Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN ANSIETAS DENGAN FATIGUE PADA PASIEN KANKER YANG

MENJALANI KEMOTERAPI

UJIAN METODOLOGI

OLEH:
Oktaviani Celvin Duyanti
NRP: 9103018020

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ansietas
2.1.1 Pengertian Ansietas
Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2016)
Menurut NANDA (2015), ansietas adalah perasaan yang tidak nyaman ataupun
suatu kekhawatiran yang berasal dari sumber yang tidak diketahui oleh individu dan
disertai oleh respon otonom yang membuat suatu individu meningkatkan tingkat
kewaspadaannya untuk mengantisipasi.
Menurut American Psychological Assosiation (2017) anxiety disorder atau
gangguan ansietas dapat membuat seseorang mengalami suatu gangguan konsentrasi
maupun pikiran.

2.1.2 Penyebab Ansietas


Menurut Stuart (2013) penyebab ansietas atau kecemasan dibagi menjadi tiga faktor,
yaitu:

2.1.2.1 Faktor biologis/fisiologis


Adalah sesuatu yang mengancam kebutuhan sehari-hari seseorang seperti makanan,
minuman, perlindungan maupun keamanan. Dalam otak terdapat terdapat beberapa
reseptor khusus yang berperan sangat penting dalam proses terjadinya ansietas, yaitu
reseptor khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan untuk peningkatan neuroregulator
inhibisi asam gama-aminobutirat. Selain itu terdapat faktor predisposisi ansietas, yaitu
status riwayat keluarga.
2.1.2.2 Faktor Psikososial
Berupa suatu ancaman terhadap konsep diri atau identitas diri, kehilangan suatu
benda ataupun seseorang yang berharga bagi individu, serta perubahan status sosial
maupun status ekonomi.
2.1.2.3 Faktor Perkembangan
Suatu ancaman yang dihadapi individu sesuai usia perkembangan. Selain tiga faktor
diatas, individu yang mengalami suatu penyakit kronis dapat menyebabkan terjadinya
ansietas. Masalah psikososial dalam studi yang dilakukan Shankar, Dracham, Ghoshal
& Grover (2016) menemukan bahwa 46,4% penderita kanker memiliki morbiditas
terhadap masalah depresi dan gangguan kecemasan umum (Generalized Anxiey
Disorder/GAD).

2.1.3 Tanda dan Gejala Ansietas


Stuart (2013), tanda dan gejala ansietas dapat dilihat dari 4 respon tubuh yang
terkait,yaitu:
2.1.3.1 Respon Fisiologis
Respon yang ditimbulkan berupa dada berdebar-debar, tekanan darah meningkat
lalu terjadi sesak napas dan sensasi tercekik, kemudian terjadinya tremor, reaksi
terkejut, bahkan hilang nafsu makan.
2.1.3.2 Respon Perilaku
Respon yang ditimbulkan berupa rasa gelisah, ketegangan fisik, dan menarik diri.
2.1.3.3 Respon Afektif
Respon yang ditimbulkan berupa rasa tidak sabar, ketakutan, gugup dan rasa
bersalah.
2.1.3.4 Respon Kognitif
Respon yang ditimbulkan berupa konsentrasi buruk, pelupa dan rasa kebingungan.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Ansietas


2.1.4.1 Faktor Predeposisi
a) Teori Psikoanalitik
Suatu teori yang menjelaskan tentang suatu kondisi emosional yang terjadi pada dua
elemen kepribadian.
b) Teori Interpersonal
Kecemasan adalah perwujudan penolakan dari individu yang menimbulkan suatu
perasaan takut, serta berhubungan dengan perkembangan sebuah trauma pada diri
individu seperti kehilangan atau suatu perpisahan.
c) Teori Perilaku
Kecemasan yang terjadi pada individu terjadi karea adanya rangsangan dari
lingkungan, pola pikir yang keliru atau salah yang dapat menyebabkan perilaku
yang menyimpang atau maladaptif. 10 d. Teori Biologis, merupakan teori yang
menunjukkan kecemasan dihasilkan oleh suatu respetor khusus yang ada dalam otak
dan berperan penting dalam mekanisme biologis.

2.1.4.2 Faktor Presipitasi


a) Faktor Eksternal
Faktor yang terdiri atas suatu ancaman integritas fisik maupun ancaman sistem diri
pada individu, dimana ancaman integritas fisik ini meliputi suatu ketidakmampuan
dalam kebuthan dasar sehari-hari, sedangkan pada ancaman sistem diri meliputi
perubahan status dan peran, tekanan kelompok atau lingkungan, maupun sosial
budaya.
b) Faktor Internal
Faktor yang berasal dari diri, yaitu usia, stresor, jenis kelamin, lingkungan serta
pendidikan.
2.1.5 Tingkat Kecemasan
Halter (2014) menyebutkan bahwa terdapat 4 klasifikasi tingkat ansietas, yaitu
ansietas ringan, sedang, berat dan panik.
2.1.5.1 Ansietas Ringan
Ansietas ringan dapat terjadi akibat dari pengalaman kehidupan sehari-hari dari
individu dan menjadikan individu tersebut lebih fokus pada realita. Individu tersebut
akan mengalami rasa ketidaknyamanan, mudah marah, gelisah, ataupun mempunyai
suatu kebiasaan untung mengurangi ketegangan seperti menggigit kuku maupun
menekan jari atau tangan.
2.1.5.2 Ansietas Sedang
Pada tingkat ansietas ini, individu akan mengalami lapang pandang yang
menyempit. Selain itu juga individu akan mengalami penurunan penglihatan,
pendengaran, kurang menangkap informasi dan akan menunjukkan perilaku yang
kurang perhatian terhadap lingkungan sekitarnya. Individu juga akan terhambat dalam
kemampuan untuk berpikir jernih, akan tetapi masih dapat untu k belajar dan
memecahkan masalah meskipun tidak optimal.
2.1.5.3 Ansietas Berat
Pada tingkat ansietas ini, semakin tinggi level kecemasan maka semakin tinggi pula
individu mengalami lapang pandang yang menurun maupun menyempit. Individu yang
mengalami ansietas yang berat hanya akan fokus pada satu hal dan akan mengalami
kesulitan dalam memahami sesuatu yang terjadi. Pada tingkat ini individu sudah tidak
dapat ataupun tidak mampu untuk belajar maupun memecahkan masalah, dan dapat
menyebabkan individu menjadi linglung dan bingung.
2.1.5.4 Panik
Situasi dimana individu sudah tidak lagi bisa atau sulit untuk memahami situasi
maupun kejadian yang ada di lingkungan sekitarnya dan akan kehilangan rangsangan
pada kenyataan. Kebiasaan yang sering muncul pada tingkat ini yaitu mondar-mandir,
mengamuk, teriak, ataupun adanya penarikan diri dari lingkungan sekitar. Pada tingkat
ini juga akan dapat terjadi halusinasi dan persepsi sensorik yang palsu serta tidak
terkoordinasinya fisiologis dan adanya gerakan impulsive

2.1.6 Alat Ukur Ansietas


Salah satu intrumen yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan
adalah the State-Trait Anxiety Inventory (STAI). STAI merupakan alat ukur yang
berupa sebuah kuesioner yang digunakan untuk mengukur skala kecemasan yang
dirasakan “saat ini” dan secara keseluruhan atau secara umum dalam menentukan
kecemasan. Alat ukur ini terdiri dari 2 sub-skala kuesioner, yaitu S-Anxiety (State
anxiety scale) dan T-Anxiety (Trait anxiety scale). Pada alat ukur STAI ini memilki 40
item pernyataan yang masing-masing sub-skala S-Anxiety dan T-Anxiety memiliki 20
item pernyataan. Pada S-Anxiety 20 item digunakan untuk mengukur perasaan cemas
saat itu juga, sedangkan pada TAnxiety 20 item digunakan untuk mengukur perasaan
cemas secara keseluruhan. Dan penilaian pada setiap sub-skala menggunakan skala
likert yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif serta menggunakan 4 alternatif
jawaban, pada SAnxiety jawaban yang bernilai positif adalah 4 (Sama sekali tidak
merasakan), 3 (Sedikit merasakan), 2 (Cukup merasakan), dan 1 (Sangat merasakan),
sedangkan pada jawaban yang bernilai negative adalah 1 (Sama sekali tidak
merasakan), 2 14 (Sedikit merasakan), 3 (Cukup merasakan), dan 4 (Sangat
merasakan). Penilaian pada T-Anxiety juga sama memiliki pernyataan posistif dan
negatif. Pada pernyataan positif nilainya adalah 4 (Hampir tidak pernah), 3 (Kadang-
kadang), 2 (Sering), dan 1 (Hampir selalu), sedangkan pada pernyataan negatif nilainya
adalah 1 (Hampir tidak pernah), 2 (Kadang-kadang), 3 (Sering), 4 (Hampir selalu).

2.2 Fatigue
2.2.1 Pengertian Fatigue
Fatigue merupakan tanda dan gejala yang dirasakan paling mengganggu oleh para
pasien kanker, akibat fatigue pasien menjadi terlalu lelah untuk terlibat dalam aktivitas
sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien(Campos et al., 2011)
. Fatigue merupakan penurunan beberapa kinerja fisik, ketidakaktifan, tidak adanya
regenerasi dan ketidakberdayaan, juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan paling
umum yang berasal dari kanker itu sendiri maupun pengobatan kanker yang berupa
perasaan lelah yang tak kunjung hilang walaupun sudah beristirahat (Horneber, Fischer,
Dimeo, Rüffer, & Weis, 2012)
2.2.2 Etiologi Fatigue
2.2.3 Gejala Fatigue
Gejala khas fatigue meliputi kelelahan, anggota tubuh berat, penglihatan kabur,
tinnitus, dispnea, mual, apatis terhadap rangsangan eksternal, atau mialgia, dan gejala
objektif termasuk perubahan otot, neoropsikologis dan metabolik termasuk
berkurangnya otot kekuatan, tremor, respon refleks berkurang, koordinasi terganggu,
konsentrasi berkurang, perhatian dan masalah memori, kelainan elektrolit, peningkatan
laktat, dan pengurangan glikogen (Weis, 2014).
2.2.4 Penatalaksanaan Fatigue
Pengobatan Nonfarmakologis Menurut Weis (2014) pengobatan nonfarmakologis
dan farmakologis yang dapat digunakan untuk mengatasi fatigue antara lain :
2.2.4.1 Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial untuk mengobati kelelahan mencakup cakupan yang luas,
intervensi seperti konseling psikososial, psikoterapi, atau psikopendidikan. Selain
mengkomunikasikan informasi tentang kelelahan, tujuan utama dari intervensi
tersebut adalah untuk membantu pasien merestruksisasi penilaian kognitif mereka
terhadap kelelahan, mengubah penilaian mereka mengatasi strategi dan perilaku,
dan mengatasi self-help atau strategi selfcare.
2.2.4.2 Intervensi pikiran tubuh
- Pengurangan stres berbasis perhatian
Intervensi klinis berbasis kesadaran adalah modalitas pikiran tubuh yang
menggabungkan latihan meditasi dengan psiko-pendidikan, intervensi
kognitifperilaku, dan latihan gerakan. Praktik intinya adalah duduk bermeditasi
kesadaran bernafas dan perhatian terfokus, sensasi kesadaran dalam tubuh,
latihan yoga, meditasi berjalan, dan meditasi wawasan.
- Yoga
Yoga adalah intervensi pikiran tubuh yang terdiri dari kombinasi pose fisik
dengan fokus pada pernapasan dan meditasi. Ini dianggap mememiliki efek
menguntungkan pada fisik dan kesehatan emosional dan telah digunakan
sebagai intervensi utuk mengurangi kelelahan
- Latihan dan terapi olahraga
Olahraga telah terbukti menjadi salah satu faktor penting dalam strategi
pengobatan yang efektif untuk kelelahan. Namun, pasien yang terdiagnosis
kanker sering menjadi kurang aktif secara fisik dapat meningkatkan kelelahan.
Ini karena saat pasien menjadi kurang aktif secara fisik, meraka lebih mudah
lelah dan ketika 10 pasien kanker mengalami kelelahan, mereka mengalami
kurang aktif secara fisik. Intervensi untuk mempromosikan dan memperkuat
aktivitas, olahraga, dan pelatihan fisik telah terbukti efektif melawan penurunan
status fungsional fisik yang berkelanjutan.

2.2.4.3 Pengobatan farmakologis


Pengobatan farmakologis Cancer Related Fatigue (CRF) adalah umumnya
didasarkan pada mengatasi gejala dan mengurangi intensifikasi faktor-faktor seperti
anemia, malnutrisi, tidur dan gangguan endokrin, serta mempengaruhi kemungkinan
faktor patofisiologis seperti perubahan sistem serotonergik Sistem Saraf Pusat (SSP)
dan disregulasi inflamasi sitokin. Oleh karena itu, obat-obatan dengan mekanisme
yang sangat beragam digunakan untuk tindakan pengobatan kelelahan. Studi klinis
telah dilakukan psikostimulan, faktor pertumbuhan hematopoietik, antidepresan,
obat anti inflamasi termasuk kortikosteroid, dan agen fitoterapi.

2.3 Kanker
2.3.1 Pengertian Kanker
Kanker merupakan kerusakan sel yang dikarakteristikkan dengan pertumbuhan sel
yang cepat dan tidak terkontrol yang biasanya membentuk tumor atau disebut dengan
neoplasma yang bersifat ganas dan mempunyai kecenderungan menyebar pada bagian
tubuh lainnya (Napitupulu, 2018).
Kanker adalah suatu istilah yang digunakan pada penyakit dimana sel abnormal
membelah dan tidak terkontrol dan mampu menyerang jaringan tubuh yang lain
(Onggo, 2015).
2.3.2 Penyebab Kanker
Faktor yang menyebabkan kanker dapat dilihat pada sifat eksternalnya, dimana
seseorang memiliki pola atau gaya hidup yang tidak sehat seperti seringnya
mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food/junk food) dan minum minuman
beralkohol.(Sunaryati, 2011)
Beberapa faktor penyebab kanker menurut Onggo (2015), yaitu:
2.3.2.1 Paparan zat kimia ataupun senyawa beracun yang berupa benzene, nikel, kadmium,
vinil klorida, asap tembakau atau rokokdan aflatoksin.
2.3.2.2 Radiasi, paparan radiasi juga dapat berpotensi terjadinya kanker, seperti uranium,
sinar UV, radiasi sinar alfa, beta, dan gama, serta X-ray.
2.3.2.3 Patogen, suatu virus dari suatu penyakit yang dapat menjadi kanker, seperti virus
hepatitis B dan C.
2.3.2.4 Genetika, adapun beberapa jenis kanker yang didapat dari keturunan keluarga
seperti kanker payudara, kanker ovarium, kanker prostat ataupun kanker kulit.

2.3.3 Karaketeristik Kanker


Menurut Rosdahl & Kowalski (2017) kanker berdasarkan karakteristiknya dibagi
menjadi dua yaitu:
2.3.3.1 Tumor jinak
Tumor jinak merupakan jenis kanker yang selnya tidak bermetastasis,
pertumbuhannya lambat serta dilapisi oleh lapisan fibrosa.
2.3.3.2 Tumor ganas
Merupakan jenis kanker yang pertumbuhannya sangat cepat, selnya bermetastasis
secara luas pada pembuluh darah ataupun pembuluh limfatik, tidak mempunyai lapisan
fibrosa dan dapat merusak jaringan sel yang lainnya.

2.3.4 Jenis Kanker


Menurut Onggo (2015) terdapat 100 lebih jenis kanker dan masing-masing jenis
diberi nama berdasarkan organ atau regio tempat sel itu tumbuh. Terdapat lima
kelompok yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis kanker, yaitu:
2.3.4.1 Karsinoma
Kanker yang ada di bagian kulit atau pada jaringan yang melapisi ataupun menutupi
organ, seperti kanker paru, payudara, usus besar, pankreas, ovarium maupun kanker
kulit.
2.3.4.2 Sarkoma
Merupakan kanker yang menyerang pada tulang, jaringan tulang rawan, jaringan
ikat, dan otot, misalnya kanker tulang.
2.3.4.3 Limfoma
Kanker yang muncul atau bermula dalam kelenjar getah bening dan jaringan
kekebalan tubuh.
2.3.4.4 Leukimia
Kanker yang menyerang pada sumsum tulang belakang, sehingga menyebabkan
sumsum tulang belakang memproduksi sel darah yang abnormal dan mengalir dalam
aliran darah.
2.3.4.5 Adenoma
Suatu kanker yang muncul dalam kelenjar tiroid, kelenjar pituitari, kelenjar adrenal
dan jaringan lainnya.
2.3.5 Gejala Kanker
Gejala kanker menurut Onggo (2015) muncul tergantung pada jenis kanker ,organ
tubuh yang diserang dan tempat sel kanker menyebar. Beberapa pasien yang menderita
kanker tidak akan menunjukkan tanda maupun gejala sampai kanker telah terdeteksi
parah, meskipun tanda dan gejala tidak begitu spesifik, ada beberapa tanda dan gejala
yang cukup mudah di deteksi pada pasien kanker, antara lain:
2.3.5.1 Demam, biasanya timbul berulang-ulang atau konstan dan tidak ada sumber infeksi
yang jelas.
2.3.5.2 Kelelahan, terjadi terus-menerus dan tidak kunjung pulih meskipun sudah
beristirahat. Penurunan berat badan yang terjadi secara drastis tanpa disengaja.
2.3.5.3 Rasa nyeri yang terus-menerus terjadi, biasanya pada bagian yang telah terjadi
kanker. Perubahan kulit, dapat dilihat dari warna kulit, lalu adanya luka yang tak
kunjung sembuh, lalu bintik-bintik putih pada mulut ataupun lidah.
2.3.5.4 Perubahan fungsi usus dan kandung kemih, biasanya kesulitan dalam menelan atau
mengalami sembelit.
2.3.5.5 Perdarahan, biasanya terjadi pada mulut, vagina maupun kandung kemih.
2.3.5.6 Batuk yang tak kunjung sembuh atau adanya perubahan suara.
2.3.5.7 Terdapat benjolan.

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Kowalak, Welsh & Mayer (2014) jenis – jenis pemeriksaan penunjang pada
pasien penderita kanker adalah sebagai berikut:
2.3.6.1 Sinar-X Sebuah pemeriksaan yang dilakukan dalam bentuk radiasi elektomagnetik
yang memiliki arus gelombang yang pendek yang berfungsi untuk mengenali suatu
perubahan pada jaringan dan menghasilkan gambaran dari paparan sinar radiasi
tersebut.
2.3.6.2 Uji skrining Suatu alat yang digunakan untuk mengidentifikasi atau mendeteksi
kesehatan pasien yang beresiko terjadi kanker.
2.3.6.3 MRI (Magnetic Resonance Imaging) Pemeriksaan yang menggunakan medan
magnet dan radio frekuensi yang diproses menjadi sebuah gambaran
2.3.6.4 USG Suatu pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi
tinggi yang berfungsi untuk mengetahui tempat penyebaran dan menentukan lokasi
tumor.
2.3.6.5 CT-Scan (Computed Tempgraphy Scan) Pemeriksaan berbasis komputer untuk
menghasilkan gambaran organ tubuh yang dilalui oleh sinar X.
2.3.6.6 Biopsi Pemeriksaan dengan mengambil sampel atau jaringan tubuh yang dicurigai
adanya penyakit kanker.
2.3.6.7 Endoskopi Pemeriksaan menggunakan endoskop untuk memberi gambaran
langsung pada bagian dalam rongga tubuh yang bertujuan untuk mendeteksi kondisi
kesehatan atau kelainan

2.3.7 Penatalaksanaan Kanker


Beberapa penatalaksanaan yang pada penderita kanker menurut Rosdahl & Kowalski
(2017).
2.3.7.1 Pembedahan
Metode pengangkatan jaringan atau sel ganas secara menyeluruh sebelum terjadi
metastase yang luas, untuk mencegah terjadinya penyebaran pada jaringan ganas,
dilakukan cara pembakaran (elektrokauterisasi) atau dihancurkan (fulgurasi).
2.3.7.2 Kemoterapi
Proses pengobatan menggunakan bahan kimia yang berguna untuk menghancurkan
sel kanker.
2.3.7.3 Pembedahan leser
Metode pemotongan tumor atau jaringan sel kanker pada area glotis secara tepat
2.3.7.4 Bioterapi
Penatalaksanaan dengan metode pertahanan tubuh itu sendiri, dimana respon dari
pertahanan tubuh itu untuk melawan sel kanker

2.4 Kemoterapi
2.4.1 Pengertian Kemoterapi

Anda mungkin juga menyukai