Oleh:
KRISTINA YUNIASIH
198070600011004
PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN MATA
1
HALAMAN PENGESAHAN
SARI PUSTAKA
Oleh:
KRISTINA YUNIASIH
198070600011004
9 April 2020
dr. Anny Sulistyowati. SpM (K) dr. Ovi Sofia. SpM (K)
NIP. 19601103 198709 2 001 NIP. 19790624 201410 2 001
Ketua Program Studi Pembimbing
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… ii
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………… 1
2.1. Uveitis……………………………………………………………. 3
2.1.1. Definisi……………………………………………………. 3
2.1.2. Epidemiologi……………………………………………... 3
2.1.3. Klasifikasi………………………………………………… 4
2.2.1 Ultrasonografi…………………………………………….. 7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 22
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ultrasonografi………………………………………………….. 8
Gambar 2. Color Fundus Photography…………………………………… 9
Gambar 3. Prinsip kerja Fluorescein angiography………………………. 10
Gambar 4. Fluorescein Angiography normal…………………………….. 12
Gambar 5. Pemeriksaan FFA pada uveitis…………………………….… 13
Gambar 6. Prinsip kerja ICGA……………………………………………... 14
Gambar 7. Tahapan ICGA ………………………………………………… 15
Gambar 8. Gambaran ICGA pada uveitis………………………………… 16
Gambar 9. Optical Coherence Tomography……………………………… 17
Gambar 10. Fundus Autofluorescence………………………………..……. 19
4
BAB I
PENDAHULUAN
Uveitis adalah inflamasi yang terjadi pada iris, badan silier dan koroid yang
dapat disebabkan oleh beragam penyebab. Berdasarkan anatomi uveitis terbagi
menjadi empat bagian yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan
panuveitis. Uveitis anterior adalah peradangan yang melibatkan iris dan badan siliar
bagian anterior (pars plicata). Pada uveitis intermedia peradangan terjadi di rongga
vitreus, badan silier (pars plana) dan atau retina perifer. Uveitis posterior merupakan
peradangan yang melibatkan koroid, retina, pembuluh darah retina dan saraf optik.
Panuveitis melibatkan struktur jaringan tersebut diatas.1,2
Uveitis merupakan penyakit inflamasi yang dapat terjadi di seluruh dunia dan
dapat diderita oleh semua umur. Angka kebutaan karena uveitis mencapai 25% di
seluruh dunia. Untuk menegakan diagnosis uveitis diperlukan anamnesis yang
menyeluruh sampai dengan pertanyaan mengenai sistem tubuh. Selain itu diperlukan
pemeriksaan mata secara menyeluruh mulai dari tajam pengelihatan, tekanan bola
mata, pemeriksaan alat secara mikroskopis dan pemeriksaan segmen posterior
mengingat uveitis dapat menyebabkan gangguan di semua segmen bola mata. Untuk
itu diperlukan pemeriksaan penunjang khusus untuk melakukan pemeriksaan pada
kasus uveitis.3
5
Pada sari pustaka ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pemeriksaan
penunjang mata untuk membantu menegakan diagnosis dan menilai aktifitas
pekembangan penyakit yang disebabkan oleh uveitis khususnya pada segmen
posterior.
6
BAB II
SARI PUSTAKA
2.1. Uveitis
2.1.1. Definisi
Uveitis adalah inflamasi yang terjadi pada iris, badan silier dan koroid yang
dapat disebabkan oleh beragam penyebab. Dalam pengertian bahasa, uveitis terbagi
atas dua kata yaitu uvea (berasal dari bahasa latin uva , yang berarti anggur) dan ie,
-itis yang memiliki arti inflamasi. Uveitis dapat diinisiasi oleh proses imunitas dan juga
oleh infeksi. 1
2.1.2. Epidemiologi
Uveitis merupakan penyakit inflamasi yang dapat terjadi di seluruh dunia dan
dapat diderita oleh semua umur. Di Benua Amerika dan Eropa sekitar 10% kebutaan
disebabkan oleh uveitis, sedangkan diseluruh dunia angka kebutaan karena uveitis
mencapai 25%. Prevalensi uveitis di dunia diperkirakan sekitar 115–204/100.000
penduduk dan angka insidennya mencapai 17–25/100.000 penduduk per tahun. Usia
rata-rata penderita uveitis adalah 40 tahun. Wanita memiliki angka kejadian yang lebih
besar. Penderita uveitis lebih banyak di negara berkembang bila dibandingkan
dengan negara maju. Uvetis anterior merupakan kasus terbanyak yaitu sekitar 70%-
80% dari total penderita uveitis. Penyebab terbanyak uveitis anterior adalah idiopatik
(38%-56%), seronegative spondyloarthropaties (21%-23%), juvenile arthritis (9%-
11%), dan herpetic keratouveitis (6%-10%). Toxoplasmosis merupakan penyebab
tersering uveitis posterior. Sedangkan 22%-45% penyebab panuveitis adalah idiopatik
dan 14% - 28% disebabkan sarcoidosis. 1,3,4
7
2.1.3. Klasifikasi
8
bagian dari penyakit autoimun berat seperti sindrom Behcet, Vogt-Koyanagi-Harada,
sistemik lupus erimatous, polyarteritis nodosa dan Wegener’s granulomatosis.1,3
Uveitis anterior akut memiliki karakteristik nyeri dengan onset mendadak dan
mata merah tanpa sekret, dapat disertai dengan menurunnya tajam pengelihatan.
Bentuk nyeri biasanya tumpul, bertambah dengan penekanan kelopak mata dan dapat
menjalar ke daerah pelipis. Timbulnya rasa nyeri disebabkan karena inflamasi pada
badan silier yang dapat menjalar sepanjang nervus trigeminal. Uveitis kronik memiliki
progresitivitas lambat tanpa keluhan nyeri, sehingga keluhan utamanya adalah
pandangan kabur yang disebabkan karena adanya keratic presipitat. Apabila kondisi
kronik ini dibiarkan dapat terjadi komplikasi seperti band keratopathy, katarak
sekunder, glaucoma sekunder dan edema makula.1,3
9
merupakan tumpukan sel inflamasi seperti limfosit, makrofag dan sel plasma. Nodul
pada iris yang disebabkan karena akumulasi sel-sel inflamasi pada iris dapat
ditemukan pada uveitis granulomatosa dan nongranulomatosa, nodul Koeppe
terdapat pada tepi pupil, nodul Busacca pada stroma iris dan nodul Berlin pada sudut
iris. Tekanan bola mata pada uveitis dapat turun karena peradangan pada badan silier
yang menyebabkan turunnya produksi aquos humor. Tekanan bola mata juga dapat
meningkat karena tersumbatnya trabecular meshwork oleh sel-sel radang, proses
inflamasi pada trabekula dan iris bombe yang menyebabkan glaukoma sekunder.
Pada iris dapat ditemukan adanya atrofi dan adanya pertumbuhan pembuluh darah
baru pada iris yang disebut rubeosis iris. 1,2
Kekeruhan pada vitreus dapat ditemukan pada uveitis intermedia. Pada vitreus
terdapat banyak sel dan tanda-tanda peradangan bilik mata depan. Di bagian tepi
bawah vitreus dapat ditemukan akumulasi sel radang berwarna putih berbentuk mulai
dari seperti kapas hingga berbatas tegas (snowballs). Pada pars plana dapat
ditemukan adanya eksudat berwarna putih padat yang disebut snowbanks. 1,3,4
Tanda-tanda yang ditemukan pada uveitis posterior antara lain berupa infiltrat
peradangan pada retina dan koroid. Terdapatnya selubung (sheathing) pada
pembuluh darah, ablasio retina, hipertrofi atau atrofi pada lapisan pigmen retina.
Gangguan juga terdapat pada koroid, retina dan nervus optikus yang dapat
mengalami edema atau atrofi. Pembentukan pembuluh darah baru pada retina dan
koroid karena adanya atrofi. 1,4
10
lain-lain. Indikasi pemeriksaan laboratorium dilakukan pada kasus uveitis anterior
kronik, persisten atau rekuren, uveitis anterior bilateral, uveitis anterior dengan
hipopion, uveitis anterior granulomatosa, uveitis intermedia, uveitis posterior dan
panuveitis. Selain pemeriksaan laboratorium juga perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang umum seperti rontgen dada, Computed Tomography, Magnetic
Resonance Imaging, dan pemeriksaan penunjang khusus pada mata seperti fundus
photography, fluorescein fundus angiography, indocyanine green angiography,
ultrasonography, optical coherence tomography dan fundus autofluorescence. Berikut
1, 4, 5
ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pemeriksaan penunjang.
2.2.1 Ultrasonografi
USG memancarkan gelombang suara yang memiliki frekuensi lebih besar dari
20.000Hz sehingga tidak dapat didengar oleh manusia. Untuk memeriksa mata
digunakan probe berukuran 10MHz dengan resolusi 940 μm dengan kedalaman
tembus mencapai 4cm. Probe berukuran 10Mhz biasanya digunakan untuk
memeriksa vitreus, sedangkan probe 20MHz dapat digunakan untuk melihat segmen
posterior.6,7
Pada Okular USG terdapat dua jeis pemeriksaan, yaitu A-Scan dan B-Scan.
A-Scan atau amplitude scan memberikan gambaran berupa spikes hasil dari pantulan
suara. Besar kecilnya spikes tergantung pada hasil pantulan suara dari apa yang
diperiksa. B-Scan atau brightness scan memberikan gambaran dua dimensi,
memberikan gambaran topografi. Gambar yang dihasilkan B-Scan berupa potongan
melintang bola mata, dengan mengarahkan probe ke berbagai posisi pemeriksa akan
mendapatkan gambaran tiga dimensi. 6,7
11
Bola mata yang normal, pada pemeriksaan A-Scan akan menunjukan
gambaran spikes menengah ke tinggi pada lensa dan retina, spikes rendah ke
menengah dapat dilihat diantara bagian posterior lensa dan retina. Bila terdapat
gangguan seperti ablasio retina, kekeruhan pada vitreus akan menunjukan spikes
menengah ke tinggi.8,9
Gambar 1. Ultrasonografi. (A) axial scan horizontal dengan gambaran normal pada A-Scan
dan B-Scan. (B) ablasio retina, gambaran opaque pada B-Scan seperti yang ditunjuk dengan
panah menandakan bagian retina yang lepas dan terdapat peningkatan amplitude pada A-
Scan. 9
Pada pemeriksaan normal B-Scan, kornea tampak sangat tipis sehingga sulit
diidentifikasi, bilik kamar depan terlihat sebagai gambaran echoic diantara kornea dan
iris. Lensa terlihat anechoic yang dilapisi oleh kapsul echogenic dan badan silier
tampak hipoekoik. Vitreus terlihat anekoik dibelakang lensa. Dinding posterior bola
mata tampak sebagai gambaran hipoekoik. 9
12
Gambar 2. Color Fundus Photography. Wanita dengan Non Hodgkins Lymphoma on
chemotherapy mengeluh melihat bayangan hitam seperti telur satu minggu setelah dilakukan
biopsi sumsum tulang. (a) tidak ditemukan kelainan yang jelas pada foto fundus. (b) foto
dengan red-free filter memperlihatkan lesi seperti baji pada daerah superonasal dari fovea 11
Bagian perifer dari retina yang tidak dapat ditangkap dengan foto fundus biasa
dapat menggunakan ultra-widefield imaging. Ultra-widefield imaging memudahkan
pemeriksaan segmen posterior terutama pada pasien dengan pupil kecil atau pada
pasien yang kurang kooperatif. Foto fundus biasa hanya dapat menangkap retina
sebesar 30° sampai 60° sedangkan Optos ultra-widefield imaging dapat menangkap
gambaran retina sampai dengan 200°. Optos dirancang untuk menggambarkan retina
perifer pada pasien yang matanya tidak dilebarkan dengan menghasilkan gambar
yang dapat mengevaluasi infeksi pada beberapa kasus. Sebagai contoh, optos
pseudocolor imaging yang menghasilkan pseudocolor (merah dan hijau) dapat
mendeteksi lesi yang terlewatkan dengan foto fundus biasa pada pasien retinitis
Cytomegalovirus. Foto fundus dapat digunakan bersama dengan autofluorescence
imaging, indocyanine gree angiography dan fluorescein angiography. Kekurangan
foto dengan ultra-widefield imaging adalah resolusi gambar yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan foto fundus biasa. 10,11
13
ataupun panuveitis. FFA merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk menilai luasnya
peradangan pada retinochoroidal dan peradangan pada pembuluh darah, FFA juga
dapat mengamati respon terhadap terapi dan perubahan struktur abnormal yang
berhubungan dengan gangguan pengelihatan.10,11
Dosis yang digunakan untuk FFA adalah 5ml larutan fluorescein dengan
konsentrasi 10%-20%, setara dengan 15mg/kgBB disuntikan dalam waktu 5-10 detik.
Bila pasien tidak dapat diberikan fluorescein intravena, maka dapat diberikan per-oral
dengan dosis 30mg/kg, pengambilan gambar baru bisa dilakukan 20 – 60 menit
setelah kontras diminum. Kulit akan berubah warna menjadi kuning 4-6jam setelah
kontras diberikan. Fluorescein akan dimetabolisme di hati dan dikeluarkan melalui urin
dalam 24 – 36 jam. 2
14
Fluorescein pada umumnya tidak bisa menembus pembuluh darah retina
karena adanya tight junction sel endotel vascular, namun fluorescein dapat
menembus pembuluh darah kapiler di jaringan lain. Fluorescein juga dapat melewati
koriokapiler dan masuk ke lapisan subretina dan intertisium retina bila terjadi
gangguan pada retinal pigment epithelium (RPE) atau intracellular junction seperti
pada serpiginous choroiditis.10,11
15
sistemik.fluorescein akan hilang dari pembuluh darah retina setelah 10
menit. 2,7
Gambar 4: Fluorescein Angiography normal. (a). fase koroid : pengisian koroid yang merata
serta pengisian arteri cilioretinal. (b). fase arteri : pengisian arteri koroid dan retina. (c). Fase
arterivena : pengisian arteri lengkap dan vena laminar awal. (d) fase vena awal : aliran vena
laminar. (e). fase tenang vena : pengisian vena hamper lengkap. (f). fase resirkulasi : yang
lebih lemah dari pewarnaan diskus optikus. 2
16
Pada pasien uveitis, dapat ditemukan adanya inflamasi aktif pada papil nervus
optikus yang tidak spesifik berupa papil yang berwarna merah dan batas papil yang
tidak jelas, pada pemeriksaan FFA kelainan ini menunjukan adanya leakage disekitar
papil nervus optikus, tanda ini menunjukan bahwa terdapat inflamasi aktif. Edema
makula yang disebabkan karena uveitis dapat dideteksi dengan adanya leakage
dengan pola petaloid (seperti mahkota bunga) yang disertai leakage pada nervus
optikus pada pemeriksaan FFA. FFA merupakan pemeriksaan yang baik untuk
mengidentifikasi dan memantau perkembangan komplikasi uveitis yang berkaitan
dengan pembuluh darah seperti oklusi pembuluh darah, neovaskularisasi,
microaneurisma, macroaneurisma, teleangiektasis dan anastomosis arteri-vena.
Gambaran fern pattern dapat ditemukan pada pasien dengan phlebitis pembuluh
darah retina. 11, 12
Gambar 5. Pemeriksaan FFA pada uveitis. (A). Menunjukan adanya edema makula kistoid:
leakage dengan pola seperti petaloid di makula. (B). Gambaran fern pattern pada phlebitis
pembuluh darah retina.11
Pemeriksaan FFA tidak dapat dilakukan pada pasien yang alergi terhadap
fluorescein, pasien dengan gagal ginjal, asma sedang-berat, memiliki penyakit jantung
dan wanita hamil. 2
17
atrofi korioretina dan dapat memberikan gambaran neovaskularisasi pembuluh darah
koroid yang merupakan komplikasi dari uveitis posterior. Pemeriksaan ICGA sangat
bermanfaat untuk menunjang diagnosis chorioretinopathy dengan sebab yang tidak
diketahui (sindrom white dot), sindrom Vogt-Koyanagi-Harada dan sarcoidosis.7
ICGA pertama kali ditemukan di awal tahun. Prinsip kerja ICGA hampir mirip
dengan FFA, menggunakan kontras yang dapat menyerap foton dengan panjang
gelombang tertentu. Kontras pada ICGA memiliki panjang gelombang yang mirip
dengan cahaya infra merah, yaitu 845nm ketika tereksitasi dengan cahaya iluminasi
panjang gelombang 750-800nm. Hemoglobin dan air merupakan komposisi utama
jaringan tubuh manusia, air dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang
diatas 900nm sedangkan hemoglobin hanya dapat menyerap cahaya dengan panjang
gelombang dibawah 650nm. Panjang gelombang 650-900nm disebut dengan optical
window.7
ICGA hanya dapat dilihat dengan infrared fundus camera yang mengeluarkan
cahaya dengan panjang gelombang 850nm. Karena alat ini memiliki panjang
gelombang yang tinggi sehingga dapat menembus pigmen, lemak, cairan dan darah
lebih baik dari fluorescein.7
Gambar 6 : Prinsip kerja ICGA. ICG menyerap cahaya berwarna hijau dengan panjang
gelombang 805nm dan memantulkan cahaya kembali dengan panjang gelombang 835nm. 2,7
18
deposit retina pigmen atau darah. Dosis ICG yang diberikan adalah 25mg dalam 5ml
diikuti dengan 5ml larutan saline flush. Pada ICGA dibagi menjadi empat fase, yaitu :7
1. Fase awal : arteri koroid terisi selama fase awal. Fase ini berlangsung
sekitar 0-1 menit.
2. Mid fase awal : kontras sampai di pembuluh darah koroid dan retina (1-
3menit).
3. Mid fase akhir : kontras mulai menghilang dari pembuluh darah koroid
tetapi kontras masih terlihat di pembuluh darah retina (3-15menit).
4. Fase akhir : pembuluh darah koroid menunjukan hiposianesent dan mulai
menghilang.
Gambar 7. Tahapan ICGA. (a).fase awal : pengisian arteri koroid, (b). mid fase awal: kontras
di koroid dan retina, (c). mid fase akhir: kontras hilang dari koroid. (d). fase akhir:kontras mulai
menghilang. 11
Lesi yang berwarna gelap disebut dengan hiposianesent merupakan lesi yang
paling banyak ditemukan pada kasus uveitis, choriocapillaris hypoperfusion atau
choroidal granuloma. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah suatu penyakit
autoimun dengan kelainan berupa bilateral granulomatosa panuveitis, gangguan pada
kulit, pendengaran dan saraf. Pada pemeriksaan ICGA dapat ditemukan adanya
gambaran kecil lesi hiposianesent yang menunjukan adanya granuloma pada koroid.
gambaran serupa dapat dilihat pada kasus Sympathetic ophthalmia, Multiple
Evanescent White Dot Syndrome dimana menunjukan adanya lesi hiposianesent
yang tampak dalam berbagai ukuran. 7,11
19
Gambar 8: Gambaran ICGA uveitis. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (kiri) dan Multiple
Evanescent White Dot Syndrome (kanan) menunjukan adanya lesi hiposianesent. 11
20
bagian, yaitu lengan sampel dan lengan referensi. Cahaya dari lengan sampel akan
diteruskan ke jaringan sampel kemudian dipantulkan, dibiaskan atau diserap oleh
jaringan dan kembali ke inferometer. Lengan referensi diarahkan ke cermin kemudian
dipantulkan kembali ke interferometer. Gambar yang dihasilkan pada OCT berasal
dari penggabungan dua cahaya ini.6,11,13,14,16
Gambar 9 : Optical Cohorence Tomography . Uveitic makular edema pada pasien dengan
Juvenile idiopathic arthritis.1
Gambar yang dihasilkan pada OCT terbagi atas hiperreflektif dan hiporeflektif.
Hiperreflektif terjadi karena hamburan cahaya yang diterima cukup tinggi sehingga
menghasilkan intensitas piksel yang lebih cerah sedangkan pada hiporeflektif terjadi
penurunan hamburan cahaya sehingga intensitas pixel lebih gelap. Pada segmen
posterior sebagai contoh, lapisan RPE biasanya hiperreflektif, sedangkan cairan dan
vitreus bersifat hiporeflektif. B-Scan retina normal memiliki lapisan hiper dan
hiporeflektif bergantian. Lapisan serat saraf dan RPE sangat hiperreflektif. Sel
ganglion dan lapisan pleksiform hiperreflektif tetapi kurang kuat bila dibandingkan
dengan lapisan serat saraf dan lapisan inti terlihat hiporeflektif.15
21
pada FFA dan ICGA dapat menyebabkan reaksi alergi dan tidak bisa digunakan pada
pasien hamil atau memiliki gangguan ginjal. OCTA tidak dapat mendeteksi leakage
seperti pada FFA dan ICGA, akan tetapi dapat menggambarkan perubahan pembuluh
darah dan dapat mengukur efek inflamasi intraokular secara kuantitatif. OCT dapat
menggambarkan morfologi mikrovaskuler dan memberikan informasi tentang perfusi
pembuluh darah superficial dan yang lebih dalam. OCTA menunjukan bahwa uveitic
makular edema berhubungan dengan perubahan densitas dan morfologi dari pleksus
pembuluh darah bagian dalam. Oleh karena itu OCTA dapat digunakan untuk
membantu menegakan diagnosis dan mengamati pekembangan penyakit pada
uveitis. 1
22
Salah satu fluorofor utama yang terjadi di lapisan luar mata adalah lipofuscin.
dapat r karena aktivitas metabolism RPE. Bila terjadi gangguan yang menyebabkan
peningkatan metabolisme RPE dapat menyebabkan peningkatan akumulasi lipofusin
sehingga memperlihatkan hiperautofluoresensi pada pemeriksaan FAF seperti pada
serpiginous choroiditis, multiple evanescent white dot syndrome. 10,11
Gambar 10. Fundus Autofluorescence. (a) AF normal, tampak diskus optikus dan makula
yang tampak gelap. (b). tampak lesi hipoautofluorescent (c). tampak lesi hiperautofluorescent
disekitar makula 11
Seperti diperlihatkan pada gambar diatas, saraf optik dan pembuluh darah
memperlihatkan warna hitam atau hipoautofluorescent karena kurangnya lipofusin.
Pencitraan FAF pada peradangan menunjukan area autofluoresensi yang abnormal.
Kelainan yang diperlihatkan pada FAF seringkali terlihat lebih banyak bila
dibandingkan dengan foto fundus. Kelainan yang dapat menunjukan gambaran
hipoautofluorescent adalah atrofi RPE, cairan intraretinal, fibrosis atau adanya pigmen
luteal. Hiperautofluorescent dapat terjadi karena endapan subretinal seperti drusen,
lesi vitelliform atau akumulasi dalam sel RPE yang berlebihan, degenerasi makula
23
atau inflamasi korioretinal aktif. Kualitas gambar yang dihasilkan juga dipengaruhi dari
kejernihan vitreus, lensa, kornea atau bilik kamar depan.10,11
24
BAB III
RANGKUMAN
Uveitis adalah peradangan pada iris, badan silier dan koroid yang dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab. Untuk dapat menegakan diagnosis
uveitis diperlukan anamnesis secara menyeluruh, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan laboratorim diperlukan pada beberapa kasus karena uveitis
sering dikaitkan dengan penyakit sistemik. Untuk membantu menegakan diagnosis,
terutama pada uveitis posterior diperlukan pemeriksaan penunjang mata antara lain
fundus photography, fluorescein fundus angiography, indocyanine green
angiography, ultrasonography, optical coherence tomography dan fundus
autofluorescence. Pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan pada kondisi klinis
dengan kecurigaan penyebab yang mendasarinya. Selain untuk membantu
menegakan diagnosis, pemeriksaan ini dapat juga digunakan untuk memantau
perkembangan penyakit dan respon terhadap terapi.
25
DAFTAR PUSTAKA
26