Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN WAWANCARA

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


PENDIDIKAN DEMOKRASI
(DEMOCRACY EDUCATION)

Oleh:
Lembayung Luh Jingga
21202244063/PBI H

Dosen Pengampu:
Drs. Suyato, M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
A. Latar Belakang
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta hidayah-Nya
sehingga saya, Lembayung Luh Jingga, selaku mahasiswi dari prodi Pendidikan Bahasa
Inggris, Universitas Negeri Yogyakarta mampu melaksanakan kegiatan ini dengan lancar
dan sebagai mana mestinya.
Kegiatan wawancara ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari narasumber, yaitu
guru PPKN yang mengajar pada tingkat SMP atau pada tingkat SMA/SMK/MA terkait
dengan implementasi teori John Dewey, yaitu penerapan Pendidikan Demokrasi
(Democracy Education) di sekolah.
Dengan terlaksananya kegiatan wawancara ini, maka saya berharap mampu
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan mendapat nilai yang baik
sehingga dapat bermanfaat baik bagi saya sendiri, maupun pembaca hasil laporan
wawancara ini.

B. Tujuan
Tujuan diberlakukannya kegiatan wawancara ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara ini dilakukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan terkait dengan teori John Dewey, yaitu impelementasi penerapan
Pendidikan Demokrasi (Democracy Education) di sekolah.
2. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana penerapan Pendidikan
Demokrasi di sekolah, terutama penerapan di Sekolah Menengah Pertama dan
Sekolah Menengah Atas/Sederajat.
3. Wawancara ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pewawancara maupun
pembaca laporan wawancara terkait dengan pemahaman tentang Pendidikan
Demokrasi di sekolah, terutama pada tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas/Sederajat.
4. Wawancara ini bertujuan untuk memberikan informasi, serta sudut pandang kepada
pewawancara terkait dengan penerapan Pendidikan Demokrasi di sekolah, terutama
pada tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah atas/Sederajat.
C. Waktu dan Tempat Wawancara
Wawancara dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Senin, 11 April 2022
Waktu : 12.00 – 13.00 WIB
Tempat : SMA Negeri 1 Banguntapan

D. Topik Wawancara
Gagasan John Dewey terkait penerapan Pendidikan Demokrasi (Democracy Education)
di sekolah.

E. Laporan Hasil Wawancara


a. Identitas Responden/Narasumber
Nama : Dra. Erna Suryani Rahayu
Jenis Kelamin : Perempuan
Pengalaman Mengajar : 19 Tahun (2003 – Sekarang)
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Banguntapan

b. Pertanyaan Kepada Responden/Narasumber (Guru)


1. Pemahaman Guru tentang Pendidikan Demokrasi
a) Pengertian Pendidikan Demokrasi
Jawab:
Pendidikan demokrasi merupakan pendidikan yang memberikan
kebebasan kepada siswa. Namun, kebebasan dalam berdemokrasi tidak
mutlak, melainkan tetap memiliki batasan-batasan tertentu. Hal ini
dilatarbelakangi oleh faktor bahwa Indonesia bukanlah negara liberal,
sehingga kebebasan berdemokrasi tersebut tetap dibatasi dengan adanya
peraturan perundang-undangan dan dasar hukum yang ada di Indonesia.
Pendidikan demokrasi memberikan wadah bagi siswa dalam hal
kebebasan berbicara, kebebasan bertindak, dan kebebasan berekspresi,
akan tetapi masih di bawah naungan batas-batas tertentu sesuai dasar
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b) Tujuan Pendidikan Demokrasi


Jawab:
Tujuan diberlakukannya Pendidikan Demokrasi adalah agar siswa dapat
menanamkan sikap demokratis dalam hidup bermasyarakat sehingga siswa
dapat menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri (egois). Melalui
Pendidikan Demokrasi, siswa dapat belajar untuk menyelesaikan segala
sesuatu dengan bermusyawarah hingga mencapai mufakat dan mencapai
kenyamanan bersama. Apabila siswa mampu menerapkan pentingnya
melakukan musyawarah dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa mampu
menumbuhkan kesadaran terkait betapa pentingnya hidup secara
demokratis. Tanpa adanya penerapan musyawarah dalam hidup
bermasyarakat, maka keberlangsungan kehidupan sosial tidak akan
mampu berjalan dengan baik.

c) Cara/Strategi Pendidikan Demokrasi


Jawab:
Pendidikan Demokrasi di sekolah dapat diimplementasikan pada
pembentukan organisasi intrasekolah, yaitu OSIS. Melalui organisasi,
siswa dapat belajar untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapi. Keputusan yang ditetapkan sebagai
solusi dari permasalahan tersebut merupakan kesepakatan bersama, bukan
hanya keputusan dari salah satu anggota, maupun keputusan dari pimpinan
OSIS itu sendiri. Oleh sebab itu, dengan terbentuknya suatu wadah bagi
para siswa untuk menanamkan sikap musyawarah di sekolah, maka
diharapkan siswa dapat mengembangkan gagasan Pendidikan Demokrasi
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, terutama sila ke-4, yaitu “Kerakyatan
yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan”. Diharapkan dengan adanya penanaman sikap demokratis di
sekolah, maka siswa dapat memajukan kehidupan bermasyarakat agar
lebih baik lagi.

2. Ruang Kelas sebagai Miniature Masyarakat


a) Pengertian Ruang Kelas Sebagai Miniature Masyarakat
Jawab:
Setiap pendidik/pengajar menciptakan ruang kelas sebagai sarana untuk siswa
agar mengenal ruang lingkup masyarakat. Ruang kelas dapat berfungsi
sebagai contoh/sample dalam hidup bermasyarakat sebab siswa yang terdapat
dalam kelas tersebut terdiri dari berbagai latarbelakang, mulai dari
latarbelakang suku, agama, ras, budaya, dan antargolongan yang berbeda
(multikultural). Melalui perbedaan-perbedaan yang ada, maka siswa dapat
belajar untuk mengembangkan rasa toleransi dan menghargai satu sama lain.
Perbedaan yang ada pada masing-masing individu siswa sangat mewakili
bagaimana keadaan strata masyarakat sebenarnya, sehingga ruang kelas dapat
disebut sebagai miniature masyarakat.

b) Pemanfaatan Ruang Kelas Sebagai Arena Pendidikan Demokrasi


Jawab:
Ruang kelas dapat dirancang sebagai arena untuk menerapkan Pendidikan
Demokrasi. Dalam menerapkan praktik Pendidikan Demokrasi di kelas, guru
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya, menyampaikan
pendapat, bahkan peserta didik diperbolehkan untuk memiliki perspektif
berbeda dengan temannya ataupun dengan guru. Guru akan membimbing para
siswa agar mampu berpikir kritis, menelaah, menganalisis, sampai
menemukan sendiri jawaban atau kesimpulan dari berbagai permasalahan
yang disampaikan oleh guru atau masalah yang diidentifikasinya sendiri.
Demokrasi bukan hanya identik dengan mata pelajaran PPKn, tetapi setiap
mata pelajaran pada dasarnya bisa mengembangkan budaya demokrasi.
Demokrasi erat kaitannya dengan toleransi, saling menghargai, dan
menghormati keberagaman. Kelas yang dibentuk menjadi arena Pendidikan
Demokrasi akan berkontribusi dalam membentuk peserta didik menjadi warga
negara yang baik, kritis, bertanggung jawab, serta dapat memahami hak dan
kewajibannya. Selain itu juga, penerapan ruang kelas sebagai arena
Pendidikan Demokrasi, dapat diimplementasikan secara nyata melalui
kegiatan pemilu di sekolah sehingga siswa dapat belajar hidup bermasyarakat
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

c) Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Demokrasi di Sekolah


Jawab:
Hambatan dapat terjadi pada setiap pelaksanaan pendidikan, terlebih pada saat
melaksanakan Pendidikan Demokrasi di sekolah. Hambatan tersebut dapat
berasal dari siswa sekolah itu sendiri. Ada beberapa siswa yang
“mengatasnamakan” demokrasi untuk memenuhi kepentingannya sendiri,
seperti saat melanggar peraturan di sekolah. Beberapa siswa tersebut memiliki
miskonsepsi terhadap penerapan demokrasi di sekolah. Siswa berasumsi
bahwa mereka dapat bertindak seenaknya atas nama kebebasan berpendapat
dan berekspresi sehingga hal ini dapat menghambat jalannya pelaksanaan
Pendidikan Demokrasi di sekolah. Selain itu juga, masih banyak sekali siswa
yang membentuk kelompok-kelompok atau “geng” sehingga hal ini
menyebabkan lingkungan pembelajaran dapat terkotak-kotak. Permasalahan
selanjutnya, yaitu siswa sering bertindak pasif dalam perkontribusi kepada
pendidikan. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman terhadap siswa terkait
makna penting “demokrasi” itu sendiri sehingga pelaksanaan Pendidikan
Demokrasi dapat berjalan lancar.

3. Belajar dengan Cara Mengalami (Experiential Learning)


a) Praktik langsung Pendidikan Demokrasi yang Dilakukan di Kelas/di
Luar Kelas
Praktik langsung Pendidikan Demokrasi di sekolah yang telah dilaksanakan
oleh SMA Negeri 1 Banguntapan, yaitu berupa pelaksanaan miniature pemilu
di sekolah pada tahun 2001. Miniatur pemilu tersebut dilaksanakan sebagai
mana pemilu sebenarnya. Pada pelaksanaan miniature pemilu tersebut, tidak
hanya pemilih suara yang normal saja yang dapat mengikuti pesta demokrasi,
melainkan pemilih yang memiliki kebutuhan khusus juga dapat merayakan
pesta demokrasi. Selain itu juga, pelaksanaan Pendidikan Demokrasi di luar
kelas dapat berupa dengan adanya pembentukan organisasi intrasekolah,
seperti OSIS, ROHIS, dan lain sebagainya. Melalui wadah yang disediakan
sekolah bagi para siswa untuk menanamkan rasa demokratis tersebut, maka
diharapkan siswa mampu mengembangkan rasa saling menghargai satu sama
lain, serta siswa mampu mengembangkan rasa simpati kepada hak orang lain.
Dengan demikian, siswa mampu memaknai betapa pentingnya penerapan
hidup berdemokrasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, maupun di
lingkungan masyarakat.

b) Hambatan Praktik Langsung Tersebut


Hambatan dalam praktik langsung Pendidikan Demokrasi tersebut, sama
halnya dengan hambatan yang ada pada saat melaksanakan Pendidikan
Demokrasi di ruang kelas. Siswa bertindak pasif dalam berpartisipasi pada
miniature pemilu dan bersikap acuh tak acuh.

4. Relevansi Pemikiran John Dewey dengan Pendidikan Demokrasi di


Sekolah
Jawab:
Relevansi pemikiran John Dewey dengan penerapan Pendidikan Demokrasi di
sekolah adalah dengan adanya pelaksanaan program Merdeka Belajar oleh
pemerintah. Program Merdeka Belajar ditujukan agar siswa dapat memiliki
kesempatan untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya.
Dengan adanya program Merdeka Belajar yang diadakan oleh pemerintah, maka
diharapkan siswa dapat memiliki hak pendidikannya dengan mengembangkan
ilmu pengetahuan sesuai dengan minat dan bakatnya. Oleh karena itu, penerapan
teori John Dewey pada Pendidikan Demokrasi di Indonesia sudah cukup relevan
karena sistem kurikulum di Indonesia mempersilakan para peserta didik untuk
memiliki kebebasan dalam menentukan pendidikannya.

5. Saran agar Guru Bisa Melaksanakan Prinsip-Prinsip Pendidikan Demokrasi


menurut John Dewey
Jawab:
Sebaiknya, guru jangan bersikap otoriter dalam menerapkan kegiatan belajar-
mengajar kepada siswa. Guru tidak diperkenankan bersikap memaksa agar siswa
dapat memenuhi tugas yang di luar kemampuannya. Apabila guru dapat
memahami sifat individu setiap siswa, maka pendidikan akan dapat berjalan
dengan baik. Siswa juga memiliki kesempatan untuk menggali ilmu
pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan kegiatan yang dilalui oleh para
siswa. Guru seharusnya mampu membimbing secara bijaksana dalam menuntun
minat dan bakat siswa.

F. Pendapat Penulis
Bagaimana tingkat elevansi pemikiran John Dewey untuk Pendidikan Demokrasi di
Sekolah di Indonesia? Berikan alasannya.
Jawab:
John Dewey dalam gagasan Pendidikan Demokrasi (Democracy Education),
menawarkan tentang praktik pendidikan partisipatif yang bertujuan untuk
memberdayakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Pendidikan partisipatif
ditujukan agar siswa mampu berkontribusi dalam kegiatan pembelajaran secara aktif
(Student-centered). Melalui penerapan Pendidikan Demokrasi, hal ini diharapkan agar
peserta didik dapat secara mandiri mencari jalan keluar, atau problem solving terhadap
berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain itu, Pendidikan Demokrasi ditujukan
agar siswa mampu mendapatkan hak pendidikannya secara bebas sehingga setiap
siswa mampu memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan, tanpa adanya batas-batas sosial-kultural tertentu.
Melalui wawancara yang telah dilakukan kepada salah satu tenaga pendidik di
SMA Negeri 1 Banguntapan, menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia lambat
laun semakin berkembang menjadi lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pendidikan di Indonesia memiliki pembaharuan terhadap kurikulum sekolah. Dengan
adanya penerapan kurikulum Merdeka Belajar di sekolah, maka gagasan John Dewey
mengenai Pendidikan Demokrasi sudah cukup relevan di sekolah Indonesia.
Hal ini didukung dengan kesadaran tenaga pendidik yang mulai meninggalkan budaya
pendidikan lama (Teacher-centered), yang mana proses pembelajaran di kelas menjadi
terfokus terhadap pengembangan skill siswa dan siswi di sekolah. Gagasan John
Dewey terkait Pendidikan Demokrasi merupakan salah satu gagasan tentang
pendidikan yang baik diterapkan kepada sistem pendidikan di seluruh dunia. Namun,
dalam menerapkan gagasan John Dewey ini, lingkungan pendidikan di Indonesia perlu
beradaptasi terhadap transformasi pendidikan yang semula bersifat otoriter dan
terpimpin, kemudian berubah menjadi pendidikan yang bersifat bebas dan demokratis.
Dalam mengembangkan prinsip-prinsip Pendidikan Demokrasi yang telah
dikemukakan oleh John Dewey, tentunya masih terdapat hambatan-hambatan yang
menjadi kendala saat menjalankan kegiatan belajar-mengajar. Hambatan tersebut
dapat berupa kurangnya pengetahuan tenaga pendidik tentang Pendidikan Demokrasi
sehingga tenaga pendidik harus beradaptasi pada cara mengajar yang lebih modern
daripada sistem pengajaran sebelumnya. Seorang pendidik berperan sebagai fasilitator
yang bertugas membimbing siswa-siswinya dalam berdiskusi terkait pembelajaran
yang sedang dilakukan. Namun, terkadang pendidik kerap kali lepas tanggung jawab
dalam mengawasi jalannya kegiatan belajar-mengajar sehingga siswa merasa terbebani
oleh materi pelajaran yang baru saja mereka dapatkan. Siswa memerlukan penjelasan
lebih mendalam terkait pembelajaran yang baru saja mereka dapatkan. Meskipun
siswa dituntut untuk aktif dan mandiri dalam belajar, akan tetapi siswa tetap saja
membutuhkan suatu tuntunan agar materi pelajaran yang sedang mereka pahami dapat
dikelola dengan baik oleh tingkat pengetahuan dan pemahaman para peserta didik.
Selanjutnya, hambatan lain yang dapat menjadi kendala berjalannya sistem
Pendidikan Demokrasi di Indonesia adalah peserta didik itu sendiri. Meskipun
pemerintah telah memberikan fasilitas Merdeka Belajar pada kurikulum pendidikan di
Indonesia, akan tetapi peserta didik sendiri tidak dapat memanfaatkan kesempatan
tersebut secara lebih baik sehingga hal ini dapat menjadi suatu permasalahan dalam
memajukan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada kenyataanya, masih terdapat
banyak peserta didik yang pasif dan enggan berkontribusi pada suatu kegiatan
pembelajaran yang menyebabkan pelaksanaan pembelajaran tersebut tidak dapat
berjalan progresif dan sebagai mana mestinya. Siswa masih kesulitan dalam
mengutarakan opininya terkait mata pelajaran yang telah siswa pelajari karena siswa
belum terbiasa dalam mengembangkan critical thinking skillsnya.
Oleh karena itu, dalam menghadapi permasalahan seperti ini, sekolah harus
menerapkan pemahaman serta kesadaran kepada peserta didik tentang betapa
pentingnya mengembangkan critical thinking skills dan independent learning saat
melakukan kegiatan belajar-mengajar. Pengembangan kesadaran ini juga memerlukan
bantuan dari tenaga pendidik yang mumpuni untuk menjelaskan pemahaman, serta
menanamkan pengetahuan terkait critical thinking skills dan independent learning
kepada para siswa. Apabila siswa telah dikenalkan tentang bagaimana cara
mengembangkan critical thinking skills dan independent learning pada saat kegiatan
belajar-mengajar, maka siswa akan mudah beradaptasi dengan lingkungan
pembelajaran yang ada.
Siswa harus terbiasa menerapkan critical thinking skills pada setiap kegiatan
belajar-mengajar sehingga siswa dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang besar
untuk terus menggali ilmu dan mengembangkan pengetahuan. Maka dari itu, tenaga
pendidik juga memiliki peran yang besar dalam membimbing siswa-siswinya agar
dapat membiasakan diri untuk terus progresif, inovatif, dan kreatif. Dengan demikian,
sistem pendidikan di Indonesia diharapkan dapat berkembang lebih baik daripada
sebelumnya sehingga pendidikan di Indonesia mampu menghasilkan sumber daya
manusia yang profesional dan intelektual.

Anda mungkin juga menyukai