pegawai, dengan ketentuan:
1) ketidakhadiran, dibuat setelah kembali masuk kerja dengan kewajiban
memberitahukan sementara alasan ketidakhadirannya melalui media lainnya
seperti telephone atau pesan singkat sesegera mungkin;
2) terlambat atau tidak berada di tempat tugas, dibuat pada hari yang sarna;
3) pulang sebelum waktunya atau tidak mengganti waktu keterlambatan, dibuat
pada hari kerja berikutnya;
4) tidak mengisi daftar hadir masuk atau pulang bekerja dibuat pada saat
mengetahui terjadinya tidak mengisi daftar hadir.
6. Surat permohonan izin/pemberitahuan yang telah disetujui oleh Pejabat yang
berwenang wajib disampaikan kepada PejabatiPegawai yang menangani daftar hadir
untuk paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal terjadinya ketidakhadiran,
keterlambatan masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas,
tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak mengisi daftar hadir.
Khusus bagi yang tidak masuk bekerja lebih dari 1 (satu) hari maka penghitungan 3
(tiga) hari kerja dihitung sejak masuk kerja kembali.
Khusus bagi yang tidak mengisi daftar hadir masuk bekerjalpulang bekerja, maka
penghitungan 3 (tiga) hari kerja dimulai sejak diketahui terjadinya tidak mengisi daftar
hadir.
7. Surat permohonan izin/pemberitahuan yang disampaikan lebih dari 3 (tiga) hari kerja
dinyatakan tidak berlaku dan dianggap melanggar Jam Kerja.
8. Pegawai yang melanggar Jam Kerja dihitung secara kumulatif mulai bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun berjalan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak masuk bekerja 1 (satu) hari dihitung sebagai 1 (satu) hari tidak masuk bekerja;
b. terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya dihitung berdasarkan
jumlah waktu keterlambatan/pulang sebelum waktunya sesuai ketentuan mengenai
hari dan jam kerja;
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
-5 -

c. tidak berada di tempat tugas dihitung berdasarkan jumlah waktu ketidakberadaan


pegawai di tempat tugas yang dibuktikan dengan surat keterangan dari atasan
langsung;
d. tidak mengisi daftar hadir masuk bekerja atau pulang kerja juga dihitung sebagai
keterlambatan masuk bekerja atau pulang sebelum waktunya selama 3% (tiga tiga
per em pat) jam; dan
e. bagi yang tidak mengganti waktu keterlambatan (khusus DKI Jakarta) penghitungan
kumulatif didasarkan pada waktu keterlambatan.
9. Penghitungan jumlah waktu sebagaimana dimaksud pada angka 8, dilakukan dengan
konversi 7 Y2 (tujuh setengah) jam sam a dengan 1 (satu) hari tidak masuk bekerja dan
apabila telah memenuhi akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi
hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu:
Tingkat Jumlah
No. Hukuman Disiplin Jenis Hukuman Disiplin
Ketidakhadiran
1. Ringan a. Teguran Lisan 5 Hari
b. Tequran Tertulis 6-10 Hari
c. Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis 11-15 Hari
2. Sedang a. Penundaan Kenaikan Gaji Serkala Selama 16-20 Hari
1 (satu) Tahun
b. Penundaan Kenaikan Pangkat Selama 1 21-25 Hari
(satu) Tahun
c. Penurunan Pangkat Setingkat Lebih 26-30 Hari
Rendah Selama 1 (satu) Tahun
3. Serat a. Penurunan Pangkat Setingkat Lebih 31-35 Hari
Rendah Selama 3 (tiqa) Tahun
b. Pemindahan Dalam Rangka Penurunan 36-40 Hari
Jabatan Setingkat Lebih Rendah
c. Pembebasan Dari Jabatan 41-45 Hari
d. Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas
Permintaan Sendiri Sebagai PNS atau 46 Hari atau
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat lebih
Sebagai PNS

10. Pejabat yang menangani daftar hadir elektronik menyampaikan informasi mengenai
akumulasi penghitungan terhadap Pegawai yang melanggar Jam Kerja kepada atasan
langsung Pegawai yang bersangkutan secara hierarki untuk selanjutnya diproses sesuai
dengan ketentuan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil pada akhir tahun berjalan.
11. Namun, dalam hal ditemukan adanya pelanggaran disiplin ketidakhadiran selama 5
(lima) hari atau lebih sebelum akhir tahun, maka Pejabat yang menangani daftar hadir
wajib menyampaikan informasi kepada atasan langsung yang bersangkutan secara
hierarki.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
-6 -

H. Pemotongan TKPKN
1. Pemotongan TKPKN diberlakukan kepada:
a. Pegawai yang tidak masuk bekerja;
b. Pegawai yang tidak berada di tempat tugas selama 7 Y2 (tujuh setengah) jam atau
lebih dalam sehari;
c. Pegawai yang terlambat masuk bekerja;
d. Pegawai yang pulang sebelum waktunya;
e. Pegawai yang tidak mengganti waktu keterlambatan;
f. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir;
g. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
h. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan negeri.
2. Pemotongan TKPKN dimaksud pada angka 1 huruf a, c, d, e, f diberlakukan bagi
Pegawai baik yang dengan alasan yang sah maupun yang dengan alasan tidak sah.
3. Khusus pemotongan TKPKN sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b berlaku bagi
Pegawai yang dengan alasan tidak sah.
4. Besaran pemotongan TKPKN bagi Pegawai diatur sebagai berikut:
a. Pegawai yang tidak masuk bekerja sebesar 5% (lima perseratus) untuk tiap 1 (satu)
hari tidak masuk bekerja.
b. Pegawai yang tidak berada di tempat tugas selama 7 Y2 (tujuh setengah) jam atau
lebih dalam sehari sebesar 5% (lima perseratus).
c. Pegawai yang terlambat masuk bekerja
Berkenaan dengan terlambat masuk bekerja, penerapannya terdiri atas:
1) Pegawai yang bekerja di OKI Jakarta
TINGKAT PERSENTASE
WAKTU MASUK BEKERJA
KETERLAMBA TAN (TL) POTONGAN
0%
dengan
07.31 s.d. < 08.01
TL 1 kewajiban
mengganti waktu
keterlambatan
TL2 08.01 s.d. < 08.31 1%

TL3 08.31 s.d. < 09.01 1,25 %

::::09.01 dan/atau tidak mengisi


TL4 2,5%
daftar hadir masuk bekerja

Pegawai yang terlambat masuk bekerja sebagaimana dimaksud pada tabel


diatas berupa Tingkat Keterlambatan 1 (TL 1), oleh karena dikenakan
pemotongan 0% (nol perseratus), maka diwajibkan untuk mengganti waktu
keterlambatan selama 30 (tiga puluh) menit setelah jam pulang bekerja pada hari
yang bersangkutan, atau setidak-tidaknya pulang bekerja pukul 17.30 WIB.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
-7 -

TINGKAT PERSENTASE
WAKTU MASUK BEKERJA
KETERLAMBATAN(TL) POTONGAN
TL 1 07.31 s.d. < 08.01 0,5%

TL2 08.01 s.d. < 08.31 1%

TL3 08.31 s.d. < 09.01 1,25%

~ 09.01 dan/atau tidak mengisi


TL4 2,5%
daftar hadir masuk bekerja

d. Pegawai yang pulang sebelum waktunya dan/atau Pegawai yang tidak mengganti
waktu keterlambatan
Berkenaan dengan pulang sebelum waktunya, penerapannya terdiri atas:
1) Pegawai yang bekerja di OKI Jakarta
TINGKAT PULANG PERSENTASE
WAKTU PULANG BEKERJA
SEBELUM WAKTU (PSW) POTONGAN
17.00 s.d. < 17.30
bagi yang tidak mengganti 0,5%
PSW 1 waktu keterlambatan
16.31 s.d. < 17.00
16.31 s.d. < 17.00
dan tidak mengganti waktu 1%
PSW2 keterlambatan
16.01 s.d. < 16.31
16.01 s.d. < 16.31
dan tidak mengganti waktu 1,25 %
PSW3 keterlambatan
15.31 s.d. < 16.01
< 16.01 dan tidak mengganti
waktu keterlambatan
PSW4 2,5%
< 15.31 dan/atau tidak mengisi
daftar hadir pulanQ bekerja

TINGKAT PULANG PERSENTASE


WAKTU PULANG BEKERJA
SEBELUM WAKTU (PSW) POTONGAN
PSW 1 16.31 s.d. < 17.00 0,5%
PSW2 16.01 s.d. < 16.31 1%
PSW3 15.31 s.d. < 16.01 1,25 %
< 15.31 dan/atau tidak mengisi
PSW4 2,5%
daftar hadir pulang bekerja
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
-8 -

e. Pegawai yang tidak mengisi daftar hadir, sebesar 2,5% (dua koma lima perseratus);
f. Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin; dan/atau
g. Pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara dari jabatan negeri diatur
ketentuan sebagai berikut:
1) Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 100% (seratus perseratus) selama
dalam masa pemberhentian sementara dari jabatan negeri.
2) Apabila berdasarkan pemeriksaan atau keputusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap dinyatakan tidak bersalah, maka TKPKN dibayarkan kembali
sebesar TKPKN yang dikenakan pemotongan selama masa pemberhentian
sementara dari jabatan negeri.
5. Pemotongan TKPKN dalam setiap bulannya paling banyak dihitung sebesar 100%
(seratus perseratus).

I. Pengecualian Besaran Pemotongan TKPKN


Pada prinsipnya, setiap ketidakhadiran wajib dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 5%
(lima perseratus). Namun demikian, terdapat beberapa jenis ketidakhadiran dalam hal ini
melalui mekanisme cuti PNS, dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus)
sampai dengan 2,5% (dua koma lima perseratus) setiap harinya. Adapun jenis cuti yang
dimaksud adalah:
1. Cuti tahunan, diberlakukan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus).
2. Cuti karena alasan penting, diberlakukan pemotongan 0% (nol perseratus) yaitu cuti
karena alasan penting dengan alasan orang tua, mertua, istri/suami, anak, saudara
kandung, atau menantu meninggal dunia, dengan ketentuan:
a. Diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja untuk setiap pengajuan cuti karena alasan
penting karena orang tua, istri/suami, anak, dan/atau saudara kandung meninggal
dunia.
b. Diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja untuk setiap pengajuan cuti karena alasan
penting karena mertua dan/atau menantu meninggal dunia.
c. Apabila Pegawai yang menjalani cuti karena alasan penting melebihi ketentuan
huruf a dan b maka pada hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar
5% (lima perseratus).
3. Cuti sakit
a. Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima perseratus) bagi
Pegawai yang mengajukan cuti sakit namun tidak menjalani rawat inap dengan
ketentuan:
1) Melampirkan surat keterangan dokter baik dari puskesmas, rumah sakit, klinik,
maupun dokter praktek.
2) Diberikan untuk paling lama 2 (dua) hari kerja.
3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 5% (lima perseratus).
b. Dikenakan pemotongan sebesar 0% (nol perseratus) bagi Pegawai yang
mengajukan cuti sakit dan menjalani rawat inap di Puskesmas atau rumah sakit
dengan ketentuan:
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 9-

1) Melampirkan surat keterangan dokter, surat keterangan rawat inap dan fotokopi
rincian biaya rawat inap dari Puskesmas atau rumah sakit atau surat keterangan
bebas biaya bagi Puskesmas atau Rumah Sakit yang menerapkan pembebasan
biaya.
2) Diberikan untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja.
3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus).
4) Apabila sa kit yang dialami lebih dari 14 (empat belas) hari kalender maka surat
keterangan dokter harus dari dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan (Tim
Penguji Kesehatan).
5) Pemberian untuk paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja ditujukan kepada
Pegawai yang mengajukan cuti sakit untuk setiap kejadian dan jenis penyakit
yang sarna.
Contoh:
a) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena menderita stroke atau
jantung dan harus dirawat selama 30 (tiga puluh) hari kerja, maka kepada
yang bersangkutan dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol
perseratus) selama 25 (dua puluh lima) hari kerja dan hari berikutnya
dikenakan pemotongan 2,5% (dua koma lima perseratus), dan apabila yang
bersangkutan setelah rawat jalan harus menjalani rawat inap kembali karena
menderita stroke atau jantung, maka kepada yang bersangkutan sudah tidak
mempunyai hak pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) namun
dapat diberikan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus).
b) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena menderita stroke atau
jantung dan harus dirawat selama 20 (dua puluh) hari kerja, maka kepada
yang bersangkutan selama dirawat dikenakan pemotongan TKPKN sebesar
0% (nol perseratus), dan apabila yang bersangkutan setelah rawat jalan
harus menjalani rawat inap kembali karena menderita stroke atau jantung,
maka kepada yang bersangkutan masih mempunyai hak pemotongan
TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) selama 5 (lima) hari kerja, dan hari
berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus).
c) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena menderita demam
berdarah dan harus dirawat 3 (tiga) hari kerja, maka kepada yang
bersangkutan selama dirawat dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0%
(nol perseratus), dan apabila yang bersangkutan kembali menjalani rawat
inap karena menderita thypus, maka kepada yang bersangkutan masih
mempunyai hak pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) selama 25
(dua puluh lima) hari kerja.
d) Pegawai mengajukan cuti sakit rawat inap karena kecelakaan dan harus
dirawat 5 (lima) hari kerja, maka kepada yang bersangkutan selama dirawat
dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus), dan apabila
yang bersangkutan kembali menjalani rawat inap karena kecelakaan kembali,
maka kepada yang bersangkutan masih mempunyai hak pemotongan
TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) selama 25 (dua puluh lima) hari kerja.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 10-

c. Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima perseratus) bagi
Pegawai yang menjalani rawat jalan setelah selesai menjalani rawat inap dengan
ketentuan:
1) Melampirkan surat keterangan dokter dari Puskesmas atau rumah sakit
pemerintah atau swasta.
2) Apabila rawat jalan lebih dari 14 (empat belas) hari kalender maka surat
keterangan dokter harus dari dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan (Tim
Penguji Kesehatan).
d. Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) bagi Pegawai wanita
yang mengalami gugur kandungan namun tidak menjalani rawat inap dengan
ketentuan:
1) Melampirkan surat keterangan dokter dari Puskesmas atau rumah sakit
pemerintah atau swasta.
2) Diberikan untuk paling lama 5 (lima) hari kerja.
3) Hari berikutnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 5% (lima perseratus).
e. Yang dimaksud dengan rumah sakit pada huruf b dan c adalah rumah sakit
pemerintah maupun swasta, termasuk klinik yang memiliki fasilitas rawat inap.
4. Cuti bersalin dengan ketentuan:
a. Untuk pelaksanaan persalinan yang pertama sampai dengan ketiga:
1) Dikenakan pemotongan TKPKN sebesar 0% (nol perseratus) untuk paling lama
5 (lima) hari kerja.
2) Hari berikutnya diberlakukan pemotongan sebesar 2,5% (dua koma lima
perseratus ).
b. Persalinan yang keempat dan seterusnya dikenakan pemotongan TKPKN sebesar
5% (lima perseratus).
c. Persalinan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b diberlakukan sejak Pegawai
diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
5. Pemotongan TKPKN sebesar 2,5% (dua koma lima perseratus) bagi yang menjalani
cuti sakit sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan huruf c serta cuti bersalin
sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a, dihitung secara kumulatif selama 1
bulan paling banyak sebesar 50% (lima puluh perseratus).

J. Pemotongan TKPKN karena hukuman disiplin


Hukuman disiplin terdiri atas pelanggaran terkait administratif dan non administratif sebagai
berikut:
1. Hukuman disiplin administratif, yaitu apabila pelanggaran terkait:
a. jam kerja;
b. pencapaian sasaran kerja;
c. standar prosedur kerja (Standard Operating Procedure) yang tidak memiliki unsur
merugikan keuangan negara atau memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain;
d. prosedur laporan perkawinan dan izin perceraian;
e. prosedur izin berpoligami;
f. prosedur izin usaha;
g. prosedur izin ke luar negeri; atau
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 11 -

h. prosedur izin menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga
atau organisasi internasional.
2. Hukuman disiplin non administratif, yaitu apabila pelanggaran terkait:
a. penyalahgunaan wewenang;
b. terdapat indikasi terjadinya tindak pidana/kejahatan;
c. melakukan tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang langsung/tidak langsung
menyebabkan kerugian Negara;
d. melakukan tindakan yang mencoreng harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
e. melakukan tindakan yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit salah satu
pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
f. tidak melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila terdapat indikasi
kerugian negara yang akan terjadi; atau
g. melakukan tindakan yang terkait dengan pemberian dukungan terhadap calon
PresidenlWakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Kepala DaerahlWakil Kepala Daerah
dengan cara membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah
satu pasangan calon selama masa kampanye.
3. Dalam kaitannya dengan pemotongan TKPKN, secara prinsip bagi Pegawai yang dijatuhi
hukuman disiplin karena melakukan pelanggaran terkait administratif tidak dikenakan
pemotongan TKPKN dan Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena melakukan
pelanggaran terkait non administratif dikenakan pemotongan TKPKN secara
proporsional.
4. Namun demikian, terhadap Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena melakukan
pelanggaran terkait administratif dikenakan pemotongan TKPKN apabila pelanggaran
terkait administratif yang dilakukan berupa pelanggaran:
a. Jam kerja yang merupakan perbuatan berulang-ulang dengan kesengajaan
Yang dimaksud dengan pelanggaran jam kerja yang merupakan perbuatan berulang-
ulang dengan kesengajaan adalah pelanggaran terhadap jam kerja yang berakibat
Pegawai dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 1 (satu) kali dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak hukuman disiplin pertama ditetapkan.
Contoh 1:
Pegawai A dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Mei 2012 telah tidak
masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 6 hari, sehingga kepadanya pada
tanggal 8 Juni 2012 dijatuhi hukuman disiplin berupa Teguran Tertulis. Hukuman
disiplin Teguran Tertulis tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama dan oleh
karenanya kepada yang bersangkutan tidak dikenakan pemotongan TKPKN.
Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari sampai dengan Juli 2012 yang
bersangkutan kembali telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 17
hari, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji
berkala selama 1 tahun pada tanggal 3 Agustus 2012. Terhadap hukuman disiplin
tersebut, kepada yang bersangkutan dikenakan pemotongan TKPKN karena
hukuman disiplin yang kedua dijatuhkan masih dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun
sejak hukuman disiplin yang pertama.
Selanjutnya, dalam kurun waktu Januari sampai dengan Agustus 2013 Pegawai A
tersebut kembali secara akumulasi telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah
selama 14 (empat belas) hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 12 -

Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pad a tanggal 3 September 2013. Terhadap
hukuman disiplin tersebut masih dikenakan pemotongan TKPKN karena masih dalam
tenggang waktu 2 (dua) tahun sejak hukuman disiplin yang pertama ditetapkan.
Apabila selanjutnya dalam kurun waktu Januari sampai dengan Juni 2014 Pegawai A
kembali melakukan pelanggaran tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama
26 (dua puluh enam) hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun pada tanggal 7 Juli
2014, maka terhadap hukuman disiplin tersebut tidak dikenakan pemotongan TKPKN
karena telah melewati tenggang waktu 2 (dua) tahun dan hukuman disiplin tersebut
menjadi hukuman disiplin yang pertama untuk pemotongan TKPKN atas hukuman
disiplin yang selanjutnya.
Contoh 2:
Pegawai B dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Desember 2012 telah
tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 31 (tiga puluh satu) hari,
sehingga kepadanya pada tanggal 4 Januari 2013 dijatuhi hukuman disiplin berupa
penurunan pangkat selama 3 (tiga) tahun. Hukuman disiplin tersebut menjadi
hukuman disiplin yang pertama dan oleh karenanya kepada yang bersangkutan tidak
dikenakan pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari sampai
dengan Desember 2013 yang bersangkutan kembali telah tidak masuk bekerja tanpa
alasan yang sah selama 17 hari, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin
berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun pada tanggal 7 Januari
2014. Terhadap hukuman disiplin tersebut, kepada yang bersangkutan dikenakan
pemotongan TKPKN karena hukuman disiplin yang kedua dijatuhkan masih dalam
tenggang waktu 2 (dua) tahun sejak hukuman disiplin yang pertama.
Selanjutnya, dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2014 Pegawai B
tersebut kembali secara akumulasi telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah
selama 14 (empat belas) hari sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa
Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada tanggal 12 Januari 2015. Terhadap
hukuman disiplin tersebut tidak dikenakan pemotongan TKPKN karena telah
melewati tenggang waktu 2 (dua) tahun sejak hukuman disiplin yang pertama
ditetapkan hukuman disiplin tersebut menjadi hukuman disiplin yang pertama untuk
pemotongan TKPKN atas hukuman disiplin yang selanjutnya.
Contoh 3:
Pegawai C dalam kurun waktu bulan Januari sampai dengan Februari 2012 telah
tidak masuk bekerja tanpa alasan yang sah selama 12 hari, sehingga kepadanya
dijatuhi hukuman disiplin berupa Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis pada
tanggal 20 Maret 2012. Hukuman disiplin tersebut menjadi hukuman disiplin yang
pertama dan oleh karenanya kepada yang bersangkutan tidak dikenakan
pemotongan TKPKN. Kemudian, sesuai akumulasi bulan Januari sampai dengan
Maret 2014 yang bersangkutan kembali telah tidak masuk bekerja tanpa alasan yang
sah selama 17 hari, sehingga kepadanya dijatuhi hukuman disiplin berupa
penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun pada tanggal 22 April 2014.
Terhadap hukuman disiplin tersebut, kepada yang bersangkutan tidak dikenakan
pemotongan TKPKN karena penjatuhan hukuman disiplin yang kedua telah melewati
tenggang waktu 2 (dua) tahun dan hukuman disiplin tersebut menjadi hukuman
disiplin yang pertama untuk pemotongan TKPKN atas hukuman disiplin yang
selanjutnya.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 13 -

b. Pencapaian sasaran kerja dikarenakan murni kesalahan Pegawai yang


bersangkutan.
c. Standar prosedur kerja (Standard Operating Procedure) yang memiliki unsur
merugikan keuangan negara atau memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain.
d. Proses perceraian tanpa izin murni kesengajaan Pegawai yang bersangkutan.
Kesengajaan dalam hal ini termasuk tidak diajukannya izin perceraian atau
pemberitahuan adanya gugatan cerai dengan alasan tidak mengetahui adanya
aturan kewajiban untuk mengajukan izin perceraian atau pemberitahuan adanya
gugatan cerai bagi yang akan melakukan perceraian.
e. Melakukan pernikahan kedua dan seterusnya tanpa izin (poligami).

5. Besaran pemotongan TKPKN bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin terkait non
administratif dan administratif sebagaimana dimaksud pada angka 4 ditetapkan sebagai
berikut:
a. Hukuman disiplin ringan:
1) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 2 (dua) bulan, jika Pegawai
dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan;
2) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 3 (tiga) bulan, jika Pegawai
dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis; dan
3) Sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) selama 6 (enam) bulan, jika Pegawai
dijatuhi hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis.
b. Hukuman disiplin sedang:
1) Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 6 (enam) bulan, jika Pegawai
dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1
(satu) tahun;
2) Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 9 (sembilan) bulan, jika Pegawai
dijatuhi hukuman disiplin berupa penundaan kenaikan pangkat selama
1 (satu) tahun; dan
3) Sebesar 50% (lima puluh perseratus) selama 12 (dua belas) bulan, jika Pegawai
dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 1 (satu) tahun.
c. Hukuman disiplin berat:
1) Sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus) selama 12 (dua belas) bulan, jika
Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa penurunan pang kat setingkat lebih
rendah selama 3 (tiga) tahun;
2) Sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) selama 12 (dua belas) bulan, jika
Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa pemindahan dalam rangka penurunan
jabatan setingkat lebih rendah;
3) Sebesar 95% (sembilan puluh lima perseratus) selama 12 (dua belas) bulan, jika
Pegawai dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan; dan
4) Sebesar 100% (seratus perseratus), jika Pegawai dijatuhi hukuman disiplin
berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat dan mengajukan banding administratif ke
Badan Pertimbangan Kepegawaian.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 14 -

6. Khusus jenis hukuman disiplin berupa pemberhentian baik dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri maupun tidak dengan hormat, dan baik yang terkait administratif
maupun yang terkait non administratif diberlakukan pemotongan yang sarna yaitu 100%
apabila mengajukan banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian
(BAPEK) dan diizinkan untuk tetap melaksanakan tug as.
Dalam hal banding administratif yang diajukan oleh Pegawai diterima oleh BAPEK dan
hukuman disiplinnya diubah menjadi selain pemberhentian atau hukuman disiplinnya
dibatalkan, maka TKPKN Pegawai yang bersangkutan dibayarkan kembali terhitung
sejak Pegawai yang bersangkutan diizinkan untuk tetap melaksanakan tugas.

K. Pemberlakuan Pemotongan TKPKN


1. Pemberlakuan pemotongan TKPKN diatur sebagai berikut:
a. Bagi tingkat hukuman disiplin ringan, tingkat hukuman disiplin berat berupa penurunan
pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka
penurunan jabatan, dan pembebasan dari jabatan, pemotongan TKPKN berlaku
terhitung mulai bulan berikutnya sejak keputusan penjatuhan hukuman disiplin
ditetapkan.
b. Bagi tingkat hukuman disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun,
pemotongan TKPKN berlaku terhitung mulai bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima
belas) setelah Pegawai menerima hukuman disiplin, apabila Pegawai yang dijatuhi
hukuman disiplin tidak mengajukan keberatan.
c. Bagi tingkat hukuman disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala
selama 1 (satu) tahun dan penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun,
pemotongan TKPKN berlaku terhitung mulai bulan berikutnya setelah keputusan atas
keberatan ditetapkan, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin mengajukan
keberatan.
d. Bagi tingkat hukuman disiplin sedang berupa penurunan pangkat setingkat lebih
rendah selama 1 (satu) tahun, pemotongan TKPKN diberlakukan dengan ketentuan:
1) bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Menteri Keuangan,
diberlakukan terhitung mulai bulan berikutnya sejak keputusan penjatuhan
hukuman disiplin ditetapkan; dan
2) bagi Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Pejabat struktural Eselon II di
Iingkungan instansi vertikal, diberlakukan terhitung mulai:
a) bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah Pegawai menerima
hukuman disiplin, apabila Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin tidak
mengajukan keberatan; atau
b) bulan berikutnya setelah keputusan atas keberatan ditetapkan, apabila
Pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin mengajukan keberatan.
e. Bagi tingkat hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat, pemotongan
TKPKN berlaku mulai bulan berikutnya sejak hari ke-15 (lima belas) setelah
Pegawai menerima hukuman disiplin.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 15 -

f. Bagi Pegawai yang diberhentikan sementara dari jabatan negeri karena dilakukan
penahanan oleh pihak yang berwajib, pemotongan TKPKN berlaku mulai bulan
berikutnya sejak tanggal penahanan.
2. Oalam hal Pegawai dijatuhi lebih dari satu hukuman disiplin pada bulan yang bersamaan
atau pada bulan berikutnya kembali dijatuhi hukuman disiplin, maka terhadap Pegawai
yang bersangkutan diberlakukan pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman disiplin
yang paling berat, dengan ketentuan:
a. Oalam hal kedua hukuman disiplin memiliki konsekuensi pemotongan TKPKN maka
pemotongan TKPKN berdasarkan hukuman disiplin yang paling berat.
b. Oalam hal hukuman disiplin yang lebih berat tidak memiliki konsekuensi pemotongan
TKPKN, maka pemotongan TKPKN berdasarkan pada hukuman disiplin yang
dikenakan pemotongan TKPKN.

L. Ketentuan Lain-Lain
1. Bagi Pegawai yang bekerja di Provinsi OKI Jakarta dan terlambat masuk bekerja berupa
Tingkat Keterlambatan 1 (TL 1), sepanjang yang bersangkutan mengganti waktu
keterlambatan maka tidak diwajibkan untuk membuat surat permohonan
izin/pemberitahuan.
2. Oalam hal terjadi pelanggaran:
a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/KMK.01/2011 tentang Penyelenggara
Negara Oi Lingkungan Kementerian Keuangan Yang Wajib Menyampaikan Laporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.09/2011 tentang Penyampaian dan
Pengelolaan Laporan Pajak-Pajak Pribadi (LP2P) PejabatiPegawai Oi Lingkungan
Kementerian Keuangan; dan
c. tidak mengucapkan sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil,
maka dikategorikan dalam pelanggaran terkait administratif yang tidak dikenakan
pemotongan TKPKN.
3. Atasan langsung yang menetapkan surat keterangan tidak berada di tempat tugas bagi
Pejabat fungsional adalah Pejabat yang menetapkan nilai Oaftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (OP3).

M. Ketentuan Peralihan
1. Peringatan Tertulis dan hukuman disiplin yang dijatuhkan sebelum 1 Januari 2012 dan
sedang dijalani oleh Pegawai yang bersangkutan, dinyatakan tetap berlaku.
2. Pemotongan TKPKN yang dilakukan terhadap Pegawai yang mendapat Peringatan
Tertulis dan/atau hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum sebelum 1 Januari 2012 dan masih dijalani oleh Pegawai yang
bersangkutan, dinyatakan tetap berlaku sesuai ketentuan sebelum Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011.
3. Hukuman disiplin yang diajukan keberatan kepada atasan pejabat yang berwenang
menghukum sebelum 1 Januari 2012 dan keputusan atas keberatan ditetapkan setelah
berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomer 214/PMK.01/2011, maka diberlakukan
pemotongan TKPKN sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SEKRETARIAT JENDERAL
- 16 -

4. Terhadap hukuman disiplin yang diajukan banding administratif kepada Badan


Pertimbangan Kepegawaian dan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011 belum ada keputusan atas banding administratif
tersebut, diberlakukan pemotongan TKPKN sesuai ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011.
5. Pegawai yang sedang menjalani pemberhentian sementara dari jabatan negeri dan
sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.01/2011
masih dalam status pemberhentian sementara dari jabatan negeri, diberlakukan
pemotongan TKPKN sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011.
6. Pegawai yang sedang menjalani cuti sakit, cuti bersalin, cuti karena alasan penting
sebelum 1 Januari 2012 dan setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011 masih menjalani cuti dimaksud, kepadanya diberlakukan pemotongan
TKPKN sesuai ketentuan sebelum Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011.

N. Ketentuan Penutup
1. Kepada seluruh unit eselon I kiranya senantiasa melakukan pengawasan dan evaluasi
terutama terkait dengan penerapan jam kerja khususnya di Provinsi OKI Jakarta agar
tidak mengganggu pelayanan kepada stakeholder dan tetap mewajibkan bagi Pegawai di
lingkungan masing-masing untuk masuk bekerja pada pukul 07.30, kecuali jam kerja lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Bagi Pegawai yang akan menggunakan cuti yang berakibat tidak dikenakannya
pemotongan, agar tetap mengajukan permohonan izin cuti sesuai dengan ketentuan
mengenai cuti PNS.
3. Atasan langsung bertanggung jawab dalam pengawasan terhadap penerapan aturan ini
dan agar segera melakukan tindak lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
hal terdapat indikasi penyalahgunaan aturan ini oleh Pegawai.
4. Apabila ditemukan kendala dalam menerapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
214/PMK.01/2011agar berkoordinasi dengan Bire Sumber Oaya Manusia.
5. Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal1 Januari 2012.

Tembusan:
Menteri Keuangan

Anda mungkin juga menyukai