PENDAHULUAN
Bulan Oktober tahun 2001 ejaan yang disempurnakan (EYD) berusia 29 tahun.
Dalam usia itu sudah sepatutnya jika ejaan tersebut sudah menempati kedudukan
yang mantap di tengah masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Akan tetapi, dalam
kenyataannya pemakaian ejaan bahasa Indonesia seperti pada surat kabar dan
majalah pada umumnya belum memuaskan. Pemakaian ejaan di surat-surat kabar dan
majalah, misalnya, masih banyak yang tidak mengikuti kaidah ejaan yang berlaku.
Kebanyakan orang hanya melihat adanya hubungan antara ejaan dan cara
mengucapkan bahasa sehingga mengira bahwa ejaan hanya bertalian dengan
perbuatan mengeja, seperti mengeja kata atau mengeja nama, yaitu melafalkan nama
huruf demi huruf dalam kata. Dengan kata lain, masyarakat beranggapan bahwa
ejaan lebih banyak berhubungan dengan ragam lisan daripada dengan ragam tulis.
Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat,
dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan landa baca
(KBBI, 2000: 285). Ejaan bahasa sebenarnya hanya bersangkut-paut dengan ragam
tulis. Segala aturan yang harus digunakan dalam penulisan bahasa merupakan
persoalan ejaan.
Di dalam bahasa dikenal adanya dua jenis ragam, yakni ragam lisan dan ragam
tulis. Perbedaan antara ragam lisan dan ragam tulis dapat dilihat melalui bagan
berikut.
Perubahan dari Ejaan Suwandi ke EYD terutama terlihat pada huruf atau deret huruf
seperti dalam tabel berikut,