Anda di halaman 1dari 5

PROSIDING Vol 1-Sep 2016

1th Celscitech-UMRI 2016 ISSN: 2541-3023

The Activity Test Of Ethanol Extract Jengkol Skin


(Pithecellobium Jiringa) To Inhibit Of Fungus Growth
Candida Albicans
Siti Juariah, Shofriyanti Oktaviyani

Akademi Analis Kesehatan Yayasan Fajar Pekanbaru


siti.juariah1005@gmail.com

Abstrak–Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Banyak
usaha yang telah dilakukan untuk melawan mikroba patogen tersebut yaitu dengan menemukan senyawa kimia yang
dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroba. Penggunaan senyawa kimia yang bersifat sintetik dapat
menimbulkan efek negatif. Oleh karena itu, penelitian mengenai zat antimikroba alami terus dilakukan yakni dengan
penggunaan zat antibmikroba yang sifatnya alami serta aman bagi kesehatan manusia, salah satunya yakni dari kulit
jengkol (Pithecellobium jiringa) yang merupakan limbah pasar tradisional yang selama ini belum dimanfaatkan. Tujuan
penelitian ini untuk menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit jengkol dan untuk
menentukan aktivitas senyawa antifungi dari ekstrak etanol kulit buah jengkol terhadap jamur Candida albicans. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit jengkol mengandung senyawa senyawa saponin, tannin dan
flavonoid. Setelah dilakukan uji aktifitas, ekstrak etanol kulit jengkol memiliki kemampuan sedang dalam menghambat
pertumbuhan jamur Candida albicans yakni berkisar antara 9, 00 mm -12, 33 mm.

Keywords: Pithecellobium Jiringa, Candida Albicans, Anti Fungi

I. PENDAHULUAN
Mikroba patogen merupakan salah satu penyebab penyakit pada manusia dan makhluk hidup lainnya.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk melawan mikroba patogen tersebut yaitu dengan menemukan
senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroba. Penggunaan senyawa kimia
yang bersifat sintetik dapat menimbulkan efek negatif. Oleh karena itu, penelitian mengenai zat antimikroba
alami terus dilakukan yakni dengan penggunaan zat antibmikroba yang sifatnya alami serta aman bagi
kesehatan manusia. Salah satu bahan alternatif sebagai antimikroba tersebut berasal dari kulit jengkol yang
merupakan limbah pasar tradisional yang selama ini belum dimanfaatkan.
Kulit buah jengkol diduga mengandung senyawa tanin, dugaan tersebut berdasarkan kenyataan, bila
kulit buah jengkol dikupas menggunakan pisau besi maka akan terbentuk warna biru kehitaman pada kulit
buah jengkol yang dikupas. Hal ini menunjukkan adanya senyawa tanin. Senyawa tanin merupakan
senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan yang bersifat sebagai antibakteri, memiliki kemampuan
menyamak kulit dan juga dikenal sebagai astringensia (Robinson, 1995).
Dari sifat antibakteri senyawa tanin, maka tanin dapat digunakan sebagai obat antiradang, antidiare,
pengobatan infeksi pada kulit dan mulut, dan pengobatan luka bakar. Oleh karena itu, tanin sebagai
antibakteri dapat digunakan dalam bidang pengobatan (Hariana, 2007).
Menurut Nurussakinah (2010) Senyawa tanin dan flavonoid merupakan golongan senyawa polifenol
yang bersifat sebagai antibakteri. Selain sebagai antibakteri, metabolit sekunder dalam tumbuhan yang
berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid dan terpenoid dapat berfungsi sebagai
antioksidan alami (Yuhernita, dkk., 2011). Ekstrak kulit jengkol memberikan batas daerah hambat yang
efektif untuk bakteri Escherichia coli dengan diameter 14, 67 mm pada konsentrasi 60 mg/ml
(Nurussakinah, 2010). Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini akan menguji kemampuan ekstrak
kulit jengkol terhadap aktifitas jamur Candida albicans yang merupakan jenis jamur yang sering terdapat
pada organ kewanitaan, kulit dan kuku.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit
jengkol (Pithecellobium jiringa) serta menentukan aktivitas senyawa antifungi dari ekstrak etanol kulit
buah jengkol (P jiringa) terhadap jamur Candida albicans.

LP2M-UMRI SCI - 11
PROSIDING Vol 1-Sep 2016
1th Celscitech-UMRI 2016 ISSN: 2541-3023

II. METODE PENELITIAN


A. Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa kulit jengkol (P jiringa) segar yang telah dikeringkan
menggunakan oven dan strain jamur Candida albicans.

B. Ekstraksi kulit jengkol


Bahan baku kulit jengkol segar dipilih lalu dibersihkan kemudian dikeringkan dengan suhu 100°C
selama 48 jam, selanjutnya kulit jengkol yang telah kering kemudian dihaluskan dengan blender, sehingga
diperoleh tekstur yang halus. Bubuk atau tepung kulit jengkol digunakan dalam proses ekstraksi.

1) Uji Komponen Senyawa Kimia


Sebanyak 5 gram sampel ekstrak kulit jengkol ditambahkan masing-masing 5 ml air suling dan
kloroform lalu dikocok kuat dan dibiarkan selama 8 menit sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan air ekstrak
kulit jengkoldigunakan untuk uji senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin. Lapisan kloroform ekstrak kulit
jengkol digunakan untuk uji senyawa triterpenoid, dan steroid, sedangkan untuk uji alkaloid memiliki
prosedur tersendiri.

2) Uji Flavonoid
Beberapa tetes lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan pada plat tetes lalu tambahkan 1-2 butir
logam magnesium dan beberapa tetes asam klorida pekat. Terbentuknya warna jingga, merah muda sampai
merah menandakan adanya senyawa flavonoid.

3) Uji Fenolik
Beberapa tetes lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan pada plat tetes ditambah 1–2 tetes larutan
besi (III) klorida 1%. Bila terbentuk warna biru/ungu, menandakan adanya senyawa fenolik.

4) Uji Saponin
Lapisan air ekstrak kulit jengkol dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu dikoocok. Apabila terbentuk
busa yang bertahan selama 5 menit, menandakan positif adanya saponin.

5) Uji Triterpenoid dan Steroid


Lapisan kloroform ekstrak kulit jengkol disaring melalui pipet yang diujungnya diberi kapas. Hasil
saringan dipipet 2–3 tetes dan dibiarkan mengering pada plat tetes. Setelah kering ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard (2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat). Terbentuknya warna
merah jingga menandakan bahwa positif adanya triterpenoid dan warna hijau-biru positif adanya steroid.

6) Uji Alkaloid
Pengujian adanya senyawa alkaloid, digunakan metode Culvenor-Fizgerald. Dua mg ekstrak
ditambahkan 10 ml larutan kloroform beramoniak 0, 05 M, diaduk kemudian disaring dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi tersebut ditambahkan 1 ml asam sulfat 2 N, dikocok selama
2 menit dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan dan terjadi pemisahan. Lapisan asam (bagian atas)
diambil dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff, terbentuknya endapan putih
dengan pereaksi Mayer atau warna merah dengan pereaksi Dragendorff menunjukkan hasil yang positif
untuk alkaloid.

7) Uji Aktivitas Antimikroba


Pengujian aktivitas antimikrob dari ekstrak kulit jengkol dilakukan dengan cara melakukan pengujian
ekstrak kulit jengkol terhadap jamur Candida albicans dengan menggunakan kertas cakram (oxoid) yang
berdiameter 6 mm. Cakram dimasukkan kedalam cawan petri kosong steril. Larutan ekstrak yang telah
diencerkan dengan konsentrasi 50%, 60%, 70%, dan 80% masing-masing dipipet sebanyak 10μl,
selanjutnya diteteskan pada permukaan cakram dan biarkan selama 10 menit sehingga larutan ekstrak
berdifusi kedalam cakram. Selanjutnya sebanyak 10 ml media MHA untuk menumbuhkan bakteri dituang
kedalam cawan petri steril dan dibiarkan hingga memadat. Suspensi biakan bakteri diusapkan perlahan-
lahan secara merata pada permukaan media menggunakan cotton bud steril, selanjutnya dibiarkan
mengering pada suhu kamar selama beberapa menit. Cakram yang telah ditetesi ekstrak dengan konsentrasi
yang berbeda diletakkan secara teratur pada permukaan media uji menggunakan pinset steril. Setelah media

LP2M-UMRI SCI - 12
PROSIDING Vol 1-Sep 2016
1th Celscitech-UMRI 2016 ISSN: 2541-3023

benar-benar padat lalu bungkus biakan tersebut dengan mengunakan plastik wrap dan kertas, selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
Pengamatan dilakukan terhadap zona hambat yang terbentuk disekitar cakram kertas yang menunjukkan
adanya aktivitas antimikroba lalu dilakukan pengukuran diameter tersebut dengan menggunakan jangka
sorong. Pengujian dilakukan terhadap semua mikroba uji. Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan
antibiotika nistatin sedangkan perlakuan kontrol negatif menggunakan pelarut yang merupakan pelarut
etanol sebanyak 10 μl. Aktivitas antimikroba dinyatakan positif apabila terbentuk zona bening di sekeliling
cakram dan aktivitas antimikroba dinyatakan negatif apabila tidak terbentuk zona bening.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah dilakukan pengujian terhadap senyawa aktif ekstrak kulit jengkol maka diperoleh bahwa hanya
senyawa saponin, tannin dan flavonoid yang dinyatakan positif. Adanya senyawa saponin ditandai dengan
terbentuknya busa pada saat pengujian selama lima menit dan adanya senyawa tannin ditandai dengan
terbentuknya warna hijau kehitaman pada saat pengujian sedangkan flavonoid ditandai dengan adanya
perubahan menjadi warna jingga pada saat pengujian.
Penelitian yang telah dilakukan terhadap jamur Candida albicans dengan mengunakan konsentrasi
ekstrak kulit jengkol 50%, 60%, 70%, dan 80% yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan untuk
mendapatkan hasil rata-rata, selanjutnya dari hasil tersebut dibandingkan dengan antibiotik nistatin sebagai
kontrol positif dan etanol sebagai kontrol negatif. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa ekstrak kulit jengkol mempu menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
TABEL 1. HASIL UJI AKTIFITAS ANTIJAMUR EKSTRAK KULIT JENGKOL TERHADAP JAMUR CANDIDA ALBICANS
SECARA IN VITRO
Diameter Daerah Bebas Candida albicans (mm)
Perlakuan
Disk 1 Disk 2 Disk 3 Rata-Rata %
Ekstrak Kulit jengkol 50% 9 8 10 9.00 37.50
Ekstrak Kulit jengkol 60% 9 10 9 9.33 38.89
Ekstrak Kulit jengkol 70% 10 9 12 10.33 43.06
Ekstrak Kulit jengkol 80% 11 13 13 12.33 51.39
Kontrol + (nistatin) 24 24 24 24.00 -
Kontrol – (etanol) 6 6 6 6.00 -

Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka
menghasilkan zona hambat semakin besar, hal ini dapat dibuktikan pada konsentrasi ekstrak kulit jengkol
80 % menghasilkan diameter zona hambat sebesar 12, 3 mm atau 51, 39 % dari kemampuan antibiotic
nistatin., sedangkan pada konsentrasi ekstrak kulit jengkol 50% menghasilkan zona hambat terkecil yakni
sebesar 9 mm atau 37, 50% dari kemampuan antibiotic nistatin. Besar kecilnya zona hambat tersebut
dipengaruhi oleh konsentrasi ekstrak yang diberikan. Mujim (2010) menyatakan bahwa meningkatnya
konsentrasi ekstrak menyebabkan meningkatnya kandungan bahan aktif yang berfungsi sebagai antijamur
sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan suatu jamur juga semakin besar. Menurut Dewi
(2010), kenaikan dan penurunan zona hambat yang tidak sama dapat disebabkan oleh sifat kelarutan zat
aktif pada ekstrak dan perbedaan kecepatan difusi pada media agar.
Besarnya diameter zona hambat yang dihasilkan dari masing-masing konsentrasi ekstrak juga
dipengaruhi oleh adanya senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Dari hasil uji senyawa
kimia yang telah dilakukan bahwa pada ekstrak etanol kulit jengkol mengandung senyawa saponin, tannin
dan flavonoida, senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi sebagai antibakteri. Menurut Djunaedy (2008)
menyatakan bahwa senyawa antijamur memiliki mekanisme kerja dengan cara menetralisasi enzim yang
terkait dalam invasi jamur, merusak membran sel jamur, menghambat sistem enzim jamur sehingga
mengganggu terbentuknya ujung hifa dan mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein.
Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif
menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Mekanisme senyawa flavonoid dalam menghambat
pertumbuhan jamur ialah dengan merusak dinding sel dari Candida albicans yang terdiri atas lipid dan
asam amino. Lipid dan asam amino tersebut akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid
sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam membran sel jamur. Flavonoid
dengan kemampuannya membentuk kompleks protein dan merusak membran sel dengan cara

LP2M-UMRI SCI - 13
PROSIDING Vol 1-Sep 2016
1th Celscitech-UMRI 2016 ISSN: 2541-3023

mendenaturasi ikatan protein pada membran sel, sehingga membran sel menjadi lisis (Sulistyawati et al.,
2009)
Menurut Ganiswarna (1995) Senyawa saponin dapat mengganggu stabilitas membrane sel pada jamur
yang mengakibatkan kerusakan membrane sel
Dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel jamur yaitu protein, asam
nukleat dan nukleotida.
Mekanisme antijamur yang dimiliki tannin yaitu kemampuannya menghambat sintesis kitin yang
digunakan untuk pembentukan dinding sel pada jamur dan merusak membran sel sehingga pertumbuhan
jamur terhambat (Watson dan Preedy, 2007). Najib (2009) menyatakan bahwa tannin merupakan senyawa
yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel
jamur.
Adapun faktor-faktor teknis yang mempengaruhi ukuran daya hambat pada metode difusi cakram,
antara lain: kepekatan inokulum, waktu pemasangan cakram, suhu inkubasi, waktu inkubasi, ukuran
lempeng, ketebalan media agar, dan pengaturan jarak cakram antimikroba, potensi cakram antimikroba,
komposisi media (WHO, 2003)
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka kekuatan antijamur ekstrak kulit jengkol termasuk dalam
kategori sedang, hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat 9 mm pada konsentrasi 50% dan
12, 3 mm pada konsentrasi 80%. Menurut Nazri et al., (2011) Kriteria kekuatan antijamur adalah sebagai
berikut.
1. Diameter zona hambat 15-20 mm: Daya hambat kuat
1. Diameter zona hambat 10-14 mm: Daya hambat sedang
2. Diameter zona hambat 0-9 mm: Daya hambat lemah
Pada control positif menghasilkan zona hambat sebesar 24 mm menunjukkan bahwa antibiotik tersebut
sensitif dan pada control negativ etanol tidak dihasilkan zona hambat hal ini menunjukkan bahwa pelarut
yang digunakan tidak mempengaruhi terbentuknya zona hambat.
Menurut Irianto (2013), daya kerja dari Nistatin adalah terhadap dinding sel, yaitu menyebabkan
perubahan permeabilitas membran protoplasma, terutama sel-sel ragi. Etanol sebagai kontrol negatif tidak
memiliki zona hambatan, 6 mm merupakan diameter disk. Menurut Rifai dan Trianto (2003), uji kontrol
negatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelarut dalam pembentukan diameter zona
hambat. Idealnya pelarut tidak boleh mempunyai pengaruh terhadap bakteri uji. Apabila pelarut memiliki
daya hambat terhadap bakteri uji maka akan dikurangi dengan diameter daya hambat ekstrak sampel.

IV. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Ekstrak kulit jengkol memiliki komponen bioktif yang berupa saponin, tannin dan flavonoid.
2. Ekstrak kulit jengkol memiliki kekampuan sedang dalam menghambat pertumbuhan jamur
Candida albicans yakni berkisar antara 9mm - 12, 3 mm.

Saran
Demi pengembangan ilmu pegetahuan terutama tentang antimikroba dari ekstrak kulit jengkol maka
disarankan agar dapat dilakukan pengujian terhadap jenis jamur lain yang memiliki karakteristik yang
berbeda dengan jamur pada pengujian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Dewi, F. H. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu terhadapBakteri pembusuk daging, Skripsi, Universitas
Sebelas Maret Jakarta.
[2]. Djunaedy, A, 2008, ‘Aplikasi fungisida sistemik dan pemanfaatan mikoriza dalam rangka pengendalian pathogen tular tanah
pada tanaman kedelai (Glycine max L.)’, Embryo, vol. 5, no. 2, hal. 1-9, diakses 7 April 2014,
http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wpcontent/uplo ads/2012/03/3-JUNED-EMBRYO.pdf
[3]. Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI: Jakarta.
[4]. Irianto, K. 2013. Bakteriologi, Mikologi dan Virologi Panduan Medis dan Klinis. Alfabeta. Bandung.
[5]. Mujim, S, 2010, ‘Pengaruh ekstrak rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap pertumbuhan Pythium sp. Penyebab
penyakit rebah kecambah mentimun Secara in vitro’, Jurnal HPT Tropika, vol. 10, no.1, hal.59-63, diakses 27 April 2014
http://journal.unila.ac.id/
[6]. Najib, A. 2009, Tanin, diakses 26 Aril 2014 http://nadjeeb.files.wordpress.com/2009/03/tanin.pdf
[7]. Nazri, N.A.A.M., Ahmat, N., Adnan, A., Mohamad, S.A.S. dan Ruzaina, S.A.S. 2011.In vitro antibacterial dan radical
scavenging activities of Malaysian Tabel salad. African Journal of Biotechnology.10(30):5728-5735.

LP2M-UMRI SCI - 14
PROSIDING Vol 1-Sep 2016
1th Celscitech-UMRI 2016 ISSN: 2541-3023

[8]. Nurussakinah.2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak KulitBuah Tumbuhan Jengkol
(Pithecellobiumjiringa (Jack) Prain) terhadap BakteriStreptococcus mutans, Staphylococcusaureus, dan Escherichia coli.
Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
[9]. Rifai, A. dan Trianto, A. 2003. Penggunaan Thin Layer Chromatography untuk Mengidentifikasi Kdanungan Bahan Bioaktif
Antibakteri Vibrio Harvey pada Karang Lunak Sarcophyton sp. (Laporan Penelitian). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
[10]. Watson, R.R.dan Preedy, V.R. 2007. Bioactive foods inpromoting health: probiotics and prebiotics. Academic Press. USA
[11]. WHO. 2003. Basic Laboratory Procedures In Clinical Bacteriology, 2ndEd. terdapat pada
http://whqlibdoc.who.int/publications/2003/9241545453_ind.pdf. Diakses pada tanggal 6 April 2014.

LP2M-UMRI SCI - 15

Anda mungkin juga menyukai