Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PERAN PANCASILA SEBAGAI LANDASAN

POLITIK BEBAS AKTIF DALAM

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Disusun Oleh :
Kelompok XII
Ifal Artica 21202244062
Lembayung Luh Jingga 21202244063
Muhammad Ma'ruf Nur W. 21202244065
Shabrina Azma Nabila 21202244064

Pembimbing :
Dr. Dra. Lusila Andriani Purwastuti, M.Hum

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
Daftar Isi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………… i

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….. 1


B. Rumusan Masalah………………………………………………….... 4
C. Tujuan………………………………………………………………… 4
D. Manfaat………………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………. 6

A. Pengertian Hubungan Internasional………………………………. 6


B. Sejarah Hubungan Internasional …………………………………. 10
C. Peran Pancasila Terhadap
Hubungan Internasional di Indonesia…………………………….. 12
D. Bentuk Hubungan Diplomatik Indonesia dalam
Hubungan Internasional Berdasarkan
Prinsip-Prinsip Pancasila…………………………………………... 14
E. Manfaat dari Hubungan Internasional di Indonesia
Berdasarkan Prinsip-Prinsip Pancasila…………………………… 16

BAB III PENUTUP…………………………………………………………. 20

A. Kesimpulan………………………………………………………….. 20
B. Saran…………………………………………………………………. 21

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara berdaulat yang merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945. Untuk mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia telah melalui
berbagai proses panjang untuk menjadi negara kesatuan yang diakui secara de
facto dan de jure di mata dunia. Sejarah mencatat bahwa proses berkembang-
nya bangsa Indonesia dipengaruhi oleh banyak kerja sama dengan bangsa lain
sejak zaman dahulu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya Kerajaan
Sriwijaya yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi
sejak abad ke-7. Saat itu, Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan
perdagangan dengan bangsa Tiongkok, India dan Arab.
Hubungan perdagangan ini masih berlanjut dengan kedatangan bangsa
Eropa. Pada tahun 1598, bangsa Belanda berlayar ke nusantara untuk
melakukan hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia. Banyaknya
keuntungan yang didapat dari hubungan perdagangan tersebut, memikat
bangsa Belanda untuk membentuk kongsi dagang pada tahun 1602, yaitu
Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) yang bertujuan untuk
menyatukan para pedagang Belanda. Namun, sayangnya kepercayaan bangsa
Indonesia terhadap bangsa Belanda dalam menjalin hubungan perdagangan
justru menimbulkan permainan licik dari Belanda yang memanfaatkan bangsa
Indonesia untuk memonopoli sumber daya alam dan hasil bumi yang telah
diproduksi oleh masyarakat Indonesia. Hal ini menyulut kemarahan para
penduduk sehingga warga Indonesia pada saat itu melakukan perlawanan
terhadap penjajahan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Belanda.
Kemudian, hal ini diperburuk dengan munculnya perang dunia yang berimbas
kepada keadaan politik dan ekonomi bangsa Indonesia.

1
Oleh karena pengaruh perang dunia yang memecah belah antara blok
barat dan blok timur, banyak negara adidaya yang meminta simpati serta
dukungan dari bangsa-bangsa yang berada di asia, salah satunya, yaitu bangsa
Jepang. Bangsa Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942 dengan dilandasi
oleh semangat kemenangan bangsa Jepang atas Perang Pasifik. Kedatangan
Jepang di Indonesia disambut hangat oleh rakyat Indonesia. Jepang disebut-
sebut sebagai “Saudara Tua” yang dipandang dapat membebaskan bangsa
Indonesia dari kekuasaan Belanda. Jepang memberikan propaganda kepada
bangsa Indonesia bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia. Namun, sayangnya kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Jepang
dikhianati sehingga muncul perlawanan dari masyarakat Indonesia untuk
melawan imperialisme Jepang.
Setelah melewati berbagai proses panjang dalam memperjuangkan
kemerdekaan, pada akhirnya, Jepang dipukul mundur oleh peristiwa bom atom
yang terjadi di Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 14 Agustus 1945. Hal ini
menyebabkan bangsa Jepang menyerah dan dinyatakan kalah dari Amerika
Serikat sehingga Jepang meninggalkan Indonesia. Hal ini menjadi kesempatan
bagi rakyat Indonesia untuk melakukan proklamasi dan memanfaatkan
keadaan vacuum of power yang terjadi pada saat itu. Hingga pada akhirnya,
bangsa Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56, Menteng, Jakarta.
Namun, perjuangan bangsa Indonesia tidak berakhir begitu saja, masih banyak
memerlukan berbagai proses untuk menjadi sebuah negara merdeka yang
utuh. Maka dari itu, para pemimpin bangsa Menyusun dan mengesahkan
sebuah dasar negara bernama “Pancasila” yang berfungsi sebagai sumber dari
segala sumber hukum, sebagai acuan untuk bertindak, serta menjadi falsafah
hidup bangsa Indonesia.
Pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah menjalankan prosesi
hubungan internasional sebagai syarat pengakuan kedaulatan oleh pihak
penjajah. Salah satu hubungan internasional yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia adalah Perjanjian Linggarjati. Selain itu, masih banyak jalan

2
diplomatik yang diambil oleh bangsa Indonesia untuk mempermudah
terbentuknya negara Indonesia yang berdaulat dan merdeka, seperti
Perundingan Hooge Valuwe, Konferensi Malino, Perjanjian Renville,
Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Meja Bundar, dan masih banyak
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah melakukan
adanya hubungan internasional sejak zaman penjajahan hingga zaman
kemerdekaan.
Tidak berakhir dari situ saja, bangsa Indonesia masih melaksanakan
adanya hubungan internasional antarnegara yang tetap terjalin dengan baik
hingga saat ini. Hubungan internasional yang dijalin oleh bangsa Indonesia
dengan bangsa lain bertujuan untuk memperkuat relasi dalam berbagai bidang,
khususnya dalam bidang politik dan ekonomi. Hubungan internasional bangsa
Indonesia dipengaruhi oleh berbagai ideologi negara, akan tetapi bangsa
Indonesia memiliki jalan tengah untuk bersiteguh dalam menyongsong
ideologi Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara yang menjadi sumber
acuan bertindak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam hal ini, peran Pancasila memiliki pengaruh besar dalam
berlangsungnya hubungan internasional yang dilakukan bangsa Indonesia
dengan berbagai negara. Peran Pancasila sebagai dasar negara dapat
diimplementasikan sebagai Politik Bebas Aktif yang telah dilaksanakan sejak
zaman kemerdekaan. Melalui Politik Bebas Aktif, Indonesia dapat turut serta
dalam mewujudkan perdamaian dunia melalui berbagai hubungan diplomatis
yang telah dijalin dengan berbagai negara di dunia.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun membuat makalah
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Pancasila mengenai peran
Pancasila dalam bidang hubungan internasional sebagai bentuk penelitian
tentang bagaimana Pancasila dapat berpengaruh dan berperan sebagai pondasi
bangsa Indonesia dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan berbagai
negara. Maka dari itu penulis memilih judul “Peran Pancasila Sebagai
Landasan Politik Bebas Aktif dalam Hubungan Internasional.”

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terbentuk suatu rumusan
masalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian hubungan internasional?
b. Bagaimana awal mula munculnya hubungan internasional di Indonesia?
c. Bagaimana peran Pancasila terhadap hubungan internasional di Indonesia?
d. Apa saja bentuk-bentuk diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia
dalam hubungan internasional?
e. Apa saja manfaat dari hubungan internasional berdasarkan dengan prinsip-
prinsip Pancasila?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut :
a. Mengetahui pengertian hubungan internasional
b. Mengetahui sejarah hubungan internasional di Indonesia
c. Mengetahui peran Pancasila terhadap hubungan internasional di Indonesia
d. Mengetahui bentuk hubungan diplomatik Indonesia dalam hubungan
internasional berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila
e. Mengetahui manfaat hubungan internasional berdasarkan prinsip-prinsip
pancasila

4
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca terkait peran Pancasila dalam bidang hubungan
internasional
b. Sebagai panduan dan referensi mengenai peran Pancasila dalam bidang
hubungan internasional melalui rangkaian peristiwa-peristiwa sejarah yang
dialami oleh bangsa Indonesia
c. Sebagai bahan diskusi terkait hal-hal yang menyangkut bidang hubungan
internasional, serta kaitannya dengan peran Pancasila
d. Untuk mengetahui seberapa berkembangnya hubungan internasional di
Indonesia saat ini berdasarkan prinsip-prinsip dasar negara Pancasila
e. Sebagai bentuk kesadaran masyarakat terhadap betapa pentingnya peran
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya
dalam bidang hubungan internasional

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hubungan Internasional


Hubungan internasional adalah hubungan antara anggota masyarakat
internasional lintas batas negara. Definisi lain menyatakan bahwa hubungan
internasional merujuk pada hubungan eksternal antar bangsa-bangsa (nations),
negara-negara, dan peoples. Adapun menurut Renstra (Rencana Strategi
Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia), hubungan internasional adalah
hubungan antarbangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu
negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut.
Selanjutnya, dalam UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri yang menggunakan istilah hubungan luar negeri sebagai padanan
istilah hubungan internasional menegaskan bahwa yang dimaksud dengan
hubungan luar negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional
dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah,
atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik,
organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara
Indonesia.
Dikutip dari jurnal “Peranan United Nations Enitity For Gender
Equalty And The Empowerment Of Women (Un Women) Dalam Perlindungan
Hak Asasi Perempuan Di India Tahun 2015-2018” (Mandak, Natasya Gloria:
2019, Hal. 14), dalam pengertian yang disebutkan oleh Darmayadi (2015),
menyatakan bahwa dalam hubungan intrenasional, terdapat banyak interaksi
negara dan masyarakat internasional (Darmayadi 2015:22). Sedangkan
Menurut K.J Holsti, istilah hubungan Internasional senantiasa berkaitan
dengan segala bentuk interaksi diantara masyarakat-masyarakat negara, baik
itu yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh negara-negara (Sitepu
2011:19).

6
Hubungan internasional merupakan salah satu jawaban bagi persoalan
yang sedang dialami oleh suatu negara. Ketika suatu negara sedang
mengalami krisis atau kekurangan dalam suatu bidang, maka melalui
hubungan internasional negara tersebut mampu mengatasi persoalan tersebut
dengan meminta pertolongan dari negara lain. Dikutip dari dokumen
“Pengertian Hubungan, Persamaan dan Perbedaan antara Hubungan
Internasional, Politik Internasional, dan Politik Luar Negeri” (Zakiah, Syfa :
2012, Hal. 1) menyebutkan bahwa Kelompok-kelompok kajian dalam
Hubungan internasional menurut Quincy Wright sangat beraneka ragam
termasuk di dalamnya bangsa, negara, pemerintah, rakyat, wilayah, organisasi
internasional, perusahaan-perusahaan internasional/multinasional
(MNCs/TNCs), organisasi kebudayaan, dan organisasi keagamaan.
Menurut Holsti, hubungan internasional dapat mengacu pada semua
bentuk interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang
disponsori pemerintah, maupun tidak. Hubungan internasional akan meliputi
analisa kebijakan luar negeri atau proses politik antarbangsa, tetapi dengan
memperhatikan seluruh segi hubungan itu (Holsti, 1987:29). Pertolongan yang
bersifat hubungan diplomatik tersebut, dapat diklasifikasikan dalam beberapa
konsep, yaitu politik luar negeri, hubungan luar negeri, dan politik
internasional.
Politik luar negeri adalah seperangkat cara yang dilakukan oleh suatu
negara untuk mengadakan hubungan dengan negara lain dengan tujuan untuk
tercapainya tujuan negara serta kepentingan nasional negara yang
bersangkutan. Selanjutnya, hubungan luar negeri merupakan keseluruhan
hubungan yang dijalankan oleh suatu negara dan interaksi antara beberapa
aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional yang meliputi negara-
negara, organisasi internasional, organisasi non pemerintah, kesatuan sub-
nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta individu-individu.

7
Kemudian, politik internasional merupakan politik antarnegara yang
mencakup kepentingan dan tindakan beberapa atau semua negara, serta proses
interaksi antarnegara, maupun dengan interaksi organisasi internasional.
Selain itu, ada juga perbedaan antara politik internasional dan politik luar
negeri, yaitu politik internasional mengkaji pola-pola yang berlaku dalam
hubungan internasional, perilaku negara-negara serta para pembuat keputusan
dalam situasi damai dan situasi konflik, serta melihat tingkah laku atau
tindakan masing-masing negara dalam pola aksi-reaksi. Sedangkan politik luar
negeri, menganalisis bagaimana seharusnya tindakan atau Langkah suatu
negara terhadap kondisi serta perkembangan pada lingkungan eksternal (Rudy,
1993:15). Menurut C.J. Johari, ruang lingkup Hubungan Internasional
meliputi seluruh tipe hubungan atau interaksi antarnegara, termasuk asosiasi
dan organisasi nonpemerintah (ekonomi, pariwisata, perdagangan, dan lain
sebagainya). Sedangkan ruang lingkup politik internasional hanya terbatas
pada kekuasaan permainan (power game) yang melibatkan negara-negara
berdaulat (Johari, 1985:9).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang sudah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa hubungan internasional merupakan hubungan yang
dilakukan oleh sekelompok negara, baik antardua negara (bilateral), maupun
hubungan yang dilakukan oleh banyak negara (multilateral). Hubungan
internasional dilaksanakan sebagai bentuk dari keterikatan antara pihak-pihak
yang berkepentingan, untuk meningkatkan kepentingan nasional dalam
berbagai bidang. Apabila suatu negara sedang mengalami krisis dalam suatu
sektor, seperti sektor ekonomi, politik, pertanian, sumber daya alam, dan
sebagainya, maka untuk menanggulangi permasalahan tersebut, negara yang
bersangkutan dapat meminta bantuan kepada negara lain yang dirasa memiliki
kekuatan yang lebih stabil dibandingkan dengan negara yang bersangkutan.
Apabila dianalogikan seperti individu, maka negara merupakan
anggota masyarakat yang merupakan makhluk sosial karena membutuhkan
peran negara lain dalam berbagai hal. Kerja sama merupakan hal mutlak yang
diperlukan oleh suatu negara, sebab tidak ada satu negarapun yang tidak

8
bergantung dengan negara lain. Meskipun secara formal negara
berdaulat dipijakan kakinya sendiri dan memiliki kontrol penuh atas problema
yang sedang dialami, akan tetapi realitanya suatu negara tetap membutuhkan
peran negara lain untuk membangun kebutuhan global. Selain itu, faktor yang
mempengaruhi suatu negara untuk menjalin hubungan dengan negara lain
adalah munculnya kekhawatiran akan ancaman dari pihak lain. Hal ini
mendorong suatu negara untuk memiliki banyak relasi demi kelangsungan
hidup bangsa, serta ingin mewujudkan bangsa yang damai dan tenteram.
Dalam mewujudkan bangsa yang damai dan sejahtera, maka terdapat
klasifikasi hubungan diplomatik yang dibutuhkan suatu negara. Pertolongan
yang bersifat hubungan diplomatik tersebut dapat berupa politik luar negeri,
hubungan luar negeri, dan politik internasional. Maka dari itu, peran negara
sangat penting dalam membawa suatu bangsa menuju bangsa yang sejahtera
dengan melangsungkan hubungan diplomatik kepada negara lain. Dalam
hubungan internasional sendiri, terdapat berbagai macam paham dan
pemikiran yang dianut oleh suatu negara, seperti liberalisme, realisme,
feminisme, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan berbagai aliran
pemikiran yang ada, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai landasan dalam
bertindak untuk mengambil keputusan dalam kebijakan politik internasional
dan politik luar negeri.
Namun, ditengah-tengah munculnya berbagai aliran pemikiran yang
dianut suatu negara, bangsa Indonesia tetap bersikukuh untuk menjadikan
Pancasila sebagai landasan dalam bertindak. Pancasila merupakan landasan
utama yang diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang
hubungan internasional. Peran Pancasila sebagai landasan fundamental dalam
melaksanakan hubungan internasional akan diimplementasikan berdasarkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Maka dari itu, dalam mengambil kebijakan dan keputusan
dalam menjalin hubungan internasional, bangsa Indonesia tetap berkiblat
kepada Pancasila dan UUD 1945 agar sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia, sehingga dapat menciptakan bangsa yang damai dan tenteram.

9
B. Sejarah Hubungan Internasional
Dikutip dari jurnal “Sistem Pasca Westphalia, Interaksi Transnasional
dan Paradiplomacy” (Mukti, Takdir Ali : 2014, Hal. 1), menyebutkan bahwa
sejarah Hubungan Internasional berawal dari adanya Perjanjian Westphalia.
Perjanjian Westphalia atau The Peace of Westphalia atau The Westphalia
Treaty, tahun 1648, di Jerman, dapat mengakhiri Perang Eropa selama 30
tahun yang kemudian berhasil memancangkan tonggak sejarah bernegara
secara modern dalam konsep nation-state dan menjadi permulaan bagi
terjadinya sistem hubungan internasional secara modern, yang disebut sebagai
Westphalian System (Osiander, 2001).
Doktrin Westphalian hasil dari perjanjian ini meliputi prinsip
penghormatan atas kedaulatan suatu negara dan hak untuk menentukan nasib
sendiri suatu bangsa, kemudian prinsip kesamaan di depan hukum bagi setiap
negara, dan prinsip non-intervensi atas urusan internal negara lain. Akan
tetapi, muncul sebuah revolusi besar-besaran dalam industrialisasi di eropa
yang menyebabkan beberapa negara di eropa tumbuh menjadi negara adidaya
atau superpower. Hal ini menyebabkan tumbuhnya chauvinisme, sehingga
negara tersebut merasa ingin menguasai dan menaklukan dunia. Untuk
membangun kekuatan secara militer, maka beberapa negara adidaya tersebut
membentuk sebuah aliansi-aliansi atau blok untuk mengumpulkan satu
kekuatan untuk menguasai dunia. Maka dari itu, negara-negara adikuasa yang
memiliki ambisi untuk menguasai dunia, pada akhirnya menyatakan perang
kepada pihak yang berlawanan.
Tidak berhenti dari itu saja, perang dunia masih terus berlanjut karena
keadaan politik negara-negara semakin memanas. Hal ini dapat disebabkan
oleh adanya politik balas dendam (refansi idea), sehingga pihak yang kalah
ingin membalas pihak yang telah mengalahkannya. Selain itu juga, faktor
utama yang menyebabkan pecahnya perang dunia adalah kegagalan LBB
(Liga Bangsa-Bangsa) dalam menciptakan kedamaian dunia. Akan tetapi,
pecahnya perang dunia mengakibatkan kerugian yang besar terhadap berbagai
sektor, sehingga perang dunia diakhiri dengan berakhirnya Perang Pasifik,

10
yaitu kekalahan Jepang atas Amerika Serikat pada peristiwa
pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada 14 Agustus tahun 1945.
Dikutip dari jurnal “Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia”
(Yani, Yanyan Mochamad : 2010, Hal. 1), menyatakan bahwa berakhirnya
Perang Dingin telah mengakhiri semangat sistem internasional bipolar dan
berubah pada multipolar atau secara khusus telah mengalihkan persaingan
yang bernuansa militer (baca: blok Barat - blok Timur) ke arah persaingan
atau konflik kepentingan ekonomi diantara negara-negara di dunia ini.
Paska Perang Dingin yang ditandai dengan berakhirnya persaingan ideologi
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah mempengaruhi isu-isu hubungan
internasional yang sebelumnya lebih fokus pada isu-isu high politics (isu
politik dan keamanan) kepada isu-isu low politics (misalnya, hak asasi
manusia, ekonomi, lingkungan hidup, terorisme) yang dianggap sudah sama
penting dengan isu high politics.
Salah satu bentuk dari implementasi dari perdamaian dan pembebasan
negara-negara dari belenggu perang adalah dibentuknya Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) sebagai badan yang berfungsi untuk menjaga perdamaian dan
keamanan internasional. Organisasi ini bertujuan untuk mempererat tali
persaudaraan antarbangsa, sekaligus memajukan kesejahteraan dunia.
Berdasarkan kutipan dari skripsi “Upaya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
dalam Penyelesaian Konflik Berlian Sierra Leone Tahun 1991 – 2002”
(Sarirah : 2017) menyatakan bahwa dinamika hubungan internasional terlihat
semakin kuat dengan kemunculan aktor-aktor di luar negara.
Hubungan interdependensi yang semakin komplek, dan hubungan-
hubungan transnasional yang menjadikan negara semakin rentan terhadap isu
kedaulatan. Hal inilah yang menyebabkan negara bukan lagi menjadi satu-
satunya aktor dalam hubungan internasional (Sugito, 2008, pp. 2-3). Aktor-
aktor hubungan internasional selain negara ialah organisasi antar pemerintah
(IGOs), organisasi non-pemerintah (NGOs), perusahaan-perusahaan
multinasional (MNC), individu, dan lain-lain. Oleh karena hubungan
interdependensi antarnegara semakin komplek, maka hal ini yang dapat

11
menjadi latar belakang terbentuknya suatu organisasi untuk menjaga
perdamaian dunia, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terbentuknya
Perserikatan Bangsa-Bangsa dipelopori oleh organisasi Liga Bangsa-Bangsa
(LBB), yaitu organisasi yang dibentuk pada tahun 1919 di bawah naungan
Perjanjian Versailles, untuk mempromosikan kerjasama internasional dalam
mencapai perdamaian dan keamanan. Namun, Liga Bangsa-Bangsa gagal
dalam menjalankan tugasnya, sehingga dalam dibentuknya PBB, dianggap
sebagai pembaharuan dalam menjaga perdamaian antarbangsa di bawah
payung hukum internasional.
Berkaitan dengan dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia
juga mengambil andil dan peran dalam menegakkan perdamaian dunia. Hal ini
dapat dilihat dari catatan sejarah yang telah dicatat dalam kutipan buku
“Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas 1” Cetakan ke-2 (Lubis,
Yusnawan; Sodeli, Mohamad : 2017), bahwa Indonesia menjadi anggota
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang ke-60 pada tanggal 28 September
1950. Meskipun pernah keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari
1965 sebagai bentuk protes atas diterimanya Malaysia menjadi anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB, akan tetapi pada tanggal 28 September 1966
Indonesia masuk kembali menjadi anggota PBB dan tetap sebagai anggota
yang ke-60.
Selain itu, Indonesia juga terlibat langsung dalam misi perdamaian
Dewan Keamanan PBB dengan mengirimkan Pasukan Garuda ke negara-
negara yang dilanda konflik, seperti Kongo,Vietnam, Kamboja, Bosnia, dan
sebagainya. Bahkan pada tahun 2007, Indonesia ditetapkan menjadi anggota
tidak tetap Dewan Kemanan PBB. Personel yang terlibat dalam Kontingen
Garuda IX berasal dari Angkatan Darat, Laut, dan Udara. Kemudian, PBB
juga meminta kepada Indonesia untuk mengirimkan pasukan pemeliharaan
perdamaian di wilayah tersebut. Dalam hal ini, Indonesia memiliki banyak
peran dan terlibat dalam menegakkan kesejahteraan masyarakat dunia.

11
Dilansir dari situs Kementrian Luar Negeri Indonesia dalam artikel
yang berjudul “Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)” (2019), menyimpulkan
bahwa PBB sebagai organisasi internasional dengan legitimasi yang
bersumber dari keanggotaan yang bersifat universal, hendaknya selalu menjadi
forum penanganan berbagai tantangan dan krisis global yang semakin
kompleks di masa mendatang. Reformasi PBB khususnya Dewan Keamanan
agar lebih mencerminkan kondisi politik dunia saat ini penting dimajukan agar
upaya ini dapat efektif dan memiliki nilai legitimasi. Indonesia akan terus
berada di garis depan dalam memajukan peranan PBB mengatasi krisis global
dan pada saat yang sama menyerukan perlunya reformasi PBB.

C. Peran Pancasila Terhadap Hubungan Internasional di Indonesia


Dalam kutipan diktat “Teori dan Praktik Diplomasi” (Setiawan, Asep :
2016, Hal. 1), dijelaskan bahwa pengertian dari diplomasi merupakan seni dan
praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat) yang biasanya
mewakili sebuah negara atau organisasi. Diplomasi dapat dikatakan sebagai
kegiatan kerja sama antara dua negara (bilateral) atau lebih (multilateral)
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan suatu negara dalam berbagai
bidang yang mencakup kepentingan skala internasional. Kebutuhan suatu
negara yang mencakup kepentingan skala internasional, dapat berupa
hubungan ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya.
Dikutip dari jurnal “Sistem Pasca Westphalia, Interaksi Transnasional
dan Paradiplomacy” (Mukti, Takdir Ali : 2014, Hal. 2) mencatat bahwa para
teoritisi konstruktivis dan praktisi hubungan internasional dewasa ini,
menganggap era Westphalian Doctrines telah tidak relevan lagi dalam
pergaulan masyarakat dunia yang sangat interns dan terbuka seiring dengan
kemajuan teknologi informasi. Solana berpandangan bahwa prinsip humanitas
dan demokrasi merupakan dua prinsip yang secara esensial tidak relevan
terhadap order Westphalia. Oleh karena itu, dalam membangun hubungan
diplomatik antarnegara di masa kini, memerlukan penyesuaian dengan

12
membangun sistem internasional yang baru sesuai dengan kemajuan
teknologi dan informasi yang sudah berkembang semakin pesat.
Oleh karena itu, dalam mengembangkan hubungan diplomatik, bangsa
Indonesia sendiri telah menerapkan prinsip politik bebas-aktif sebagai bentuk
diplomatik yang dilaksanakan sesuai dengan dasar negara bangsa Indonesia.
Berdasarkan kutipan dari jurnal “Prinsip Bebas Aktif Dalam Kebijakan Luar
Negeri Indonesia : Perspektif Teori Peran” (Haryanto, Agus : 2014, Hal 5),
bahwa Holsti menyebut sumber utama dalam kebijakan luar negeri adalah
konsepsi peran nasional dan role prescription atau harapan peran dari
lingkungan internasional. Konsepsi peran nasional dapat bersumber dari
ideologi atau prinsip dasar politik luar negeri yang dimiliki negara, misalnya
Undang – Undang atau peraturan negara. Apabila teori ini diaplikasikan dalam
politik luar negeri Indonesia, maka politik luar negeri Indonesia bersumber
dari konsepsi peran berupa prinsip politik bebas aktif, yang kemudian menjadi
output kebijakan luar negeri Indonesia.
Dilansir dari situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia “Esensi
Hubungan Internasional dan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia”
(Putera, Enggartias Wahana : 2018), menyebutkan bahwa kebijakan politik
luar negeri Indonesia bebas-aktif dalam hubungan internasional akan
membentuk sebuah identitas. Identitas inilah yang akan digunakan Indonesia
sebagai karakter dan jati diri negara, serta menjadi pembeda antara Indonesia
dengan actors lainnya.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif akan menjadikan
Indonesia terlepas dari sifat ketergantungan terhadap satu actors saja,
sehingga Indonesia dapat lebih fleksibel menjalankan perannya dalam
hubungan internasional. Dengan diberlakukannya prinsip politik bebas-aktif,
maka Indonesia memiliki identitas dalam menjalin hubungan politik, sehingga
Indonesia dapat menentukan arah kebijakan, sikap, dan keinginannya sebagai
negara berdaulat. Apabila memiliki identitas dan prinsip yang telah diterapkan
dalam menjalin hubungan politik, maka Indonesia tidak akan mudah goyah
dan tidak dapat dipengaruhi oleh kebijakan politik luar negeri negara lain.

13
D. Bentuk Hubungan Diplomatik Indonesia dalam Hubungan
Internasional Berdasarkan Prinsip-Prinsip Pancasila
Dilansir dari situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia “Esensi
Hubungan Internasional dan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia”
(Putera, Enggartias Wahana : 2018), menjelaskan bahwa dalam
pelaksanaannya, Indonesia menjalankan politik luar negeri bebas-aktif
bertumpu pada ideologi Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945
yang merupakan dasar hukum tertinggi negara Indonesia. Pancasila sebagai
landasan ideologi Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila sebagai pedoman Indonesia dalam memperjuangkan
kepentingan nasionalnya dalam hubungan internasional. Sementara,
kepentingan nasional Indonesia secara umum sudah tercantum dalam UUD
1945. Dalam konstitusi tersebut, kepentingan nasional Indonesia adalah
sebagai berikut : (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah; (2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Prinsip bebas aktif telah diadopsi oleh Indonesia sejak awal
kemerdekaan, hal ini telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 pasal 3 ayat (1) bahwa “Yang dimaksud
dengan "bebas aktif" adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan
merupakan politik netral, melainkan politik luar negeri yang bebas
menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional
dan tidak mengikatkan diri secara a priori pada satu kekuatan dunia serta
secara aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun
partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan
dunia lainnya demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menggunakan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan terciptanya
prinsip politik bebas-aktif. Bentuk implementasi dari penerapan prinsip politik

14
bebas-aktif berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
telah dipraktikan dengan beberapa hubungan diplomatis semenjak pada masa
kepemimpinan presiden Ir. Soekarno. Prinsip politik bebas-aktif diaplikasikan
dalam bentuk GNB (Gerakan Non-Blok) yang merupakan hasil dari KAA
(Konferensi Asia-Afrika) pada tahun 1955.
KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan memberikan solusi terkait
maraknya perpecahan, serta konflik yang terjadi diantara negara blok timur
dan negara blok barat. KAA merupakan bukti penting terkait kontribusi
Indonesia dalam terbentuknya GNB (Gerakan Non-Blok), sebab GNB
merupakan implementasi dan refleksi dari nilai-nilai yang terkandung dalam
UUD 1945.
Ketika kolonialisme tidak lagi menjadi “musuh utama” negara –
negara berkembang, relevansi KAA dan GNB mendapatkan tantangan
tersendiri (Wibisono, 2006: 151-155). Selanjutnya, dalam masa pemerintahan
presiden Soeharto, Indonesia mulai tergabung dalam anggota ASEAN dan
mulai menyelesaikan konfrontasi Indonesia dengan Malaysia sebagai bentuk
perdamaian dalam menjalin hubungan diplomatik. Menurut situs Kementrian
Luar Negeri Indonesia dalam artikel yang berjudul “Gerakan Non-Blok
(GNB)” (2019), menyebutkan bahwa tujuan utama GNB semula difokuskan
pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan
nasional, kedaulatan,dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan
penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada
pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan
manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-
kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing; perlucutan senjata;
tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan
secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam
hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi
sistem perekonomian internasional; serta kerja sama internasional berdasarkan
persamaan hak.

15
Munculnya berbagai tantangan baru dalam abad ke-21 telah memaksa
GNB untuk terus berkembang menyesuaikan permasalahan-permasalahan
yang ada, agar kebijakannya mampu menjadikan keadaannya tetap relevan
seiring dengan kemajuan zaman. Untuk itu, GNB sewajarnya akan terus
melakukan berbagai upaya dan inisiatif dalam mempromosikan perdamaian
dan pembangunan antarnegara. Salah satu bentuk pembaharuan yang riil
terhadap penerapan GNB di zaman modern, yaitu arah politik luar negeri
Indonesia yang baru di bawah pemerintahan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Dalam jurnal “Prinsip Bebas Aktif dalam Kebijakan Luar Negeri
Indonesia : Perspektif Teori Peran” (Haryanto, Agus : 2014, Hal 10)
menjelaskan bahwa arah politik luar negeri Indonesia yang baru di bawah
pemerintahan Yudhoyono dikenal dengan berlayar di antara samudera yang
bergolak (“sailing in the turbulent ocean”). Pergolakan tersebut diyakini
sebagai kenyataan politik internasional saat ini yang tidak terlalu jelas hitam-
putihnya dan berubah dengan cepat. Doktrin tersebut mengatakan bahwa
Indonesia menggabungkan independensi dan diplomasi aktif Indonesia dengan
memegang prinsip untuk tidak menganggap siapa pun sebagai musuh dan
mencari kawan sebanyak-banyaknya (“zero enemy and thousand friends”).
Dengan demikian, doktrin tersebut berusaha menggenapi doktrin politik luar
negeri Hatta yang berbunyi “berlayar di antara dua karang”.
E. Manfaat dari Hubungan Internasional di Indonesia Berdasarkan
Prinsip-Prinsip Pancasila
Konsepsi politik luar negeri bebas aktif bersifat universal karena masih
muncul perdebatan terkait relevansi konsep politik luar negeri bebas aktif pada
masa kini. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pandangan tentang
relevansi bebas aktif politik luar negeri indonesia yang dipandang sudah
berubah. Namun, konsep politik luar negeri bebas aktif dapat menjadi sebuah
paradigma dalam mengembangkan hubungan internasional berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Manfaat yang dapat diperoleh dari

16
adanya jalinan hubungan internasional berdasarkan prinsip-prinsip
Pancasila, adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Politik
Hubungan internasional memiliki pengaruh yang besar dalam bidang
politik. Adapun manfaat hubungan internasional di bidang politik yaitu
pemerintah dapat membangun reputasi internasional yang baik.
Pemerintah Indonesia mampu mempertahankan pengakuan atas kedaulatan
kemerdekaan serta untuk menunjang pelaksanaan kebijakan politik dan
hubungan luar negeri yang digunakan untuk kepentingan nasional,
terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang. Pemerintah
mampu meningkatkan kekuatan di tingkat internasional serta membangun
hubungan kerjasama regional dan juga internasional bersama negara lain.
Contoh kerja sama politik dalam lingkup regional adalah kerjasama bidang
politik Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Asean
merupakan sebuah organisasi geo-politik lan ekonomi sekang negara-
negara di kawasan Asia Tenggara, didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967
melalui Penandatanganan Deklarasi Bangkok oleh perwakilan 5 negara
Asia Tenggara yaitu H. Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak
(Malaysia), Narsisco Ramos (Filipina), S. Rajaratnam (Singapura), dan
Thanat Khoman (Thailand).

2. Manfaat Ekonomi
Salah satu manfaat hubungan internasional di bidang ekonomi adalah
meningkatkan perekonomian bangsa. Selain itu, suatu negara juga dapat
memperbesar peluang ekspor dan meningkatkan minat investor asing. Hal
tersebut juga dapat untuk menunjang upaya meningkatkan pembangunan
ekonomi nasional. Contoh kerja sama dalam bidang ekonomi adalah
World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF),
Europian Economic Community (EEC), dan lain sebagainya.

17
3. Manfaat Sosial dan Budaya
Manfaat hubungan internasional dalam bidang sosial dan budaya yaitu
mendukung upaya pemajuan dan pengembangan nilai-nilai sosial budaya
bangsa dalam rangka mengatasi segala bentuk ancaman, tantangan,
hambatan, ketidakstabilan, dan kejahatan internasional dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan negara. Contoh kerja sama dalam bidang
sosial budaya adalah UNICEF (United Nations Children’s Fund) dan
UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural
Organization).

4. Manfaat Perdamaian dan Keamanan internasional


Manfaat hubungan internasional dalam bidang perdamaian dan keamanan
adalah mendukung upaya memelihara dan memulihkan perdamaian
internasional. Manfaat hubungan internasional di bidang pertahanan dan
keamanan juga memantapkan dan memelihara integrasi nasional. Selain
itu, adanya hubungan internasional ini juga dapat menciptakan stabilitas
negara dan sistem keamanan negara. Contoh kerja sama dalam bidang
pertahanan dan keamanan adalah NATO, SEATO, CENTO, dan ANZUS.

18
5. Manfaat Kemanusiaan
Hubungan internasional dalam bidang kemanusiaan memiliki banyak
keuntungan. Salah satu manfaat terpenting adalah ketika suatu negara
mengalami bencana, seperti gempa bumi, tsunami atau banjir. Hal ini
memungkinkan negara-negara lain untuk saling terbuka, saling membantu,
dan membantu mengatasi permasalahan tersebut. Tidak hanya itu, manfaat
ini juga dilakukan untuk mendukung upaya pencegahan dan pemulihan
segala bentuk bencana serta pemulihan dari akibat yang ditimbulkannya.
Salah satu contoh kerja sama dalam bidang kemanusiaan adalah WHO dan
UNICEF.

Melalui berbagai contoh manfaat dan kerja sama yang dihasilkan dari
hubungan internasional, maka dapat disimpulkan bahwa politik bebas aktif masih
relevan hingga masa kini, akan tetapi diimplementasikan dalam wujud yang
berbeda. Relevansi politik bebas aktif akan menghasilkan berbagai macam kerja
sama antarnegara yang dapat menyokong pembangunan nasional dalam berbagai
bidang. Selain itu juga, prinsip politik bebas aktif bukan hanya sekadar bentuk
kebutuhan politis, akan tetapi menjadi norma yang perlu diterapkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Oleh karena adanya politik bebas aktif, maka bangsa Indonesia mampu
menjalin kerja sama dalam berbagai bidang dan bangsa Indonesia mampu
menambah kawan sebanyak-banyaknya. Meskipun prinsip politik bebas
aktif/GNB tidak relevan dengan sistem politik antarnegara di masa kini, akan
tetapi norma-norma yang diemban di dalamnya dapat diimplementasikan sebagai
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, sehingga masyarakat
Indonesia mampu memiliki fondasi yang kuat untuk terus menegakkan
perdamaian dan juga ikut melaksanakan kesejahteraan dunia.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hubungan internasional merupakan kebijakan yang sangat penting
dilakukan oleh berbagai negara untuk mencapai pembangunan nasional yang
makmur dan sejahtera. Dalam melaksanakan hubungan internasional, bangsa
Indonesia telah mempraktikan konsep hubungan diplomatis semenjak zaman
penjajahan, yang ditandai dengan adanya berbagai kongsi dagang dan juga
berbagai perjanjian perdagangan secara internasional.
Hubungan internasional memiliki pengaruh yang kuat dalam
meningkatkan pembangunan suatu negara, baik diukur dengan standar
nasional, maupun standar internasional. Dalam kemajuan zaman yang disertai
dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
global, serta meningkatnya interaksi dan interdependensi antarnegara dan
antarbangsa, maka dari itu, peran hubungan internasional semakin dibutuhkan
untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan
sejahtera.
Oleh karena itu, sebagai bangsa yang sedang berkembang dalam
memajukan kualitas sumber daya yang dimilikinya, bangsa Indonesia masih
memerlukan bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyokong
pembangunan dalam berbagai sektor. Maka dari itu, untuk melaksanakan
adanya hubungan diplomatis untuk meningkatkan kualitas pembangunan,
bangsa Indonesia memerlukan suatu landasan sebagai prinsip yang dijadikan
sebagai acuan dalam melakukan negosiasi dan relasi, sehingga bangsa
Indonesia memiliki paradigma dalam mengimplementasikan nilai-nilai dan
norma yang terkandung dalam falsafah negara, yaitu Pancasila.

20
Dengan demikian, Pancasila sebagai falsafah negara memiliki peran
yang besar dalam membentuk fondasi untuk menjalin hubungan internasional
kepada berbagai negara. Diharapkan, dengan menerapkan sila Pancasila
sebagai landasan dalam menjalin hubungan internasional, bangsa Indonesia
mampu ikut serta dalam menjunjung tinggi perdamaian antarbangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.

B. Saran
Salah satu wujud penerapan Pancasila sebagai landasan dalam
menjalin hubungan internasional adalah dilahirkannya prinsip politik bebas
aktif atau Gerakan Non-Blok yang bertujuan untuk mencegah adanya pihak-
pihak yang saling bertikai, sehingga dengan adanya politik bebas aktif, maka
Indonesia mampu menjadi pihak penengah yang dapat menyatukan pihak-
pihak bersengketa menuju sebuah perdamaian dan persaudaraan.
Akan tetapi prinsip politik bebas aktif tersebut dinilai sudah tidak
relevan lagi seiring berkembangnya zaman. Namun, prinsip yang terkandung
dalam kebijakan tersebut dapat diterapkan dalam dalam kehidupan
bermasyarakat, terutama dalam kegiatan yang mengandung unsur politik.
Prinsip yang terkandung dalam kebijakan politik bebas aktif, memiliki
komposisi nilai-nilai moral yang seimbang dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat.
Oleh karena itu, diharapkan prinsip tersebut dapat diwujudkan sebagai
implementasi dari sila-sila Pancasila untuk menghadapi era modern yang telah
berbasis teknologi dan informasi. Dengan demikian, masyarakat Indonesia
dapat meningkatkan kualitas sumber daya melalui penerapan nilai dan norma
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, khususnya dalam menanggapi dan
menghadapi permasalahan politis, baik dalam skala nasional, maupun skala
internasional.

21
DAFTAR PUSTAKA

AM, Sardiman; Lestariningsih, Amurwani Dwi (2014). Buku Sejarah Indonesia


Kelas 11 SMA Semester 1, Jakarta : Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI

AM, Sardiman; Lestariningsih, Amurwani Dwi (2014). Buku Sejarah Indonesia


Kelas 11 SMA Semester 2, Jakarta : Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI

Haryanto, Agus. (2014). Prinsip Bebas Aktif dalam Kebijakan Luar Negeri
Indonesia : Perspektif Teori Peran. Program Studi Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal
Soedirman
https://ojs.unikom.ac.id/index.php/jipsi/article/view/165

Indonesia. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar


Negeri. Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan
Lembaran RI Nomor 3882. Sekretariat Negara. Jakarta.
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17482/undangundang-
nomor-37-tahun-1999/document

Kementrian Luar Negeri Indonesia. (2014). Gerakan Non-Blok (GNB). Diakses


pada 12 Desember 2021, dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/142/halaman_list_lainnya/gerakan-non-
blok-gnb
Kementrian Luar Negeri Indonesia. (2019). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Diakses pada 28 Desember 2021, dari
https://kemlu.go.id/portal/id/read/134/halaman_list_lainnya/perserikatan-
bangsa-bangsa-pbb

Lubis, Yusnawan; Sodeli, Mohamad (2017). Buku Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan Kelas 11 Cetakan ke-2, Jakarta : Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI

Mandak, Natasya Gloria (2019). Peranan United Nations Enitity For Gender
Equalty And The Empowerment Of Women (Un Women) Dalam
Perlindungan Hak Asasi Perempuan Di India Tahun 2015-2018, Hal. 14.
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1919/8/UNIKOM_Natasya%20Gloria%20
Mandak_BAB%20II.pdf

Mukti, Ali Takdir (2014). Sistem Pasca Westphalia, Interaksi Transnasional dan
Paradiplomacy, Hal. 1. Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah


Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia
(1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka.

Sarirah (2017). Upaya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam Penyelesaian


Konflik Berlian Sierra Leone Tahun 1991 – 2002. Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2018). Esensi Hubungan Internasional
dan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia. Diakses pada 28 Desember
2021 dari
https://setkab.go.id/esensi-hubungan-internasional-dan-kebijakan-politik-luar-
negeri-indonesia/

Setiawan, Asep (2016). Diktat Teori dan Praktik Diplomasi, Hal. 1.


http://repository.umj.ac.id/2306/1/DIKTAT%20TEORI%20DAN%20PRA
KTIK%20DIPLOMASI.pdf

Yani, Yanyan Mochamad (2010). Dinamika Hubungan Internasional dan


Indonesia, Hal. 1.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/01/dinamika_hubungan_intern
asional_dan_indonesia.pdf

Zakiah, Syfa (2012). Pengertian Hubungan, Persamaan dan Perbedaan antara


Hubungan Internasional, Politik Internasional, dan Politik Luar Negeri,
Hal. 1.
https://www.scribd.com/embeds/245322177/content?start_page=1&view_
mode=scroll&access_key=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf

Anda mungkin juga menyukai