Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG

DISUSUN OLEH :

NAMA : Meylisa Retno Wulandari


NIM : 212019010033
PRODI : D3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


FAKULTAS KESEHATAN
Prodi D-3 Keperawatan
Tahun 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam


membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Pasien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh Pasien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang
yang berbicara.
Halusinasi adalah Satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori : merasakan sensori palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidupan.
Halusinasi Persepsi pasien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya pasien menginterpretasikan sesuatu yang nyata
tanpa stimulus atau rangsangan dari luar.

B. ETIOLOGI

Menurut Stuart, faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:


a. Faktor Predisposisi

1) Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan


respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan
oleh penelitian-penelitian yang berikut :
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon


dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.

3) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita


seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya dan kehidupan yang terisolasi
disertai stres.

b. Faktor Prespitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan


setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stresor dan
masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan.
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur


proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2) Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stressor


lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3) Sumber Koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari


pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiology
termasuk :

a) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk


mengurangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energy untuk aktivitas hidup
sehari-hari.

b) Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi.

c) Menarik diri.

C. MENIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala perilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut :

1. Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang
sedang berbicara.

2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang
berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.

4. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab


suara

Menurut (Kusumawati, 2013), tanda dan gejala halusinasi yang


mungkin muncul yaitu: Menarik diri, Tersenyum sendiri, Duduk terpaku,
Bicara sendiri, Memandang satu arah, Menyerang, Tiba-tiba marah, Gelisah.
Berdasarkan jenis dan karakteristik halusinasi tanda dan gejalanya sesuai.
Berikut ini merupakan beberapa jenis halusinasi dan karakteristiknya
meliputi:

a. Halusinasi pendengaran

Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara


dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
klien. Jenislain termasuk pikiran yang dapat didegar yaitu pasien mendengar
suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh
klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang
berbahaya.

b. Halusinasi penglihatan

Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris,


gambar karton atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang menakutkan seperti
monster.

c. Halusinasi penciuman

Karakteristik : Membau bau-bau seperti darah, urine, feses umumnya bau-bau


yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
d. Halusinasi pengecapan

Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti


darah, urine, atau feses.

e. Halusinasi perabaan

Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f. Halusinasi senestetik

Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena


dan arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urine.

g. Halusinasi kinestetik

Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri.

D. PATHOFISIOLOGI

Fase pertama

Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.


Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak daapat diselesaikan. Kien mulai melamun
dan memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien: tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
Fase kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu


halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik: pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien:
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan realitas.

Fase ketiga

Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu


pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.

Fase keempat

Disebut juga fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungannya.
Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri.
E. PATHOFLOW
F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi


halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya
dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya
agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat
diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Setelah
hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya
adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi,
waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul).
Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih
bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi
halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien
mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan
untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas
cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara
jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan
cara-cara baru yaitu :

a. Psikofarmakoterapi

Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau


menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obatobatannya
seperti :
1) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM),
pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya
diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter (Yosep,
2016).

2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile. Pada


kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila kondisi sudah
stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada malam hari saja, atau
sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).

b. Terapi Somatis

Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan


gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik
pasien walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT,
isolasi dan fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2013).

1) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk


membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik
pada klien sendiri atau orang lain.

2) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan


menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan
rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik pada
pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.

3) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan


tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain,
dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak
dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai
dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta perilaku yang
menyimpang.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut NANDA (2017) diagnosa keperawatan utama pada klien


dengan prilaku halusinasi adalah Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
(pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman).
Sedangkan diagnosa keperawatan terkait lainnya adalah Isolasi social dan
Resiko menciderai diri sendiri, lingkungan dan orang lain.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DX KEPERAWATAN KRITERIA INTERVENSI


. HASIL
1.
2.
3.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/17747745/
asuhan_keperawatan_pada_tn_A_dengan_post_app_perforasi
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1015/KIAN.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

http://firwanintianur93.com/2014/01/laporan-pendahuluan-sectio-
caesarea.html

Brunner and suddart.(2011).Textbook of Medical Surgical Nursing.Sixth


Edition.J.B.

Lippincott Campany, Philadelpia.

Brooker, Christine. 2012.Kamus Saku Keperawatan Ed.31EGC : Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi


10.Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. (2011).Rencana Asuhan Keperawatan Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai