Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANAK TYPOID

DISUSUN OLEH :

MELANIA ERNESTA MIKKU

20216110

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

Konsep Dasar Demam Thypoid

A.Pengertian

Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016).

Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).

B. Etiologi

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri
atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum
penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh
pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 derajat celsius (optimum 37
derajat 7 celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan,
sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas
dan lain sebagainya. (Lestari Titik, 2016).

C. Manifestasi klinis

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala
prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu: (Lestari
Titik, 2016)
1) Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat
febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat
lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur
turun dan normal kembali.
2) Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau
tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat di
temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri
dan peradangan.
3) Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis
sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali
penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala yang juga
dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseol, yaitu bintikbintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4) Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam
thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadinya pada
minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh
zat anti.

D.Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil kuman). Sebagian
kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil
salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia
dan berkembang 9 biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah
bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).

Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus thoracicus
dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang,
dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).

Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan
gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).

Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan
organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri,
di susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri 10 pada
mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan
ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan salmonella
thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food
(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses.
(Lestari Titik, 2016)
Pathway
E. Komplkasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perporasi usus dan ilius paralitik.
 Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi
(renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia
dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
hepatitis,
dan kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis
dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis,
osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meninggiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma guillain bare
dan sindroma katatonia. (Lestari Titik, 2016).

F. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam
typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi
kenyataannya 13 leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
 Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
 Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan
terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan
darahtergantung dai beberapa faktor :
1) Tehnik pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan
satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu
pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Biakan
darah terhadap salmonella typhi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam
typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba Bila klien
sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
5) Uji widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara
antigen dan antibodi. Aglutinin yang spesifik terhadap
salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan
demam typhoid juga terdapat pada orang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu:
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-
gen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan
anti-gen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan
anti-gen VI (berasal dari simpai kuman). Dari
ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin 15 O
dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
 Kultur

Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa
positif pada akhir minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada
minggu kedua hingga minggu ketiga.

 Anti Salmonella typhi IgM


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut Salmonella Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3
dan 4 terjadinya demam.
G. Penatalaksanaan

Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:

1. Perawatan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah

komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya


tranfusi

bila ada komplikasi perdarahan

2. Diet

1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. 16

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.

3. Obat-obatan

Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid.


Waktu penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
Antibiotika, seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim
sulfamethoxazole dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat
demam typhoid di negara-negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah:

1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari,


terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena,
selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian
kloramfenikol, diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali. Pemberian intravena
saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi
dalam3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam
2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50
m/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama 5-7 hari. 17
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan
fluoroquinolon.

Bila tak terawat, demam typhoid dapat berlangsung selama


tiga minggu sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan
30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan penyulit
tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis
tinggi dengan dosis awal 3 mg/kgBB, intravena perlahan
(selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis
1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali
pemberian. Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus
dengan penyulit perforasi usus.
H.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Demam Typhoid

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan


asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status kesehatan
pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Pengumpulan data ini juga harus dapat menggambarkan status kesehatan klien
dan kekuatan masalah-masalah yang dialami oleh klien. (Hutahaean Serri, 2010).

Menurut sodikin 2012 pengkajian pada anak demam typhoid antara lain:

 Identifikasi, sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.


 Keluhan utama
 Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing dan
kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa
inkubasi). Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu,
bersifat febris remiten, dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali. Selama
minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik setiap harinya
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat
minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ke tiga.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam
kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epitaksis pada
anak besar.
 Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan
warna rambut.
2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek
pupil mengecil ketika terkena sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering,
dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor,
sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang
disertai tremor.
5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam).

2.Pemeriksaan laboratorium

1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis


relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah
pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan
dalam urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau
lebih 20 menunjukkan kenaikan yang progresif (Nursalam Susianingrum,
Rekawati Utami, Sri, 2008).

3.Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang
data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan
kesehatan yang lain. (Hutahaean Serri, 2010) Berdasarkan Nanda NIC NOC 2016
diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrisi.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

4.Intervensi

Berdasarkan SLKI,SIKI,SDKI intervesi keperawatan antara lain adalah: Tabel


2.1 Intervensi Keperawatan

1. Hipertermia SLKI SIKI (1.15506)


berhubungan dengan Termogulasi (L.14134) 1. Kaji warna kulit
proses penyakit. 1. Suhu tubuh .2. Monitor suhu tubuh
Batasan karakteristik: 2. Pucat minimal tiap 2 jam.
• Konvulsi 3. Suhu kulit 3. Monitor TD, N dan RR.
• Kulit kemerahan 4. Pengisian kapiler
4. Identifikasi adanya
• Peningkatan suhu penurunan tingkat
tubuh di atas kesadaran.
kisaran normal. 5. Tingkatkan intake
• Kejang cairan dan nutrisi.
• Takikardi 6. Beri kompres hangat
• Takipnea pada sekitar axilla
• Kulit terasa dan lipatan paha.
hangat. 7. Beri pakaian yang tipis
dan menyerap
keringat.
8. Kolaborasi
pemberian oabt
antiperetik.
2. Defisit  nutrisi SLKI SIKI :
berhubungan dengan Status Nutrisi (L.03030) 1. Kaji adanya alergi makanan.
ketidakmampuan 1. frekuensi makan yang 2. Monitor adanya penurunan
mengabsorbsi nutrisi di habisakan
berat badan.
Batasan karakteristik : 2. nafsu makan
3. Membran mukosa 3. Monitor interaksi anak dengan
• Nyeri abdomen orang tua.
4. Bising usus
• Menghindari 4. Monitor kulit kering, turgor
makanan. kulit.
• Diare 5. Catat jika ada mual dan
• Bising usus muntah.
hiperaktif. 6. Anjurkan makan
• Kurang minat pada sedikit tapi sering
makanan. 7. Kolaborasi dengan ahli gizi
• Membran mukosa untuk menentukan jumlah
pucat. kalori dan nutrisi yang
• Cepat kenyang dibutuhkan.
setelah makan
• Kelemahan
otot menelan.
• Kelemahan
otot mengunyah.

3. Nyeri akut SLKI : SIKI :


berhubungan dengan Tingkat Nyeri(L.08066) 1. Identifikasi lokasi,
agen pencedera 1.Keluhan nyeri karakteristik, durasi,
fisiologis 2.Meringis frekuensi, kualitas,
3.Gelisah intensitas nyeri
4.Kesulitan tidur 2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri non verbal
4. Berikan teknik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri
5. Fasilitasi istrahat
tidur
6. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri

IMPLEMENTASI

No Diagnosa Implementasi
1 Hipertermia Memonitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
Memonitor TD, N dan RR.
Mengidentifikasi adanya penurunan tingkat kesadaran.
Meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
Memberi kompres hangat pada sekitar  axilla dan
lipatan paha.
Memberi pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

2 Nyeri Akut Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi


, kualitas, intensitas nyeri
Mengidentifikasi skala nyeri
Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
Memfasilitasi istrahat tidur
Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
3 Defisit Mengkaji adanya alergi makanan.
Nutrisi Memonitor adanya penurunan berat badan.
Memonitor interaksi anak dengan orang tua.
Momonitor kulit kering, turgor kulit.
Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.
Daftar Pustaka

Akmal, M. Dkk. (2010). Ensiklopedia kesehatan untuk umum. Jogjakarta: Ar-ruzz

Media.

Apriyadi dan Sarwili. (2018). Perilaku Higiene Perseorangan dengan

Kejadian Demam Tyfoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia Vol.


8 No. 1.

Bahar, dkk. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kesembuhan Paien


Penderita De

mam Typoid Di Ruang Perawatan Interna RSUD Kota

Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 6.

Cahyaningsih, Sulistyo Dwi. (2011). Pertumbuhan Perkembangan Anak dan


Remaja. Jakarta : Tim.

Depkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.


http:www.depkes.go.id/Downloads/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf.

Tanggal 17 Desember 2018.

Dinkes Kaltim. (2015). Profil Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2015.


http://www.depkes.go.id/Downloads/6472_Kaltim_Kota_Samarinda_2015
%20baru.pdf. Tanggal 27 November 2018.

Hidayat, Alimul Aziz A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:

Salemba Medika.

Hutahaean Serri. (2010). Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta:


Tim.

Kallo, dkk. (2015). Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Demam

Typoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas ejournal


Keperawatan (eKp)

Volume 3. Nomor 2.

Lestari Titik. (2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogjakarta: Nuha Medika.

Mutiarasari dan Handayani. (2017). Karakteristik Usia, Jenis


Kelamin, Tingkat

Demam, Kadar Hemoglobin, Leukosit dan Trombosit Penderita


Demam

tipoid Pada Pasien Anak Di RSU Anutapura Tahun 2013. Jurnal


Ilmiah

Kedokteran, Vol. 4 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai