Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS MEDIK

“PPOK”

Disusun Oleh:
dr. Muhammad Diastika Bakhtiar

Pendamping:
dr. Nia Tri Mulyani

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SITI AMINAH BUMIAYU
KABUPATEN BREBES
JAWA TENGAH
2021
OBSERVASI DSYPNUE EC PPOK EKSERBASI AKUT

Anamnesis:
Nama : Ny S
Umur : 61 tahun
Tanggal (kasus) : 11 April 2021
Topik : Kegawatdaruratan
Departemen : Medik

Dokter Pembimbing : dr. Nia Tri mulyani Presenter: dr. M. Diastika B


Keluhan Utama : Sesak nafas, nyeri kepala
ANAMNESIS

Riwayat penyakit sekarang:


- Pasien dibawa ke RS setelah mengeluh sesak nafas (+) 2 hari semakin memberat,
batuk berdahak, demam (-) bb menurun (-), mual (+), muntah (+), riwayat PPOK
berobat rutin di Poli Paru, hasil tes TCM Puskesmas (-)
- Dada terkadang nyeri seperti tertindih dan nyeri kepala

Riwayat penyakit dahulu:


- Riwayat DM dan penyakit jantung disangkal. Pasien memiliki riwayat hipertensi
tidak terkontrol dan PPOK. Riwayat rawat inap terakhir di rumah sakit karena
sesak nafas 2 bulan yang lalu. Pasien terdiagnosis PPOK sejak 5 tahun lalu dan
berulang kali mengalami serangan sesak nafas. Riwayat merokok disangkal,
namun suami dan semua putra pasien merokok

Riwayat penyakit keluarga:


- Keluarga tidak memiliki penyakit asthma, diabetes mellitus, gangguan ginjal dan
penyakit sistem kardiovaskular. Suami pasien menderita hipertensi, tidak rutin
berobat karena tidak merasa ada keluhan
2
Riwayat personal sosial:
- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (+)
b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+), nyeri perut (-)
e. Sistem urinaria : BAK normal tidak ada keluhan
f. Sistem respiratori : sesak nafas (+), batuk (+)
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-) dada terkadang nyeri

PRIMARY SURVEY
a. Aiway : Jalan nafas clear, tidak ada sumbatan, berbicara lancar
Look : Jejas (-) pergerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-)
Listen : Vesikuler thorax normal
Feel : Letak trachea tidak bergeser
b. Breathing : Nampak sesak, frekuensi nafas 28x/m
c. Circulation : TD: 176/118, takikardi (112x/m)

PEMERIKSAAN FISIK :
Kesan umum : Sesak nafas
Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 176/118 mmHg
RR : 28x/menit, SpO2 81% free air
Nadi : 112 x /menit
Suhu : 36,4 C
Pemeriksaan kepala :
- Mata : pupil : isokor 3mm/3mm
CA (-/-), Sklera ikterik (-/-)
3
Telinga : secret (-), perdarahan (-)
- Hidung : secret (-), epistaksis (-)
Pemeriksaan leher :
Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan
Trachea : tidak ditemukan kelainan

Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-) pergerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-) retraksi (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-) krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Vesikuler pulmo normal , wheezing (+) ronkhi (+) kedua lapang paru
Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Distensi (-), jejas (-) benjolan (-)
- Auskultasi : BU (+) dbn
- Perkusi : timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), abdomen supel
Pemeriksaan genital dan regio inguinal :
- Pembesaran kelenjar limfe inguinal (-)
- Benjolan (-)
Pemeriksaan status lokalis urologi:
Regio Suprapubic:

-Inspeksi : tak tampak massa, bulging (-)


-Palpasi : tak teraba massa, nyeri tekan (-)
-Nyeri ketok (-/-)

Pemeriksaan Ektermitas:
Akral hangat (+), CTR <2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
4
1. Foto Thorax PA
2. Darah Lengkap
3. EKG, GDS

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah


PARAMETER HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HB 12,7 (L) gr/dL 13,2 – 17,2
AL (Angka Leukosit) 9,4 ribu/ul 3,8 – 10,6
AE (Angka Eritrosit) 4,7 juta/ul 4,40 – 5,90
AT (Angka Trombosit) 387 ribu/ul 150-450
HMT (Hematokrit) 43 % 40 -52
MCV 98 80 – 100
MCH 30 26 – 34
MCHC 34 32 – 36
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil 98,5 (H) % 50 – 70
Limfosit 33 % 25 – 40
Monosit 3 % 2–8
Eosinofil 3,2 % 2.00 – 4.00
Basofil 0,20 % 0–1
Kimia klinik
Gula Darah sewaktu 138 mg/dL 70 – 120
Ureum 41 10-50
Creatinin 0,77 0,62-1,01
Sero Imunologi
HbsAg Negative

EKG : Sinus Takikardi HR 117

Hasil pemeriksaan Rotgen Thorax

5
Kesan:
- Pelebaran hilus dan arcus aorta
- Corakan pulmo dextra dan sinistra meningkat
- Besar Cor normal
Tidak ditemukan diskontinuitas tulang

Diagnosis Kerja
Observasi Dsypnue ec PPOK
Hipertensi Emergency
TATALAKSANA IGD
Farmakoterapi
O2 NRM 10 lpm
6
infus RL 20 tpm
Inj Furosemid 2A
Amlodipin 10 mg
ISDN 5 mg
Nebulizer Ventolin + Pulmicort
Inj Ranitidin 1A
Inj Ondancentron 1A
Konsul Sp.P

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau keduanya.
3.2 Epidemiologi
Secara global, diperkirakan sekitar 3 juta kematian disebabkan karena PPOK
pada tahun 2015 yaitu 5% dari semua kematian global pada tahun itu. Lebih dari 90%
kematian PPOK terjadi di negara berkembang. Penyebab utama PPOK adalah paparan
asap tembakau (baik merokok aktif atau perokok pasif. Faktor risiko lain termasuk
paparan polusi udara dalam ruangan dan luar ruangan dan debu dan asap kerja
(WHO,2015). Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan
peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia. Menurut prediksi WHO, PPOK yang
saat ini merupakan penyebab kematian ke-4 di seluruh dunia diperkirakan pada tahun
2030 akan menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia.5
3.3 Faktor Resiko
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia. 5

3.4 Patofisiologi

8
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama yang
diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran napas bagian proksimal,
perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang
kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya penebalan pada saluran napas
kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar
saluran napas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas. Lumen saluran napas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai berat sakit. 2
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan
menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil seperti interleukin 8 dan
leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan
reactive oxygen species (ROS). 2
Paradigma dominan dari patogenesis emfisema terdiri atas empat peristiwa
yang berkaitan: (1) Paparan kronis dari merokok akan menyebabkan rekruitmen sel
inflamasi ke dalam ruang udara terminal di paru. (2) Sel-sel inflamasi ini melepaskan
elastonic proteinases yang merusak matriks ekstraseluler di paru. (3) Kematian sel secara
struktural dihasilkan dari stres oksidatif dan hilangnya ikatan matriks sel. (4) Perbaikan
elastin dan komponen matriks ekstraseluler yang tidak efektif menghasilkan pembesaran
ruang udara yang didefinisikan sebagai emfisema pulmonal.2
Paparan asap rokok dapat mempengaruhi saluran pernapasan besar,
saluran pernapasan kecil (diameter ≤2mm), dan alveoli. Perubahan di saluran pernapasan
besar menyebabkan batuk dan sputum, sedangkan di saluran pernapasan kecil dan alveoli
bertanggung jawab terhadap perubahan fisiologis. 2
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan
yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau
virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif.4

Konsep patogenesis PPOK

9
Sumber: PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Edisi Juli 2011

10
Klasifikasi PPOK (Gold, 2009)

Klasifikasi Penyakit Gejala Klinis Spirometri


PPOK Ringan -Dengan atau tanpa -VEP1 ≥ 80% prediksi
batuk (nilai normal
spirometri)
-Dengan atau tanpa
produksi sputum -VEP1/KVP < 70%
-Sesak napas derajat
sesak 1 sampai derajat
sesak 2
PPOK Sedang -Dengan atau tanpa -VEP1/KVP < 70%
batuk
-50% ≤ VEP1 < 80%
-Dengan atau tanpa prediksi
produksi sputum
-Sesak napas derajat 3
PPOK Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP < 70%
sesak 4 dan 5
-30% ≤ VEP1 < 50%
-Eksaserbasi lebih prediksi
sering terjadi
PPOK Sangat Berat -Sesak napas derajat -VEP1/KVP <70%
sesak 4 dan 5 dengan
-VEP1 < 30% prediksi,
gagal napas kronik
atau
-Eksaserbasi lebih
-VEP1 < 50% dengan
sering terjadi
gagal napas kronik
-Disertai komplikasi kor
pulmonale atau gagal
jantung kanan

11
3.5 DIAGNOSIS 4
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Lingkungan asap rokok dan polusi udaraTerdapat faktor predisposisi
pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
• Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi
Hipersonor, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
• Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksaekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh

B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
12
2. Darah rutin (lengkap)
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- HiperlusenRuang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
3. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
5. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
pada penderita PPOK di Indonesia.

13
3.6 Diagnosa Banding 4
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)

Asma PPOK SOPT


Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit mendadak ++ - -

Riwayat merokok +/- +++ -

Riwayat atopi ++ + -

Sesak dan mengi berulang +++ + +

Batuk kronik berdahak + ++ +

Hipereaktiviti bronkus +++ + +/-

Reversibiliti obstruksi ++ - -

Variabiliti harian ++ + -

Eosinofil sputum + - ?

Neutrofil sputum - + ?

Makrofag sputum + - ?

3.7 Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut 4


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya
seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
-Sesak bertambah
-Produksi sputum meningkat
-Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a.Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b.Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c.Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline,
atau frekuensi nadi > 20% baseline.

14
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi
yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
1. Diagnosis beratnya eksaerbasi
- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisis gas darah
- Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama,
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam
3. Pemberian obat-obatan yang maksimal
a. Bronkodilator

Golongan β– 2 agonis
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Mekanisme kerja : melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan bronkus,
yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat
pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-adenosin
mononosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-
proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam sel menghasilkan
beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel
mast.
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4xperhari ).
Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara
sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2
dari sistem adrenergis terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan
akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarinik dari

15
saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf adrenergis
menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.
b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30-40 mg/hari
selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Budesonide
inhalasi kortikosteroid dapat menjadi alternatif (namun lebih mahal)
dibandingkan kortikosteroid oral dalam terapi eksaserbasi.
Preparat steroid inhalasi dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki efek
anti inflamasi topikal yang maksimal dan efek sistemik seminimal mungkin.
Termasuk dalam golongan obat inhalasi steroid antara lain Beclometasonem
Dipropionate (BDP) ,Budesonide (BUD), Triamcinolone Acetonite (TA),
Flunisonide, Fluticasone Dipropionate (FDP).6
Kortikosteroid menembus membran sel dan akan berikatan dengan reseptor
glukokortikoid yang banyak terdpat pada sitoplasma sel target. Selanjutnya
kompleks tersebut akan masuk ke dalam nukleus dan berikatan dengan elemen
respon glukokortikoid yang spesifik (“specific glucocorticoid response
element”) untuk dapat mengatur transkripsi gen. Jadi kortikosteroid
mengendalikan inflamasi melalui proses transkripsi gen , suatu proses yang
rumit, memerlukan waktu 6 - 12 jam. Mekanisme utama steroid diduga melalui
inhibisi pembentukan sitokin tertentu. Seperti IL1, TNFα, GM-CSF, IL-3, IL- 4,
IL-5, IL-6, dan IL-8. Steroid juga mempercepat regenerasi sel epitel, dan jangka
panjang juga mengurangi jumlah sel mas.6
Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya
diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping sistemik
sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan.

16
Beberapa terapi inhalasi yang tersedia : 7

Generic name Beclomethasone Budesonide Flunisolide Fluticasone Fluticasone Triamcinolone


Dipropionate Propionate Propionate Acetonide
Brand name Beclovent (Glaxo Pulmicort Aerobid and Flovent Flovent Azmacort
(manufacturer welcome) Turbuhaler Aerobid-M (Glaxo Rotadisk (Rhone-
) Vanceril and (Astra (Forest) welcome) (Glaxo Paulenc
Vanceril DS Zeneca) welcome) Rorer)
(Schering Plough)
Dosage form MDI, 42µg/puff DPI MDI MDI 44,10, DPI 50, 100, MDI with
ex-actuator 200µg/dose 250µg/puff or 220 or 250 builtin
(84µg/puff for ex-actuator µg/puff µg/dose spacer, 100
the double- exactuator µg/puff
strength exspacer
product)
Recommended 252-840µg , 400-1,600µg 1,0002,000µg 176-1,760µg 200-2,000µg 600-1,6000µg,
adult daily 2 puffs tid-10 1 dose bid-4 , 2 puffs bid 2 doses bid 2 puffs tid-8
dose puffs bid (half th doses bid 2 puffs bid- (44)-4 puffs (50)-4 doses puffs bid
enumber of puffs (stable 4 puffs bid bid (220) bid (250)
for the patient can
doublestrength be
product) maintained
in 1 dose of
200
µg/doses

Budesonide (BUD) merupakan steroid inhalasi yang paling banyak diteliti.


Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi, terdeposisi 25%-30% di jaringan
paru. Dimetabolisme secara cepat dan sempurna di hepar, bentuk metabolitnya diekskresi
melalui urin dan feses dan hanya memiliki potensi seperseratus dari Budesonid. Budesonid
mempunyai kemampuan berikatan (afinitas) dengan reseptor glukokortikoid 7 kali lebih
besar dibanding deksametason.
Efek samping lokal pemberian steroid inhalasi yang pernah dilaporkan
adalah disfonia dan kandidiasis oral. Disfonia diduga terjadi karena miopati pada otot
laring, namun efek samping ini bersifat reversibel. Kandidiasis oral dapat dicegah dengan
cara berkumur atau cuci mulut setelah pemakaian steroid inhalasi.
Kortikosteroid Inhalasi (ICS) dan Long Acting Beta2 Agonist (LABA)
adalah 2 obat yang banyak digunakan dalam pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Kedua obat ini dapat digunakan secara tunggal (monoterapi) atau kombinasi.8
Dalam panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2013, disebutkan bahwa ICS dan LABA dapat digunakan sebagai monoterapi

17
atau kombinasi. Tetapi penggunaan secara kombinasi lebih efektif untuk memperbaiki
fungsi paru, status kesehatan dan mengurangi eksaserbasi pada PPOK sedang berat.8
c. Antibiotik
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi
antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya intravena.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitis hidup, digunakan N-asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin
4. Nutrisi adekuat
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti
dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.

3.7 Komplikasi 5
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Update 2014. Geneva: WHO Press; 2014.
2. Harrison S. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Dalam: Longo DL,
Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, penyunting.
Harrison‟s Principles of Internal Medicine. Edisi ke-18. Amerika Serikat: McGraw-Hill;
2012. hlm. 1547-54
3. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi Akut. Diakses tanggal 16 desember 2016 di
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok-isi2.html
4. PDPI. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Penyakit Paru Obstrukstif
Kronik. 2003.
5. WHO. 2015. COPD diakses pada tanggal 16 desember 2016, available at
http://www.who.int/topics/chronic_obstructive_pulmonary_disease/en/
7. Colice Gl. Comparing Inhaled Corticosteroids. Respiratory Care 2000;7:846- 53.
8. Nannini LJ, Poole P, Milan SJ, Kesterton A. Combined corticosteroid and
long-acting beta2-agonist in one inhaler versus inhaled corticosteroids alone
for chronic obstructive pulmonary disease

19

Anda mungkin juga menyukai