Anda di halaman 1dari 20

PERCOBAAN 1

PRAKTIKUM ANALISA ISTRUMEN GROUP SORE


PENETAPAN KURVA BAKU PADA OPERATING TIME DENGAN
SAMPEL PARACETAMOL DAN CAFFEIN

Nama : Nindi Arnanda


NPM : 1843050082
Judul : Penetapan Kurva Baku pada Operating Time dengan
Sampel Paracetamol dan Caffein
Tujuan : 1. Membuat kurva hubungan konsentrasi paracetamol
dan absorbansi pada panjang gelombang
maksimum
2. Membuat kurva hubungan konsentrasi caffein dan
absorbansi pada panjang gelombang peak to peak
3. Menentukan persamaan garis linear dari kurva
kalibrasi
Hari / Tanggal : Sabtu / 11 Desember 2021
Tempat : Laboratorium Praktikum Analisa Instrumen Fakultas
Farmasi, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

I. DASAR TEORI

Penggunaan spektofotometer dalam menentukan absorbansi


maupun transmitan dalam suatu sampel sangat menguntungkan dalam
suatu penelitian, hal tersebut dinilai berdasarkan effektivitas dan efisiensi
dari penggunaan metode spektofotometri. Spektofotometri adalah suatu
metode pengukuran kuantitatif dalam kimia analisa terhadap sifat refleksi
atau transmisi cahaya suatu materi sebagai fungsi dari panjang gelombang,
[1] sedangkan Spektofotometer adalah sebuah alat instrumen analisa yang
berfungsi sebagai pengukur transmitan/absorban suatu sampel sebagai
fungsi panjang gelombang.[2]
Dalam analisis spektofotometri digunakan sumber radiasi yang
condong kedalam daerah ultraviolet spektrum tersebut. Dari spektrum
akan dipilih panjang panjang gelombang tertentu dengan lebar pita <1nm.
Sektofotometri optis merupakan sebuah instrumen yang memiliki sistem
optis yang dapat memunculkan sebaran/dispersi radiasi elektromagnetik
sinar masuk dengan mana dapat dikerjakan pengukuran kuantitas radiasi
yang di teruskan pada panjang gelombang terpilih dari jangka sprektal.
Fotometer adalah sebuah aparatus untung menghitung intensitas radiasi
yang diteruskan suatu fungsi intensitas, bila dipergunakan bersama dalam
spektofotometer, kedua alat tersebut akan menghasilkan suatu isyarat yang
bersesuaian dengan selisih antar radiasi yang kemudian akan dilanjukan
oleh bahan pembanding dan radiasi pada panjang panajang gelombang
yang terpilih. [3]
Penetapan kurva baku dilakukan untuk mengetahui hubungan
anatara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya.[4] Pembuatan
kurva baku digunakan untuk mencari persamaan regresi linear sehingga
dapat digunakan dalam penentuan suatu kadar yang telah diketahui nilai
absorbansinya. Persamaan regresi linear ini merupakan hubungan antara
kadar dari sampel dengan absorbansi sampel teruji. [5]
Absorban yang terbaca pada suatu panjang gelombang adalah
jumlah absorban dari senyawa senyawa yang menyerap pada panjang
gelombang tersebut, hal ini berdasarkan pada prinsip additive nature of
lambert-Beer.[6] Cahaya yang masuk dengan intensitas tertentu (I0) akan
berkurang intensitasnya ketila melewati larutan. Berkurangnya intensitas
sinar dikarenakan adanya serapan oleh larutan yang dilewati. Intensitas
cahaya setelah melewati larutan (It) dan biasanya dinyatakan dalam satuan
persen transmitan (%T) sedangkan cahaya yang di serap adalah absorbansi
(A).
¿
%T = I 0 x 100
¿
-log T = log I 0 = A

Berdasarkan Hukum Lambert-Beer, absorbansi dari suatu sample


akan sebanding dengan ketebalan, konsentrasi sampel, dan absorptifitas
molar. Bila ketebalan benda (b) dan kosentrasi materi (c) yang dilewati
bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi
berbanding lurus dengan ketebalan dan konsentrasi. Selain itu faktor yang
berpengaruh terhadap besar atauoun kecilnya absorbansi adalah
absorptifitas molar (c) dari larutan yang diukur tersebut. Sehingga dapat
dirumuskan menjadi:[7]
A= ε b c

Penentuan waktu operationsl time bertujuan untuk mengetahui


pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur
hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. Pada sat
awal terjadi reaksi, absorbansi senyawa yang berwarna meningkat sampai
waktu tertentu tingga diperoleh absorbansi yang stabil, semakin lama
waktu pengukuran, maka ada kemungkinan senyawa tersebut menjadi
rusak ataupun terurai sehingga intensitas warnanya turun, akibatnya
absorbansinya juga turun. Karena alasan inilah maka untuk pengukuran
senyawa berwana ( hasil suatu reaksi kimia harus dilakukan pada saat
waktu operasional. [3]
Paracetamol (nama internasional yang digunakan dalam Eropa)
dan Acetaminophen (nama internasional yang umum digunakan di AS)
adalah nama resmi dari senyawa kimia N-asetil-para-aminofenol dan
Nacetil-para-aminophenol. WHO mengkalsifikasikan Paracetamol sebagai
kelompok analgesik yang secara tepat mendefinisikan penerapan
analgesik. Paracetamol dilkelompokan dalam tiga klasifikasi pengobatan
intensitas terhadap nyeri, yaitu pada nyeri intensitas sedang, analgesik
lemah bersama dengan obat analgesik nonsteroid dan analgesik non-opioid
dasar.[8] Paracetamol / acetaminopen adalah obat analgesic dan
antipyretik yang umum digunakan untuk mengobati nyeri dan sakit ringan
seperti sakit kepala, sakit ringan, dan demam.[3] menurut FI III,
Paracetamol dengan nama lain acetaminopen dengan rumus molekul
C8H9NO2 berbentuk serbuk putih tidak berbau dengan rasa yang pahit.
Larut dalam 70 bagian air, larut dalam air panas, 7 bagian etanol, dan
stabil dalam air. Memiliki khasiat sebagi analgetik antipiretik.
Caffein/ Kafein adalah zat psikoaktif yang sering dijumpai dalam
kopi, teh, soda, dan cokelat. Kafein adalah senyawa alkaloid metilxantine
(basa purin) yang berbentuk kristal putih. Kafein memiliki kegunaan
sebagai stimulan sistem syaraf pusat (Stimulansia) dan mempercepat
metabolisme (diuretik), selain itu kafein juga sering dipergunakan untuk
meningkatkan rasa kewaspadaan, menghilangkan kantuk dan memperbaiki
suasana hati. Tidak hanya itu kafein juga dapat membantu kerja fisik
dengan meningkatkan daya tahan tubuhdan meningkatkan kontraksi otot.
[9] menurut FI III (hal 175) Kafein (Kafeina) dengan nama resmi
Coffeinum dengan rumus molekul C8H10N402 berbentuk serbuk atau
hablur berbentuk jarum, sering kali didapati menggumpal, tidak berbau,
dan berasa pahit. Aggak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol
96%, dan larut dlam kloroform dan dalamater.

II. ALAT DAN BAHAN

A. Alat-alat yang digunakan :


1. Gelas Kimia 250 mL : 1 Buah
2. Gelas Kimia 50 mL : 2 buah
3. Labu Ukur 1000ml : 1 Buah
4. Labu Ukur 100mL : 1 buah
5. Labu Ukur 50 mL : 1 Buah
6. Labu Ukur 25 ml : 5 Buah
7. Labu Ukur 10ml : 5 Buah
8. Erlenmeyer : 2 buah
9. Gelas Kimia 10 mL : 2 buah
10. Kuvet Kuarsa : 2 Paket
11. Seperangkat alat Spektofotometer UV-VIS (UH5300 UV/VIS Hitachi)
untuk pengukuran paracetamol
12. Neraca Analitik OHAUS untuk penimbangan paracetamol
13. Seperangkat alat Spektofotometer UV/VIS Perkin Elmer lambda 20 untuk
pengukuran kafein
14. Neraca Analitik Scaltec untuk penimbangan kafein

B. Bahan-bahan yang digunakan :


1. Standard baku Paracetamol
2. Standard baku Kafein
3. Etanol 96%
4. HCl 0,1 N (dibuat dari larutan HCl 37%)
5. Aquadest

III. PROSEDUR KERJA


A. Pembuatan larutan HCl 0,1 N 1 L
1. Mengisi labu ukur 1000ml dengan 250ml aquadest
2. Mempipet sejumlah 8,3 ml HCl pekat 37% kemudian memasukannya
kedalam labu ukur 1000ml yang telah berisi 250ml aquadest.
3. Menghomogenkan sesaat lalu kembali mnambahkan aquadest hingga
tanda batas labu ukur. (Simpan selama 1-2 x 24 jam aggar larutan
terhomogenisasi dengan stabil)
B. Pembuatan larutan Induk Paracetamol 400 ppm
1. Menimbang serbuk standard paracetamol sebanyak 20mg dengan
neraca analitik OHAUS
2. Melarutkan 20mg serbuk standart paracetamol dengan etanol 96%
secukupnya dalam gelas kimia 50mL
3. Memasukan larutan tersebut ke dalam labu ukur 50 ml
4. Menambahkan Etanol 96% hingga tanda batas labu ukur, dan
mengocok labu hingga homogen dengan perlahan.

C. Penetapan Operating Time Paracetamol


1. Memipet sbanyak 0,375 ml larutan induk paracetamol 400 ppm untuk
membuat larutan baku dengan konsentrasi 6 ppm sebanyak 25 mL
dengan etanol 96%
2. Mengojok larutan baku 6 ppm hingga homogen
3. Mengukur absorbansi larutan pada panjeng gelombang maksimum
paracetamol (247nm)[10] hingga memperoleh absorbansi yang relatif
konstan denga n rentang pembacaan setiap 2 menit sekali selama 20
menit.

D. Pembuatan Kurva Baku Paracetamol


1. Membuat pengenceran dari larutan induk 400ppm dengan seri
konsentrasi 2 ; 4 ; 6 ; 8 ; dan 10 ppm
2. Membuat konsentrasi 2 ppm dengan mempipet sebanyak 0,125 ml dan
melarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25ml dalam labu ukur,
kemudian menghomogenkannya.
3. Membuat konsentrasi 4 ppm dengan mempipet sebanyak 0,25ml dan
melarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25 ml, dalam labu ukur
kemudian menghomogenkanya
4. Mebuat konsentrasi 6 ppm dengan mempipet sebanyak 0,375ml dan
melarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25ml dalam labu ukur
kemudian menghomogenkanya
5. Membuat Konsentrasi 8 ppm dengan mempipet sebanyak 0,5 ml dan
melarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25ml dalam labu ukur
kemudian menghomogenkanya
6. Membuat konsentrasi 10 ppm dengan mempipet sebanyak 0,625 ml
melarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25 mL dalam labu ukur
kemudian menghomogenkanya.
7. Mengukur serapan serapan masing masing konsentrasi larutan kurva
baku yang telah di buat pada panjang gelombang maksimum (Panjang
gelombang maksimum Paracetamol = 247 nm)[10]
8. Mencatat data hasil absorbansi yang telah di peroleh
9. Menghitung persamaan kurva baku paracetamol sehingga memperoleh
persamaan garis y=a + bx

E. Pembuatan Larutan induk Kafein


1. Menimbang serbuk standard kafein sebanayak 10 mg dengan neraca
Scaltec
2. Melarutkan 10 mg standard kafein dengan HCl 0,1N secukupnya dalam
gelas ukur 50mL
3. Memasukan larutan tersebut kedalam labu ukur 100mL
4. Menambahkan HCl 0,1 N hingga tanda batas labu ukur, dan mengocok
labu hingga homogen.

F. Pembuatan Kurva Baku kafein


1. Membuat pengenceran dari larutan induk kafein dengan mempipet
sebanyak 1,750 ml ; 2,000 ml ; 2,250 ml ; 2,500ml ; 3,000ml kemudian
memasukannya kedalam labu ukur 10 ml dan mengadkan dengan
larutan HCl 0,1N, serta menghomogenkan larutan kurva baku Kafein
2. Mengukur serapan masing masing pengenceran kurva baku yang telah
dibuat dengan metode peak to peak dengan panjang gelombang
maksimum 268 dan panjang gelombang minimum pada 270 (Panjang
gelombang maksimum kafein = 272 nm) [11]
3. Mencatat data hasil absorbsi yang telah diperoleh
4. Menghitung persamaan kurva baku kafein sehingga memperoleh
persamaan garis y = a +bx
IV. HASIL PENGAMATAN
No Variabel yang diamati Hasil Pengamatan

1 Kurva Baku Paracetamol

a. Nilai absorbansi kurva baku 2ppm


b. Nilai absorbansi kurva baku 4 ppm
( Tertera dalam
c. Nilai absorbansi kurva baku 6 ppm
lampiran gambar 2 )
d. Nilai absorbansi kurva baku 8 ppm
e. Nilai absorbansi kurva baku 10 ppm
2.

Operating Time Paracetamol

a. 2 menit
b. 4 menit A= 0.535
c. 6 menit
(Tertera dalam
d. 8 menit
lampiran gambar 3)
e. 10 menit
f. 12 menit A= 0,500
g. 14 menit
h. 16 menit
3.
i. 18 menit A = 0,0074

j. 20 menit A = 0,0124

Kurva Baku Kafein A = 0.0358


A = 0,0492
a. Nilai absorbansi larutan 1 (1,750 ml)
A = 0,0855
b. Nilai absorbansi larutan 2 (2,000 ml)
c. Nilai absorbansi larutan 3 (2,250 ml)
(Tertera dalam
d. Nilai absorbansi larutan 4 (2,500 ml)
lampiran gambar 4)
e. Nilai absorbansi larutan 5 (3,000 ml)
V. ANALISIS DATA

Penentuan kurva baku pad operatin time dar paracetamol dan


kafein dalam percobaan kali menggunakan seperangkat alat
spektofotometer UH5300 UV/VIS Hitachi pada pengukuran kadar
absorbansi standard paracetamol dan Spektofotometer UV/VIS Perkin
Elmer lambda 20 untuk penentuan kafein. Masing masing alat memiliki
karakteristik alat yang hampir sama sehingga tidak mempengaruhi hasil
dari percobaan kali ini.

Pada praktikum penetapan kurva baku pada operating time dari


Paracetamol dan kafein, hal pertama yang diuji adalah waktu operating
time dari paracetamol pada panjang gelombang maksimum dari
paracetamol. Menurut Sayuti,MI (2017) “Panjang gelombang maksimum
dari standard paracetamol adalah 247 nm”. Penentuan operating time
bertujuan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang diperlukan oleh
larutan standard paracetamol dalam memcapai nilai absorbansi yang stabil
(konstan) Optimasi waktu kestabilan larutan baku paracetamol ini
ditentukan dengan mengukur absorbansi larutan standart baku paracetamol
dengan konsentrasi 6 ppm pada panjang gelombang maksimum
paracetamol (247nm) dengan rentang waktu 0 hingga 20 menit dengan
rentang pengukuran tiap 2 menit sekali dengan spektofotometer UH5300
UV/VIS Hitachi.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil pengujian operating


time dari larutan standard paracetamol yang di ukur selama 20 menit
dengan rentang waktu 2 menit seklai menunjukan kestabilan nilai
absorbansi dari menit ke-0 hingga menit ke 14, hal tersebut dikarenakan
berdasarkan hasil pengukuran menggunakan spektofotometer menunjukan
hasil absorbansi yang relatif konstan. Adanya perubahan nilai absorbansi
larutan standard baku paracetamol dimulai pada menit ke 16, hal tersebut
diduga diakibatkan oleh adanya ketidakstabilan dalam larutan baku
paracetamol karena pelarut yang digunakan dalam melarutkan standard
baku paracetamol adalah etanol 96%. Yang kita ketahui bahwa sifat dari
etanol 96% yang mudah menguap menyebabkan larutan tidak dapat
bertahan lama atupun tidak stabil dalam pemakaianya, maka dari hasil
percobaan pengukuran operating time larutan baku paracetamol dengan
pelarut etanol 96% menunjukan bahwa optimasi larutan baku bertahan
selama ±14 menit setelah larutan terekspos udara terbuka.

Selanjutnya dalam penentuan kurva baku standard paracetamol


mendapatkan hasil linear dengan garis yang lurus. Menurut Ermer dan
Miller (2005) “Linieritas menunjukan kemampuan suatu metode analisis
untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit
dalam sampel pada kisaran konsentrasi tertentu” dalam percobaan
praktikum penentuan kurva baku pada operating time paracetamol yang
telah kita ketahui optimum timenya selama 14 menit, langkah pertama
yang dilakukan adalah membuat kurva kalibrasi dri beberapa set larutan
standart yang telah di ketahui konsentrasinya. Pada umumnya metode
kurva kalibrasi dilakukan dalam menentukan konsentrasi suatu analit
berdasarkan hukum Lambert-Beer. Penentuan ini dilakukan dengan
menganalisis deret konsentrasi larutan standard paacetamol, yang pada
praktikum kali ini digunakan sejumah deret kelipatan 2 yaitu 2; 4; 6; 8;
dan 10 ppm.

Deret konsentrasi larutan baku paracetamol tersebut selanjutnya di


ukur nilai absorbansinya dengan spektofotometer dengan panjang
gelombang maksumum paracetamol yaitu 274 nm. Pengukuran nilai
absorbansi larutan standard paracetamol ini akan menghasilkan
titikserapan terbesar untuk setiap larutan standard paracetamol
dikarenakan pengukuranya menggunakan panjang gelombang maksimum
dari paracetamol. Dari hasil yang diperoleh dalam percobaan hasil
pengukuran menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi larutan
standard paracetamol yang diukur, maka akan semakin besar juga nilai
absorbansi yang akan di peroleh, serta tinggkat kepekaan senyawa
paracetamol akan semakin tinggi. Tidak hanya itu, menurut Skoog dan
West (1971) “Hukum Lambert-Beer menunjukan bahwa perubahan
konentrasin suatu sampel tertentu akan mengubah absorbansi pada tip
panjang gelombang dengan suatu faktor yang konstan”

Dalam pembuatan kurva kalibrasi standart dibuat sebuah


persamaan linear dengan memproyeksikan larutan standard paracetamol
pada sumbu X dan nilai absorbansinya pada sumbu Y, kemudian titik
tersebut diproyeksikan dengn menarik dan menghubungkan tiap titik
hingga membentuk garis yang lurus. Hasil proyeksi yang diperoleh dapat
diamati pada lembar Lampiran pada gambar ke-2. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disebut kurva baku standard paracetamol yang diuji linear.
Menurut Chan (2004), kurva dapat dikatakan linear jika nilai koefisien
korelasi yang di peroleh memenuhi persyaratan yaitu ≤0,9970. Dalam
percobaan praktikum kali ini diperoleh hasil proyeksi kurva baku standard
paracetamol dengan persamman linear y = 0,0794x + 0,0311 dengan nilai
Koefisien korelasi (R) = 0,9973. Koefisien korelasi (R) yang telah
diperoleh ini adalah hubungan antara konsentrasi paracetamol dengan nilai
absorbansinya, dan memenuhi kriteria parameter linier. Nilai range yang
telah diperoleh memproyeksikan bahwa kurva kalibrasi yang diperoleh
sesuai dengan hukum Lambert-Beer yang nantinya dapat digunakan untuk
menentukan validasi metode penentuan kadar paracetamol dalam suatu
sampel dengan metode yang sama yakni spektofotometer UV/VIS

Dalam pengukuran kurva baku kafein menggunakan metode


panjang gelombang peak to peak dengan alat spektofotometer yang
berbeda merek yakni menggunkan spektofotometer UV/VIS Perkin Elmer
Lambda 20. Pada percobaan praktikum kali ini membuat kurva kalibrasi
larutan standart kafein dengan beberapa deret konsentrasi kemudian di
hitung absorbansinya pada panjang gelombang peak to peak jarak vertikal
antara puncak maksimum pada panjang gelombang 268nm dan puncak
minimum pada 270 nm larutan baku kafein. Persamman kurva baku
menyatakan hubungan linear antara konsentrasi dan amplitudo peak to
peak. Persamaan linear yang di peroleh adalah y = 0,0193x - 0,0199. Sebagai
parameter linieritas digunkan koefisien korelasi (R) dimana koefisien
korelasi ini menunjukan konsentrasi dan amplitudo. Dari hasil percobaan
di peroleh (R) 0,99058 maka persamaan kurva dianggap linear karena
memenuhi syarat linieritas. Maka dari itu kurva baku memiliki koefisien
korelasi yang baik sehingga nantinya dapat digunakan umtuk menghitung
kadar sampel kafein dengan metode yang sama dengan spektofotometer.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa
1. Hubungan konsentrasi paracetamol dan absorbasi pada panjang
gelombang maksimumnya memperoleh hasil R = 0,9973.
2. Hubungan konsentrasi kafein dengan absorbansi pada panjang
gelombang peak to peak memperoleh hasil R = 0,99058.
3. Persamaan garis linear dari kurva kalibrasi paracetamol adalah y =
0,0794x + 0,0311 dan persamman garis linear dari kurva kalibrasi
kafein adalah y = 0,0193x - 0,0199
VII. DAFTAR PUSTAKA
[1] Buku Penuntun/ Modul Praktikum Analisis instrumen Universitas
Muhammadyah Prof. Dr. Hamka Jakarta 2019
Dapat diakses pada : http://repository.uhamka.ac.id/id/eprint/6331/1/PDF-
%20MODUL%20PRAKTIKUM%20INSTRUMENTASI.pdf

[2] BPPT UV-VIS Spektofotometer.


Dapat diakses pada: https://polimer.bppt.go.id/id/alat-alat-pengujian-id/uv-
vis-spectrophotometer

[3] Analisa Parasetamol Metode Spektrofotometer UV [Makalah]


Basset, J - Denney, R.C – Jeffery, G.H – Mendham, J. BUKU AJAR
VOGEL KIMIA ANALISIS KUANTITATIF ANORGANIK. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG 

[4] Fatimah. SF*. Aisyah. V. Nurari. LH. Edityaningrum. CA.


ANALYTICAL METHOD VALIDATION OF β-CAROTENE
ONSpirulina maxima 96% ETHANOLIC EXTRACT
WITHSPECTROPHOTOMETRY VISIBLE. Media Farmasi Vol. 15
No.1. 2018 : 1-13.
http://journal.uad.ac.id/index.php/MediaFarmasi/article/download/
12354/6180

[5] https;//dspace.uii.ac.id handle PDF 17 BAB IV pembahasan 4.1


Penentuan panjang gelombang
[6] PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS II Universitas
Peradanban Dapat diakses pada:
https://farmasi.peradaban.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/PETUNJUK-
KA-2-2019.pdf

[7] Alexander H. Analisis Spektofotometer Visibel [Laporan Praktikum]


2013 https://www.scribd.com/doc/166915231/analisis-spektrofotometri-
visible

[8] Bebenista. MJ. Nowak. JZ. Paracetamol; Mecanism of Action,


Aplikations and safety concern. Acta Poloniae Pharmaceutica - Drug
Research, Vol. 71 No. 1. 2014. 11-23.
https://www.ptfarm.pl/pub/File/Acta_Poloniae/2014/1/011.pdf

[9] http://scholar.unand.ac.id/25289/2/BAB%201.pdf

[10] Sayuti. MI. Kurniati. P. Validasi Metode Analisis dan Penetapan


Kadar Paracetamol dalam Sediaan Tablet secara Spektofotometri UV-
VISIBLE. Prosding SemNas KIMIA FMIPA UNESA. 2017. 190-21.
https://diploma.chemistry.uii.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/
PUJI_Prosiding-Seminar-Nasional-Kimia-Di-UNESA-1.pdf

[11] Yosepha. HE. Penetapn kadar kafein minuman teh instan engan
metode spektofotometri UV Devirativ aplikasi peak to peak [skripsi].
Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2007
LAMPIRAN

PERHITUNGAN
a. Perhitungan pembuatan larutan HCl 0,1 N sebanyak 1000L
Diketahui:
BJ HCl= 1,19 g/ml
BM HCl = 36,5 g/mol
Konsentrasi HCl pekat = 37%
Volume yang diinginkan = 1000ml
Maka
N HCl 37% = 10x 37% x 1,19 : 36,5 = 12,06 N
N1 x V1 = N2 x V2
12,06N X = 0,1 N x 1000ml
12.06N X = 100N/mL
X = 8,3 mL

FLOWCHART

A. Pembuatan larutan HCl 0,1 N 1 L


Mempipet Menghomogenkan
sejumlah 8,3 ml sesaat lalu kembali
HCl pekat 37% mnambahkan
Mengisi labu ukur kemudian aquadest hingga
tanda batas labu
1000ml dengan memasukannya ukur. (Simpan
250ml aquadest kedalam labu ukur selama 1-2 x 24 jam
1000ml yang telah aggar larutan
berisi 250ml terhomogenisasi
aquadest. dengan stabil)

B. Pembuatan larutan Induk Paracetamol 400 ppm

Melarutkan 20mg
serbuk standart
Menambahkan
Menimbang paracetamol
Etanol 96% hingga
serbuk standard dengan etanol
tanda batas labu
paracetamol 96% secukupnya
ukur, dan
sebanyak 20mg dalam gelas kimia
mengocok labu
dengan neraca 50mL Memasukan
hingga homogen
analitik OHAUS larutan tersebut
dengan perlahan.
ke dalam labu
ukur 50 ml

C. Penetapan Operating Time Paracetamol

Mengukur absorbansi
larutan pada panjeng
Memipet sbanyak gelombang
0,375 ml larutan induk maksimum
paracetamol 400 ppm paracetamol (247nm)
Mengojok larutan
untuk membuat [10] hingga
baku 6 ppm hingga
larutan baku dengan memperoleh
homogen
konsentrasi 6 ppm absorbansi yang
sebanyak 25 mL relatif konstan denga
dengan etanol 96% n rentang pembacaan
setiap 2 menit sekali
selama 20 menit.

D. Pembuatan Kurva Baku Paracetamol

Mengukur serapan serapan masing


Membuat konsentrasi 10 ppm
masing konsentrasi larutan kurva
Membuat pengenceran dari larutan dengan mempipet sebanyak 0,625 ml
baku yang telah di buat pada panjang
induk 400ppm dengan seri melarutkan dengan etanol 96%
gelombang maksimum (Panjang
konsentrasi 2 ; 4 ; 6 ; 8 ; dan 10 ppm sebanyak 25 mL dalam labu ukur
gelombang maksimum Paracetamol =
kemudian menghomogenkanya.
247 nm)[10]
Membuat konsentrasi 2 ppm dengan Membuat Konsentrasi 8 ppm dengan
mempipet sebanyak 0,125 ml dan mempipet sebanyak 0,5 ml dan
melarutkan dengan etanol 96% Mencatat data hasil absorbansi yang
melarutkan dengan etanol 96%
sebanyak 25ml dalam labu ukur, telah di peroleh
sebanyak 25ml dalam labu ukur
kemudian menghomogenkannya. kemudian menghomogenkanya

Membuat konsentrasi 4 ppm dengan Mebuat konsentrasi 6 ppm dengan


mempipet sebanyak 0,25ml dan mempipet sebanyak 0,375ml dan Menghitung persamaan kurva baku
melarutkan dengan etanol 96% melarutkan dengan etanol 96% paracetamol sehingga memperoleh
sebanyak 25 ml, dalam labu ukur sebanyak 25ml dalam labu ukur persamaan garis y=a + bx
kemudian menghomogenkanya kemudian menghomogenkanya

E. Pembuatan Larutan induk Kafein

Melarutkan 10 Menambahkan
Menimbang
mg standard Memasukan HCl 0,1 N
serbuk standard
kafein dengan larutan hingga tanda
kafein
HCl 0,1N tersebut batas labu ukur,
sebanayak 10
secukupnya kedalam labu dan mengocok
mg dengan
dalam gelas ukur 100mL labu hingga
neraca Scaltec
ukur 50mL homogen.

F. Pembuatan Kurva Baku kafein

Membuat
pengenceran dari Mengukur serapan
masing masing
larutan induk kafein pengenceran kurva
dengan mempipet baku yang telah
sebanyak 1,750 ml ; Mencatat data
dibuat dengan hasil absorbsi yang
2,000 ml ; 2,250 ml ; metode peak to telah diperoleh
2,500ml ; 3,000ml peak dengan
kemudian panjang Menghitung
memasukannya gelombang persamaan kurva
maksimum 268 baku kafein
kedalam labu ukur
dan panjang sehingga
10 ml dan memperoleh
mengadkan dengan gelombang
minimum pada persamaan garis y
larutan HCl 0,1N, = a +bx
270 (Panjang
serta
gelombang
menghomogenkan maksimum kafein
larutan kurva baku = 272 nm) [11]
Kafein
GAMBAR

Gambar 1 Struktur kimia dari Paracetamol


Gambar 2 Penentuan kurva baku paracetamol

Gambar 3 Operting Time Larutan Baku Paracetamol


Kurva Baku Standard Kafein
0.08
f(x) = 0.01933 x − 0.01987
0.06
Absorbansi

0.04
0.02
0
0,00180 0,00206 0,00232 0,00258 0,00309
g/100ml g/100ml g/100ml g/100ml g/100ml

Konsentrasi
Absorbansi/Amplitudo standart Kafein
Linear (Absorbansi/Amplitudo standart Kafein)
Linear (Absorbansi/Amplitudo standart Kafein)
Linear (Absorbansi/Amplitudo standart Kafein)

Gambar 4 Kurva Baku standard Kafein

Anda mungkin juga menyukai