Anda di halaman 1dari 21

VULKANISME

Disusun Oleh :
1. Erika Sofiani (08021181722015)
2. Nurkamisari (08021181722053)
3. Nur Susilawati (08021381722075)
4. Putri Oktari (08021381722079)

Dosen pengampu: 1. Drs. Pradanto , P DEA


2. Erni, S.Si, M.Si.

JURUSUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan
anugerah-Nya kepada penulis sehingga dapatt menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah fisika batuan dengan tepat waktu. Selain untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah fisika batuan yang telah diberikan, tujuan penulis untuk membuat makalah ini
adalah untuk menjelaskan dan memahami tentang Vulkanisme.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa pada makalah ini masih
banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Oleh karena itu kami memohon kepada pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Indralaya, 31 Maret 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... I

DAFTAR ISI………........................................................................................................II

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1. Latar belakang ..................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2

1.4. Manfaat ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

2.1. Vulkanisme ......................................................................................................... 3

2.2. Proses Terbentuknya Gunung Api ...................................................................... 6

2.3 Karakteristik Letusan dan Potensial Ancaman Bahanya……………………......9

2.4 Fenomena "Pulau Gunungapi" (Volcano Island) dan "Gunungapi Bawah Laut"

(Submarine Volcano)…………………………………………………….........12

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 17

DAFTAR PUS(TAKA ................................................................................................... 18

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki gunung api, baik yang aktif
maupun yang tidak aktif, di darat atau di laut. Gunung api di Indonesia terbentang dari
barat ke timur dari Sumatera, Jawa sampai Laut Banda. Semua gunung itu berada
dalam satu rangkaian Busur Sunda. Selain itu, gunung api terdapat di Sulawesi utara,
Halmahera dan lainnya. Karena satu rangkaian, mekanisme masing-masing gunung
pun kurang lebih sam atau karakternya kurang lebih sama juga. Mekanismenya terjadi
di bawah laut. Tepatnya di lapisan lithosfer bumi, tempat terjadinya subdaksi atau
penunjaman akibat pergeseran lempeng India-Australia, yakni tempat Indonesia dan
gunung itu berada.
Beberapa gunung api di Indonesia di sepanjang Sumatera dan Jawa sudah mulai
memperlihatkan gejala keaktifannya setelah sekian lama “istirahat” dari aktivitasnya.
Mulai dari gunung Talang di Sumatera Barat, gunung Papadadayan di Garut, gunung
Tangkubanperahu, anak gunung krakatau dan terakhir Gunung Sitoli di
Sumatera.Aktivitas vulkanisme dapat mengakibatkan bentuk bencana alam yang
menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara
(Hariyanto, 1999:14) mengemukakan bahwa ‘magma yang terkandung dalam gunung
api merupakan faktor penting yang mengontrol proses aktivitas gunung api tersebut,
mulai dari getaran yang diakibatkan sampai keluarnya aliran lava (erupsi).’
Di satu sisi gunung memberikan panorama keindahan bagi yang melihatnya, selain
itu udara sejuk telah memberikan kenyamanan bagi yang tinggal di sekitar gunung
tersebut. Namun di sisi lain ketika gunung itu menumpahkan isinya sehingga
menimbulkan bencana bagi daerah sekitarnya, bahkan jika letusannya dahsyat akan
banyak menelan korban jiwa, selain itu banyak orang kehilangan harta benda yang
dimilikinya akibat letusan gunung api tersebut. Maka perlu adanya upaya untuk
meminimalkan dampak dari bencana tersebut agar bencana itu tidak terlalu banyak
menelan korban(Nandin.,2006 ).

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu vulkanisme ?
2. Apa itu Gunung api ?
3. Bagaimana proses terjadinya gunung api ?
4. Apa saja Jenis-Jenis Gunung api ?
5. Dimana saja Area terbentuknya gunung api ?
6. Apa saja Material yang dihasilkan oleh Gunung api ?
7. Bagaiamana dengan Karakteristik Letusan dan potensi ancaman bahayanya ?
8. Bagaimana Fenomena “Pulau Gunungapi” dan “Gunungapi bawah laut” ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini dibuat untuk mengetahui apa itu gunung api dan
pembentukan terjadinya gunung api tersebut, mengetahui area terbentuknya gunung,
material yang dihasilkan oleh gunung api, karakteristrik letusan dan potensi ancaman
bahayanya, serta fenomena “Pulau Gunungapi” dan “Gunungapi bawah laut”.
1.4. Manfaat
Pembaca dan penulis dapat mengetahui apa itu gunung api, jenis-jenis gunung api,
area terbentukan gunung api, material yang dihasilkan oleh gunung api, karakteristik
letusan dan potensi ancaman bahayanya, serta fenomena “Pulau Gunungapi” dan
“Gunung bawah laut”.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Vulkanisme
2.1.1. Pendahuluan
Peristiwa yang berhubungan dengan keluarnya magma dari dalam bumi ke
permukaan bumi disebut vulkanisme. Atau segala kegiatan magma dari lapisan dalam
litosfera ke lapisan yang lebih atas atau keluar permukaan bumi(dalam arti luas).
Magma adalah campuran batuan cair pijar, liat, dan sangat panas yang terdapat pada
lapisan kerak bumi dan disebut lava setelah keluar ke permukaan bumi. Intrusi dan
ekstrusi magma :
• Intrusi magma
Aktivitas magma di dalam lapisan litosfera, memotong atau menyisip litosfer dan
tidak mencapai permukaan bumi. Intrusi magma disebut juga plutonisme.
Bentuk-bentuk intrusi magma :
1. Batholit, yaitu batuan beku yang terbentuk dari dapur magma terjadi karena
penurunan suhu yang lambat.
2. Lakolit, yaitu magma yang menyusup diantara lapisan batuan yang
menyebabkan lapisan batuan diatasnya terangkat sehingga cembung
sedangkan alasnya rata.
3. Sill, adalah lapisan magma tipis yang menyusup diantara lapisan batuan
diatas, datar dibagian atsnya.
4. Gang, adalah batuan dari intrusi magma yang memotong lapisan batuan
yang berbentuk pipih atau lempeng.
5. Apofisa, merupakan cabang dari irupsi korok (gang).
6. Diatrema, adalah batuan yang mengisi pipi letusan.
• Ekstrusi magma
Kegiatan magma yang mencapai permukaan bumi disebut ekstrusi magma. Ektrusi
magma merupakan kelanjutan dari intrusi magma (Plutonisme). Bahan yang
dikeluarkan pada saat terjadi proses ekstrusi magma terutama ketika terjadi letusan

3
gunung api, adalah dalam bentuk material padat disebut eflata / piroklastik dan
dalam wujud cair berupa lava dan lahar, serta dalam wujud gas seperti belerang,
nitrogen, gas asam arang dan gas uap air. Menurut bentuknya ekstrusi magma
dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Ekstrusi sentral, yaitu magma keluar melalui sebuah saluran magma (pipa
kawah) dan membentuk gunung-gunung dan letaknya tersendiri. Ekstrusi
melahirkan tipe letusan gunung api. Contohnya Gunung Krakatau dan
Gunung Verurius.
2. Ekstrusi linier, yaitu magma keluar melalui retakan atau celahan yang
memanjang sehingga mengakibatkan terbentuknya deretan gunung api yang
kecil-kecil disepanjang retakan itu. Contohnya Gunung Api Laki di Pulau
Eslandia( Api Spleet) yang memanjang 30km.
3. Ektrusi areal, yaitu magma keluar melalui lubang yang besar, karena
magma terletak sangat dekat dengan permukaan bumi sehingga magma
menghancurkan dapur magma yang menyebabkan magma melelh keluar
kepermukaan bumi.
(Nursaban,2006).
Aktivitas vulkanisme gunung berkaitan dengan dapur magma yang menyebabkan
adanya perubahan bentuk badan gunung berupa pengembangan (inflation) atau
pengempisan (deflation). Vulkanologi merupakan sebuah studi mengenai kenaikan
magma (batuan meleleh) menuju mantel dan kerak Bumi dan erupsinya pada
permukaan Bumi. Vulkanologi menguraikan tentang evolusi dari magma dan
pergerakannya serta erupsinya.
Di bawah lapisan kerak bumi (litosfer) terdapat lapisan mantel (selubung) yang
berisikan batuan cair-liat yang sangat panas. Adanya tekanan yang sangat tinggi dari
lapisan mantel ini menyebabkan batuan cair-liat tersebut bergerak ke atas melewati
retakan-retakan atau patahan pada lapisan keraisan kerak bumi. Pada magma menembus
lapisan kulit bumi, sebagian kulit bumi akan mencair dan meleleh sehingga terbentuk
rongga besar dan terisi oleh magma. Rongga besar yang terisi oleh magma ini disebut
dengan dapur magma. Jika terdapat retakan atau patahan di atas dapur magma maka
magma akan menerobos ke atas dan dapat mencapai permukaan bumi. Magma yang
keluar ke permukaan bumi disebut dengan lava. Lava pijar yang mengalir di permukaan

4
bumi suhunya masih sekitar 25ᵒ - 400ᵒ C. Setelah beberapa waktu suhu lava akan
semakin dingin dan akhirnya membentuk batuan beku.
Proses pembentukan magma tidak hanya terjadi di permukaan bumi, tetapi juga
tejadi di dalam bumi dan di sela-sela kulit bumi. Oleh karena itu batuan beku dibedakan
menjadi :
1. Batuan beku yang berasal dari magma yang pembentukannya terjadi di
permukaan bumi disebut dengan batuan beku luar. Biasanya proses pendinginan
lava berlangsung dengan cepat sehingga pembekuan batuan terjadi secara merata.
Adanya pembekuan lava secara cepat kadang-kadang menyebabkan gas-gas
yang ada dalam belum sempat keluar sehingga terbentuk batu apung (pumise).
Batu apung ini jika ditaruh di air akan mengapung.
2. Batuan beku yang terbentuk sebagai akibat pembekuan magma yang melewati
retakan di sela-sela kulit bumi disebut dengan batuan beku gang (korok). Jika
penyusupan magma tersebut relatif tegak lurus terhadap lapisan kulit bumi
disebut dike. Jika penyusupan magma ke atas dan kemudian membelok sejajar
dengan lapisan kulit bumi disebut dengan sill.
3. Batuan beku yang proses pembekuannya berada jauh di bawah permukaan bumi
disebut dengan batuan beku dalam. Proses pembekuan yang terjadi pada batuan
ini berlangsung lambat sehingga terjadi pengkristalan. Inilah yang menyebabkan
salah satu cirri dari batuan beku dalam berbentuk Kristal-kristal besat (holo
Kristal).
(Nursaban,2006).
2.1.2. Gunung Api
Gunungapi merupakan sebuah rekahan dalam kerak bumi yang menjadi tempat
keluarnya magma, gas, atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Bahan utama
pembentuk gunungapi adalah magma, yaitu suatu fluida kompleks yang terdiri dari
batuan cair dengan suhu yang sangat tinggi yang berasal dari dalam perut bumi yang
kemudian magma yang muncul ke permukaan bumi ini disebut sebagai lava(Islamiyah
dkk., 2018). Menurut Koesoemadinata, (1977, dalam Nandi, 2006) menyatakan bahwa
gunup api adalah lubang atau saluran yang menghubungan suatu wadah berisi bahan
disebut magma. Suatu ketika bahan tersebut ditempatkan melalui saluran bumi dan
sering terhimpung disekelilingnya sehingga membangun suatu kerucut yang dinamakan

5
kerucut gunung api. Sementara itu Macdonald (1972 dalam Bronto, 2006) menyatakan
bahwa “volcano is both the place or opening from which molten rock or gas, and
generally both, issues from the earth’s interior onto the surface, and the hill or
mountain built up around the opening by accumulation of the rock material” (gunung
api adalah tempat atau bukaan dimana batuan kental pijar atau gas, umumnya keduanya,
keluar dari dalam bumi ke permukaan, dan tumpukan bahan batuan di sekeliling lubang
kemudian membentuk bukit atau gunung)
2.1.3. Jenis-Jenis Gunung Api
Bentuk dan struktur kawah gunung api dipengaruhi oleh geometri pipa
kepundannya, yaitu dalam bentuk tabung (central vent) yang membentuk bentang alam
gunung api kerucut tunggal (monogenetic), atau bentuk rekahan (fifi sure) yang
memanjang, sehingga membentuk bentang alam berupa deretan kerucutkerucut
(polygenetic)(Pratomo, 2006). Beberapa jenis gunung api diantaranya:
a) Stratovolkano
Gunung berapi jenis ini umumnya tinggi dan terdiri atas lapisan lava mengeras serta
abu vulkanik. Gunung berapi ini terdiri atas lapisan-lapisan. Hampir 99% gunungapi di
Indonesia termasuk stratovulkano.
b) Perisai
Gunung berapi ini bentuknya landai dan sedikit menggelembung. Terbentuk dari
lava yang mengalir dengan lancar. Seperti Hawaii.
c) Cinder Cone
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar
di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di
puncaknya. Jarang yang tingginya diatas 500 meter dari tanah disekitarnya.
d) Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar
ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan . seperti Gunung Bromo dan Gunung
Batok(Nandi, 2006).

6
Gambar 2.1. Beberapa bangun tubuh gunung api aktif di Indonesia, antara lain kerucut strato
Gunung Merapi (kiri atas), kaldera dengan kerucut aktif Gunung Barujari di
dalamnya kaldera Rinjani (kanan atas), kawah tapal kuda Gunung Papandayan
(kiri bawah) dan danau kawah Gunung Kelud (kanan bawah) (Pratomo, 2006).
2.2. Proses Terbentuknya Gunung Api
Proses terbentuknya gunungapi umumnya terjadi pada daerah yang berada pada
zona subduksi. Pada zona ini akan terbentuk retakan yang akan menjadi jalan keluar
magma ke permukaan bumi. Magma yang muncul ke permukaan bumi akan mengalami
diferensiasi akibat adanya perbedaan tekanan saat naik menuju puncak gunung.
Perbedaan tekanan ini menyebabkan sifat fisik magma akan berubah sehingga
berpengaruh tipe struktur gunungapi dan jenis letusannya. Magma yang mengalami
peningkatan berinteraksi dengan batuan dan fluida di sekitarnya. Interaksi ini
menimbulkan adanya rekahan batuan sehingga menjadi jalur baru bagi magma untuk
mengalir dan terkumpul pada suatu reservoir bawah tanah. Pembentukan jalur baru dan
perubahan tekanan di dalam reservoir menimbulkan adanya tekanan sehingga merusak
batuan di sekitarnya. Kerusakan batuan ini menimbulkan adanya perubahan bentuk dari
gunung dan perubahan inilah yang disebut sebagai deformasi( Islamiyah dkk., 2018).
2.2.1. Area Terbentuknya Gunung Api
1) Terbentuknya di daerah punggungan tengah samudera tempat berpisahnya
/mekarnya lempeng kulit bumi yang pecah saling menjauhi.

7
2) Terbentuk pada pertumbukan antara lempeng benua dengan lempeng samudera dan
lempeng samudera dengan lempeng samudera.
3) Terbentuk pada titik panas tempat keluarnya magma ke permukaan (di benua
maupun di samudera).
Magma yang keluar permukaan bumi dari proses ekstrusi dinamakan lava. Proses
ekstrusi dan erupsi dari lubang keluarnya magma dapat dibedakan menjadi dua tipe,
diantaranya:
a) Erupsi linier atau erupsi belaha, yaitu magma keluar melalui retakan dan celah-celah
yang ada dibumi. Magma yang keluar umumnya berupa lava cair yang sangat sedikit
mengandung material-material lepas.
b) Erupsi sentral, yaitu magma yang keluar melalui diatrema dan kepundanan. Diatrema
merupakan lubang berupa pipa pada gunung api yang menghubungkan dapur magma
dengan kepundan atau dasar kawah gunungapi. Erupsi sentral terdiri atas tiga macam
seri, tergantung pada tekanan yang terdapat dalam magma, yaitu :
1. Erupsi efusif atau lelehan, karena magma bersifat encer dengan tekanan lemah
sehingga hanya menimbulkan lelehan lava melalui rekahan yang terdapat pada
tubuh gunung api.
2. Erupsi eksflosif, yaitu keluarnya magma kepermukaan bumi dengan cara ledakan
akibat magma memiliki tekanan yang tinggi, erupsi ini dikenal dengan letusan
gunungapi, menyemburnya material vulkanik yang berupa padat dan cair.
3. Erupsi campuran, perselingan antara seri lava dan eksplosif, membentuk strato
yang terdiri atas pelapisan lava dan bahan-bahan lepas.
2.2.2. Material yang dihasilkan dari GunungApi
Dari letusan gunungapi maka akan menghasilkan material-material yang dibawa
akibat letusan tersebut diantaranya:
a. Lava adalah cairan larutan silika pijar yang mengalir keluar dari dalam bumi
melalui kawah gunung api atau melalui celah patahan yang sumbernya membentuk
aliran seperti sungai melalui lembah dan membeku menjadi batuan.
b. Awan panas(neu ardentes/aliran piroklastik), terdiri dari batuan yaang pijar bersuhu
tinggi (>600 C).
c. Abu/pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik adalah bahan material vulkanik jatuhan
yang disemburkan keudara saat terjadi letusan kawah sampai radius 5-7 kilometer

8
dari kawah dan yang berukuruan halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan
kilometer sampai ribuan kilometer.
d. Gas vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung api,
umunya dikeluarkan saat terjadi letusan freatik.
e. Hujan lumpur, terjadi bila kawah terdapat danau, maka bila terjadi suatu letusan
dapat menghasilkan hujan lumpu.
f. Lahar letusan, terjadi pada gunungapi yang mempunyai danaukawah, seperti
digunung Kelud saat letusan pada tahun 1996.
g. Aliran lahar, terjadi pada suatu gunungapi yang baru meletus sehingga banyak
materi yang lepas disekitar puncak terhanyutkan dan bercampur batuan lama
disekitar lembah dan mengalir serta merusak tempat yang dilewatinya, kemudian
diendapkan(Nandi, 2006).
2.3. Karakteristik Letusan dan Potensial Ancaman Bahayanya
Menurut Pratomo,(2006) berdasarkan dari beberapa erupsi yang pernah terjadi sejak
1772 hingga tahun 2000-an pada gunungapi di Indonesia, letusan dapat dibedakan
menjadi beberapa karakteristik antara lain:
1. Letusan Kaldera
Letusan kaldera merupakan letusan raksasa dengan pelepasan energi yang sangat
besar. Diperlukan waktu yang cukup panjang (ratusan tahun) untuk terjadinya
perulangan letusan dengan karakter yang sama (kaldera). Letusan kaldera, biasanya
dicirikan oleh terjadinya letusan tipe Plini atau ultra-Plini, disertai oleh aliran awan
piroklastika dalam jumlah besar (beberapa km3). Beberapa contoh letusan kaldera
yang terjadi pada gunungapi di Indonesia adalah Krakatau pada tahun 1883 dan
Tambora pada tahun 1815. Letusan Tambora (1815) menghasilkan endapan tefra
(jatuhan piroklastika) mencapai 150 km3, sedangkan volume aliran piroklastikanya
mencapai 5,7 km3. Aliran piroklastika (awan panas letusan) adalah ancaman paling
merusak dan membunuh karena terjadi bersamaan dengan letusan gunung api dan
mempunyai tenaga mekanik yang sangat besar, ditunjang oleh gaya gravitasi
(meluncur di lereng), sehingga dapat mencapai kecepatan lebih dari 60 km/jam dan
magmatik mempunyai suhu yang dapat mencapai 800oC. Jatuhan piroklastika
tersebar menurut arah angin dominan pada saat terjadinya letusan. Fraksi halus (abu)
yang tersebar paling jauh selaras dengan tinggi kolom asap letusan (eruptive plume).

9
Dampak langsung sebaran tefra ini terhadap sarana transportasi udara, karena abu
letusan yang mengandung unsur silika dapat merusak mesin pesawat udara (korosif).
Dalam skala regional terbukti mengganggu kesehatan (pernapasan dan penglihatan),
mencemari sumber air dan merusak tanaman, sehingga dapat memicu terjadinya
bencana kelaparan. Sedangkan dalam sekala global terbukti dapat memicu terjadinya
perubahan iklim global.
2. Pasca Letusan Kaldera
Suatu kegiatan vulkanik biasanya diawali oleh tumbuhnya kerucut lava atau
skoria pada dasar kaldera. Pada umumnya letusan yang terjadi adalah tipe Stromboli
(magmatik) atau tipe Maar (freato-magmatik) karena posisi dapur magmanya relatif
dangkal dengan sistem terbuka, sehingga tidak terjadi akumulasi energi yang besar.
Letusan tipe ini pada umumnya menghasilkan lontaran-lontaran bom volkanik
bertekstur skoria (tipe Stromobli) atau bercampur dengan abu dan material klastika
lainnya (tipe Maar). Tersebar dalam radius yang tidak terlalu luas dan membentuk
kerucut skoria atau kerucut sinder (cinder-cone). Periode letusan gunung api tipe ini
pada umumnya relatif pendek kurang dari 10 tahun. Dalam pertumbuhan selanjutnya
kerucut lava tersebut akan berkembang menjadi gunung api strato (komposit) yang
secara bertahap selaras dengan dinamika dan evolusi magmanya seperti yang terjadi
pada beberapa gunungapi di Indonesia, yaitu Doro Api Toi (kaldera Tambora),
Gunung Barujari (kaldera Rinjani), Gunung Batur (kaldera Batur), Gunung Bromo
(kaldera Tenger), dan Gunung Tangkubanparahu (kaldera Sunda) yang telah
mengalami evolusi lebih lanjut.
Contohnya Gunung Batur (Bali) yang terletak di dalam kaldera Batur, dapat
mewakili tipe gunung api ini. Kegiatannya dicirikan oleh letusan tipe Stromboli yang
disertai atau tanpa aliran lava. Erupsi kaldera Batur terjadi lebih dari 20 ribu tahun
yang lalu, dan membentuk kaldera berukuran 13,8 x 10 km, yang ditandai oleh
terbentuknya endapan ignimbrit yang bersusunan riodasitan. Kegiatan akhir gunung
api ini terpusat di sekitar kerucut muda. Titik erupsinya berpindah-pindah mengikuti
pola rekahan lokal dengan arah timur laut–barat daya. Kegiatan ini berlanjut dan
terbatas di dalam kaldera Batur saja, sehingga potensi ancaman bahaya yang
ditimbulkan relatif terbatas di dalam kaldera saja.

10
3. Lahar
Lahar adalah istilah kegunungapian internasional dengan acuan kejadian pada
letusan Gunung Kelud tahun 1919. Menurut kejadiannya lahar dibedakan menjadi
dua, yaitu Lahar Letusan dan Lahar Hujan. Lahar letusan merupakan lahar yang
terjadi berkaitan langsung dengan letusan gunung api. Sedangkan lahar hujan adalah
lahar yang terjadi akibat dipicu oleh curah hujan yang terjadi di kawasan puncak
gunung api. Keberadaan danau kawah merupakan aspek yang berpotensi sebagai
ancaman bahaya lahar letusan, sehingga harus diwaspadai karena terjadi bersamaan
dengan letusan gunung api tersebut. Jangkauan dan sebaran lahar letusan bergantung
pada volume air danau kawah sebelum terjadinya letusan.
Gunung Kelud dapat mewakili tipe gunung api yang mempunyai kawah terbuka
dengan danau kawah, karena tipe ini memiliki ancaman bahaya letusan yang sangat
khas, yaitu berpotensi menim-bulkan lahar letusan, yang bergantung pada volume
danau kawah pada saat terjadinya letusan.
4. Kerucut gunung api strato (komposit) dengan atau tanpa kubah lava
Letusan gunungapi tipe ini, pada umumnya mempunyai pipa kepundan yang
relatif panjang, dengan satu atau lebih kantung magma, dan mempunyai ketinggian
lebih dari 3000 m di atas permukaan laut. Gunung api tipe ini umumnya mempunyai
volume pasokan magma dalam jumlah tertentu, sehingga akan terjadi erupsi secara
periodik, selaras dengan volume pasokan magma. Gunung Merapi di Jawa Tengah
mewakili tipe letusan ini. Letusan tipe Merapi adalah khas yang berkaitan dengan
guguran kubah atau lidah lava. Dinamika letusan tipe ini berkaitan dengan laju
pasokan (+ 1 juta m3/tahun) dan viskositas magma serta bentuk geometri lubang
kepundannya. Sehingga dapat membangun sistem kubah lava. Gunung api tipe ini
mempunyai kawah terbuka (tanpa kubah lava), yang dicerminkan oleh letusan abu
secara periodik. Mekanisme letusan tersebut di atas dikenal sebagai letusan tipe
Merapi yang terkenal menghasilkan ”awan panas guguran” yang dalam bahasa lokal
disebut ”wedus gembel”. Aliran piroklastika jenis ini mempunyai beberapa nama
yang terkenal, antara lain nuee ardentes d’avalanche, Merapi type glowing clouds
dan Merapi type pyroclastic flow. Aliran piroklastika jenis ini meluncur melalui
lembah-lembah sungai yang mempunyai hulu di kawasan puncak gunung api ini,
terkanalisasi dalam lembah sungai. Kemudian menyebar pada tekuk lereng (break

11
slope) sungai-sungai tersebut. Demikian juga material hasil letusan abu dan awan
panas yang tertumpuk di kawasan puncak gunung api ini berpotensi ancaman bahaya
lahar hujan.
5. Kawah tapal kuda
Kawah tapal kuda terbentuk akibat longsornya bagian dari kawah atau tubuh
gunung api itu sendiri, baik yang dipicu oleh letusan magmatik, letusan
nonmagmatik dan yang tidak berkaitan dengan letusan gunung api. Beberapa
kejadian yang berhubungan dengan longsoran bagian tubuh gunung api dipicu oleh
letusan magmatik antara lain Gunung Galunggung, Gunung Merapi, Gunung Raung,
Kelud purba dan lain-lain. Sedangkan yang dipicu oleh letusan freatik antara lain
Gunung Papandayan pada tahun 1772 dan 2002. Gunung Papandayan dapat
mewakili tipe gunung api ini, yang mengacu pada mekanisme letusan yang pernah
terjadi. Longsoran bagian tubuh gunungapi yang dipicu oleh gempa bumi dan
penyebab lain adalah dinding Kawah Nangklak pada tahun 2002. Ancaman bencana
longsoran tubuh gunung api di Indonesia adalah sangat potensial karena pada
umumnya gunung api aktif di Indonesia adalah gunung api strato (berlapis),
berbentuk kerucut dan mempunyai ketinggian rata-rata lebih dari 3000 m di atas
permukaan laut.
6. Letusan Surtsey
Letusan tipe Surtsey terjadi akibat interaksi antara magma dan air laut secara
proporsional (hydrovolcanic eruption) yang memicu terjadinya fragmentasi magma
yang menyebabkan terjadinya letusan eksplosif. Letusan tipe ini menghasilkan
lontaran bom skoria disertai pasir dan abu yang bercampur dengan uap air. Dalam
kondisi tertentu letusan tipe Surtsey dapat memicu terjadinya gelombang tsunami.
2.4. Fenomena ”Pulau Gunungapi” (Volcano Island) dan ”Gunungapi Bawah Laut”
(Submarine Volcano)
Fenomena ini memperlihatkan potensi ancaman bahaya letusan yang signifikan,
mengacu pada letusan Gunung Krakatau 1883 dan lahirnya Gunung Anak Krakatau pada
tahun 1929. Letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 merupakan salah satu model
tsunami yang dipicu oleh letusan sebuah pulau gunungapi. Potensi ancaman bahaya
tsunami juga diperlihatkan oleh Gunung Anak Krakatau. Proses dan mekanisme lahirnya
Gunung Anak Krakatau yang muncul ke permukaan laut Selat Sunda pada Januari 1929

12
diawali oleh proses letusan bawah laut tipe Surtsey, selama kurang lebih 40 hari,
kemudian berkembang menjadi letusan tipe Stromboli yang disertai oleh aliran lava,
hingga membentuk daratan seperti keadaan saat ini (Pratomo,2006).
2.4.1. Letusan Krakatau 1883 dan Kehidupan Sebelumnya
Sebelum letusan Krakatau 1883, diketahui bahwa vegetasi pernah ada, demikian
pula sebelum letusan tahun 1680. Menurut Sutawidjaja, (2006 dalam Verbeek 1885)
kegiatan erupsi Krakatau dimulai pada Mei 1883, dan erupsi Plinian selama tiga hari
terjadi pada 26, 27, dan 28 Agustus 1883. Tekanan gas tinggi mengakibatkan hilangnya
Gunung Api Perbuwatan, Gunung Api Danan, dan sebagian Gunung Api Rakata dan
menyemburnya jutaan m3 material batuapung yang menghempaskan air laut sehingga
menimbulkan gelombang pasang (tsunami) dengan ketinggian lebih dari 30 m yang
mengakibatkan merusak pulau-pulau di Selat Sunda dan sepanjang pantai Lampung
Selatan dan Jawa Barat. Berikut evolusi Gunungapi Krakatau:

13
Gambar 2.2. Evolusi Gunungapi Krakatau (Sutawidjaja,2006 dalam Francis, 1985 ;
Rampino,1981).
2.4.2. Tsunami Krakatau
Menurut Sutawidjaja, (2006 dalam Verbeek, 1885) memperhitungkan bahwa
penyebaran tsunami yang tertinggi mempunyai kecepatan antara 540 sampai 810 km/jam.
Tsunami mengelilingi dunia dari Krakatau ke arah barat dan timur, kemudian dipantulkan
kembali sebanyak 6 kali dari catatan watergauge yang terpasang di seluruh dunia.

Tsunami yang terjadi pada jam 10 pagi, 27 Agustus 1883 mengundang dua pendapat
yang berbeda sampai saat ini. Pendapat pertama dikemukakan oleh Stehn (1939) bahwa
pembentukan kaldera terjadi akibat runtuhan gunung api atau longsoran di dasar laut oleh
pengosongan magma dan gas. Runtuhan ini menekan air laut sehingga menyebabkan
terjadinya tsunami yang menyapu pantai barat Jawa dan pantai selatan Sumatera.
Pendapat lain adalah pelepasan energi yang sangat besar. Sedangkan menurut Yokoyama
(1981) melakukan survei gravimetri di kawasan Krakatau dan berkeyakinan bahwa
tsunami terjadi akibat hempasan erupsi material 18 km3 yang menekan air laut
(Sutawidjaja, 2006). Pembentukan kaldera pertama yang menghan-curkan Gunung Api
Krakatau purba, para ahli menduga terjadi pada 416 Sebelum Masehi yang juga
menimbulkan tsunami, kemudian pembentukan kaldera kedua terjadi pada tahun 1200
(Sutawidjaja,2006 dalam Sigurdsson, 1982) dan terakhir terjadi pada tahun 1883.
Sutawidjaja, (2006 dalam Deneve,1981) mencatat bahwa sebelum terjadi letusan 1883,
terjadi beberapa kegiatan letusan besar, yaitu pada abad 3, 9, 10, 11, 12, 14, 16, dan 17
yang kemudian diikuti pertumbuhan tiga buah gunung api, yaitu Rakata, Danan, dan
Perbuwatan. Kegiatan gunung api ini berhenti pada tahun 1681 dan setelah beristi-rahat
selama lebih kurang 200 tahun, Krakatau aktif kembali yang diawali dengan letusan
Gunung Api Danan dan Gunung Api Perbuwatan. Gunung Api Perbuwatan meletus pada
20 Mei 1883 sebagai awal terjadinya letusan dahsyat pada 27 Agustus 1883 yang
memuntahkan sejumlah besar batuapung.
2.4.3. Munculnya Gunung Anak Krakatau
Setelah melewati masa istirahat kedua, mulai 1884 sampai Desember 1927, pada 29
Desember 1927 terjadi letusan bawah laut. Letusan tersebut menyemburkan air laut di
pusat Kompleks Gunung Api Krakatau, menyerupai air mancur yang terjadi terus

14
menerus sampai 15 Januari 1929. Stehn sebagai seorang ahli gunung api memperhatikan
bahwa pada 20 Januari 1929 muncul di permukaan tumpukan material di samping tiang
asap yang membentuk satu pulau kecil, yang kemudian dikenal sebagai kelahiran
Gunung Api Anak Krakatau.
Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang terletak di pusat Kawasan Krakatau,
tumbuh dari kedalaman laut 180 meter, dan muncul di permukaan laut pada tahun 1929.
Sejak lahirnya, Gunung Api Anak Krakatau tumbuh cukup cepat akibat seringnya terjadi
letusan hampir setiap tahun. Masa istirahat kegiatan letusannya berkisar antara 1 sampai 8
tahun dan rata-rata terjadi letusan 4 tahun sekali. Pada tahun 2000 dilakukan pengukuran
dimensi Pulau Anak Krakatau, yaitu tingginya mencapai 315 meter di atas permukaan
laut dan volumenya mencapai 5,52 km3. Secara umum pertumbuhan Gunung Api Anak
Krakatau ini rata-rata 4 meter per tahun (Sutawidjaja, 2006 dalam Sutawidjaja, 1997).
Sutawidjaja,(2006 dalam Bronto 1990) melakukan perhitungan kecepatan pertumbuhan
Gunung Api Anak Krakatau, yaitu 51,25 x 10-3 km3/tahun, sehingga analisis volume
secara kuantitatif, diperkirakan pada tahun 2040 volume Gunung Api Anak Krakatau
sudah melebihi volume Gunung Api Rakata, Gunung Api Danan dan Gunung Api
Perbuwatan menjelang letusan Krakatau 1883. Salah satu aspek yang penting untuk
diperhatikan adalah pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau yang begitu cepat. Sejak
letusan prasejarah, Gunung Api Krakatau sekurang-kurangnya telah mengalami
penghancuran dan pembangunan tubuhnya, yaitu tahun 416, 1200 dan 1883 (Sutawidjaja,
2006 dalam Sigurdsson, 1982).
2.4.4. Potensi Letusan yang Akan Datang
Dengan melihat pertumbuhan kerucut Gunung Api Anak Krakatau yang sangat cepat,
semakin tinggi dan besar, kemungkinan dapat terjadi periode penghancuran berikutnya,
sekurang-kurangnya terjadi seperti letusan 1883, maka ancaman bahayanya pada abad
modern ini akan melanda kawasan Selat Sunda yang sangat padat penduduk dan menjadi
kawasan industri. Seringnya Gunung Api Anak Krakatau meletus, menyebabkan
tumbuhan yang tumbuh di kaki atau lereng gunung api ini sering musnah akibat hujan abu
atau pasir dan leleran lava. Hal tersebut me-nyebabkan vegetasi di Pulau Anak Krakatau
selalu mengalami suksesi tumbuhan yang tidak pernah mencapai klimaks. Bemmelen
(1949) berpendapat bahwa kemungkinan erupsi katastrofis dapat terulang kembali
apabila komposisi kimia batuan hasil erupsi, berubah dari magma basa (SiO2 rendah) ke

15
magma asam (SiO2 tinggi). Ia juga menegaskan bahwa erupsi berbahaya bagi Krakatau
umumnya diawali oleh masa istirahat ratusan tahun untuk pengumpulan energi baru.
Seperti telah diterangkan sebelumnya, bahwa pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau
membangun tubuhnya sangat cepat dengan endapan piroklastika dan lava. Berikut
perubahan topografi Gunung Anak Krakatau dan grafik grafik pertumbuhannya:

Gambar 2.3. Perubahan topografi Gunung Anak Krakatau sejak tahun


1930-2000(Sutawidjaja, 2006).

Gambar 2.4. Grafik Pertumbuhan Gunung Anak Krakatau sejak lahirnya


pada tahun 1929(Sutawidjaja, 2006).

16
BAB III
KESIMPULAN
Vulkanisme merupakan peristiwa keluarnya magma dari dalam bumi ke luar
permukaan bumi. Vulkanisme terjadi ketika magma yang ada didalam perut bumi
tersebut tidak tertampung lagi sehingga magma terdorong keluar dan
mengakibatkan gunung meletus. Proses terbentuknya magma tidak hanya terjadi
didalam permukaan bumi, magma juga terbentuk disela-sela kulit bumi. Tempat
keluarnya magma kepermukaan bumi adalah sebuah rekahan dalam kerak bumi
yang disebut gunungapi. Bahan utama yang menjadi pembentuk gunungapi adalah
magma. Magma yang muncul kepermukaan bumi sering disebut sebagai lava. Lava
ini merupakan suatu fluida kompleks yang terdiri dari batuan cair dengan suhu yang
sangat tinggi yang keluar dari proses erupsi. Dari peristiwa vulkanisme ini akan
terjadi proses pembentukan gunungapi baru, karena gunungapi dapat terbentuk
dibeberapa area, seperti pada daerah punggungan tengah samudera, pada titik panas
tempat keluarnya magma ke permukaan bumi dan pada daerah pertumbukan antara
lempeng benua dengan lempeng samudera dan lempeng samudera dengan lempeng
samudera. Beberapa letusan yang terjadi pada Gunungapi yaitu letusan Kaldera,
Pasca Letusan Kaldera, Lahar, Kerucut gunung api strato, kawah tapai kuda, dan
letusan Surtsey. Terjadinya tsunami pada tahun 1883 dipicu oleh Letusan pulau
gunung api, yang diakibatkan Letusan Gunung Krakatau pada tahun tersebut . Proses
dan mekanisme lahirnya Gunung Anak Krakatau yang muncul ke permukaan laut
Selat Sunda yang diawali oleh proses letusan bawah laut tipe Surtsey, selama kurang
lebih 40 hari, kemudian berkembang menjadi letusan tipe Stromboli yang disertai
oleh aliran lava, sehingga membentuk suatu daratan.

17
DAFTAR PUSTAKA
Bronto, S., 2006. Fasies Gunung Api dan Apllikasinya. Jurnal Geologi Indonesia, 2(1).
Islamiyah, O.R.A., Santoso, A.B. dan Minarto, E., 2018. Estimasi Kedalaman dan
Perubahan Volume Sumber Tekanan Gunung Merapi Berdasarkan pengamatan
Data Tilmeter. Jurnal Sains dan Seni ITS, 2(7).
Nandi, 2006. Vulkanisme. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.
Nursaban, M., 2006. Sosialisasi Vulkanologi. Universitas Negeri Yogyakarta :
Yogyakarta.
Pratomo, I., 2006. Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa
Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, 4(1).
Sutawidjaja, I. S., 2006. Pertumbuhan Gunung Api Anak Krakatau Setelah Letusan
Katastrofis 1883. Jurnal Geologi Indonesia, 3(1).

18

Anda mungkin juga menyukai