Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN UMUM HUKUM ACARA PIDANA

A. Pengertian
Secara umum hukum acara pidana dapat dikatakan sebagai susunan atau tata cara aturan
bagaimana negara serta perantara alat-alat kekuasan suatu negara tersebut menggunakan
haknya untuk memberikan hukuman atau menghukum sesorang warga negaranya yang
melakukan tindak pidana.
Sementara para ahli hukum juga memberikan definisi hukum acara pidana, diantarnya
adalah;
1. S. M. Amin.
Hukum Acara Pidana adalah sederet atauran dan peraturan yang dibuat dengan tujuan
memberikan sebuah pedoman dalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi
tindak pidana pemerkosaan atau pelanggaran terhadapa ketentuan hukum yang bersifat
materiil.

2. Mochtar Kusuma Atmadja.


Hukum Acara Pidana adalah suatu peraturan hukum yang berhubungan dengan tindak
pidana yang mengatur bagaimana cara mepertahankan berlakunya suatu hukum pidana
materil. Hukum pidana formil sendiri memproses suatu proses hukum menghukum
seseorang yang telah dituduh melakukan tindak pidana  (makanya disebut sebagai
HukumAcara Pidana).

3. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH.


Hukum Acara Pidana adalah Sederet aturan yang mmuat peraturan dan tata cara
bagaimana badan-badan pemerintahan berkuasa, seperti pihak kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan wajib mengadakan tindakan hukum pidana sebagai tujuan negara.

4. Dr Bambang Poernomo, SH.


Hukum acara pidana memiliki tata cara serta norma-nirma yang berlaku. Bahkan jika
dilihat dari susunan substansi hukum acara pidana mengandung struktur ambivalensi dari
segi perlindungan manusia dan segi kemajemukan alat-alat negara dalam rangka usaha
mempertahankan pola integrasi kehidupan bermasyarakat.

5. Prof. Van hamel.


Hukum pidana formil adalah menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang
mengikat pemberlakuan hukum pidana material.

6. Dr. A. Hamzah. SH.


Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum dalam arti yang luas. Hukum pidana
dalam arti yang luas meliputi baik hukum pidana substantive (materiil) maupun hukm
pidana formal atau hukum acara pidana.

7. Prof.Dr. Mr.L.J. Van Apeldoorn


Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan
pelaksanaan hukum pidana material.

8. Prof. Simon.
Hukum pidana formil Suatu hukum yang mengatur tata cara negara dengan alat-alat
negara menggunakan hak kekuasaan untuk memberikan hukuman serta menjatuhkan
hukuman.

B. Sumber Hukum
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Atau Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan yang menjadi dasar sebelum
berlakunya Undang-Undang ini adalah Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau
Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) (Staadsblad Tahun 1941 Nomor 44) yang
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.Dengan
berlakunya KUHAP maka untuk pertama kalinya di Indonesia di adakan kodifikasi dan
unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari
kebenarasn) sampai pada kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai (herziening).
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum jo. Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 2 /1986 Tentang Peradilan Umum
jo. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No.
2/1986 Tentang Peradilan Umum.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung jo. perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009.
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pada saat
Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mulai berlaku sejak
diundangkan tanggal 5 April 2003.
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbangkan, khususnya Pasal 37
jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang – Undang ini mengatur acara pidana khusus untuk delik korupsi. Kaitannya
dengan KUHAP ialah dalam Pasal 284 KUHAP. Undang - Undang tersebut dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1970 Tentang Tata Cara Tindakan Kepolisian
terhadap anggota MPRS dan DPR Gotong Royong. Undang-Undang ini masih berlaku
dan kata MPRS seharusnya dibaca MPR, sedangkan DPR seharusnya tanpa Gotong
Royong.
11. Undang-Undang Nomor 5 (PNPS) Tahun 1959 Tentang Wewenang Jaksa Agung/Jaksa
Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana tertentu.
12. Undang–Undang Nomor 7 (drt) Tahun 1955 Tentang Pengusutan, Penuntutan, dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP.
14. Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur tentang acara pidana yaitu :

 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1967 Tentang Pemberian


Wewenang Kepada Jaksa Agung Melakukan Pengusutan, Pemeriksaan Pendahuluan 
Terhadap Mereka Yang Melakukan Tindakan Penyelundupan;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 1967 Tentang Pembentukan
Tim Pemberantasan Korupsi;
 Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1974 Tentang Tata Cara Tindakan
Kepolisian  terhadap Pimpinan/Anggota DPRD Tingkat II dan II;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Organisasi Polri;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1991 Tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1983 Tentang Tunjangan
Hakim
 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1983 Tentang Tunjangan Jaksa

C. Asas-asas Hukum Acara Pidana


Dalam hukum acara pidana dikenal beberapa asas yakni;
1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan:
Merupakan asas yang menghendaki agar peradilan dilakukan dengan cepat, artinya
dalam melaksanakan peradilan diharapkan dapat diselesaikan dengan sesegera
mengkin dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sederhana mengandung
pengertian bahwa dalam menyelenggarakan peradilan dilakukan dengan simple,
singkat, dan tidak berbelit-belit. Biaya murah berarti penyelenggaraan peradilan
ditekan sedemikian rupa agar terjangkau oleh pencari keadilan, menghindari
pemborosan, dan tindakan bermewah-mewahan yang hanya dapat dinikmati oleh yang
beruang saja.

2. Asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence)


Adalah asas yang menyatakan, bahwa seorang (terdakwa) berhak untuk dianggap tidak
bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap (Penjelasan Umum KUHAP angka 3 huruf c).

3. Asas perlakuan yang sama didepan hukum (Equality before the law)
Adalah asas yang menyatakan, bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama
didepan hukum. Kerena itu, setiap orang harus diperlakukan sama, memperoleh hak
dan kewajiban yang sama. Tidak ada pilih kasih atau tidak pandang bulu, satu sama
lain mendapat perlakuan yang sama.

4. Asas pengadilan terbuka untuk umum kecuali diatur Undang-undang


Adalah asas dimana setiap sidang yang dilaksanakan harus dapat disaksikan oleh
umum. Pengunjung bebas melihat dan mendengar langsung jalannya persidangan,
tidak ada larangan menghadiri persidangan sepanjang tidak menganggu jalannya
persidangan itu.

5. Asas Legalitas dan Oportunitas (sebagai pengecualian)


Asas legalitas adalah asas yang menghendaki bahwa penuntut umum wajib menuntut
semua perkara pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dan bagaimana keadaan
pelakunya ke muka siding pengadilan. Asas opportunitas adalah memberikan
wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang atau
suatu badan yang telah melakukan tindak pidana demi kepentingan umum.
6. Asas sidang pengadilan secara langsung dan lisan.
7. Asas Akusatoir bukan Inkusatoir (pelaku sebagai subjek bukan objek)
8. Tersangka/terdakwa wajib mendapatkan bantuan hukum
9. Pengadilan yang adil dan tidak memihak (Fair Trial)
10. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap
11. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dengan perintah tertulis.
12. Ganti rugi dan rehabilitasi
13. Persidangan dengan hadirnya terdakwa.

Anda mungkin juga menyukai