Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH SENAM HIPERTENSI TERHADAP PENURUNAN

TEKANAN DARAH PADA LANSIA PEREMPUAN DI PUSKESMAS


CISEENG TAHUN 2021

OLEH :
Siti hifdzilla
190210014

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
TANGERANG SELATAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Dalam kehidupan ini, sehat merupakan hal yang penting bagi semua makhluk hidup
termasuk manusia. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009
pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Untuk mendapatkan kehidupan yang produktif, secara sosial
diperlukan upaya kesehatan yang menyeluruh untuk seluruh masyarakat terutama
penduduk usia lanjut.

Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin
bertambah jumlahnya berjalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Berdasarkan data
kementrian kesehatan RI tahun (2017), terdapat 23,66 juta penduduk lansia di Indonesia
(9,03% dari keseluruhan penduduk). Menurut prediksi jumlah penduduk lansia tahun 2020
(27,08 juta) dan angka terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal tersebut menandakan
bahwa Indonesia memasuki struktur penduduk tua (ageing population) karna suatu wilayah
dapat dikatakan berstruktur penduduk tua jika populasi lansia diatas 7%.

Pertambahan populasi dapat memberikan dampak positif maupun dampak negatif


pertambahan populasi lansia akan berdampak aktif jika seluruh lansia dalam keadaan sehat
dan produktif. Namun akan berbeda jika lansia memiliki masalah kesehatan. Karena akan
berdmpak pada aspek-aspek lainnya. Begitupula dengan semakin tinggi usia harapan
hidup, maka semakin tinggi pula faktor resiko terjadinya masalah kesehatan. Penyakit yang
sering menyerang lansia adalah penyakit degeneratif penyakit degeneratif adalah penyakit
tidak menular yang muncul. Akibat-akibat kemunuduran fungsi sel tubuh, yaitu dari
keadaan yang normal menjadi lebih buruk jenis penyakit degeneratif yang banyak
menyerang lansia adalah hipertensi, artritis,stroke,penyakit paru obstruktif kronik,dan
diabetes mellitus (Ratnawati,2017).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu contoh pemyakit degeneratif yang
banyak menyerang lansia. Hipertensi merupakan suatu peningkatan tekanan sistolik yang
melebihi 140mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90mmHg. Hipertensi dapat
disebabkan dari berbagai faktor penikatan usia akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis,pada lanjut usia terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktifitas simptik.
Tekana darah akan meningkat setelah umur 44-55tahun, karna dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot sehingga
pembuluh darah akan berangsur angsur menyempit dan menjadi kaku (Setiawan,Yunani ,&
Kusyati,2014).

Menurut data WHO 2015 menunjukan 1,13Miliar didunia menderita hipertensi artinya,
1dari 3 orang didunia terdiagnosis menderita hipertensi, tetapi hanya 36,8% diantaranya
yang meminum obat. Jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat setiap tahunnnya,
dan diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5miliar orang yang akan terkena hipertensi
dengan perkiraan 9,4juta orang setiap tahunnya yang akan meninggal akibat hipertensi dan
komplikasi.

Di indonesia berdasarkan data riskesdas 2013 mengatakan bahwa prevalensi hipertensi di


Indonesia sebesar 25,8% dengan prevalensi teringgi di Bangka Belitung (30%) dan
prevalensi terendah di Papua (16,8%). Semetara itu, data Survei Indikator Kesehatan
Nasional (Sirkesnas) tahun 2016menunjukan peningkatan prevalensi hipertensi pada
penduduk usia 18 tahun ke atas sebesar 32,4%(Kemenkes RI,2013).

Tingginya angka kejadian hipertensi pada lansia menuntut peran tenaga kesehatan untuk
melakukan upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Cara pencegahan penyakit hipertensi
dapat menggunakan terapi tanpa obat (non farmakologi) ataupun dengan obat
(Farmakologi) tidak hanya menurunkan tekanan darah, namun juga menurunkan resiko
stroke dan penyakit jantung iskemik. Terapi menggunakan obat bisa dilakukan dengan
pemberian obat anti hipertensi, sedangkan untuk terapi tanpa menggunakan obat bisa
dilakukan dengan berdiet, menghindari stress dan berolahraga dengan teratur. Salah satu
olahraga yang dapat dilakukan adalah senam lansia (Izhar,2017).
Senam lansia merupakan serangkaian gerakan senam ringan dan mudah yang terarah dan
teratur yang pelaksanaannya diikuti para lansia. Senam lansia dilakukan dengan tidak
banyak bergerak arau hanya merupakan peregangan pada bagian tubuh, pingang, kaki dan
tangan. Aktivitas olahraga senam lansia membantu tubuh agar tetap bugar dan sehat karena
dapat melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu
menghilangkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Grace Tedy Palopo Tulak dan
Munawira Umar (2020) tentang pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah lansia
dengan hipertensi di puskesmas ciseeng , menyatakan bahwa terdapat pengaruh senam
lansia terhadap penurunan tekanan darah lansia dengan hipertensi. Karena usia lanjut
merupakan usia yang rentan terhadap penyakit. Salah satu faktor penyebabnya adalah
kurangnnya pergerakan atau aktivitas yang dilakukan oleh lansia. Senam yang dilakukan
dalam penurunan tekanan darah pada lansia adalah senam bugar lansia.

1.2 Rumusan Masalah

menurut data Riskesdas tahun 2018 didapatkan angka prevalensi hipertensi di Indonesia
naik dari 25,8% menjadi 34,1% berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah. Sedangkan,
berdasarkan jenis kelamin di dapatkan bahwa prevalensi perempuan yang di diagnosis
hipertensi oleh dokter sebesar 36,9% sedangkan prevalensi laki-laki yang terkena
hipertensi 31,1%.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Solehatul Mahmudah (2020) tetang
hubungan gaya hidup dan pola makan dengan kejadian hipertensi pada lansia yang
menyaktakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik lansia dengtan kejadian hipertensi.
Karena, otot jantung harus bekerja lebih keras saat kontraksi sehingga menyebabkan
kenaikan tekanan darah aktivitas fisik yang kurang dan lebih merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan hipertensi. Aktivitas fisik sedang yang dapat dilakukan bagi lansia
adalah berkebun, jalan kaki jarak dekat , bersepeda santai, dan membersihkan rumah.
Aktivitas fisik yang berat dapat dilakukan oleh lansia yaitu jogging dan senam.
Sedakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Rina Puspita Sari dan Eti Nuryati
(2017) , tentang pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi. Bahwa terdapat pengaruh antara senam lansia dengan penurunan tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi. Menunnjukan bahwa terjadi penurunan tekanan darah yang
lebih besar pada kelompok yang diberikan intervensi senam lansia dibandingkan dengan
kelompok yang tidak diberikan intervensi seam lansia, sehingga senam lansia terbukti
nemurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan dengan pengobatan menggunakan
obata atau yang lainnnya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di Dinas Kesehatan Kota
Bogor, di dapatkan bahwa angka kejadian hipertensi pada lansia di Kota Bogor tahun 2021
sebanyak 12.103 orang. Dengan jumlah penderita hipertensi pada lansia tertinggi ada pada
puskesmas ciseeng sebanyak 2.374 orang, sedangkan jumlah penderita hipertensi pada
lansia terendah ada pada puskesmas Bambu Apus sebanyak 34 orang. Berdasarkan hal
tersebut penelitian tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ judul pengaruh senam
hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia perempuan di kecamatan ciseeng
tahun 2021 ”

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana nilai tekanan darah sebelum dilakukannnya senam lansia pada lansia
perempuam dengan hipertensi di wilayah kecamatan ciseeng tahun 2021 ?

2. Bagaimana niai tekanan darah sesudah dilakukannya senam lansia pada lansia dengan
hipertensi di wilayah kecamatan ciseeng tahun 2021 ?

3. Apakah ada perbedaan nilai tekaanan darah sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia
pada lansiaperempuan dengan hipertensi di wilayah kecamatan Ciseeng tahun 2021?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum


1. diketahuinya perbedaan nilai tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukannnya senam
lansia pada lansia perempuan dengan hipertensi di wilayak kecamatan ciseeng tahun 2021

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui nilai tekanan darah sebelum dilakukannnya senam lansia pada lansia
perempuan dengan hipertensi di wilayah kecamatan ciseeng tahun 2021 ?

b. Mengetahui niai tekanan darah sesudah dilakukannya senam lansia pada lansia dengan
hipertensi di wilayah kecamatan ciseeng tahun 2021 ?

c. Mengetahui perbedaan nilai tekaanan darah sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia
pada lansia dengan hipertensi di wilayah kecamatan Ciseeng tahun 2021?

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Penderita

Dengan penelitian ini penderita dapat menambah pengetahuannya tentang aktivitas fisik
yang dapat membantu dalam penurunan tekanan darah penderita.

1.5.2 Bagi keluarga penderita

hasil penelitian ini diaharapkan dapat memberi pengetahuan kepada keluarga yang
memiliki penderita hipertensi agar dapat memberi dukungan kepada penderita hipertensi
untuk menghindari kemungkinan komplikasi penyakit-penyakit akibat hipertensi dengan
aktivitas fisik seperti senam.

1.5.3 Bagi masyarakat

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakan yang belum
terkena hipertensi agar lebih mejaga diri untuk menghindari hipertensi dan dilakukan
aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan tubuh.

1.5.4 Bagi petugas Puskesmas


Penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi kepada tenaga kesehatan mengenai
pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi
agar tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dapat menjadu perantara dalam mengadakan
senam lansia untuk lansia hipertensi.

1.5.5 Bagi petugas Dinas Kesehatan Bogor

Dengan penelitan ini diharapkan agar petugas dinas setempat dapat membantu dalam
perbuatan kebijakan dan program untuk mengurangi jumlah penderita penyakit hipertensi
pada lansia.

1.5.6 Bagi mahasiswa STIKes Banten

Penelitan ini diharapkan dapat menambah informasi serta bahan acuan dalam
pengembangan profesi kesehatan masyarakat khususnya peminatan manajemen rumah
sakit di STIKes Banten.

1.5.7 Bagi peneliti

Dari hasil penelitian ini peneliti mendapatkan pengalaman dan kemampuan riset kuantitatif
dalam penelitian mengenai pengaruh senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada
lansia dengan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian Lansia

Perubahan- perubahan dalam proses “aging” atau penuaaan merupakan masa ketika

seorang individu berusaha untuk tetap menjalani hidup dengan bahagia melalui berbagai

perubahan dalam hidup. Secara definisi, seorang individu yang telah melewati usia 45

tahun atau 60 tahun disebut lansia. Sebagian besar teori menjelaskan penuaan adalah

perubahan fisiologis dan psikologis pada lansia. Dalam menghadapi perubahan ini,

diperlukan adaptasi atau penyesuaian seorang individu. Penekanan dan fokus intervensi

dilakukan dengan melibatkan keluarga sebagai sistem yang sangat memangaruhi

kehidupan lansia (Senja dan

Prasetyo, 2019).

2. Klasifikasi Lansia

Batasan Lansia menurut WHO (2016) :

Lanjut usia meliputi:


usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia

antara 60 dan 74 tahun , lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua

(very old) diatas 90 tahun.

Klasifikasi lansia menurut Depkes RI (2013)

1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45- 59 tahun.

2) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan.

4) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

5) Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Pada Lansia

Menurut Senja dan Prasetyo (2019), proses penuaan berawal dari selesainya

pertumbuhan pada usia 25 tahun. Beberapa orang menyadari bahwa proses penuaan (di

luar, rambut yang menjadi putih) dan proses ini pada awalnya tidak menimbulkan

permasalahan. Selanjutnya, proses ini pada menimbulkan permasalahan. Selanjutnya,

proses penuaan terjadi semakin cepat dan perubahan fisiologis semakin jelas. Proses

penuaan ini ditandai dengan perubahan fisiologis yang terlihat dan tidak terlihat.

Perubahan fisik yang terlihat ini, seperti kulit yang mulai keriput dan mengendur, rambut
yang beruban, gigi yang ompong, serta adanya penumpukan lemak di pinggang dan

perut. Perubahan fisik yang tidak terlihat ini misalnya perubahan fungsi organ, seperti

penglihatan, pendengaran, dan kepadatan tulang.

Di samping itu, terdapat beberapa teori terkait dengan penuaan yang menjelaskan

bagaimana dan mengapa penuaan terjadi serta dampak pada aspek fisiologis dan

psikososial.

a. Teori Imunitas

Seiring dengan berjalannya proses penuaan, teori sistem imun menjelaskan adanya
penurunan imunitas terkait dengan pertahanan terhadap agen patogen atau organisme asing.
Penyakit yang dapat muncul diantaranya adalah penyakit infeksi dan kanker. Terkait dengan
peran kelenjar timus, dan kemampuan diferensiasi sel T maka kemungkinan terjadi respons
autoimun dan akan muncul penyakit seperti atritis rheumatoid alergi (Senja dan Prasetyo, 2019).

b. Teori Neuroendokrin

Terkait dengan sistem saraf dan pengaturan hipofisis, dalam proses penuaan

terjadi gangguan pada area neurologi, yaitu waktu reaksi yang diperlukan untuk

menerima, memproses, dan merespons terhadap perintah (Senja dan Prasetyo, 2019).

c. Teori Kepribadian

Dalam teori ini, dijelaskan bahwa penuaan yang sehat tidak tergantung pada

jumlah aktivitas sosial seseorang. Akan tetapi, pada bagaimana kepuasan orang

tersebut dengan aktivitas sosial yang dilakukannya (Senja dan Prasetyo, 2019).

d. Teori Aktivitas

Dalam teori ini dijelaskan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara negatif

memengaruhi kepuasan hidup (Senja dan Prasetyo,


2019).

e. Teori Kontinuitas

Teori ini menjelaskan bahwa kepribadian seseorang seiring dengan proses

penuaan cenderung tidak berubah dan lebih jelas pada saat orang tersebut bertambah

tua. Seseorang yang senang dan memiliki kehidupan sosial yang aktif akan terus

menikmati gaya hidupnya sampai usia lanjut. Sementara itu, orang yang menyukai

kesendirian dan memiliki jumlah aktivitas yang terbatas mungkin akan menemukan

kepuasan dalam melanjutkan gaya hidupnya. Proses komunikasi yang menjadi poin

penting dalam menjelaskan peran keluarga akan sangat menentukan bagaimana

orientasi nilai lansia, fungsi afektif, serta fungsi sosialisasi mereka (Senja dan

Prasetyo,2019).

B. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Menurut American Heart Association (2017) tekanan darah tinggi (HBP atau

hipertensi) adalah kekuatan darah yang mengalir melalui pembuluh darah secara

konsisten terlalu tinggi..

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis ketika tekanan darah pada

dinding arteri meningkat. Kondisi ini dikenal sebagai “pembunuh diam-diam” karena

jarang memiliki gejala yang jelas. Satusatunya cara mengetahui apakah seseorang

memiliki hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah. Kekuatan darah dalam

menekan dinding arteri ketika dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh menentukan

ukuran tekanan darah. Tekanan yang terlalu tinggi akan membebani arteri dan jantung
sehingga pengidap hipertensi berpotensi mengalami serangan jantung, stroke,atau

penyakit ginjal. Pengukuran tekanan darah dalam tekanan merkuri per millimeter

(mmHg) dan dicatat dalam dua bilangan, yaitu tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan

sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak memompa darah keluar. Sementara

itu tekanan diastolik merupakan tekanan darah saat jantung tidak berkontraksi atau

fase relaksasi (Anies, 2018).

2. Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Palmer (2005) dalam

Manuntung (2018), terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Hipertensi esensial (primer)

Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%.

Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi

faktor pola hidup seperti kurang bergerak dan pola makan.

b. Hipertensi sekunder

Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah

tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya

penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik


(mmHg)
Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 1 140-159 90-99
Hipertensi 2 ≥160 ≥100
Sumber: American Heart Association dan Joint National ComitteVIII (AHA & JNC VIII, 2014)

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi


Tekanan Darah Diastolik
Tekanan Darah Sistolik
Kategori (mmHg) (mmHg)

Optimal 120 80
Normal 120 – 130 80 – 85
Pra Hipertensi 130 – 140 85 – 90
Hipertensi ringan 140 – 160 90 – 100
Hipertensi sedang 160 – 180 >180 100 – 110
Hipertensi berat >110
Sumber : WHO (2016)

Tabel 2.3 Kategori Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal 120-129 80-89
Normal tinggi 130-139 89
Hipertensi 1 140-159 90-99
Hipertensi 2 ≥ 160 ≥ 100
Hipertensi 3 > 180 > 110

Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016)

3. Faktor Risiko

Menurut Anies (2018), Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan

seseorang menderita darah tinggi.

a. Usia
Tidak dapat dimungkiri faktor usia merupakan salah satu penyebab seseorang

terkena tekanan darah tinggi. Semakin bertambah usia seseorang semakin berkurang

elastisitas pembuluh darahnya sehingga tekanan darah di dalam tubuh orang yang

sudah lanjut usia akan mengalami kenaikan dan dapat melebihi batas normalnya

(Anies,

2018).

b. Keturunan

Orangtua yang mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi ada kemungkinan

dapat menurunkan kepada anaknya (Anies, 2018).

c. Jenis Kelamin

Pria yang berusia 45 tahun lebih berisiko terkena tekanan darah tinggi

dibandingkan wanita. Sementara itu, wanita yang berusia di atas

65 tahun lebih berisiko terkena penyakit ini (Anies, 2018).

d. Faktor Olahraga

Orang yang tidak pernah melakukan berbagai olahraga akan lebih berisiko terkena

tekanan darah tinggi. Jika tidak pernah melakukan olahraga akan menyebabkan

jantung menjadi tidak sehat. Hal ini berakibat jantung tidak bisa memompa darah dan

akan mengakibatkan aliran darah di dalam tubuh menjadi tidak lancar (Anies, 2018).

e. Pola Makan

Pola makan yang buruk atau tidak sehat merupakan salah satu penyebab orang

terkena tekanan darah tinggi. Seseorang yang sering mengonsumsi makanan- makanan

yang menpunyai kadar lemak tinggi akan berisiko terkena hipertensi. Makanan yang
berlemak tinggi akan membuat penyumbatan di pembuluh darah sehingga tekanan

darah akan menjadi naik (Anies, 2018).

f. Minum Alkohol

Minum beralkohol sangat tidak baik untuk kesehatan tubuh. Jika Anda sering

mengonsumsi minuman beralkohol sebaiknya mulai mengurangi kebiasaan buruk

tersebut atau bahkan harus menghentikannya. Minuman beralkohol akan

meningkatkan kadar

trigliserida dalam darah. Padahal trigliserida adalah kolesterol yang jahat dan dapat
menyababkan tekanan darah menjadi naik secara drastis

(Anies, 2018).

g. Stres

Faktor lain yang penting adalah stres emosional. Orang sering mengalami stres

biasanya tekanan darahnya akan menjadi naik. Jika orang sedang stres, hormon

adrenalin dalam tubuhnya akan meningkat sehingga akan menyebabkan tekanan darah

di dalam tubuh menjadi naik. Oleh karena itu, Anda harus sering melakukan

refreshing untuk menyegarkan otak Anda agar tidak mengalami stres yang berlarut-

larut

(Anies, 2018).

4. Patofisiologis Hipertensi

Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan

lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neurohormonal. Secara umum

hipertensi disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer dan atau peningkatan volume

darah. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan
meliputi 30% sampai 40% hipertensi primer). Meliputi reseptor angiotensin II, gen

angiotensin dan rennin, gen sintetase oksida nitrat endothelial, gen protein reseptor

kinase, gen reseptor adrenergic, gen calcium transport dan natrium hydrogen antiporter

( mempengaruhi sensitivitas garam), dan hipertensi sebagai kelompok bawaan.

Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas sistem saraf

simpatis (SNS) yaitu terjadi respons maladaptif terhadap stimulasi saraf simpatis dan

perubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin serum yang menetap,

peningkatan aktivitas sistem reninangiotensin - aldosteron (RAA), secara langsung

menyebabkan vasokonstiksi, tetapi juga meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan

kadar prostaglandin vasolidator dan oksida nitrat, memediasi remodeling arteri

(perubahan struktural pada dinding pembuluh darah), memediasi kerusakan organ akhir

pada jantung (hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal. Defek pada transport garam dan air

menyebabkan gangguan aktivitas peptide natriuretik otak (brain natriuretic peptide,

BNF), peptide natriuretik atrial (atrial natriuretic peptide, ANF), adrenomedulin,

urodilatin, dan endotelin dan berhubungan dengan asupan diet kalsium,magnesium, dan

kalium yang rendah. Interaksi kompleks yang melibatkan resistensi insulin ditemukan

pada banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis. Resistensi insulin

berhubungan dengan penurunan pelepasan endhothelial oksida nitrat dan vasodilator lain

serta mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulindan kadar insulin yang tinggi

meningkatkan aktivitas SNS dan RAA. Beberapa teori tersebut dapat menerangkan

mengenai peningkatan tahanan perifer akibat peningkatan vasokonstriktor (SNS, RAA)

atau pengurangan vasodilator (ANF, adrenomedulin, urodilatin, oksida nirat) dan

kemungkinan memediasi perubahan dalam apa yang disebut hubungan tekanan

natriuresis yang menyatakan bahwa individu penderita hipertensi mengalami eksresi


natrium ginjal yang lebih rendah bila ada peningkatan tekanan darah. Pemahaman

mengenai patofisiologi mendukung intervensi terkini yang diterapkan dalam

penatalaksanaan hipertensi, seperti pembatasan asupan garam, penurunan berat badan,

dan pengontrolan diabetes penghambat SNS, penghambat RAA, vasolidator nonspesifik,

diuretik, dan obat- obatan ekperimental baru yang mengatur ANF dan endotelin

( Manuntung, 2018).

5. Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut AHA American Heart Association (2017) bahwa Pada pemeriksaan fisik,

tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula

ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, penyempitan pembuluh darah, dan

pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut

Price (2006), gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit

tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan

pusing.

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada

seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,

jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga

berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat

komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf,

jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan

pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan

kesadaran hingga koma. sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi

bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga. Kadang - kadang disertai mual dan
muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intrakranial (Khusnul Khotimah,

2018).

6. Komplikasi

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus

yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi

pada hipertensi kronik apabila arteri - arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah - daerah yang diperdarahinya

berkurang. Arteri - arteri otak yang mengalami arterrosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000 dalam Manuntung,

2018).

Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba- tiba, seperti orang bingung,

limbung dan bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah

atau sulit digerakkan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat

berbicara) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Manuntung, 2018).

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yaitu arterosklerosis

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan

hipertensi ventrikel, maka kebutuhan kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak

dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian

juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan - perubahan waktu hantaran

listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia. Hipoksia jantung, dan peningkatan

risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).


Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler- kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, mengakibatkan darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan

keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan

edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000 ).

Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang

kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan

terkumpul di paru, kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-

paru menyebabkan kaki bengkak atau sering dikatakan edema ( Manuntung, 2018).

Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat).

Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan

mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron -

neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000 ).

7. Penatalaksanaan Hipertensi

Menurut Divine (2012) beberapa obat farmakologi yang dianjurkan untuk penderita

hipertensi yaitu:

a. Diuretik

Jenis obat ini adalah obat yang mempengaruhi ginjal. Kadar garam di dalam tubuh

dikeluarkan bersamaan dengan zat cair yang ditahan oleh garam. Biasanya tidak ada
efek samping yang mengganggu, tetapi efek tambahan dari diuretik adalah tidak saja

garam yang dikeluarkan dari tubuh, tetapi zat penting seperti kalium juga ikut keluar.

b. Alpha, beta, dan alpha-beta adrenergic blocker

Obat-obatan ini bekerja menghalangi pengaruh bahan-bahan kimia tertentu dalam

tubuh, juga dapat membuat jantung berdetak lebih lambat dan tidak begitu keras dalam

memompa.

c. Inhibitor ACE (Angiostensin Corverting Enzym)

Inhibitor ACE membantu mengendurkan pembuluh darah dengan menghalangi

pembentukan bahan kimia alamiah dalam tubuh yang

disebut angiostensin II.

d. Calcium Chanel Blocker

Obat ini membantu mengendurkan pembuluh darah dan

mengurangi aliran darah. Pengaruh penurunan tekanan darah dari obat ini bisa singkat,

bisa juga lama. Penurunan singkat tidak direkomendasikan pada tekanan darah tinggi,

sebab kontrolnya tidak menentu, dan beberapa laporan mengaitkan dengan pengaruh

terhadap jantung yang merugikan.

Pengobatan modern untuk hipertensi banyak menyembuhkan hipertensi namun

pengobatan ini juga memiliki efek samping. Efek samping yang sering timbul adalah

sakit kepala, pusing, lemas, dan mual.

Menurut JNC 8 (2014) dalam tesis Khusnul Khotimah (2018) penatalaksanaan

hipertensi non farmakologi adalah dengan modikasi gaya hidup antara lain:
a. Penurunan berat badan

Menurunkan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik (5- 20mm) /

penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pingangg < 94 cm untuk pria dan < 80 cm

untuk wanita, indeks massa tubuh < 25 kg/m 2 rekomendasi penurunan berat badan

meliputi nasehat mengurangi asupan kalori dan juga meningkatkan aktifitas.

b. Adopsi pola makan DASH (dietary Approaches to stop Hypertension) Pola

makan DASH dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Lebih banyak makan buah,

sayuran dan produk susu rendah lemak dengan kadungan lemak jenuh lebih sedikit, kaya

potassium dan kalsium.

c. Resistensi garam harian

Retensi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.

Rekomendasi konsumsi garam seagai pola makan sehat.

d. Latihan fisik

WHO mendefinisikan aktivitas fisik sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot

rangka yang memerlukan pengeluaran energi- termasuk aktivitas yang dilakukan saat

bekerja, bermain, melakukan pekerjaan rumah tangga, bepergian, dan terlibat dalam

kegiatan rekreasi. Istilah "aktivitas fisik" tidak boleh disamakan dengan "olahraga/latihan

fisik", yang merupakan subkategori aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur,

berulang, dan bertujuan untuk memperbaiki atau mempertahankan satu atau lebih

komponen kebugaran fisik. Selain olahraga, aktivitas fisik lain apa pun yang dilakukan

selama waktu senggang, untuk transportasi menuju ke dan dari tempat, atau sebagai

bagian dari pekerjaan seseorang, memiliki manfaat kesehatan. Selanjutnya, aktivitas fisik

baik intensitas sedang maupun kuat dapat meningkatkan kesehatan (WHO, 2018).
C. Senam Hipertensi

1. Pengertian

Olahraga atau latihan fisik pada penderita hipertensi dapat menurunkan berat badan,

meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan Low-density lipoprotein

(LDL< 200 mg/dl) dan meningkatkan High-density lipoprotein (HDL> 40 mg/dl) sehingga

mencegah penyakit jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan

teratur. Metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan eletrolit serta asam basa akan

menyesuaikan diri (Mary P McGowan, 2007 ).

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa senam hipertensi dapat

membantu menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Semua jenis olahraga dan

aktivitas ringan sangat bermanfaat untuk menghambat proses degeneratif seperti senam

hipertensi yang merupakan olahraga ringan mudah dilakukan dan tidak memberatkan pada

lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu tubuh lanjut usia agar tetap bugar dan segar,

karena senam ini mampu melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja secara

optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh

(Ibrahaim dan Zakirullah, 2013).

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Anwari (2018) juga menyatakan bahwa Senam

hipertensi merupakan olahraga yang salah satunya bertujuan untuk meningkatkan aliran

darah dan pasokan oksigen kedalam otot-otot dan rangka yang aktif khususnya terhadap

otot jantung. Senam hipertensi dengan frekuensi latihan 1 kali seminggu dalam 3 minggu

dengan lama latihan 4 – 12 menit efektif menurunkan tekanan darah pada lansia.

Hernawan dan Fahrun (2017), dalam jurnalnya mengatakan dengan senam atau

berolahraga kebutuhan oksigen dalam sel akan meningkat untuk proses pembentukan
energi, sehingga terjadi peningkatan denyut jantung, sehingga curah jantung dan isi

sekuncup bertambah. Dengan demikian tekanan darah akan meningkat. Setelah

berisitirahat pembuluh darah akan berdilatasi atau meregang, dan aliran darah akan turun.

Jika melakukan olahraga secara rutin dan terus menerus, maka penurunan tekanan darah

akan berlangsung lebih lama dan pembuluh darah akan lebih elastis. Mekanisnme

penurunan tekanan darah setelah berolah raga adalah karena olahraga dapat merilekskan

pembuluh- pembuluh darah. Sehingga dengan melebarnya pembuluh darah tekanan darah

akan turun.

2. Hubungan Senam Hipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah

Efek senam hipertensi terhadap pembuluh darah adalah pembuluh darah akan melebar

(Vasodilatasi), saraf simpatis dan parasimpatis pembuluh darah akan disekatnya, panas

tubuh akan melebarkan pembuluh darah, dan elastisitas dinding pembuluh darah yang baik

terjadi pada tubuh.

Kecepatan denyut jantung adalah salah satu faktor yang paling mudah dipantau yang

memperlihatkan baik respons segera terhadap senam maupun adaptasi jangka panjang

terhadap program senam tertentu. Sewaktu seseorang melakukan gerak badan (senam) sel

- sel otot yang aktif menggunakan lebih banyak oksigen yang menunjang peningkatan

kebutuhan energi yang digunakan pada waktu senam. Kecepatan denyut jantung meningkat

untuk menyalurkan lebih banyak darah beroksigen keotot. Jantung beradaptasi terhadap

olahraga teratur dengan intensitas dan durasi yang cukup, dengan meningkatkan kekuatan

dan efisiensinya, sehingga jantung dapat memompa lebih banyak darah per denyutnya.

Setelah mengikuti senam denyut nadi menjadi lebih rendah dan tekanan darah menjadi

berkurang, minimal ada penurunan darah, meskipun belum maksimal. Diharapkan setelah
mengikuti latihan senam ini, para penderita hipertensi dapat lebih mengurangi kenaikan

tekanan darah, darah lebih dapat meminimalisasi terjadinya serangan jantung dan

hipertensi setiap harinya (Mahardani, 2010)

Senam atau latihan olahraga bisa menurunkan tekanan darah karena latihan itu

dapat merilekskan pembuluh - pembuluh darah. Lama - kelamaan, dapat melemaskan

pembuluh- pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun, sama halnya dengan

melebarnya pipa air akan menurunkan tekanan air. Senam atau latihan olahraga juga dapat

menyebabkan aktivitas saraf, reseptor hormon, dan hormon- hormon tertentu menurun.

Bagi penderita hipertensi latihan olahraga tetap cukup aman. Catatan khusus untuk
Penatalaksanaan Farmakologis:
penderita tekanan darah tinggi berat, misalnya
1) A CE dengan
inhibitorstekanan tekanan darah sistolik lebih
2) Angiostensi receptor
tinggi dari 180 mmHg dan blockers (ARB)
tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 110 mmHg, sebaiknya
3) Β -Blockers
4) Calcium Channel Blockers
tetap menggunakan obat- obatan penurun tekanan darah
5) Thiazide-type dari dokter
diuretics sebelum memulai

 latihan olahraga (Rismayanthi, 2011).


program penurunan tekanan darah dengan
Hipertensi Primer
Penatalaksanaan Non Farmakologis:

1) Penurunan berat badan
E. Kerangka Teori 2) Adopsi pola makan DASH
3) Resistensi garam harian
Faktor Resiko
1) Usia 4) Latihan fisik
Hipertensi (Senam hipertensi)
2) Keturunan
3) Jenis
Kelamin
4) Faktor Olahraga
5) Pola makan
6) Minum
7) Alkohol Kebutuhan oksigen dalam sel
8) Stres meningkat

Denyut jantung meningkat

Peningkatan tekanan darah

Hipertensi Sekunder

Vasodilatasi pembuluh darah

Aliran darah turun


Penurunan tekanan darah

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Divine (2012), Sherwood (2005), Brick (2001) dalam Putra, prima Nurdiana (2014).

F. Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau teori -

teori yang mendukung penelitian tersebut. Oleh sebab itu, kerangka konsep ini terdiri dari

variabel- variabel serta hubungan variabel yang satu dengan yang lain. Dengan adanya

kerangka konsep akan

mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian ( Notoatmodjo, 2018). Pada

penelitian ini, variabel independen adalah senam hipertensi dan variabel dependen adalah

penurunan tekanan darah. Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi hipertensi adalah usia,

keturunan, jenis kelamin, faktor olahraga, pola makan, minum alkohol dan stress. Namun,

pada variabel perancu, peneliti membatasi faktor yang mempengaruhi hipertensi yaitu usia

dan pendidikan.

Kerangka konsep dapat dilihat pada bagan 2.3 dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Senam Hipertensi Penurunan Tekanan Darah

Variabel Perancu

Pendidikan

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


G. Hipotesis
Ada pengaruh senam hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
perempuan.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian

praeksperimen. Menurut Notoatmodjo (2018), Penelitian eksperimen atau percobaan

(experiment research) adalah suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan

(experiment), yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul sebagai

akibat dari adanya perlakuan tertentu atau eksperiment tersebut.

Jenis desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Pra experiment dengan one

group pretest and posttest design. Menurut Notoatmodjo (2018), one group pretest and

posttest design adalah rancangan yang tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi

paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan menguji

perubahan- perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program).

Secara bagan, desain kelompok tunggal desain pretest dan posttest dapat dilihat pada

bagan 3.1 dibawah ini:

Pre Test Post Test


Nilai Tekanan Darah Senam hipertensi Penurunan Nilai
Post Test
PadaLansia Tekanan Darah Pada
perempuan x Lansia Perempuan
01 02

Bagan 3.1 Desain penelitin one grup pretest postest design


Modifikasi dari Notoatmodjo (2018) Keterangan :

01 : Nilai tekanan darah sebelum dilakukan perlakuan

25

X : Senam Hipertensi

02 : Nilai tekanan darah setelah dilakukam perlakuan

B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2021.

2. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Ciseeng

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmojo,

2018). Adapun populasi penelitian ini adalah seluruh lansia perempuan yang menderita

hipertensi di puskesmas ciseeng bogor yang berjumlah 45 orang.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoadmojo, 2018). Jenis sampel pada penelitian ini adalah non probability dengan

teknik purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmojo, 2018).

Menurut Roscoe dalam Sugiyono (2018), ukuran sampel yang layak dalam

penelitian eksperimen sederhana adalah 30 sampai dengan 500 responden.

Peneliti menetapkan jumlah sampel penelitian ini sebesar 30 responden sesuai dengan

jumlah minimal sampel spenelitian ekperimen sederhana. Untuk menghindari adanya

sampel yang drop out, maka dilakukan koreksi sebesar 10% (Sastroasmoro dan Ismail,

2011). Besar sampel ditambah dengan antisipasi drop out sebesar 10% sehingga sampel

minimal yang diperlukan adalah 33 responden sesuai dengan kriteria tertentu. Adapun

kriteria yang dimaksud adalah krieria inklusia dan ekslusi sebagai berikut

a. Kriteria inklusi

1) Bersedia mengikuti latihan senam hipertensi

2) Tidak memiliki gangguan/cedera (luka atau fraktur) pada ekstremitas

3) Responden merupakan lansia berjenis kelamin perempuan yang

terdiagnosis hipertensi oleh dokter puskesmas atau petugas kesehatan.

b. Kriteria ekslusi

1) Tidak hadir dalam latihan senam hipertensi

2) Memiliki cedera (luka atau fraktur) pada ekstremitas

3) Hipertensi berat: tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan atau tekanan

diastolik ≥ 110 mmHg.


D. Variabel

Menurut Sugiyono (2018), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa

saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel independen

Variabel independen merupakan variabel risiko atau sebab (Notoatmodjo, 2018).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah senam hipertensi.

2. Variabel dependen

Variabel dependen merupakan variabel akibat atau efek (Notoatmodjo,2018). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah penurunan nilai tekanan darah pada lansia

perempuan

E. Definisi Operasional

Definisi Opferasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang

apa yag diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo, 2018).

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Skala Ukur


Ukur Ukur
Varia bel Independen
1 Senam Olahraga dengan gerakan Intervensi - SOP
hipertensi ringan untuk merilekskan - Musi
pada lansia pembuluh- pembuluh k
darah. Sehingga dengan
melebarnya pembuluh
darah tekanan darah akan
turun.
Varia bel Dependen
2 Tekanan jumlah tenaga dinding Melakukan Tensimeter 1. Normal jika nilai Ordinal
darah darah yang nadi) Pengukuran digital TD
ditekan terhadap Jantun Tekanan = <120/80 mmHg
Arteri (pembuluh g ke darah 2. PreHipertensi
saat usia jika nilai TD =
memompakan 120/80-
darah seluruh 139/89mmHg
tubuh man 3. Hipertensi 1 jika
nilai TD = 140/90-
159/99mmHg
4. Hipertensi 2 jika
nilai TD =
≥160/100mmHg
Sumber : American
Hearth Association &
Joint National Comitte
VIII (2014)
Variabel Perancu
4 Pendidikan Suatu proses untuk Wawancara Kuesioner 1. SD Ordinal
mendapatkan ilmu 2. SMP
pengetahuan secara 3. SMA
4. PT
terorganisasi dan
berjenjang

F. Alat dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data

(Notoatmodjo, 2018). Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah SOP

senam hipertensi, video senam hipertensi, laptop dan speaker untuk melakukan senam

hipertensi sedangkan pengukuran perubahan nilai tubuh tekanan darah dengan menggunakan

SOP pengukuran tekanan darah, tensimeter digital dan lembar observasi.

G. Teknik dan Analisa Data

Data yang telah terkumpul melalui perubahan nilai tekanan darah lansia, diedit, dan

diberi pengkodean baru kemudian diolah. Selanjutnya data dianalisis untuk menghubungkan

variabel bebas dan variabel terikat. Analisis data dilakukan melalui komputerisasi, yang

terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat.


H. Metode pengolahan data

Menurut Notoatmodjo (2018), langkah-langkah proses pengolahan data yaitu sebagai

berikut :

1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuesioner tersebut:

a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

b. Apakah jawaban atau tulisan masing- masing pertanyaan cukup

jelas atau terbaca.

c. Apakah jawaban relavan dengan pertanyaannya.

d. Apakah jawaban- jawaban pertanyaan konsisten dengan pertanyaan yang

lainnya.

2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit dan disunting, selanjutnya dilakukan peng ”kodean”

atau “Coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan.

3. Processing

Data, yakni jawaban- jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
“kode” (angka atau huruf ) dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer. Salah satu
paket program yang paling sering digunakan untuk “entri data” penelitian adalah paket program
SPSS for Window.

4. Cleaning
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu

dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).

I. Analisa data

Menurut Notoatmodjo (2018) analisis data biasanya menggunakan prosedur bertahap

yaitu :

1.Analisis univariat

Analisis univariate bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik

setiap variabel penelitian. Bentuk analisis unvariate tergantung dari jenis datanya. Untuk

data numeric digunakan nilai mean atau rata- rata, median dan standar deviasi. Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari

tiap variabel.

(Notoatmodjo, 2018).

Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis distribusi

frekuensi responden sebelum dan sesudah diberikan perlakuan senam hipertensi.

2.Analisis bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi. Melihat dari hasil uji statistik akan dapat

disimpulkan adanya hubungan 2 variabel tesebut bermakna atau tidak bermakna

(Notoatmodjo, 2018).
Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis pengaruh senam

hipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan menggunakan uji

statistik Wilcoxon Signed Rank Test.

J. Masalah Etika Penelitian

Etika penelitian masih dalam bentuk usulan. Menurut Vasra (2015), etika penelitian

adalah sebagai berikut:

1. Informed Consent

Setiap responden memiliki hak secara otonomi untuk membuat suatu keputusan secara

sadar untuk berpartisipasi atau tidak dalam suatu penelitian. Sebelum melakukan

penelitian, peneliti memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian yang

akan dilakukan serta memberikan formulir persetujuan tertulis diketahui oleh

suami/keluarga.

2. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga oleh peneliti dan

hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

3. Justice

Semua responden yang terlibat dalam penelitian ini diperlakukan secara adil dan

mendapatkan hak yang sama, tidak ada perbedaan prioritas pada setiap sampel.

4. Anonimity
Asas anonimitas dalam penelitian yaitu peneliti menjaga nama responden. Hal ini dapat

dilihat pada lampiran bagian master tabel, peneliti hanya menggunakan nomor responden

sebagai kode atau tanda tanpa menyertakan nama.

5. Respect for Person

Peneliti memberikan reward kepada responden sebagai


bentuk

penghargaan atas waktu dan kesediaan menjadi responden.

K. Bagan Alur Penelitian


Melakukan kajian pada
Menentukan judul ACC
jurnal mengenai hal yang penelitian Penelitian
akan diteliti

Seminar proposal Menyusun proposal Menentukan


tempat penelitian

Revisi proposal Acc proposal Mengajukan


ethical clearance

Subjek penelitian Mengajukan


Mendapatkan surat
memenuhi kriteria surat izin
izin penelitian
inklusi penelitian

Memperkenalkan diri Melakukan test Memberikan


dan melakukan awal (pretest) intervensi
informed consent kepada berupa senam
subjek pengukuran hipertensi
tekanan darah

Analis data : Melakukan


Presentasi hasil Editing, Coding, posttest berupa
Processing, pengukuran
penelitian
Cleaning tekanan darah

Diagram 3.1.Bagan Alur Penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasi

l Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Puskesmas Ciseeng merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kecamatan Ciseeng

Barat I. Terletak di Jalan H. Mawi.

Kelurahan Cibogo mempunyai luas 6,4 km2, sebagian besar terdiri dari dataran rendah,

sebagian kecil rawa-rawa, relatif mudah dijangkau, hanya Dusun Sungai Hitam (Rt.5

Rw.9)

Batas-batas Kelurahan Siring Agung yaitu :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan 20 Ilir, D IV

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Lorok Pakjo

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Demang Lebar Daun

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bukit Baru

2. Sejarah Puskesmas Ciseeng

Puskesmas Pakjo didirikan tahun 1971 merupakan puskesmas non inpres, tanah wakaf

Bapak Soleh dan diusahakan oleh Ibu Suprapti (anggota BPH).

Pada mulanya beroperasi sebagai Balai Pengobatan / KIA dipimpin oleh berturut turut

a. dr. Tafsi Baslin

b. dr. Agus Prawira P

c. dr. Tien Bayasi

d. dr. Pasiha

e. dr.Nurlela Atika

f. dr.Taskiroh

g. dr. Melina Imran


h. dr. Anton Suwindro

i. dr. Erfiana Umar

j. dr. Martina Mudijataba

k.dr. Hj. Yulia Darlina

l. drg. Nina Agustina

m. Asnawi, SKM, M.Kes

Dalam pelaksanaan kegiatan, dibantu oleh 2 (dua) Puskesmas

Pembantu :

a. Puskesmas Pembantu (Pustu) Talang Masketip

Didirikan tahun 1987 dari dana inpres tanah wakaf dari Bapak M. Said, terletak di

Jalan Inspektur Marzuki Lr. Lematang Rt. 4 Rw. 9

Kelurahan Siring Agung.

b. Puskesmas Pembantu (Pustu) Siring Agung

Didirikan tahun 1980 dari dana inpres. Tanah merupakan hibah dari

Stanvac, terletak di Jalan Sei Talo dan Rehab pada tahun 2019

3. Sarana dan prasarana Puskesmas Ciseeng Bogor

Sarana dan Prasarana Puskesmas Ciseeng terdiri dari :


Lantai dasar :

a. Pendaftaran

b. Poli Umum

c. Poli Lansia

d. Poli KB

e. Poli KIA

f. Poli PTM
g. Laboratorium

h. Apotik

i. Toilet pria dan wanita

Lantai 2 :

a. Poli MTBS

b. Promkes / Kesling / Gizi

c. Poli Gigi

d. Poli PKPR

e. Ruang Pimpinan

f. Ruang Tata Usaha

Berdasarkan surat dari Kementerian Kesehatan nomor YM. 02.01/VI.14/615/2019,

Puskesmas Ciseeng berstatus Akreditasi Madya yang penilaian akreditasi dilakukan pada

tanggal 04 september – 6 september tahun 2019 oleh tim surveyor dan Kementerian

Kesehatan RI untuk meningkatkan pelayanan yang bermutu bagi kepuasan pelanggan.

Adapun sarana dan prasarana yang ditambah di Puskesmas Ciseeng tahun 2017 –

2019 adalah :

a. Ruang ASI

b. Ruang UGD

c. Custemer Service

d. Ruang Pertemuan

e. Ruang Pemeriksaan TB

f. Penggunaan Simpus

g. Pojok Anak ( Tempat bermain anak – anak )


h. Lapangan Parkir

i. Tersedianya 2 APAR

j. Poli PTM

k. Poli PKPR

4. Visi dan Misi Puskesmas Ciseeng

a. Visi

Terwujudnya pelayanan kesehatan masyarakat yang prima di wilayah kerja.

b. Misi

1) Meningkatkan kemitraan dengan semua pihak

2) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) petugas puskesmas

3) Meningkatkan sarana dan prasarana puskesmas serta memelihara dengan

baik dan benar

4) Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai standar

5) Meningkatnya kesejahteraan pegawai

5. Motto Puskesmas Ciseeng

“Kepuasan anda harapan kami”

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Responden Penelitian

Gambaran umum responden dalam penelitian ini yaitu jumlah responden penelitian

sebanyak 33 orang lansia yang mengalami hipertensi. Penelitian ini dilakukan pada

kelompok lansia yang mengalami hipertensi yang diajarkan untuk melakukan senam

hipertensi. Penentuan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan teknik purposive sampling
yaitu sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi pada saat penelitian. Gambaran

karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1
Gambaran Karakteristik Responden

No Variabel N %
1 Usia Ibu
Pra Lansia 17 51,5
Lansia 16 48,5
Total 33 100
2 Pendidikan
SD 3 9,1
SMP 14 42,4
SMA 12 36.4
PT 4 12.1
Total 33 100
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 33 responden mayoritas

PraLansia (45 – 59) tahun sebanyak 17 responden (51,5%) dan berpendidikan SMP

sebanyak 14 responden (42,4%).

2. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase dari

variabel independen ( senam hipertensi ) dan variabel dependen ( penurunan nilai tekanan

darah pada lansia perempuan ).

Menurut American Heart Association dan Joint National Comitte VIII (AHA & JNC

VIII,2014), terdapat 4 kategori hipertensi yaitu

a. Normal ( <120/80 MmHg )

b. PreHipertensi ( 120/80 – 139/89 ) MmHg

c. Hipertensi 1 ( 140/90 – 159/99 ) MmHg


d. Hipertensi 2 ( ≥160/100 MmHg)

Berikut ini analisis data univariat ditampilkan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Hipertensi
Pada Lansia Perempuan Sebelum Dilakukan Senam Hipertensi di
Puskesmas Ciseeng Kota Bogor Tahun 2020

Kategori Hipertensi Frekuensi Persentasi


Hipertensi 1 17 51,5
Hipertensi 2 16 48,5
Jumlah 33 100
Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan senam hipertensi

responden yang mengalami hipertensi dengan kategori hipertensi 1 sebanyak 17 responden

( 51,5% ) dan responden dengan kategori hipertensi 2 sebanyak 16 responden ( 48,5%).

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Hipertensi
Pada Lansia Perempuan Setelah Dilakukan Senam Hipertensi di
Puskesmas Ciseeng Kota BogorTahun 2020

Kategori Hipertensi Frekuensi Persentasi


PreHipertensi 16 48,5
Hipertensi 1 15 45,5
Hipertensi 2 2 6,1
Jumlah 33 100

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa setelah dilakukan senam hipertensi

responden yang mengalami hipertensi dengan kategori prehipertensi sebanyak 16

responden (48,5%), responden dengan kategori hipertensi 1 sebanyak 15 responden

(45,5%) dan 2 responden (6,1%) dengan kategori hipertensi 2.

3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen

( senam hipertensi ) dengan variabel dependen ( penurunan nilai tekanan darah pada lansia

perempuan ), dengan menggunakan uji statistik

Wilcoxon Signed Rank Test, p value 0,000 dengan tingkat α ≤ 0,05 maka terdapat pengaruh

yang bermakna antara variabel independen ( senam hipertensi ) dengan variabel dependen (

penurunan nilai tekanan darah pada lansia perempuan ), jika p value > α maka tidak

terdapat pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen.

Tabel 4.4
Perbedaan Nilai Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Diberikan
Senam Hipertensi pada Lansia Perempuan di Puskesmas Ciseeng Kota
Bogor Tahun 2020

Posttest
Pre Hipertensi 1 Hipertensi 2 Jumlah p
Hipertensi Value*
N % N % N %
Hipertensi 1 14 42,4 3 9,1 0 0 17 51,5
Pretest Hipertensi 2 2 6,1 12 36,4 2 6,1 16 48,5 0,000
Total 16 48,5 15 45,5 2 6,1 33 100
*Wilcoxon sign rank test

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa perbedaan nilai tekanan darah

sebelum dan setelah dilakukan senam hipertensi pada lansia perempuan didapatkan bahwa

sebelum dilakukan senam hipertensi responden dengan kategori hipertensi 1 sebanyak 17

responden (51,5%) dan 16 responden (48,5%) dengan kategori hipertensi 2. Kemudian

setelah diberikan senam hipertensi terjadi penurunan nilai tekanan darah menjadi

responden dengan kategori prehipertensi sebanyak 16 responden (48,5%), responden

dengan kategori hipertensi 1 sebanyak 15 responden (45,5%) dan 2 responden (6,1%)

dengan kategori hipertensi 2.


C. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciseeng kota Bogor pada bulan Januari - Maret

20201 dengan frekuensi latihan 1 kali seminggu selama 3 minggu dengan lama latihan 4- 12

menit. Populasi pada penelitian ini adalah semua lansia perempuan yang mengalami

hipertensi. Pengambilan sampel mengunakan teknik purposive sampling dengan cara peneliti

menentukan sampel sesuai dengan kriteria inklusi. Data responden diperoleh dengan

menggunakan lembar observasi.

Selanjutnya data yang telah dikumpulkan diolah analisis data yang terdiri dari analisis

univariat dan bivariat. Pada analisis bivariat mengunakan uji

Wilcoxon Signed Rank Test dengan batas kemaknaan α = 0,05 dimana analisis data dilakukan

untuk melihat tingkat kemaknaan masing-masing variabel. Yaitu variabel independen (Senam

Hipertensi) dengan variabel dependen

(Penurunan tekanan darah pada lansia perempuan).

1. Karakteristik Responden

Diketahui dari hasil analisis karakteristik usia dari 33 responden semuanya berjenis

kelamin perempuan. Agrina et al berpendapat bahwa wanita paska menopause beresiko

tinggi untuk mengalami hipertensi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor hormonal yang

lebih besar yang terdapat di dalam tubuh perempuan dibandingkan laki- laki, yang dapat

menyebabkan peningkatan lemak dalam tubuh dan obesitas, yang dapat menyebabkan

berkurangnya aktivitas pada kaum perempuan. Perempuan lebih banyak terpejan stressor

dibanding laki – laki. Hal ini diduga karena adanya perbedaan hormon, pengaruh
melahirkan, ditinggalkan orang terdekat dan perbedaan stressor psikososial antara laki- laki

dan perempuan.

Diketahui dari usia lansia yang mengalami hipertensi sebagian besar berada pada

kategori pralansia ( 45 -59 ) tahun sebanyak 17 responden

(51,5%) dan kategori lansia ( ≥ 60 tahun ) sebanyak 16 responden ( 48,5%). Seiring

bertambahnya usia tubuh akan mengalami penurunan elastisitas pada pembuluh darah

sehingga tekanan darah secara otomatis akan naik dan cenderung tidak stabil. Proses

penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan tubuh mulai terjadi penurunan dari

kekuatan otot, hingga kekuatan jantung memompa darah sehingga harus diimbangi dengan

aktivitas – aktivitas yang rutin seperti senam (Darmojo, 2010).

Diketahui lansia yang menderita hipertensi sebagian besar berpendidikan SMP terdapat

14 responden ( 42,4% ), SMA terdapat 12 responden ( 36,4% ), PT terdapat 4 responden

( 12,1% ) dan SD terdapat 3 responden ( 9,1% ). Hubungan antara pendidikan dengan

tekanan darah pada penelitian ini ada hubungan yang bermakna. Tingginya risiko terkena

hipertensi pada pendidikan yang rendah, kemungkinan disebabkan karena kurangnya

pengetahuan pada pasien yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau

lambat menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak

pada perilaku/pola hidup sehat (Anggara dan Prayitno, 2013).

Dengan demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah melakukan

senam hipertensi responden dengan kategori prehipertensi sebanyak 16 (48,5%), responden

dengan kategori hipertensi 1 sebanyak 15

(45,5%) dan responden dengan kategori 2 sebanyak 2 (6,1%).


Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, senam hipertensi bermanfaat

dalam menurunkan tekanan darah pada lansia.

2. Pengaruh Senam Hipertensi terhadap Penurunan Tekanan Darah

Pada Lansia Perempuan

Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji wicoxon menunjukkan p value 0,000 (ρ<0,05)

artinya ada perbedaan yang bermakna nilai tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan

senam hipertensi, sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh senam hipertensi terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia perempuan di Puskesmas Pakjo Kota Palembang

Tahun 2020.

Menurut Frilyan (2011), Hipertensi pada lansia erat hubungannya dengan proses menua

pada seseorang. Disini terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah,

sehingga terjadi kekakuan pembuluh darah, keadaan ini diperberat dengan kurangnya

aktifitas fisik. Tekanan darah pada lansia yang sering tampak adalah bagian sistol, atau

yang terekam paling atas atau paling pertama dari alat pengukuran tekanan darah.

Hipertensi pada lansia sebagian besar merupakan hipertensi sistol terisolasi (HST), dan

pada umumya merupakan hipertensi primer. Baik HST atau kombinasi sistolik dan

diastolik merupakan faktor resiko mortilitas dan morbiditas pada lansia.

Menurut penelitian Anwari (2018), Salah satu pendekatan non farmakologis yang

digunakan dalam menurunkan tekanan darah adalah senam hipertensi. Olahraga seperti

senam hipertensi mampu mendorong jantung bekerja secara optimal, dimana olahraga

mampu meningkatkan kebutuhan energi oleh sel, jaringan dan organ tubuh, dimana

akibatnya dapat meningkatkan aliran balik vena sehingga menyebabkan volume sekuncup

yang akan langsung meningkatkan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah
arteri meningkat, setelah tekanan darah arteri meningkat akan terlebih dahulu, dampak dari

fase ini mampu menurunkan aktivitas pernafasan dan otot rangka yang menyebabkan

aktivitas saraf simpatis menurun, setelah itu akan menyebabkan kecepatan denyut jantung

menurun, volume sekuncup menurun, vasodilatasi arteriol vena, karena ini mengakibatkan

penurunan curah jantung dan penuruan resistensi perifer total, sehingga terjadinya

penurunan tekanan darah (Sherwood, 2011)

Menurut Whyte dan Laughlin (2011), Latihan olahraga dan aktivitas fisik teratur

memiliki hubungan positif yang kuat dengan fungsi vaskular dan latihan olahraga dapat

memodifikasi struktur vaskular dan fungsi sel vaskular. Salah satu komponen penting dari

efek pelatihan latihan ini adalah peningkatan vasodilatasi bergantung-endotelium yang

diyakini sebagai hasil dari peningkatan stress gesekan pada endothelium selama latihan.

Selanjutnya latihan fisik juga menurunkan kadar endothelin-1, yang merupakan

vasokonstriktor kuat, penelitian pada hewan menunjukkan bahwa latihan fisik juga

mengurangi responsivitas vaskular terhadap stimulasi alfa-adrenergik dan endothelin-1.

Dengan demikian, latihan fisik dapat menurunkan resistensi vaskular yang berdampak pada

turunnya tekanan darah (Chen dan Chang, 1996).

Terdapat bukti bahwa latihan fisik dapat menyebabkan perubahan pada struktur

pembuluh darah, hasil penelitian longitudinal yang dilakukan Cameron dan Dart (1994)

menyatakan bahwa terdapat penurunan dari ketebalan intima-media pada pembuluh darah

setelah latihan fisik. Hal ini juga dapat berkontribusi terhadap menurunnya tekanan darah.

Selama penelitian, peneliti mengajarkan cara melakukan senam hipertensi pada 33

responden. Kemudian menganjurkan responden melakukan metode ini selama 4-12 menit.

Metode ini dilakukan untuk membantu meningkatkan aliran darah dan pasokan oksigen ke
dalam otot – otot jantung dan dapat merilekskan pembuluh darah. Dengan demikian

didapatkan hasil apakah hipertensi yang dialami dapat berkurang atau tidak setelah

responden melakukan senam hipertensi.

Sebelum dilakukan senam hipertensi sebagian besar responden dengan kategori

hipertensi 1 sebanyak 17( 51,5% ) dan responden dengan kategori 2 sebanyak 16 ( 48,5% ).

Kemudian setelah melakukan senam hipertensi sebagian besar responden dengan kategori

prehipertensi sebanyak 16 ( 48,5% ), responden dengan kategori hipertensi 1

sebanyak 15 ( 45,5% ) dan responden dengan kategori 2 sebanyak 2 ( 6,1% ).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Anwari (2018) di

desa putat nutug mengenai pengaruh senam anti hipertensi lansia terhadap penurunan

tekanan darah lansia dengan hasil uji statistik ρ value 0,001 (ρ<0,05) yang artinya terdapat

perbedaan nilai tekanan darah lansia sebelum dan sesudah melakukan senam hipertensi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hernawan dan Fahrun (2017).

Hasil dari penelitian ini adalah tekanan darah sebelum pemberian intervensi sebagian besar

adalah prehipertensi (39%) dan tekanan darah setelah pemberian intervensi sebagian besar

normal (56%), Sehingga terdapat pengaruh senam hipertensi terhadap tekanan darah lansia

di panti wredha dharma bhakti pajang Surakarta (p-value = 0,001).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sianipar dan Desi (2018).

Dari hasil penelitian didapatkan nilai p value adalah 0,000 ( ρ <0,05) yang berarti terdapat

pengaruh senam hipertensi terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi di puskesmas

ciseeng.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, setelah melakukan senam hipertensi

terdapatnya perbedaan yang bermakna nilai tekanan darah sebelum dan sesudah melakukan

senam hipertensi pada lansia perempuan di Puskesmas ciseeng Tahun 2020. Senam

hipertensi dapat bermanfaat dalam menurunkan nilai tekanan darah pada lansia yaitu

dengan melakukan senam hipertensi maka kebutuhan oksigen dalam sel akan meningkat

dan pada fase istirahat pembuluh darah akan dilatasi, aliran darah

akan menurun sehingga pembuluh darah akan elastis dan dengan melebarnya pembuluh

darah maka tekanan darah akan turun.

D. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki peneliti diantaranya waktu
penelitian yang terlalu singkat dan terbatas. Selain itu, terdapat faktor-faktor yang tidak
dikendalikan yaitu usia ,pendidikan, konsumsi garam, konsumsi makanan tinggi lemak, dan
stress sehingga apabila tidak terkontrol maka dapat meyebabkan tekanan darah responden
meningkat atau tetap.

Anda mungkin juga menyukai