Anda di halaman 1dari 9

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GASAL 2021/2022

Lembayung Luh Jingga


21202244063
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (H)

Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila


Hari/tanggal : Kamis 28 Oktober 2021
Prodi : Pend. Bhs Inggris/Kelas H
Dosen : Dr. Lusila Andriani Purwastuti, M.HUM

Petunjuk mengerjakan soal


Kerjakan soal berikut dengan cara:
1. Uraikan secara rinci dan komprehensif dengan mengambil rujukan dari sumber yang
valid dan kredibel.
2. Rujukan tidak boleh langsung dicopy paste, tetapi dikaji kemudian diambil
esensinya.
3. Dalam satu soal menggunakan beberapa rujukan yang dikemas sebagai sebuah
diskusi sebagaimana ada pada kajian Pustaka di sebuah skripsi.
4. Dikumpulkan kepada PJ kelas H pendidikan Bahasa Inggris FBS, paling lambat hari
Jumat jam 10.00
5. PJ mengirimkan hasil ujian kepada dosen melalui google drive atau RAR.

Soal

1. Bangsa Indonesia pada saat ini telah kehilangan jati diri dan identitas sebagai bangsa. Hal
ini ditandai dengan hilangnya karakter bangsa dan moral bangsa yang mendasarkan nilai-
nilai Pancasila. Jika tidak segera ditangani hal ini dapat membawa bangsa Indonesia ke
arah kehancuran sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Jelaskan:
a. Mengapa hal ini bisa terjadi?
b. Bagaimana solusi yang semestinya/seharusnya dilakukan terkait dengan pendidikan
Pancasila di perguruan tinggi untuk mengatasi hal tersebut?

Jawab :
a. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Saat ini, bangsa Indonesia telah kehilangan jati diri dan identitas sebagai
bangsa karena sejak beratus-ratus tahun yang lalu, Indonesia masih kesulitan dalam
menghadapi problematika terkait perbedaan yang ada. Masalah ini dapat perlahan
membuat jati diri dan identitas bangsa semakin memudar, sebab masyarakat masih
kesulitan menerima dan menoleransi perbedaan yang ada pada sekitarnya.
Hal ini dapat dilihat dari terjadinya berbagai konflik yang disebabkan oleh
beberapa pihak yang bersengketa karena perbedaan sosial di tengah masyarakat.
Seperti halnya perbedaan agama, suku, dan ras, kerap kali menjadi sumbu munculnya
berbagai konflik yang merusak tatanan persatuan masyarakat Indonesia. Persengketaan
yang disebabkan oleh perbedaan ini didasari oleh doktrin-doktrin dan kultur yang
ditanamkan oleh suatu golongan, sehingga golongan tersebut merasa superior
dibandingkan dengan golongan lainnya. Salah satu contoh konkret yang sering terjadi
di sekitar kita adalah pembakaran rumah ibadah. Pembakaran rumah ibadah terjadi
karena salah satu golongan merasa bahwa mereka lebih berkuasa dibandingkan dengan
pihak “minoritas”, sehingga pihak “minoritas” dapat tertindas oleh pihak yang merasa
dominan. Selain itu juga, sering kali terjadi pertumpahan darah antarsuku dan ras di
Indonesia yang disebabkan oleh fanatisme terhadap rasa solidaritas dalam mendukung
golongan masing-masing, sehingga apabila terdapat golongan lain yang memicu
permasalahan kepada salah satu bagian dari golongan tersebut, maka seluruh golongan
juga ikut serta dalam menyelesaikan permasalahan.
Namun, bentuk solidaritas yang diterapkan dalam menyelesaikan masalah
antarsuku tersebut merupakan solusi yang jauh dari nilai-nilai moralitas, sebab tak
jarang penyelesaian masalah tersebut dilakukan dengan prinsip “nyawa dibayar
nyawa”. Proses penyelesaian masalah yang tidak didasari dengan nilai-nilai moral dan
kekeluargaan seperti ini, dapat menjadikan pertumpahan darah semakin meluap di
berbagai daerah Indonesia. Pola pikir dangkal yang tidak memprediksi dampak jangka
panjang seperti inilah yang dapat memicu perpecahan antargolongan pada masyarakat
Indonesia.
Selain itu juga, penyebab bangsa Indonesia dapat kehilangan jati diri karena
disebabkan oleh lunturnya nilai-nilai moral serta budaya luhur bangsa Indonesia .
Nilai-nilai moral semakin asing diterapkan oleh masyarakat Indonesia, banyak sekali
tindak asusila serta kriminalitas yang dinormalisasi pada zaman modern seperti saat
ini. Tentunya, hal ini dapat menghilangkan citra diri serta identitas bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang berbudi serta beradab.
Lunturnya nilai-nilai moral masyarakat Indonesia dapat dipicu oleh kurangnya
kesadaran masyarakat Indonesia dalam menanamkan sila-sila Pancasila sebagai
falsafah serta pandangan hidup sehari-hari. Selain itu juga, kurangnya pendidikan
karakter yang menyebabkan kesesatan pola pikir dan kesesatan bertindak, dapat
menjadi salah satu faktor kemunduran bangsa. Masyarakat Indonesia yang masih
memiliki kesesatan pola pikir dan kesesatan bertindak, tentunya belum memiliki
fondasi serta nilai-nilai moral yang fundamentalis untuk diterapkan pada kehidupan
sehari-hari. Pengaruh budaya asing yang liberal, juga dapat bertentangan dengan nilai-
nilai moral di Indonesia yang masih konservatif, sehingga dapat menggores identitas
bangsa Indonesia

b. Solusi yang seharusnya dilakukan


Dalam kutipan jurnal “Integrasi Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi” (M. Ridhwan dkk, 2020:7-8), dijelaskan
bahwa berdasarkan grand design pendidikan karakter Tahun 2010, diuraikan bahwa
pada lingkungan sekolah terdapat empat pilar yang dapat dijadikan sebagai wadah
penanaman nilai-nilai karakter. Diantara keempat wadah tersebut, salah satunya adalah
melalui kegiatan belajar-mengajar di kelas yang diintegrasikan pada setiap matakuliah,
termasuk dalam hal ini yaitu mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Sebagai generasi penerus bangsa, sudah semestinya kita sebagai mahasiswa
dapat menjadi penggerak untuk memajukan kualitas sumber daya bangsa Indonesia.
Dalam hal ini, sebagai bangsa dengan identitas dan jati diri yang berbudi pekerti luhur
dan beradab, tentunya kita juga harus memiliki dasar dalam bertindak, yaitu
mengamalkan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Mata kuliah Pancasila
dapat menjadi salah satu media bagi peserta didik untuk mempelajari bagaimana
menerapkan pendidikan karakter, serta mengemban nilai-nilai moral yang menjadi
padangan hidup dalam bermasyarakat dan bernegara.
Selain mempelajari bagaimana sila-sila Pancasila berperan bagi karakteristik
jati diri bangsa, sebagai generasi penerus bangsa, tentunya kita juga harus memiliki
kesadaran serta kepedulian untuk mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada pada
status sosial dan strata sosial. Dengan mempelajari pendidikan Pancasila, seharusnya
memunculkan prinsip serta pandangan kita tentang bagaimana cara bertindak yang
sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia. Melalui kesadaran masing-masing
personal, kita dapat mengembangkan pola pikir yang sehat, serta dapat memunculkan
prakarsa untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma, serta adab yang baik bagi
kerukunan antarumat manusia.
Untuk menyikapi problema-problema yang muncul sebagai penyebab
terkikisnya jati diri bangsa, maka dari itu sebagai generasi muda yang menjadi bagian
progresivitas sumber daya dalam meningkatkan kualitas bangsa, kita wajib
mempelajari bagaimana solusi yang efektif untuk menghindari adu domba serta
perpecahan antarumat pada masyarakat bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa multikultural yang terdiri dari berbagai macam latarbelakang
agama, suku, ras, dan anatargolongan, sudah sepatutnya kita mempelajari bagaimana
cara toleransi terhadap perbedaan yang ada, serta meningkatkan paham pluralisme
untuk turut bangga dalam keragaman diversitas yang dimiliki bangsa Indonesia.
Dengan demikian, permasalahan perpecahan antarumat yang disebabkan oleh
rasa dominasi suatu golongan terhadap golongan lain yang dianggap minoritas, dapat
terselesaikan dengan cara menerapkan rasa toleransi serta menghargai antar sesame
umat manusia. Sebagai syarat tercapainya kemaslahatan bangsa Indonesia, kita harus
memiliki kesadaran untuk menciptakan perdamaian serta ketentraman bagi atmosfer
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, matakuliah Pancasila sebagai salah satu pendidikan
yang wajib dipelajari pada sekolah dan perguruan tinggi, dapat menjadi pedoman
untuk memunculkan kesadaran generasi muda dalam menumbuhkan nilai-nilai moral,
serta mengembangkan jiwa patriotisme dan nasionalisme untuk mempersatukan, serta
memakmurkan bangsa Indonesia.

2. Pendekatan dan kajian Pancasila di PT yang semestinya dilakukan di PT yaitu secara ilmiah
filosofis. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini kajian masih sama dengan pada saat SMA
atau bahkan di tingkat pendidikan sebelumnya. Hal ini akan menimbulkan pendidikan
Pancasila sebagai mata kuliah terkesan mengulang-ulang dan membosankan.
a. Apakah Keuntungan yang diperoleh dengan mengkaji Pancasila secara Ilmiah?
b. Jelaskan: sudut pandang filosofis untuk mengkaji bentuk dan susunan Pancasila!
c. Jelaskan penggunaan metode ilmiah analitiko sentesis untuk mengkaji sila kedua
Pancasila. (Pandangan Notonagoro tentang manusia).

Jawab :
a. Keuntungan yang diperoleh dengan mengkaji Pancasila secara Ilmiah
Menurut kutipan dari “Pendidikan Pancasila” (Rukiyati, Lusila Andriani,
2008:15-16), Pancasila sebagai pengetahuan manusia merupakan pengetahuan yang
reflektif, bukan pengetahuan spontan. Proses penemuan pengetahuan Pancasila ini
diperoleh melalui kajian empiris dan filosofis terhadap berbagai ide atau gagasan,
peristiwa dan fenomena sosio-kultural religius masyarakat Indonesia. Hal ini
menandakan bahwa Pancasila dikaji sebagai ilmu yang diimplementasikan dari hasil
kebudayaan serta fenomena sosio-kultural yang terjadi pada masyarakat Indonesia.
Sila-sila yang terkandung dalam Pancasila berasal dari cerminan nilai yang diciptakan
oleh kepribadian masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu.
Pengetahuan Pancasila dapat diklasifikasikan sebagai pengetahuan yang
reflektif sebab pengetahuan ini telah mengalami uji coba dimulai dari mengenai
bagaimana keselarasan dengan kepribadian masyarakat Indonesia, hingga Pancasila
dapat menjadi sebuah ideologi yang sistematis dan terstruktur.
Oleh karena itu, keuntungan yang diperoleh dengan mengkaji Pancasila secara
ilmiah adalah ilmu yang diterapkan dalam kajian ilmiah Pancasila, memiliki nilai serta
tabiat yang dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan demikian, hal ini
dapat mempermudah pengkajian ilmu Pancasila karena memiliki pendekatan yang
serupa dengan kegiatan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, kajian Pancasila secara ilmiah dapat menjadi salah satu
alternatif penelitian yang mudah bagi berbagai bidang, seperti bidang sosio-kultural,
filsafat, sosial-politik, teknologi, dan bidang lainnya.

b. Sudut pandang filosofis untuk mengkaji bentuk dan susunan Pancasila


Menurut penjelasan dari “Pendidikan Pancasila” (Rukiyati, Lusila Andriani,
2008:16-17), Pancasila sebagai pengetahuan ilmiah-filosofis dapat dipahami dari sisi
verbalis, konotatif, denotatif. Apabila dipahami dari sisi verbalis, maka Pancasila
hanya dipahami dari rangkaian kata-kata saja. Rangkaian kata-kata tersebut hanya
menunjukkan sudut pandang secara simbolis, belum berupa penerapan secara realistis
dan komperehensif di kehidupan sesungguhnya.Sedangkan Pancasila dalam sudut
pandang konotatif, masih dimaknai sebagai bahan analisis melalui metode penelitian,
belum terbukti benar adanya. Selanjutnya, Pancasila dalam sudut pandang denotatif
merupakan sudut pandang yang paling realistis, sebab sudut pandang ini diambil dari
fakta serta objektifitas yang diambil dari keseharian masyarakat Indonesia dalam
menerapkan sila-sila Pancasila.
Namun, sudut pandang tersebut tidak dapat saling berhubungan, sebab sudut
pandang verbalis belum tentu dapat direalisasikan secara sudut pandang denotatif.
Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk menciptakan keselarasan
antar sudut pandang filosofis agar penerapan Pancasila dapat menjadi suatu
keberhasilan dan dapat menjadi keterikatan yang utuh demi keberlangsungan
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

c. Penggunaan metode ilmiah analitiko sentesis untuk mengkaji sila kedua


Pancasila
Menurut pandangan Notonegoro (1987) yang dikutip dari jurnal
“Meningkatkan Proses Belajar-Mengajar : Analisis Filosofis, Sosiologis dan
Psikologis” (Achmad Dardiri, 2012: 2-3), mengatakan bahwa hakikat kodrat manusia
sebagai makhluk monopluralis atau majemuk-tunggal, yang artinya manusia terdiri
dari banyak unsur tetapi unsur yang banyak itu tidaklah terpisah antara satu dengan
lainnya, melainkan merupakan satu kesatuan yang utuh. Unsur-unsur tersebut berupa :
1) Apabila dilihat dari kedudukan kodratnya, manusia terdiri atas dua unsur yakni
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sekaligus sebagai makhluk Tuhan.
2) Apabila dilihat dari susunan kodratnya, manusia terdiri atas unsur raga dan jiwa.
3) Dilihat dari sifat kodratnya, manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai
makhluk sosial.
Sesuai dengan metode analitik sintesis, maka kemanusiaan yang adil dan beradab
memiliki 3 unsur, yaitu kemanusiaan, adil, dan adab. Kemanusiaan berasal dari kata
“manusia” yang berarti ciptaan tuhan yang memiliki kodrat serta hak hidup. Adil memiliki
arti, yaitu sikap yang didasari dari sikap objektif. Kemudian adab, bermakna tentang sikap
yang berlandaskan dengan nilai-nilai serta norma yang ada di dalam masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan sila kedua Pancasila, maka dapat disimpulkan bahwa
unsur yang sesuai dengan analisis terhadap sila kedua adalah manusia memiliki kodrat
sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Dalam sila kedua Pancasila
dijelaskan bahwa “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” merupakan salah satu unsur
penting dalam mengamalkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Pancasila. Manusia
terlahir memiliki kodrat sebagai makhluk sosial, dimana manusia pasti saling
membutuhkan satu dengan lainnya.
Sesuai kodrat manusia secara alamiah dan natural, sila kedua Pancasila telah sesuai
dengan hak asasi manusia seutuhnya. Sebagai manusia yang adil dan beradab, kita wajib
menghargai hak manusia lainnya. Dengan menghargai sesama manusia, maka akan
tercipta fondasi yang kokoh untuk melawan bahaya laten terkait isu-isu kemanusiaan yang
sedang marak terjadi. Sila kedua Pancasila berfungsi untuk menegakkan nilai-nilai
kemanusiaan secara universal tanpa memandang latarbelakang seseorang. Sila kedua
Pancasila juga sudah dilindungi dengan dasar hukum yang berlaku di Indonesia, sehingga
tentunya nilai kemanusiaan di Indonesia harus berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah moral
yang luhur.
Oleh karena itu, dengan hadirnya sila kedua Pancasila tentang nilai-nilai
kemanusiaan, diharapkan kita sebagai warga negara Indonesia dapat saling menjaga serta
dapat saling melindungi, sehingga akan tercipta kenegaraan yang damai dan tentram,

3. Pancasila sebagai dasar negara bukan hasil pemikiran perseorangan dari pendiri negara dan
dirumuskan melalui proses sejarah yang cukup panjang, sehingga akan sulit ditentukan
tentang tanggal kelahirannya secara pasti. Istilah atau nama Pancasila sebagai dasar negara
tidak tertulis secara eksplisit di dalam UUD 1945, sehingga nama Pancasila sebagai dasar
negara merupakan sebuah communis opinion bagi bangsa Indonesia.
a. Mengapa hal ini bisa terjadi?
b. Jelaskan dalam konteks sejarah perumusan Pancasila dikenal ada fakta historis dan
fakta yuridis dan bagaimana keterkaitannya.
c. Bagaimana keterkaitan antara istilah Piagam Jakarta dengan Piagam Madinah?

Jawab :
a. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Mengutip dari majalah Konsitusi berjudul “Menunda Pemberhentian Pimpinan
KPK” (Moh. Mahfud MD dkk, 2009:79), menjelaskan bahwa Communis Opinio
Doctorum merupakan istilah latin yang menurut Mr. Marhadi dalam bukunya “Sumber-
Sumber Hukum” (1958) berarti pendapat umum para guru. Dahulu di zaman Romawi,
doktrin para guru disebut juga dengan Jus prodentibus constitutum yang memiliki arti
hukum yang diciptakan orang-orang cerdik dan pandai. Berkaitan dengan susunan
Pancasila, penyusunan Pancasila melalui proses Panjang hingga dapat menjadi sebuah
ideologi yang disepakati oleh seluruh masyarakat Indonesia, khususnya sebagai dasar
negara Indonesia yang terkandung dalam UUD 1945.
Namun, Pancasila sendiri tidak tertulis secara eksplisit dalam UUD 1945 sebab
Pancasila merupakan hasil buah pikiran dari berbagai tokoh yang mengemukakan
idealisnya masing-masing, sehingga Pancasila bukanlah rancangan murni pemikiran
seseorang, melainkan Pancasila merupakan hasil buah pikir dari berbagai orang-orang
cerdik dan pandai sesuai dengan teori Communis Opinio Doctorum atau bisa disebut
dengan Jus prodentibus constitutum. Sebelum membentuk ideologi dasar negara yang
selaras dengan kepribadian masyarakat Indonesia, pembentukan Pancasila telah
melewati tahap-tahap serta perombakan berbagai poin-poin yang terkandung di
dalamnya. Poin-poin yang terkandung dalam Pancasila berisi tentang nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat, serta nilai keadilan yang sesuai dengan
realitas masyarakat Indonesia
Oleh karena itu, Pancasila dapat dikatakan sebagai dogma serta material yang
sesuai berdasarkan dengan teori Communis Opinio Doctorum karena Pancasila telah
menyesuaikan diri dengan fenomena-fenomena sosio-kultural yang ada di masyarakat
Indonesia, sehingga hal ini memunculkan idealism-idealisme dari berbagai buah pikir
tokoh-tokoh penting di Indonesia yang kemudian disatupadukan menjadi kesatuan yang
utuh, yaitu Pancasila.

b. Sejarah perumusan Pancasila dalam fakta historis dan fakta yuridis


Menurut kutipan dari buku “Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi”
Direktorat Jendral (Paristiyanti Nurwardani dkk, 2016: 64-65), mengatakan bahwa
apabila dilihat dari sudut pandang historis, maka Pancasila sudah muncul dalam adat
istiadat, kebudayaan, dan agama yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia
sejak zaman kerajaan dahulu. Hal ini juga dilanjutkan dengan sejarah perumusan
Pancasila dengan dibentuknya BPUPKI, PPKI, penculikan golongan tua ke
Rengasdengklok, hingga proklamasi kemerdekaan. Pancasila dalam fakta historis
menunjukkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah hadir dalam
sanubari masyarakat Indonesia sejak dahulu, sehingga nilai-nilai yang ada di dalam
Pancasila dapat selaras dengan kepribadian masyarakat Indonesia. Dalam catatan
historis juga menuliskan bahwa nilai-nilai Pancasila tidak berhenti hanya di situ saja,
melainkan tetap berlanjut hingga zaman pra-kemerdekaan, bahkan hingga pasca-
kemerdekaan.
Mengutip dari sumber yang sama, yaitu buku “Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi” Direktorat Jendral (Paristiyanti Nurwardani dkk, 2016: 30-31 & 85)
menjelaskan bahwa secara yuridis, Negara Republik Indonesia adalah negara hukum
(rechtsstaat) dan salah satu cirinya atau istilah yang bernuansa bersinonim, yaitu
pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law). Pancasila sebagai dasar negara
merupakan landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara
hukum tersebut. Hal tersebut berarti pendekatan yuridis (hukum) merupakan salah satu
pendekatan utama dalam pengembangan atau pengayaan materi mata kuliah pendidikan
Pancasila.
Secara ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia
sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia.
Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung
hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak
kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan
Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 89).
Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya dari segi historis, akan tetapi apabila
dipandang dari segi yuridis, maka Pancasila merupakan dasar negara yang tepat bagi
NKRI sesuai dengan dasar-dasar hukum yang ada, sehingga dapat dipraktikan dan
direalisasikan dalam teori trias politica yang dikemukakan oleh Montesquieu, sehingga
perealisasian idealisme Pancasila dapat berjalan secara sistematis dan struktural.
Keterkaitan antara fakta historis dan fakta yuridis dalam penyusunan Pancasila
yaitu, fakta historis merupakan awal mula bagaimana Pancasila muncul dan dapat
berkembang menjadi suatu dasar negara. Sedangkan, fakta yuridis merupakan media
untuk merealisasikan idealisme Pancasila berbasiskan teori-teori serta dasar hukum
yang sesuai dengan keadaan di Indonesia.
Oleh karena itu, fakta historis memiliki peran penting bagi fakta yuridis sebab
fakta historis dapat menjadi sudut pandang serta perspektif yang sesuai dengan sosio-
kultural masyarakat Indonesia dalam menerapkan nilai-nilai moral yang terkandung
dalam Pancasila, sehingga penerapan hukum yuridis di Indonesia yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila dapat terlaksana dengan baik.
c. Keterkaitan antara Piagam Jakarta dengan Piagam Madinah
Dikutip dari jurnal yang berjudul “Tinjauan Historis Piagam Madinah dan
Piagam Jakarta Dalam Membangun Kerukunan Beragama Di Indonesia” (Saputra,
Andi, 2020:1) mengatakan bahwa Konsepan awal Piagam Madinah adalah kesepakatan
(jalan tengah) untuk menghindari konflik dan juga tidak memihak pihak tertentu di
Madinah pada abad ke-7 Masehi, karena Madinah terkenal dengan masyarakat yang
Multikulturalnya dan Multi-religi. Hal ini menjadi inspirasi serta menjadi referensi para
tokoh kemerdekaan untuk menemukan jalan tengah dalam menyusun sila Pancasila.
Sila pertama Pancasila yang semula berbunyi “ Ketuhanan dengan Kewajiban
Menjalankan Syari'at Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya" diubah menjadi “Ketuhanan
yang Maha Esa”. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang
universal sehingga dapat mewakili seluruh masyarakat Indonesia, tidak hanya mewakili
salah satu golongan saja.
Oleh karena itu sila Pancasila mengandung makna bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam masyarakat
dengan perbedaan-perbedaan latarbelakang. Maka dari itu, karena adanya multikultural
dan juga multi-religi, maka tokoh-tokoh pendiri bangsa berusaha untuk mewakili serta
mengayomi perbedaan-perbedaan yang ada.
Perbedaan berbagai macam latarbelakang yang ada pada masyarakat Indonesia
bukanlah halangan untuk menuju persatuan dan kesatuan, melainkan dari berbagai
macam perbedaan itulah, Indonesia dapat menuju kemerdekaan yang bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur.
Dimana semula perjuangan bangsa Indonesia hanya bersifat kedaerahan,
kemudian lama-kelamaan bentuk perjuangan tersebut semakin meluas menjadi
perjuangan yang bersifat nasionalisme. Dengan demikian, Piagam Jakarta memiliki
makna yang begitu besar bagi persatuan rakyat Indonesia.

4. Pancasila adalah sebuah system nilai yang berisi nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak,
umum dan universal, sehingga harus dijabarkan dalam nilai instrumental yang bersifat lebih
umum kolektif dan khusus.
a. Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai dasar negara dalam bentuk norma yang
berlaku umum kolektif dan aturan perundangan yang berlaku di Indonesia.
b. Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai falsafah atau Pandangan hidup bangsa dalam
norma dan etiket ketika warga negara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Jawab :
a. Penjabaran Pancasila sebagai dasar negara dalam bentuk norma yang umum
kolektif
Berdasarkan kutipan dari jurnal yang berjudul “Pancasila Sebagai Norma
Dasar Dalam Sistem Hukum Indonesia” (Eleanora, Fransiska, 2012: (142) 2 )
menjelaskan bahwa Sistem hukum Indonesia bersumber dan berdasar pada pancasila
sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan sebagai grundnorm (norma
dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fundamental negara) dalam jenjang norma
hukum di Indonesia.
Indonesia merupakan negara hukum, segala aspek kehidupan dalam
bermasyarakat dan bernegara harus sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan. Hal ini
menunjukkan bahwa Pancasila merupakan pedoman dalam bertindak bagi masyarakat
secara umum dan kolektif. Pancasila menjadi tolok ukur dalam mengidentifikasi baik
buruknya suatu tindakan, apakah tindakan tersebut sesuai dengan norma hukum dan
nilai moral yang ada di Indonesia, ataukah melanggar norma-norma yang ada di
Indonesia.
Selain itu juga, norma-norma yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
menjadi dasar hukum bernegara yang dituliskan serta dijabarkan dalam UUD 1945.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia yang taat dan patuh terhadap hukum
yang berlaku, sudah sepatutnya untuk turut menyukseskan berlangsungnya nilai-nilai
moral yang ada dalam masyarakat dengan menghindari tindakan asusila yang dapat
merusak tatanan moral kehidupan bangsa dan bernegara.

b. Penjabaran Pancasila sebagai atau pandangan hidup bangsa


Pancasila sebagai pandangan hidup dan juga sebagai falsafah bangsa memiliki
arti bahwa Pancasila merupakan pedoman hidup yang telah tertanam dalam sanubari
masyarakat Indonesia. Pancasila mengandung berbagai nilai-nilai moral yang dapat
dijadikan acuan untuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
Pancasila lahir dari kultur budaya masyarakat Indonesia yang kini telah
direalisasikan menjadi dasar negara serta menjadi falsafah bagi keberlangsungan politik
dan hukum negara Indonesia. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang berbudi
pekerti luhur harus menjaga citra serta identitas bangsa Indonesia sehingga dapat
tercipta masyarakat yang aman, damai, dan tentram.
DAFTAR PUSTAKA

Dardiri, Achmad. 2012 “Meningkatkan Proses Belajar-Mengajar : Analisis Filosofis,


Sosiologis dan Psikologis” Sub Tema: “Manusia Dan Pendidikan: Sebuah Tinjauan
Filosofis”, 2-3.https://eprints.uny.ac.id/280/1/PPM_TRIDADI_SLEMAN_%2C98.pdf
diakses pada 28 Oktober 2021

Ridhwan, M; dkk. 2020 “Integrasi Pendidikan Karakter dalam Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi”, 7-8.
https://ejournal.staitbh.ac.id/index.php/asatiza/article/view/82/Ridhwandkk diakses
pada 28 Oktober 2021

Rukiyati; Andriani, Lusila. 2008 “Pendidikan Pancasila”, 15-16.


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PNCASILA%20OK.pdf diakses pada 28
Oktober 2021

Rukiyati; Andriani, Lusila. 2008 “Pendidikan Pancasila”, 16-17.


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/PNCASILA%20OK.pdf
diakses pada 28 Oktober 2021

Moh Mahfud MD, dkk. 2009 majalah Konsitusi berjudul “Menunda Pemberhentian Pimpinan
KPK”, 79.
https://play.google.com/books/reader?id=buQsDwAAQBAJ&pg=GBS.PA78&hl=id
&printsec=frontcover diakses pada 28 Oktober 2021

Nurwardani, Paristiyanti. 2016 “Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi” Direktorat


Jendral, 64-65. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
diakses pada 28 Oktober 2021

Nurwardani, Paristiyanti. 2016 “Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi” Direktorat


Jendral, 30-31 & 85. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
diakses pada 28 Oktober 2021

Saputra, Andi. 2020 “Tinjauan Historis Piagam Madinah dan Piagam Jakarta Dalam
Membangun Kerukunan Beragama Di Indonesia”, 1.
http://digilib.unimed.ac.id/42804/6/6.%20NIM.%20316112103%20CHAPTER%20I.
pdf diakses pada 28 Oktober 2021

Eleanora, Fransiska Novita. 2012 “Pancasila Sebagai Norma Dasar Dalam Sistem Hukum
Indonesia”, (142) 2. file:///C:/Users/user/Downloads/838-1690-1-SM.pdf diakses
pada 28 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai