Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Disusun Oleh :

KELOMPOK III

1. Devsi Areva
2. Dewi Linda Setiani
3. Erika Paramytha
4. Sinta Agustin
5. Vera Saskia
6. Weno

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (DIII)


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dehasen Bengkulu
Jl. Merapi raya No. 43 Kebun Tebeng Bengkulu Telpon 073621977
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan taufiq dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu kegiatan dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 sebagai tugas yang harus diselesaikan. Makalah
juga menjadi salah satu aspek penilaian dalam nilai akhir yang digunakan sebagai
nilai tambah. Kami membuat makalah ini berdasarkan sistematika yang diberikan
Dosen Pembimbing dengan menggunakan Buku Panduan dan dari berbagai
literatur sebagai sumber referensi utama.
Oleh karena itu makalah merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam kegiatan belajar di lingkungan pendidikan kami.
Kritik dan saran yang membangun selalu diterima demi sempurnanya
makalah ini. Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan
kepada semua pihak dan instansi yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ..................................................................................................... 2
2.2 Etiologi ..................................................................................................... 2
2.3 Klasifikasi Osteomielitis .......................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ............................................................................................. 4
2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................... 4
2.6 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 5
2.7 Prinsip-prinsip Penatalaksanaan .............................................................. 5
2.8 Pencegahan .............................................................................................. 7
2.9 Asuhan Keperawatan ...............................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 11
3.2 Saran ........................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah
kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses
local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan
demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi
tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan
permanen dapat terjadi (Corwin, 2001). 
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan
(4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia,
radius, humerus, ulna, dan fibula.(Yuliani 2010). Prevalensi keseluruhan adalah 1
kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah sekitar 1
kasus per1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36%. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000
penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang. Tingkat mortalitas
osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis
berat yang mendasari. (Randall, 2011)

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah
dalam makalah ini adalah bagaimana Asuhan  Keperawatan Pada Klien Dengan
Osteomielitis.

1.3.Tujuan
1.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan osteomielitis.
2.      Untuk mengetahui penyebab osteomielitis.
3.      Untuk mengetahui patofisiologi dari osteomielitis
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis dari osteomielitis
5.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien yang mengalami
osteomielitis.
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bagi klien dengan
osteomielitis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Defenisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari
pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan
terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat
menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau
mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C,  2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran
infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah
kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).

2.2. ETIOLOGI
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
1.      Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus
aureus(70%-80%), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli,
Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
2.      Virus
3.      Jamur
4.      Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free


encyclopedia, 2000) yaitu:
1.   Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain
ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan.
Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan
panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di
mana terdapat trauma.

2.    Penyebaran langsung


Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka,
cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda
yang tercemar yang menembus tulang.

3.  Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya


Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang
setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah
yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau
ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus
dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan
adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan
cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak
ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup
atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau
tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat
menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan
oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu,
pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
menjalani  pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga
beresiko mengalami osteomyelitis.

2.3.KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS
1.      Osteomielitis menurut penyebarannya terbagi menjadi 2 yaitu ;
  Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi
darah.
  Osteomyelitis Sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat
dari bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer, 2000).

2.      Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas ;


a.       Osteomyelitis akut
         Nyeri daerah lesi
         Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
         Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
         Pembengkakan lokal
         Kemerahan
         Suhu raba hangat
         Gangguan fungsi
         Lab = anemia, leukositosis    
b.      Osteomyelitis kronis
         Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
         Gejala-gejala umum tidak ada
         Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
         Lab = LED meningkat      

2.4. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi :
Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan 
penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium
2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan
lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau
lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang
sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian
berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar
ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih
sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk
dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah
mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang
baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi
proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan
mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis
tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

2.5. MANIFESTASI KLINIS


1.      Infeksi dibawa oleh darah
         Biasanya awitannya mendadak.
         Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
 tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
2.      Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
         Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.

3.      Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung
         Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4.      Osteomyelitis kronik
         Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami
periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju
endapan darah.

2. Pemeriksaan titer antibodi–anti staphylococcus


Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti
dengan uji sensitivitas.

3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh
bakteri Salmonella.

4. Pemeriksaan Biopsi tulang.


5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan
radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat
difus.

2.7. PRINSIP PENATALAKSANAAN


Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan
dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama
20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi.
Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari
satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan
asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan
semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum
aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian
dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar
antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling
sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan
dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan
daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi
antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau
dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk
mengontrol hematoma dan membuang  debris. Dapat diberikan irigasi larutan
salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan
pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah
kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).

2.8. PENCEGAHAN
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal
dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan
lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan
perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat
menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang
memadai saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan
sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan
insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer,
Suzanne C, 2002).

2.9. ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian
1.        Riwayat keperawatan
         Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam
atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
         Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera,
infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka,
tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor
tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
2.        Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila
dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik
menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah,
bengkak, nyeri, maupun eritema.
3.        Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh,
takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat
perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan
keluarga, pekerjaan atau sekolah.
4.        Pemeriksaan diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah
meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya
osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi
tulang atau MRI.

II. Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
osteomielitis adalah :
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2.      Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi
dan   keterbatasan beban berat badan.
3.      Risiko terhadap penyebaran infeksi: pembentukan abses tulang

III. Perencanaan dan Implemantasi


Sasaran pasien meliputi peredaran nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam
batas-batas terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai
program pengobatan.

IV. Intervensi Keperawatan


         Peredaran Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai
untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi diatas dan dibawah bagian yang
terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai
rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan harus
ditangani dengan hati-hati dan perlahan. Peninggian dapat mengurangi
pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status neurovaskuler
ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri
dan analgesic yang diresepkan cukup berguna.
         Perbaikan Mobilitas Fisik : Program pengobatan membatasi aktivitas.
Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat
imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang. Pasien harus memahami rasional
pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam
batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.
         Mengontrol Proses Infeksi : Perawat memantau respons pasien terhadap
terapi antibiotika dan melakukan observasi tempat pemasangan infus adanya bukti
flebitis atau infiltrasi.
Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan adanya
peredaran darah yang memadai (penghisapan luka untuk mencegah penumpukan
cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliaran balik vena, menghindari
tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk mempertahankan imobilitas yang
dibutuhkan dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan.
Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang,
vitamin C dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan
nitrogen dan merangasang penyembuhan.
         Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan
osteomielitis, termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat
dilakukan di rumah. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah
termotivasi serta keluarga mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif
terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program pengobatan terapeutik.
Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain
itu, penggantian balutan secara steril dan teknik kompres hangat harus diajarkan.
Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta
dukungan yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam
keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah.

Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah


nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan
obsevasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan
bertambahnya inflamasi.

V. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1.       Mengalami Peredaan Nyeri
       Melaporkan berkurangnya nyeri
       Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
       Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2.      Peningkatan mobilitas fisik
       Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
       Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat
       Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3.      Tidak adanya infeksi
       Memakai antibiotika sesuai resep
       Suhu badan normal
       Tidak ada pembengkakan
       Tidak ada pus
       Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
       Biakan darah negative
4.      Mamatuhi rencana terapeutik
       Memakai antibiotika sesuai resep
       Melindungi tulang yang lemah
       Memperlihatkan perawatan luka yang benar
       Melaporkan bila ada masalah segera
       Makan diet seimbang dengan tinggi protein, vitamin C dan D
       Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
       Melaporkan peningkatan kekuatan
      Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri,
pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
BAB III
PENUTUP

3.1.   KESIMPULAN
  Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena
penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering,
setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
  Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan,
manusia atau penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis
eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus,
jamur, dan mikro-organisme lain.
  Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk
abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang,
dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila
infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak
mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).

3.2.   SARAN
Penerapan asuhan keperawatan hendaknya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001.  Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.


Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba
Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta:
EGC.
Helmi, Zairin Noor. 2012. Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai