Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

Oleh:

NUR LAYLY ALVIATUN IZZA

NIM : 20191420146011

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Shelfi Dwi Retnani P.S,M.KEP

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES BAHRUL ULUM JOMBANG

1
KATA PENGANTAR

Pertama marilah kita tuturkan puji syukur kita kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, karunia dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan Makalah KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH. Shalawat serta salam tak lupa pula kita sampaikan kepada junjungan
alam nabi besar Muhammad SAW.

Akhirnya Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS.


Dengan selesainya makalah ini, kami ucapkan terimakasih kepada Dosen bu Shelfi dan Kak
Risa yang telah memberikan bimbingan serta arahan kepada kami dalam melaksanakan
makalah sampai selesai.

Saya menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan saran
dan kritik untuk membangun makalah yang lebih baik kedepannya. Akhir kata kami selaku
penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kami berharap semoga tugas
kami ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Jombang, 5 Oktober 2021

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatrik,
dalam arti insiden dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup signifikan. Dengan
bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear. Hilang tulang ini
lebih nyata pada wanita dibanding pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 – 1% per
tahun dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun.
Hilang tulang ini lebih mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks, dan pada
pemeriksaan histologik wanita dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal
mempunyai tulang trabekula < 14% (nilai normal pada lansia 14 – 24% ) . Sepanjang
hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel osteoklas) dan
pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga
tulang dapat membentuk modelnya sesuai dengan pertumbuhan badan (proses
remodelling). Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan
sangat cepat pada usia remaja. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan pengrusakan oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir
perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar dari pembentukan (formasi) maka akan
timbul osteoporosis. Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang
peduli, hal ini terjadi karena ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan
akibatnya. Beberapa hambatan dalam penanggulangan dan pencegahan osteoporosis
antara lain karena kurang pengetahuan, kurangnya fasilitas pengobatan, faktor nutrisi
yang disediakan, serta hambatan-hambatan keuangan.  Sehingga diperluan kerja sama
yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter dan pasien. Pengertian yang
salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena kurangnya pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat sangatlah
mutlak untuk dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam
mengatasi peningkatan angka prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan berperan dalam upaya pendidikan dengan memberikan
penyuluhan tentang pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta
pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan pemerataan
pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta
keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir

3
adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas
pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari osteoporosis ?
2. Apakah etiologi osteoporosis ?
3. Bagaimana manifestasi klinis osteoporosis ?
4. Apakah patofisiologi dari osteoporosis ?
5. Bagaimanakah pathway osteoporosis ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik osteoporosis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis ?
8. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan osteoporosis .
2. Mahasiswa mampu memahami pengertian osteoporosis .
3. Mahasiswa mampu memahami etiologi osteoporosis .
4. Mahasiswa mampu memahami manifestasi osteoporosis .
5. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi osteoporosis .
6. Mahasiswa mampu memahami pathway osteoporosis .
7. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis .
8. Mahasiswa mampu mengetahui cara penatalaksanaan osteoporosis .
9. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis

4
BAB  II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti
kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Penurunan Massa tulang
ini sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan
(destruksi) atau kombinasi dari keduanya.
Osteoporosis dibedakan menjadi 2 yaitu osteoporosis lokal dan osteopororsis umum.
a. Osteoporosis lokal dapat terjadi karena kelainan primer di tulang atau sekunder
seperti akibat imobilisasi anggota gerak dalam waktu lama, dll .
b. Osteoporosis umum primer tipe I : pasca menopause, terjadi pada usia 50-75
tahun, wanita 6-8 kali beresiko dr pd laki-laki , penyebabnya adalah menurunnya
kadar hormon estrogen dan menurunnya penyerapan kalsium.
c. Osteoporosis umum primer tipe II terjadi pada usia 75-85 tahun, wanita  2 kali
lebih  banyak daripada pria, penyebabnya adalah proses penuaan dan menurunnya
penyerapan kalsium.\
d. Osteoporosis umum sekunder dihubungkan dengan pelbagai penyakit yang
mengakibatkan kelainan pada tulang, akibat penggunaan obat tertentu dan lain-
lain.

2. Etiologi Osteoporosis
1. Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai faktor antara
lain :
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang .
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban akan
menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada hubungan
langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.

5
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan
2. Determinan pengurangan massa tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia lanjut
yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti pada
faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor genetic
Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang
dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari
seseorang denfan tulang yang besar.
b. Faktor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang tersebut
pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain
- Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang
rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan
kalsium yang negatif begitu sebaliknya.
- Protein
Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negative
- Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya efisiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium
diginjal.
- Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap penurunan
6
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
- Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang pasti belum diketahui.
3. Manifestasi Klinis Osteoporosis
a.  Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari
atau karena pergerakan yang salah .
e. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
4. Patofisiologi Osteoporosis
Setelah menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan kemudian tidak
diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit diproduksi. Terjadilah
ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan tulang. Osteoklas
menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak lagi bisa diimbangi dengan
pembentukan tulang. Untuk diketahui, osteoklas merusak tulang selama 3 minggu,
sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3 bulan. Dengan demikian,
seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin keropos (dimulai saat
memasuki menopause) dan mudah diserang penyakit osteoporosis.

7
5. PATHWAY

Genetik, gaya hidup, alcohol,


penurunan produksi hormon

Kemunduran
struktural Penurunan massa
jaringan tulang

Osteoporosis ( gangguan
musukuloskeletal )
Kerapuhan
nyeri
tulang

Kiposis Keseimbangan
(gibbus) tubuh menurun
fraktur

Perubahan Resiko
Defisit perawatan bentuk tubuh, cidera
diri penurunan TB

Hambatan
mobilitas
fisik

8
6. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
a) X-ray
b) Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
c) Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase
d)  Quantitative ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan
gelombang suara
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra
kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi
bikonkaf. Pemeriksaan laboratorium (misalnya kalsium serum, fosfat, serum,
fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit,
laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis medis lain (misalnya ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dll) yang juga
menyumbang terjadinya kehilangan tulang. Absorbsiometri foton-tunggal dapat
digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi
pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry
(DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada
tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi tulang
osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi. .
Penatalaksanaan Osteoporosis :
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup,
dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan, dapat
melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Pada menopause, terapi penggantian
hormon dengan estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang diakibatkannya.
Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis
termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat. Kalsitonin secara
primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi subkutan atau
intramuskular. Efek samping (misalnya : gangguan gastrointestinal , aliran panas ,
frekuensi urin ) , biasanya ringan dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium
florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.

9
A. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita osteoporosis terdiri atas:
a. Penyuluhan Penderita
Pada penderita osteoporosis, faktor resiko di luar tulang harus diperhatikan
program latihan kebugaran tubuh (fitness), melompat, dan lari tidak boleh
dilakukan karena resiko besar patah tulang. Berdirilah tegak kalau jalan,
bekerja, menyetrika, menyapu (gunakan sapu dengan tangkai panjang) dan
masak. Duduklah tegak kalau bekerja, masak, sikat gigi dan mencuci. Tidak
boleh mengepel lantai dengan berlutut dan membungkuk karena resiko patah
tulang pinggang cukup besar. Untuk memperkuat dan mempertahankan
kekuatan neuromuskuler memerlukan latihan tiap hari atau paling sedikit 3
hari sekali. Berdansa santai dan jalan kaki cepat 20 — 30 menit sehari adalah
sehat dan aman untuk penderita osteoporosis.
Penderita perlu menyadari besarnya resiko jatuh. Setelah makan atau
tidur, duduk sebentar dulu sebelum berdiri dan pada permulaan berdiri
berpegangan dahulu pada tepi meja makan. Mereka yang sering kehilangan
keseimbangan bahan perlu memakai tongkat/walker.
b. Pencegahan
- Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang dan
neuromuskler yang maksimal. Ini dimulai dari balita, remaja dewasa umur
pertengahan sampai umur 36 tahun. Beberapa hal penting pada
pencegahan primer:
Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari selama masa remaja
Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri. Minimal jalan kaki 30
menit tiap hari.
Mengurangi faktor resiko rapuh tulang seperti merokok, alkohol dan
imobilisasi.
Menambah kalsium dalam diet sebanyak 800 mg sehari pada manula
Untuk wanita resiko tinggi penambahan estrogen, difosfonat atau
kalsitonin harus dipertimbangkan.
- Pencegahan sekunder yaitu pemberian hormon-hormon estrogen
progesterone. Hormon-hormon ini dilaporkan menghentikan setidak-
tidaknya mengurangi kehilangan tulang selama menopause.
10
- Pencegahan tersier dilakukan bila penderita mengalami patah tulang pada
osteoporosis atau pada orang yang masuk lanjut usia (lansia).

c. Pemberian Gizi Optimal


Pencegahan primer bertujuan agar kepadatan tulang yang maksimal tercapai
pada umur 36 tahun. Pencegahan sekunder bertujuan menghambat kehilangan
kepada tulang waktu menopause dengan pemberian hormon pengganti.
Selanjutnya kehilangan kepadatan tulang pada lansia dihambat dengan
pencegahan tersier. Pencegahan primer, sekunder dan tersier dilaksanakan
melalui pengaturan gizi yang optimal, dibarengi dengan aktivitas fisik dan
olahraga yang sesuai dengan umur dan stadium kerapuhan tulang penderita.
Kebutuhan kalsium sehari—hari untuk mencegah osteoporosis:
Sebelum menopause kebutuhan sehari 800 — 1000 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1000— 1200 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1200 — 1500 mg kalsium
d. Upaya Rehabilitasi Medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan
penderita osteoporosis
Latihan/exercise , latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang
lebih besar dari pada resorbsi tulang.
Pengobatan Pada Patah Tulang :
Pada orang tua dengan keluhan nyeri yang hebat pada lokalisasi tertentu
seperti pada punggung, pinggul, pergelangan tangan, disertai adanya riwayat
jatuh, maka perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui
adanya patah tulang. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan
adanya patah tulang, maka harus dipertimbangkan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
1. Menghilangkan nyeri disertai pemberian obat-obatan untuk membangun
kekuatan tulang, yaitu kalsium dan obat-obat osteoporosis
2. Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan tangan.
Tindakan menarik tulang pada panggul dan dilanjutkan dengan tindakan
operasi pada panggul dengan mengganti kepala panggul pada patah leher
paha.
11
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
A. Gambaran Kasus
Contoh kasus pasien dengan Osteoporosis :
Ny K dengan umur 54 tahun, sejak 1 bulan yang lalu mengeluh nyeri pada
punggung dan tulang belakang. Siklus menstruasinya sudah berhenti sekitar 3
tahun yang lalu. Untuk mengatasi keluhannya, dia minum Natrium Diklofenak
tablet 2X50 mg sehari. Beberapa saat nyeri bisa berkurang, namun kemudian
sering kambuh lagi.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
Pengkajian
a. Identitas
Dalam pengkajian identitas informasi yang harus di tulis meliputi nama ,
umur , alamat , tanggal lahir , pekerjaan , suku / bangsa , jenis kelamin ,
tanggal masuk rumah sakit , jam masuk rumah sakit , diagnose medis dan
nomor registrasi .
b. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama
Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian .
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien saat munculnya gejala sampai
pada saat dilakukan pengkajian .
 Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji riwayat penyakit yang pernah di alami pasien .
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dan penyakit menular dalam
keluarga pasien .
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : Melihat kondisi umum pasien .

12
b) Tingkat kesadaran : Memeriksa tingkat kesadaran pasien dan respon
pasien
c) Tanda tanda vital : Mengukur tekanan darah , nadi , suhu dan
Pernafasan

d) Head to toe : pemeriksaan head to toe diilakukan dari kepala sampai


kaki , namun data yang lebih di fokuskan meliputi pemeriksaan pada :
 Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat , karena
penekanan pada fungsional paru .
 Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung , tensi meningkat , nadi , suhu .
 Psikososial
Osteoporosis menimbulkan depresi , ansietas , gangguan tidur dan
ketakutan akan jatuh .
 Kemampuan bergerak
Ekstermitas atas , ekstermitas bawah , pergerakan sendi , dan
kekuatan otot
 Sistem Syaraf
Tingkat kesadaran pasien (fungsi selebral )
 Sistem Pencernaan
Pembatasan Pergerakan dan deformitas spinal
 Sistem Komunikasi
Kemampuan pasien dalam berkomunikasi
d. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
- Kebiasaan minum alkohol, kafein
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
- Penggunaan steroid

13
2. Pola nutrisi metabolic
- Inadekuat intake kalsium
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
- Fraktur
- Badan bungkuk
- Jarang berolahraga
5. Pola tidur dan istirahat
- Mengkaji ada tidaknya gangguan pada saat istirahat tidur , frekuensi
tidur dan kualitas tidur .

6. Pola persepsi kognitif


- Mengkaji fungsi panca indra dan pengetahuan pasien tentang
sakitnya .
7. Pola Konsep diri
- Mengkaji persepsi pasien tentang dirinya saat kondisi pasien sedang
sakit .
8. Pola Koping
- Mengkaji cara pasien saat menghadapi masalah yang mengganggu
misalnya stres, cemas karena penyakitnya
9. Pola Reproduksi Seksual
- mengkaji perkembangan psikoseksual pada pasien.
10. Pola Peran dan Hubungan
- Mengkaji peran dan hubungan pasien dengan keluarganya .
e. Pemeriksaan Diagnostik : Memeriksa keadaan pasien dengan
menggunakan X-ray , Bone Mineral Density (BMD) untuk mengukur
densitas tulang , Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase , Quantitative
ultrasound (QUS) mengukur densitas tulang dengan gelombang suara
f. Program Terapi : Pemberian terapi obat dan terapi fisik sesuai dengan
advice dokter dan penyakit yang di derita pasien .
C. Analisa Data : Mengumpulkan data yang berfokus pada diagnosa yang
diangkat .
D. Diagnosa Keperawatan

14
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan ,
kendali , atau massa otot.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh .
E. Intervensi Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan ,
kendali atau massa otot .
Tujuan :
Intervensi :
O : Kaji tingkat kemampuan klien untuk bergerak
r : untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam menggerakkan
anggota tubuh
N : Lakukan latihan ROM aktif dan ROM Pasif
r : untuk mempertahankan dan mengembalikan fleksibilitas sendi
E : Ajarkan pasien teknik ambulasi dan berpindah yang aman
r : untuk menumbuhkan kemandirian pasien dalam beraktivitas
K : Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan
r : untuk mengembangkan kemampuan pasien dalam mobilitas
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang .
Intervensi :
O : Monitoring keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan
pada tanda vital dan emosi/prilaku)
r : untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan pasien
N : Lakukan teknik relaksasi
r : untuk membantu mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
E : Ajarkan pasien teknik nafas dalam ketika nyeri tiba-tiba muncul
r : untuk membantu pasien mengurangi rasa nyeri yang tiba-tiba muncul
K : Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi dan program terapi ,
contoh : analgesik
15
r : untuk membantu mengurangi nyeri dengan terapi farmakologi sesuai
program terapi
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
O : Observasi tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas
r :untuk mengetahui kebutuhan aktivitas mandiri pasien yang tidak
terpenuhi
N :Bantu pasien dalam melakukan perawatan diri
r :untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar dan
aktivitas perawatan diri pasien
E :Dorong kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas dan perawatan
mandiri
r :untuk meningkatkan kemampuan kemandirian pasien dalam
melakukan perawatan diri sesuai kemampuan pasien
K :Kolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi kebutuhan mandiri
pasien
r :untuk membantu pasien mendapatkan perawatan dari keluarga
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera/injuri tidak terjadi.
Intervensi :
O :identifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera
r :untuk mengetahui faktor resiko dalam meningkatkan keamanan pasien
N : Manajemen lingkungan yang aman untuk pasien
r : untuk memfasilitasi keamanan
E : Ajarkan perilaku yang kondusif
r : untuk menjaga kesehatan , keseimbangan tubuh
K : Kolaborasikan dengan tim medis penggunaan alat bantu
r : untuk membantu pasien dalam menjaga keamanannya
F. Implementasi Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan ,
kendali atau massa otot .
a. Mengkaji tingkat kemampuan klien untuk bergerak
b. Melakukan latihan ROM aktif dan ROM Pasif
c. Mengajarkan pasien teknik ambulasi dan berpindah yang aman
16
d. Mengkolaborasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
a. Memonitoring keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
b. Melakukan teknik relaksasi
c. Mengajarkan pasien teknik nafas dalam ketika nyeri tiba-tiba muncul
d. Mengkolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi dan program terapi
, contoh : analgesik
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a. Mengbservasi tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas
b. Membantu pasien dalam melakukan perawatan diri
c. Mendorong kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas dan
perawatan mandiri
d. Mengkolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
mandiri pasien

4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal


dan ketidakseimbangan tubuh.
a. Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
cedera
b. Memanajemen lingkungan yang aman untuk pasien
c. Mengajarkan perilaku yang kondusif
d. Mengkolaborasikan dengan tim medis penggunaan alat bantu
G. Definisi
Osteoporosis adalah kondisi saat kualitas kepadatan tulang menurun.
Kondisi ini membuat tulang menjadi keropos dan rentan retak. Osteoporosis
umumnya baru diketahui setelah ditemukan retak pada tulang, setelah pasien
mengalami jatuh ringan
H. Implementasi

I. Evaluasi

17
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali ,
kekuatan atau massa otot :
a. Melihat kemampuan pasien dalam menggerakkan anggota tubuhnya
secara mandiri atau dengan di bantu
b. Melihat pasien melakukan gerakan ROM
c. Memantau peningkatan pergerakkan pasien pada saat ambulasi
d. Memantau perubahan kemampuan pasien untuk mobilitas setelah
dilakukan terapi
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
a. Mengobservasi kembali skala nyeri yang dirasakan pasien.
b. Melihat perkembangan dan mengkaji kembali skala nyeri pasien
setelah dilakukan teknik relaksasi
c. Melihat klien dapat mendemonstrasikan teknik nafas dalam yang
diberikan atau tidak.
d. Melihat efek obat setelah diberikan pada pasien.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a. Mengkaji ulang kebutuhan aktivitas mandiri pasien yang belum
terpenuhi
b. Melihat kembali tingkat kenyamanan pasien terhadap dirinya setelah
dilakukan perawatan diri
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
a. Memantau tidak adanya resiko jatuh pada pasien.
b. Memantau aktivitas yang dilakukan pasien .
c. Memantau reaksi obat yang telah diberikan

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per unit
volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap
trauma minimal. Secara histopatologis osteoporosis ditandai oleh berkurangnya
ketebalan korteks disertai dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula
tulang .

B. Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan berperan
dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian
osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis.
Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam
melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja
sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini
akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer.  Jakarta : PT Bhuana Ilmu


Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT
Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

20
Diagnosa Tujuan dan Kiteria Hasil Intervensi
No Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1 Kode Kode L.08066 : Tingkat Kode. 1.09326 : Terapi relaksasi
diagnosis: nyeri
D.0077 Observasi :
Nyeri akut Tujuan : Setelah 1. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berhubungan dilakukan tindakan berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
dengan agen keperawatan selama kognitif
pencedera 3x24 jam diharapkan 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah digunakan
biologis nyeri berkurang dengan 3. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
kriteria hasil : sebelum dan sesudah latihan
Skala Terapeutik :
Indikator pencapaian 1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
(Menurun) 2. Gunakan pakaian longgar
Keluhan nyeri 5 3. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
Meringis 5 4. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik
Sikap protektif 5 atau tindakan medis lain
Gelisah 5 Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis. relaksasi napas dalam, relaksasi genggam jari)
2. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
3. Anjurkan mengmabil posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
genggam jari)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik

2 Kode Kode L.05042 : Kode:1.06171 : Dukungan Ambulasi


diagnosis : Mobilitas fisik
D.0054 Observasi:
Gangguan Tujuan : Setelah 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

21
mobilitas fisik dilakukan tindakan 2. Identifikasi kondisi umum selama melakukan ambulasi
berhubungan keperawatan selama Terapeutik:
dengan nyeri 3x24 jam diharapkan 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi (mis. Kursi roda)
klien dapat melakukan 2. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
mobilitas fisik dengan 3. Libatkan keluarga dalam membatu mobilisasi
kriteria hasil : Edukasi :
Skala 1. Jelaskan tuuan dan prosedur ambulasi
Indikator pencapaian 2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
(Menurun) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan
Nyeri 5 dari tempat tidur ke kursi roda, atau berjalan dari tempat tidur ke
Kecemasan 5 kamar mandi)

22

Anda mungkin juga menyukai