Anda di halaman 1dari 76

1

BAB 1
PERSIAPAN DAN PENDAHULUAN
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas fungsional normal tubuh,
mempelajari sifat dan cara kerja berbagai unsur yang membangun tubuh hewan
maupun manusia sehingga merupakan suatu kesatuan kerja sistem. Dalam
fisiologi dibahas sifat dan cara kerja berbagai sistem dalam tubuh maupun sifat
dan cara kerja antar sistem tersebut.
Dalam buku penunutun ini dicantumkan tujuan dan dasar teori untuk tiap
topik praktikum. Dengan mempelajari bagian ini sebelum praktikum, praktikan
mempersiapkan dirinya untuk suatu pengalaman praktis menguji coba konsep
yang dijelaskan dalam tujuan dan dasar teori tersebut. Sehingga diharapkan
praktikan dapat menghayati praktikum tersebut secara utuh.
Sebelum melakukan praktikum, praktikan diharapkan telah mengerti dasar
teori percobaan yang akan dilakukan, dengan demikian setiap tindakan/ perlakuan
atau prosedur yang diperlukan dalam praktikum diketahui maksudnya. Demikian
pula, maksud dicantumkannya tujuan praktikum ialah agar praktikan dapat
mengukur dirinya sendiri, apakah tujuan praktikum tersebut sudah dicapai, apakah
ia telah berhasil mengungkapkan sesuatu dari praktikum yang baru diselesaikan
tadi, atau tidak.

A. TATA TERTIB PRAKTIKUM

a. Kehadiran
 Praktikum wajib diikuti setiap mahasiswa yang mengambil mata
kuliah Fisiologi Veteriner I (AFF 225).
 Praktikum dilakukan tepat waktu (sesuai dengan jadwal)
 Kehadiran praktikum mutlak 100%.
 Mahasiswa tidak boleh terlambat dan harus hadir di Ruang
Laboratorium yang sesuai dengan jadwal, minimal 5 menit sebelum
praktikum dimulai.
 Pada setiap kehadiran praktikum mahasiswa wajib mengisi kartu
hadir dan menandatanganinya di kolom yang disediakan serta
2

menandatangani daftar hadir. Setelah diisi, kartu hadir disimpan


kembali di laboratorium.
 Bagi yang tidak dapat hadir praktikum karena alasan resmi (ada surat
resmi), harap menyerahkan surat resmi kepada koordinator mata
kuliah.
 Bagi yang tidak hadir pada waktu praktikum yang telah ditentukan,
maka yang bersangkutan tidak mendapatkan nilai praktikum pada
praktikum tersebut.

b. Tata tertib di dalam ruangan praktikum.


 Selama kegiatan praktikum wajib memakai jas praktikum.
 Setiap kali akan praktikum, kelompok praktikum menyerahkan draf
laporan (laporan sementara) yang memuat tentang judul, pendahuluan,
bahan dan alat serta metoda/prosedur kerja (satu laporan sementara
untuk tiap kelompok praktikum) sebagai tanda masuk untuk dapat
mengikuti praktikum.
 Sebelum menggunakan alat, wakil kelompok menandatangani lembar
peminjaman yang telah disediakan yang berisi tentang peminjaman
alat dan kondisi awal alat sebelum digunakan.
 Setelah selesai praktikum, mahasiswa wajib membersihkan peralatan
yang digunakan, menyimpan alat-alat ke tempat semula dan
menandatangani lembar peminjaman yang telah disediakan.
 Apabila terjadi kerusakan alat (pecah atau kerusakan lainnya ) maka
wajib melaporkan dan mengganti alat yang dirusakkan tersebut
sebelum akhir semester berjalan.
 Dilarang makan, minum dan menggunakan telepon genggam di dalam
ruang praktikum.
 Dilarang meninggalkan ruang praktikum tanpa seijin dosen yang
bertugas dan dilarang melakukan kegiatan lain selama praktikum
 Disarankan membawa lap//serbet untuk keperluan sendiri.
3

c. Laporan praktikum.
 Setiap kali selesai praktikum, kelompok mahasiswa melaporkan dan
mengkonsultasikan hasil/data yang didapatkan selama praktikum
kepada dosen penanggung jawab praktikum dengan dihadiri oleh
semua anggota kelompok praktikum. Dosen akan memberi paraf pada
laporan/data sementara tersebut.
 Laporan praktikum lengkap (judul, pendahuluan, bahan dan alat,
metoda, hasil dan pembahasan, daftar pustaka serta dilampirkan bukti
data / hasil praktikum yang telah diparaf oleh dosen) diserahkan satu
minggu setelah selesai praktikum. Keterlambatan pengumpulan
laporan praktikum dari waktu yang telah ditentukan akan mendapatkan
konsekuensi pengurangan nilai

d. Umum
Mahasiswa diwajibkan mengikuti cara berbusana (pakaian dan sepatu )
sesuai dengan aturan yang ada pada SK Rektor no. 2010 .
4

Format halaman judul:

Tanggal Praktikum :.................


Dosen Pembimbing :.................
Kelompok Praktikum :.................

JUDUL MATERI/TOPIK PRAKTIKUM (lihat jadwal)


Anggota kelompok:
1. Nama (NIM.............) ..................(tanda tangan)
2. Nama (NIM.............) ..................(tanda tangan)
3. Nama (NIM.............) ..................(tanda tangan)
4. Nama (NIM.............) ..................(tanda tangan)
5. Nama (NIM.............) ..................(tanda tangan)
6. Nama (NIM.............) ..................(tanda tangan)
(Beri bintang pada nama yang mengetik laporan praktikum)

Logo IPB
5

B. LARUTAN FISIOLOGIS.
Untuk memelihara kelangsungan hidup jaringan di luari tubuh, diperlukan
larutan yang mengandung anion-anion dan kation-kation yang sama dengan
kadar yang sama, seperti yang terdapat dalam plasma darah dan cairan interstisial.
Sebagai pengganti cairan interstisial dalam percobaan-percobaan fisiologi
digunakan larutan yang dinamakan Larutan Garam Faali.
Yang termasuk larutan garam faali adalah :
1. Larutan 0.9% NaCl untuk mamalia; atau 0.65% NaCl untuk hewan berdarah
dingin (katak, kura-kura dan lain- lain) dan 0,80% untuk aves.
2. Larutan Ringer.
3. Larutan Locke untuk usus.
4. Larutan Tyrode.
Larutan Ringer biasanya untuk hewan berdarah dingin seperti katak, kura-kura
dan lain sebagainya, sedangkan untuk hewan berdarah panas (kelinci, kucing,
anjing dan lain-lain) dipakai larutan 0.9% NaCl, larutan Locke dan larutan
Tyrode.

Susunan larutan-larutan garam faali yang sering dipakai adalah sebagai


berikut :
0.9% Ringer Locke Tyrode
Air (sampai) 100.0 100.0 100.0 100.0
NaCl 0.9 0.65 0.9 0.8
KCl - 0.14 0.042 0.02
CaCl2 - 0.012 0.024 0.02
NaH2PO4 - 0.001 - 0.005
NaHCO3 - 0.02 0.01-0.03 0.1
MgCl - - - 0.01
Glukosa - 0.2 0.1-0.25 0.1
(Diambil dari buku : Houssay : ”Human Physiology”).
6

C. LARUTAN YANG DIPAKAI DALAM PRAKTIKUM FISIOLOGI


1. NaCl 0.65% (untuk Amphibia)
Yang berarti 0.65 gram NaCl dalam 100 ml aqudes

2. NaCl 0.85% (untuk Aves)


Yang berarti 0.85 gram NaCl dalam 100 ml aquades

3. NaCl 0.9% (untuk Mamalia)


Yang berarti 0.9 gram NaCl dalam 100 ml aquades

4. RINGER ( untuk Amphibia pada praktikum jantung)


NaCl 6.5 gram
KCl 0.14 gram + Aquades 700 ml
CaCl2 0.12 gram [ Larutan I ]

NaHCO3 0.20 gram + Aquades 300 ml


NaHPO4 0.01 gram [ Larutan II ]

Tuangkan larutan II kedalam larutan I dan kocok hingga rata.

5. TYRODE ( untuk praktikum usus )


Resep untuk 12 liter TYRODE
NaCl 96 gram
KCl 2.40 gram + Aquades 3 liter
CaCl2 2.40 gram [ Larutan I ]
MgCl2 1.20 gram

NaHCO3 12.0 gram + Aquades 3 liter


NaH2PO4 0.6 gram [ Larutan II ]

Glukose 12 gram dilarutkan dalam Aquades 6 liter [ Larutan III ]


7

Tuangkan Larutan II kedalam Larutan I kemudian kocok hingga rata,


sedangkan Larutan III dicampurkan sesaat sebelum dipakai.

6. HAYEM ( larutan pengencer untuk Eritrosit pada mamalia )


Na2SO4 2.5 gram
NaCl 0.5 gram + Aquades 100 ml
HgCl2 0.25 gram

7. Larutan pengencer untuk Leukosit

a. Larutan TURK : Asam acetat glacial 3 ml + Aquades 100 ml


Gentian violet (1%) 1 ml
b. Asam acetat 2%
c. Hydro chloric acid 1%
d. Khusus untuk Aves :
Wintrobe untuk leucocyt ayam
REES & ECKER
Sodium citrat 3.8 gram
Neutral formalin 0.2 gram + Aquades 100 ml
Brilliant Cresyl Blue 0.03 gram

8. HCl pekat 36% ± 10 N ( stock I )


HCl 1N : 1 ml HCl stock I + 9 ml aquades ( stock II )
HCl 0.1 : 1 ml HCl stock II + 9 ml aquades

Untuk penentuan kadar Hb (Hemoglobin) pada alat Sahli


8

9. Paraformaldehide 4% ( Trioxymethylene) = Formalin 10%

600 ml dipanaskan sampai 70 0C +


40 gr Paraformaldehide aduk +
1 liter NaCl Fisiologis 0.9%
NaOH 1 N (untuk menetralkan)
jernih cek pH
+
400 ml
10. Formal Saline ( untuk pengencer sperma tikus )
NaHPO4.2H2O 6.19 gram
KH2PO4 2.54 gram + Ad aquades 1000 ml
Formalin 37% 125 ml
NaCl 5.41 gram

11. Pewarna Giemsa :


Stock solution: Campur 1 gram Giemsa bubuk dan 66 ml glycerin, masukkan
kedalam oven 55-60 ºC atau dalam penanggas air selama ½ - 1 jam,
dinginkan dan kemudian tambahkan 66 ml methylalkohol absolute. Stok
solution ini dapat disimpan sampai 3 bulan lamanya.

12. BNF ( Buffer Normal Formalin )


NaH2PO4.12H2O 80 gram
Na2HPO4. 2H2O 163 gram Larutan I
Aquades 2 liter
Larutan I + II
Aquades 16 liter Larutan II
Formalin 37%-40% 2 liter

13. Larutan pengencer RETIKULOSIT


a. Brilliant Crecyl Blue 1 gram
NaCl 0.85% 100 ml
Natrium Citrat 3.8 gram
9

b. Larutan zat warna NEW METHYLENE BLUE N


NaCl 0.8 gram
Potasium Oxalate 1.4 gram + Aquades 100 ml
New Methylene Bllue 3.8 gram

Cara pemakaian : 1 tetes darah + 1 tetes larutan zat warna tersebut diatas
diteteskan pada objek glass kemudian dibuat seperti membuat preparat
ulas.

14. Larutan pengencer Thrombocyt ( keping – keping darah )


Sodium citrate 3.8 gram
Brilliant Crecyl Blue 0.1 gram + Aquades 100 ml
Formalin 40% 0.2 ml ( biarkan semalam dan saring )

15. HEPARIN ( Konjungasi polysakarida natural antikoagulan )


0.2 mg HEPARIN/ 100 ml darah
Atau 1 mg Heparin untuk : 100 – 500 ml darah pada 0ºC
10 – 20 ml pada temperatur kamar

1 unit HEPARIN ± 0.01 mg Sodium Heparin ( transfuse atau analisa )

16. GIEMSA: untuk penentuan differensiasi leukosit.


15 ml Giemsa stock + 85 ml Aquades
Preparat ulas setealah difiksasi dalam methanol (75%) 5 menit kemudian
direndam dalam Giemsa 1 ½ : 8 ½ selama 30 menit. Dicuci dengan air kran
yang mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan zat warna yang
berlebihan.
10

D. TEKNIK MEMEGANG HEWAN LABORATORIUM

Mencit dan tikus


Cara memegang hewan percobaan ini adalah sama yaitu dengan cara
memegang setengah bagian dari pangkal ekor dan hindarkan untuk memegang
pada ujung ekor. Agar tidak bergerak, maka hewan ini diletakkan di tempat yang
kasar, misalnya tutup kandang, kemudian lipatan kulit tengkuk dipegang diantara
jari telunjuk dan ibu jari. Pada saat yang bersamaan ekor dipegang dengan jari
kelingking pada tangan yang sama. Dengan cara ini, maka mencit dan tikus dapat
dikuasai, diperiksa maupun dilakukan pengambilan darah intrakardial dengan
mudah dan aman.
Bila peneliti memerlukan kondisi hewan ini harus tenang dan tidak berontak
sehingga mudah dilakukan pemeriksaan ataupun pengambilan darah, maka perlu
dilakukan tindakan anesthesia. Yang umum digunakan untuk anesthesia pada
hewan ini adalah menggunakan eter. Cara melakukannya sangat sederhana, yaitu
hewan dimasukkan ke dalam botol toples, kemudian dimasukkan ke dalam botol
selanjutnya botol segera ditutup rapat sampai hewan tampak terkulai lemas ( kira-
kira 30-90 detik ).

Kelinci
Cara memegang kelinci harus erat dan hati-hati karena kelinci sering
berontak bila tidak merasa aman dan nyaman. Kelinci yang masih muda dapat
dipegang langsung pada pinggangnya erat-erat. Kelinci dewasa dipegang dengan
cara memegang kulit bagian kuduk erat-erat dengan tangan kanan dan pada saat
yang bersamaan tangan bagian kiri menyangga badan. Perlu diperhatikan bahwa
arah kaki kelinci harus menjauhi badan pemegang. Ini mencegah kelinci mencakar
dengan kaki belakang. Untuk pengambilan sample darah pada vena atau arteri
bagian telinga, maka sebaiknya kelinci dimasukkan pada kandang jepit kecil.
Kandang ini sempit sekali sehingga kelinci di dalamnya tidak dapat bergerak.
Pada tempat bagian kepala dilengkapi dengan lubang yang ukurannya hanya
sebesar leher kelinci, sehingga melalui lubang ini leher kelinci terjepit dan kepala
tidak mampu bergerak dan pengambilan darah pada telinga juga mudah dilakukan.
11

E. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DARAH


Hewan Metode
Mencit  Memotong ujung ekor (volume darah yang di dapat tidak
banyak)
 Sinus orbitalis (volume darah cukup banyak)
 Dibunuh dengan cara dekapitasi (memenggal kepala)
 Intrakardial, jarum langsung masuk ke jantung
Tikus  Memotong ujung ekor (volume darah yang didapat tidak
banyak)
 Vena lateralis pada ekor (volume darah cukup banyak)
 Dibunuh dengan cara dekapitasi (memenggal kepala)
 Intrakardial, jarum langsung masuk ke jantung
Kelinci  Umumnya di vena atau arteri yang ada di daun telinga (V.
lateralis = v. auricularis marginale telinga atau A. centralis
telinga)
 Intrakardial, jarum langsung masuk ke jantung
BAB II
FISIOLOGI SEL
OSMOTIC FRAGILITY TEST

Tujuan Praktikum
Mempelajari pengaruh berbagai macam kosentrasi larutan NaCl, larutan saponin dan
larutan ureum terhadap sel darah merah.

Dasar teori
Membran sel hewan eukariot bersifat semipermiabel dan merupakan struktur sel yang
memisahkan sitoplasma dengan lingkungan luarnya. Berperan sebagai pembatas pergerakan bahan
masuk dan ke luar sel, molekul hidropobik dapat melewatinya dengan mudah, sedangkan molekul
hidropilik lebih sulit. Dibentuk oleh: a. Dua lapisan lipid (posfolipid) bagian kepala yang bersifat
hidropilik mengarah ke cairan ekstrasel dan ke sitoplasma, sedangkan kakinya yang hidropobik
bertemu pada bagian dalam lapisan membran. b. Protein yang tersusun seperti mosaik pada lapisan
lipid (pada bagian dalam, luar dan menembus dari luar ke dalam membran/trasmembran) yang
berfungsi sebagai komponen struktural membran, pompa dan saluran ion, carrier, reseptor dan
enzim. c. Kolesterol (pada hewan eukariot jumlah kolesterol ini menentukan permeabilitas
membran terhadap air, makin banyak kolesterol makin kurang permeabilitasnya terhadap air misal
pada tubuli distal ginjal).
Air akan bergerak mengikuti gradien osmotik melewati membran sel. Bila sel eritrosit
berada pada medium yang lebih rendah tekanan osmotiknya, air akan masuk ke dalam sel.
Membran sel eritrosit akan pecah (hemolisis) saat penambahan volume cairan sel, melewati
ambang batas yang dapat ditahan membran sel, hemoglobin akan tersebar pada medium. Bila sel
yang mengalami hemolisis lebih banyak dari yang tidak mengalami hemolisis, campuran darah
dan medium akan bewarna merah cerah. Sebaliknya bila sel yang mengalami hemolisis lebih
sedikit dari yang tidak mengalami hemolisis, campuran darah dan medium bewarna merah keruh.
Bila sel darah merah berada pada mebium yang lebih tinggi tekanan osmotiknya, air akan ke luar
dari sel, sel akan mengkerut (krenasi). Medium yang berisi sel eritrosit yang mengalami krenasi
akan bewarna merah keruh. Bila sel berada pada medium yang mengandung bahan pelarut lemak,
membran sel akan rusak, sel eritrosit juga akan mengalami hemolisis.
Bahan dan alat
- Larutan NaCl 0.9%, 0.65%, 0.45%, 0.25%, 0%, (aquadest)
- 1% ureum dalam larutan NaCl 0.9%
- 1% ureum dalam aquadest
- 1% saponin dalam larutan NaCl 0.9%
- 1% saponin dalam aquadest
- Larutan NaCl 3%
- Tabung reaksi 10 buah dalam rak
- Pipet 5 ml 11 buah
- Gelas objek 1 buah dengan 2 buah kaca penutup
- Mikroskop
- Kertas tissue/lap bersih dan halus
- Darah yang tersedia (di tambah dengan antikoagulan)

Tata kerja
1 Beri nomor 1-10 pada tabung reaksi yang digunakan
2 Isi tabung 1 : larutan NaCl 0.9% (larutan isotonis dengan darah sebagai
kontrol)
3 Isi tabung 2 : larutan NaCl 0.65%
4 Isi tabung 3 : larutan NaCl 0.45%
5 Isi tabung 4 : larutan NaCl 0.25%
6 Isi tabung 5 : larutan NaCl 0% (aquadest)
7 Isi tabung 6 : 1% ureum dalam larutan NaCl 0.9%
8 Isi tabung 7 : 1% ureum dalam aquadest
9 Isi tabung 8 : 1% saponin dalam larutan NaCl 0.9%
10 Isi tabung 9 : 1% saponin dalam aquadest
11 Isi tabung 10 : larutan NaCl 3%
12 Masing-masing sebangyak 5 ml
13 Tambahkan 3 tetes darah ke dalam setiap tabung dan homogenkan (dengan menggoyangkan
rak tabung reaksi)
14 Periksa warna dan kekeruhan larutan di dalam tabung
15 Warna merah cerah menunjukan adanya hemolisis. Warna merah keruh belum tentu tidak
terjadi perubahan-perubahan. Kemungkinan sebagian sel eritrosit mengalami hemolisis atau
perubahan lainnya. Untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis.

Cara pemeriksaan dengan mikroskop :


- Pada gelas objek tempatkan di bagian kiri satu tetes larutan dari tabung 1 sebagai kontrol
(pembanding), dan pada bagian kanan satu tetes larutan dari tabung 2. tutup masing-msing
dengan gelas penutup.
- Periksa di bawah mikroskop dengan lensa objektif. 10x dan okuler. 10x . perhatikan dan
bandingkan bentuk sel, besar dan banyaknya sel eritrosit dari sampel yang terletak dibagian
kanan gelas obyek, yang berasal dari tabung nomor 2. dengan kontrol dibagian kiri gelas
obyek.
- Lakukan pemeriksaan yang sama untuk tabung-tabung lainnya, dengan menggunakan tabung
ke 1 sebagai kontrol.
- Catatlah hasil pengamatan pada kolom-kolom yang tersedia.
- Pada kolom pemeriksaan makroskopis, tuliskan + bila terlihat jelas adanya hemolisis (warna
merah cerah) dan tambahkan derajat hemolisis sempurna bila tidak ditemukan eritrosit pada
pemeriksaan mikroskopis dan tidak sempurna bila pada pemeriksaan mikroskopis masih
ditemukan sel eritrosit dan - bila belum terlihat adanya hemolisis (warna merah keruh).
- Pada kolom pemeriksaan mikroskopis: Untuk bentuk, tuliskan bulat licin, bulan berigi-rigi,
atau gambaran lainnya; untuk besar, bandingkan dengan kontrol (dari tabung no.1 ), tuliskan
= (sama dengan kontrol), > (lebih besar) dan < (lebih kecil); dan untuk relatif banyaknya sel
eritrosit dibandingkan dengan kontrol, tanda = (sama), > (lebih banyak), dan < (lebih sedikit)
dari kontrol.
Hasil Pengamatan
Larutan Makroskopis Mikroskopis
Warna Derajat Bentuk sel Ukuran sel Banyaknya
Hemolisis sel
BAB II
FISIOLOGI SEL

B. MOLEKUL/SENYAWA POLAR DAN NON POLAR

Tujuan Praktikum
Mempelajari kelarutan Molekul/senyawa polar dan non polar

Dasar teori
Molekul polar adalah molekul yang atom-atomnya berbagi elektron, dimana masing-
masing atom tidak sama kekuatannya dalam menarik pasangan elektron sehingga terbentuk
muatan negatif dan positif . Sedangkan molekul nonpolar adalah molekul dimana atom-atomnya
berbagi elektron secara berimbang.sehingga tidak terbentuk perbedaan muatan. Molekul polar
akan larut pada pelarut polar dan molekul nonpolar larut pada pelarut nonpolar.

Bahan dan alat


- Tabung reaksi - Spatula
- Pipet tetes - Minyak goreng
- NaCl Kristal - AgNo3

Tata kerja
1. Masukkan ke dalam tabung reaksi: air dan minyak goreng dengan perbandingan 1:1
2. Ke dalam tabung tersebut dimasukkan kristal NaCl seujung spatula, kemudian tabung
ditutup, lalu dikocok sampai kristal NaCl larut (menghilang)
3. Diamkan sampai fase air dan minyak goreng terpisah
4. Minyak dikeluarkan dengan pipet, lalu dimasukkan ke tabung reaksi lain
5. Tambahkan perak nitrat (AgNO3) pada tabung yang berisi fase air dan fase minyak
kemudian, perhatikan perubahaan yang terjadi
6. Apa kesimpulannya?
7. NaCl bersifat apa? Air bersifat apa? Minyak bersifat apa? Apa fungsi AgNO3?
BAB III
SISTEM SARAF

A. FUNGSI BAGIAN-BAGIAN DARI SUSUNAN SARAF PUSAT (SSP I )

Tujuan Praktikum
Mempelajari fungsi bagian-bagian otak katak dengan menghilangkan bagian-bagian otak
tersebut dan mengamati reaksi yang timbul. Pengamatan yang dilakukan terhadap: Katak normal,
katak deserebrasi, dan katak spinal.

Dasar teori
Tiap bagian susunan saraf pusat mempunyai fungsi tertentu. Dengan merangsang
(fasilitasi) atau menghambat (inhibisi) bagian-bagian tertentu dari otak dan kemudian mengamati
reaksi-reaksi yang timbul, dapat diambil kesimpulan yang tepat mengenai fungsi bagian-bagian
tersebut.
Katak deserebrasi adalah katak yang telah dihilangkan serebrumnya. Katak spinal adalah katak
yang tinggal memiliki medula spinalis sedangkan serebrum, serebellum, dan medula oblongatanya
telah dirusak.
Gambar 1. Anatomi Susunan Saraf Pusat Katak

Bahan dan alat


- Katak/kodok sawah (Fejervarya cancrivora)
- Pinset - Baskom berisi air
- Skalpel - Arloji.
- Gunting

Tata kerja
Pengamatan-pengamatan harus dicatat. Data ditulis dalam isiian yang disediakan.
A. Amatilah reakasi-reaksi berikut pada katak normal.
1. Sikap badan (posture)
2. Gerakan –gerakan spontan
3. Keseimbangan badan (reflek bangkit)
4. Kemampuan berenang
5. Frekuensi napas (amati gerakan-gerakan bagian dasar mulut).
6. Frekuensi denyut jantung (amati gerakan-gerakkan lembut pada bagian sentral di sebelah
posterior garis yang menghubungkan kedua kaki depan jika diregangkan).
Catatlah hasilnya pada tabel isiian yang disediakan.

B. Deserebrasi.
Dengan skalpel runcing yang tajam, potonglah dengan cepat kepala katak melintang
sepanjang garis yang menghubungkan tepi-tepi anterior dari kedua gendang telinga
(membrana tympani yang terletak di belakang dan di bawah kedua mata). Tunggulah 10-15
menit agar katak bebas dari keadaan “shock”, kemudian catatlah reaksi-reaksi seperti pada A,
pemotongan itu biasanya anterior dari talamus.
Gambar 2. Menghilangkan Serebrum

Gambar 3. Katak Deserebrasi

C. Katak spinal.
Rusak serebelum dan medula oblongata dengan menusukkan jarum penusuk otak kira-kira 1-
1.25 cm (sesuaikan dengan besar katak, jangan sampai melebihi batas antara kepala dengan
punggung) ke belakang dari tempat pemotongan terakhir. Putarkan jarum penusuk otak untuk
merusak tenunan sarafnya. Berikan waktu sekitar 10 menit untuk kembali dari ”shock” dan
catat reaksi-reaksinya kembali.
Lembar kerja
1 2 3 4 5 6
Sikap gerakan keseim- kemampu- frekuensi frekuensi
badan spontan bangan an bere- napas denyut
(bangkit) nang jantung
Katak
normal
katak yang
di deserebrasi
katak
spinal

Pertanyaan :
Fungsi-fungsi apakah (pada katak) yang dipunyai serebrum, serebellum, medulla
oblongata dan medulla spinalis.
B. AKSI INTEGRATIF DARI SUSUNAN SARAF (SSP II)

Tujuan Praktikum
Mempelajari reaksi-reaksi integratif beberapa bagian tubuh sebagai respon terhadap
perangsangan pada suatu bagian tubuh tertentu.

Dasar teori
Apabila suatu bagian tubuh dirangsang, maka bukan bagian tubuh itu saja yang bereaksi
terhadap rangsangan tersebut tetapi dapat juga bagian-bagian tubuh yang lain. Hal ini terjadi
karena bila suatu res eptor dirangsang cukup kuat, maka rangsangan tersebut diteruskan melalui
beberapa saraf asesoris menuju ke beberapa saraf eferen dan lebih dari satu efektor. Jadi bila saraf
aferen terangsang, efektor-efektor tersebut akan serentak bereaksi.

Bahan dan alat :


- Katak/kodok sawah (Fejervarya cancrivora)
- Papan gabus - Larutan H2SO4 0,2%
- Sonde - Tali - Larutan H2SO4 0,4%
- Gunting - Statif

Tata kerja
I. Katak normal.
Amatilah reaksi-reaksi berikut ini pada katak normal :
1. Keseimbangan (letakkan pada punggungnya)
2. Reaksi terhadap pengangkatan tiba-tiba (letakan katak pada papan dan angkatlah papan beserta
kataknya dengan gerakan tiba-tiba) katak terletak di atasnya.
3. Reaksi terhadap pemutaran papan dengan kataknya.
4. Sikap badan (posisi tubuh normal)
5. Gerakan-gerakan spontan.
6. Frekuensi napas.
7. Cara mengambang dan berenang di air.
Catatlah hasil-hasilnya pada isian yang disediakan.
II. Hambatan terhadap reflek-reflek pada katak normal.
Ikatlah dengan tali erat-erat pada masing-masing kedua kaki depan katak yang di pakai pada
A. Ulangi prosedur pada A.
Catatlah hasil-hasilnya. Terangkan.
Lepaskan tali-tali. Biarkan katak kembali ke keadaan normal, lalu ulangi A.
Apakah fungsi-fungsi yang menghilang pada percobaan B kembali?
Catatlah hasil-hasilnya. Terangkan.

III. Katak spinal.


Rusak otak katak yang dipakai untuk B. Catatlah segera reaksi-reaksi seperti pada A.

IV. Reflek-reflek sederhana.


1. Gantungkan katak yang dipakai untuk C, pada rahang bawahnya. Berikan cubitan sedang pada
salah satu jari kakinya dengan penjepit.
Catatlah reaksinya.
2. Jika sudah kembali tenang, ulangi dengan cubitan lebih kuat. Catatlah hasilnya. Jika reaksinya
terjadi pada sebelah badan yang sama, disebut homolateral, jika sebelah yang berlawanan
disebut heterolateral atau kontralateral.
3. Lukai kaki katak, celupkan kaki yang dilukai ke dalam larutan H2SO4 0,2%. Catat reaksinya,
berapa lama berespon, cuci dengan air.
4. Celupkan kaki tersebut ke dalam larutan H2SO4 0,4%, berapa lama berespon?

Gambar 4. Menggantung Katak Pada Statif


Gambar 5. Mencelupkan Kaki katak Pada Bahan Kimia

Gambar 6. Respon Homolateral

Pertanyaan :
1. Dimanakah tempat kedudukan reflek-reflek ini?
2. Manakah reaksi-reaksi yang saudara amati yang diatur oleh otak?
Lembar kerja.
1 2 3 4 5 6 7
Bagian Kese- Meng- Memutar Sikap Gerak Frek. Mengambang dan
eksperimen imbang- angkat papan badan spontan napas berenang
papan
I. Katak
Normal
II. Inhibisi
dengan
ikatan
tali-tali
tanpa
ikatan
tali-tali
III.Katak
spinal
IV. Respon dari refleks sederhana.
- Cubitan sedang :
- Cubitan kuat :
- H2SO4 0,2%.
- H2SO4 0,4%.
C. SENSORIK UMUM (sistem sensorik somatis) dan REFLEKS

SENSORIK UMUM (sistem sensorik somatis)

Tujuan Praktikum
Mempelajari letak reseptor rasa panas, dingin, raba dan tekan di kulit serta memeriksa
kemampuan pengenalan/diskriminasi benda.

Dasar teori
Sistem sensorik somatovisceral mengindera keadaan fisik tubuh berdasakan berbagai
informasi:
Rangsangan mekanis/taktil: Posisi dan struktur dari objek yang berkontak dengan
permukaan tubuh (sentuh, raba, tekan dan vibrasi)
Propiosepsi: Posisi dan tegak tubuh dan anggota badan di ruangan
Nosisepsi: Mendeteksi rangsangan nyeri pada tubuh
Temperatur: Mendeteksi rangsangan yang lebih panas atau lebih dingin dari permukaan
tubuh.
Reseptor kulit memiliki rangsangan adekuat, yaitu rangsangan dengan nilai ambang
rangsang terendah yang dapat membangkitkan sensasi normal dari reseptor. Reseptor mekanis
rangsangan adekuatnya adalah rangsangan mekanis.
Dua titik tekan dirasakan terpisah bila merangsang receptive fields reseptor mekanis yang
berbeda. Ukuran receptive field menentukan resolusi ruang (jumlah titik yang dapat dideteksi
pada area kulit tertentu). Resolusi taktil (ukuran receptive field) bervariasi untuk area berbeda pada
permukaan tubuh: ujung jari lebih baik dari telapak tangan.

Bahan dan alat


- Stempel dengan garis kotak-kotak berjarak 1 mm x 1 mm.
- Batang logam, jarum pentul, pinsil
- Estesiometer Von Frey
- Jangka Weber dan penggaris
- Penutup mata (sapu tangan)
- Beker glass
- Air es, air hangat 40o C, air suhu kamar, eter/alkohol

Tata kerja
A. Mekanoreseptor
A.1. Penentuan letak reseptor di kulit
1. Batasi kulit pada telapak tangan kiri bagian tengah menggunakan stempel dan stempel pula
kertas untuk mencatat hasil percobaan.
2. Sentuhkan estesiometer Von Frey pada kotak terkecil (ukuran 1 mm x 1 mm), dengan orang
percobaan (op) tidak boleh melihat ke arah tempat percobaan. Bila op merasakan adanya
sentuhan, op memberi kode dengan jari tangan kanan ke pemeriksa, tandai di kertas pencatat
hasil pada kotak yang sama.
3. Tentukan letak reseptor sentuh pada telapak tangan.
4. Lakukan percobaan yang sama di bagian lain tubuh, yaitu lengan bawah bagian voler (dalam),
pipi dan kuduk.

A.2. Topognosis- Kemampuan diferensiasi


1. Mata op ditutup dengan sapu tangan.
2. Tekankan ujung pinsil dengan agak kuat pada kulit, hingga meninggalkan lekukan di kulit.
3. Kemudian op disuruh menentukan tempat penekanan menggunakan pensil dalam keadaan mata
masih tertutup.
4. Ukurlah jarak antara kedua titik (titik penekanan dan titik yang ditunjukkan op). Jarak ini
merupakan ukuran kesalah-tafsiran atau kemampuan diferensiasi op yang bersangkutan.
5. Lakukan percobaan tersebut pada kulit ujung jari, lengan bawah bagian medial, dan kuduk.

A.3. Diskriminasi dua titik


1. Tekankan dua kaki jangka Weber pada kulit dengan jarak ke dua kaki jangka terkecil yang
dirasakan op sebagai satu titik.
2. Jauhkan jarak ke dua kaki jangka sebesar 2 mm setiap kali menjauhkan dan ukur jarak saat op
sudah merasakan ke dua kaki jangka sebagai dua titik terpisah.
3. Lakukan hal yang sama tetapi diawali dengan jarak terjauh ke dua kaki jangka yang nyata
dirasakan sebagai 2 titik.
4. Dekatkan jarak ke dua kaki jangka sebesar 2 mm setiap kali mendekatkan. Ukur jarak ke dua
kaki jangka saat op merasakan kedua kaki jangka hanya sebagai satu titik saja.
5. Ke dua percobaan di atas dilakukan dengan du cara yaitu: ke dua kaki jangka ditekankan
berurutan (suksesif) dan secara bersamaan (simultan).
6. Tentukan jarak diskriminasi dua titik pada kulit ujung jari tangan, punggung tangan, lengan
bawah dan lengan atas.
7. Bandingkan hasil kedua cara (menjauhkan dan mendekatkan kaki jangka) penentuan
diskriminasi dua titik di atas.

B. Reseptor Suhu
Sifat rasa panas dan dingin
1. Isikan air es, air hangat dan air biasa masing-masing ke dalam Beker glass:
- Masukkan 1 jari tangan kanan ke dalam air es dan 1 jari tangan kiri ke
Dalam air hangat. Apakah kesanrasa-rasa dingin dan panas itu dirasakan
secara teus-menerus? Mengapa demikian?
- Kemudian masukkan kedua jari tadi secara serentak ke dalam air suhu kamar. Laporkan
perbedaan yang dirasakan oleh kedua jari dan terangkan?

2. Punggung tangan kiri op di tempatkan di depan mulut sejauh ± 5 cm:


- Hembus kulit tangan dengan udara pernapasan secara perlahan, apa yang
Saudara rasakan? Apa sebabnya>
- Ulangi percobaan, dengan sebelumnya membasahi punggung tangan
dengan air biasa. Mengapa terasa dingin?
- Ulangi percobaan, dengan sebelumnya membasahi punggung tangan
dengan eter/alcohol. Mengapa timbul rasa dingin terlebih dahulu yang
kemudian diikuti rasa panas?
REFLEKS

Tujuan Praktikum
Melakukan pemeriksaan berbagai refleks tubuh.

Dasar teori
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor,
ke saraf sensoris (saraf aferen), dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak besar serebrum),
kemudian hasil olahan serebrum, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motoris (saraf
eferen) sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor. Jalur pengolahan informasi pada
sistem saraf yang terdiri dari: Reseptor, saraf aferen, pusat (sinap), saraf eferen dan efektor ini
disebut lengkung refleks
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terhadap rangsangan terjadi secara
otomatis, tanpa memerlukan kontrol dari otak besar. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa
dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip,
bersin, atau batuk. Pada gerak refleks, impuls dari reseptor penerima rangsang, diteruskan oleh
saraf aferen ke susunan saraf pusat di bawah serebrum, dengan atau tanpa memerlukan saraf
penghubung (interneuron), langsung dikirim tanggapan ke saraf motoris/eferen untuk disampaikan
ke efektor, yaitu otot atau kelenjar.
Pada dasarnya refleks telah diprogram, karena respon yang tepat terhadap rangsangan telah
terbentuk dalam sistem saraf, misalnya refleks spinal yang membutuhkan transmisi impuls dari
perifer ke medulla spinalis dan kemudian kembali ke organ efektor yang tepat. Sebagai contoh,
bila seseorang merasakan rangsangan sakit seperti jari tangan menyentuh obyek panas, refleks
spinal dengan cepat menghasilkan penarikan jari dari sumber panas. Di sini, tidak dibutuhkan
peranan otak besar sebagai pusat saraf. Refleks seperti ini akan terjadi pula pada hewan yang
medula spinalisnya telah dipotong di atas lokasi badan sel neuron saraf yang terlibat. Refleks lain
yang lebih komplek, berlangsung melalui pengolahan khusus seperti refleks mata dan labirin
melibatkan bagian otak di bawah otak besar. Pada keadaan ini respon yang tepat, membutuhkan
pengkajian dari beberapa impuls lain yang masuk, dan fungsi integratif susunan saraf pusat
dibutuhkan untuk menjawabnya.
Refleks dapat dibagi menjadi refleks eksteroseptif, refleks propioseptif dan refleks
interoseptif (viseral). Refleks ekteroseptif diantaranya adalah refleks superfisial (kulit) dan
refleks indera. Refleks propioseptif diantaranya adalah refleks dalam (deep reflexes) misalnya
refleks otot, tendon dan periosteum dan refleks yang berhubungan dengan tonus otot dan sikap
tubuh misalnya refleks labirin dan refleks sistem sirkulasi dan jantung. Refleks interoseptif adalah
refleks yang ditimbulkan dalam alat visera (traktus gastrointestinal, paru-paru dan traktus
urogenital).
Pemeriksaan refleks memberi fakta objektif mengenai otot, serat-serat saraf perifer dan
jaringan saraf pusat. Hasil pemeriksaan refleks terlebih bila berbeda Antara tubuh bagian kiri dan
kanan, dapat membantu hasil pemeriksaan lain untuk menetapkan diagnosis.
Pada pemeriksaan refleks dalam dan refleks regang, diperlukan palu refleks (reflex
hammer), dan untuk pemeriksaan refleks superfisial diperlukan sebuah jarum tumpul atau benda
tumpul lainnya. Perlu diperhatikan perhatian pasien (orang percobaan = op) harus dialihkan saat
pemeriksaan dilakukan, agar refleks dapat muncul dengan baik. Untuk refleks dalam atau refleks
regang, otot atau ekstremitas yang bersangkutan harus ditempatkan dalam suatu sikap tengah
antara relaksasi dan kontraksi, ketukan dilakukan pada tendon (bukan pada otot)
Perlu pula untuk diketahui (ditentukan) waktu untuk terjadinya suatu refleks. Waktu ini
dapat diukur kecepatannya dengan cara menghitung tenggang waktu untuk terjadinya refleks.
Secara sederhana, waktu refleks dapat ditentukan dengan cara pasien (op) menangkap penggaris
yang dijatuhkan dan dilihat waktu yang diperlukan dari saat penggaris dilepaskan sampai
ditangkap op, atau melihat jarak penggaris dari saat dilepaskan (0 cm) sampai tertangkap dibagi
980 cm/detik (gravitasi).

Bahan dan Alat


1. Reflex hammer (palu refleks) 3. Kapas atau benang
2. Senter dan penggaris 4. Stopwatch
Tata kerja
A. Refleks Superfisial
A.1. Refleks membrana mukosa
1. Refleks kedip mata (corneal reflex)
Sentuhlah kornea mata atau silia mata dengan kapas atau benang
Perhatikan bahwa mata yang bersangkutan akan berkedip (serat saraf perifer: nervus (n.)
trigeminus dan n. fascialis – pusat di pons dan medulla oblongata).

Gambar 7: Refleks kedip mata

2. Refleks plantar
Garuk atau gores telapak kaki.dengan ujung gagang reflex Hammer
Perhatikan terjadinya plantar fleksi dari jari-jari kaki.(pusat lumbar (L)5 – sacral (S)1 - saraf
perifer n. tibialis)

Gambar 8: Refleks plantar


B. Refleks Dalam (Propioseptif)
B.1. Refleks masseter (rahang bawah, jaw jerks)
1. Orang percobaan membuka sedikit mulutnya, sehingga rahang bawah sedikit tergantung.
2. Sebuah tongue spatel dari kayu diletakkan di atas gigi – gigi geraham, kemudian diketuk
agar keras. Akan terjadi kontraksi m. masseter yang terlihat atau teraba dan rahang bawah
terangkat.
3. Cara lain untuk menimbulkan refleks ini ialah dengan menempatkan telunjuk atau ibu jari di
pinggir rahang dan memukulnya dengan reflex hammer (pusat di pons, serat saraf perifer :
n. trigeminus).

Gambar 9: Refleks masseter

B.4. Refleks patella (Refleks tendon patella, knee jerk)


1. Tungkai difleksi pada sendi lutut membentuk sudut 120o. Tendon m. quadriceps femoris
dipukul tepat di bawah patella.
2. Terjadi ekstensi di sendi lutut, kontraksi m. quadriceps femoris (pusat di lumbal (L) 3 - L4,
serat saraf perifer : n. femoralis). Hilangnya refleks patella dinamakan juga “Westphal sign”.
Gambar 10: Refleks patella

B.5. Refleks tendon achilles (ankle jerk)


1. Kaki dipegang sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 90o dengan tungkai bawah dan
tidak terlalu tegang
2. Ketoklah tendo akiles, akan terlihat plantar fleksi (pusat sacral (S)1 – S2, serat saraf perifer
: n. tibialis posterior)

Gambar 11: Refleks Achilles


C. Refleks Viseral
C.1. Refleks cahaya
Terjadi kontaksi pupil bila mata disenter.

Gambar 12: Refleks cahaya

C.2. Refleks akomodasi


Terjadi konstriksi pupil bila suatu objek didekatkan ke mata orang percobaan.

Gambar 13: Refleks akomodasi

D. Waktu refleks
1. O.p. membuka mata, penggaris diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan
kemudian penggaris dilepaskan dan orang percobaan harus menjepitkan kedua jari
tersebut untuk menangkap penggaris.
2. Ukur jarak waktu dengan memakai stopwatch, yaitu waktu antara dilepaskannya
penggaris sampai tertangkapnya penggaris.
3. Ulangi percobaan tersebut sebanyak 3 (tiga) kali dan ambil rata – ratanya.
Catatan : waktu refleks makin lama atau panjang dipengaruhi oleh bertambahnya usia.
4. Cara kedua : Melakukan hal yang sama tetapi dengan menutup kedua mata setelah
mendengar perintah atau aba – aba menangkap penggaris yang dilepaskan.
SISTEM INDERA
A. PEMERIKSAAN PENGLIHATAN

Tujuan Praktikum
Menentukan ketajaman penglihatan, bintik buta, memeriksa pupil dan memeriksa buta
warna

Dasar teori
Mata merupakan organ sensorik yang kompleks, yang mampu menangkap informasi
berupa gelombang elektromagnetik dalam bentuk cahaya. Awal perkembangannya seperti pada
hewan invertebrata, organ ini hanya berupa bintik (spots) pada permukaan tubuh, yang sensitif
terhadap cahaya. Kemudian dalam pengembangannya, mata mempunyai lapisan reseptor
(retina), sistem lensa untuk memfokuskan cahaya dan sistim persarafan untuk menghantarkan
impuls dari reseptor ke sistim saraf pusat.
Keberadaan mata dilokasinya dan bentuk dari bola mata, menyebabkan terbatasnya
lapangan penglihatan. Kondisi sistim lensa yang ada, memengaruhi ketajaman penglihatan
seseorang, begitu juga kemampuan refraksinya. Daerah tempat bersatunya serabut akson saraf
mata (nervus optikus) sebelum meninggalkan mata, menggeser reseptor ke sekelilingnya,
sehingga pada tempat tersebut sama sekali tidak mengandung reseptor penglihatan. Keadaan
ini menyebabkan tempat tersebut tidak dapat menangkap sinyal cahaya, dan menjadi wilayah
kebutaan normal, yang disebut sebagai bintik buta.
Untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk, mata dilengkapi dengan pupil yang dapat
melebar dan mengecil melalui kontraksi otot iris (Spinkter dan radial ). Reseptor penglihatan
pada retina berespon terhadap cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Reseptor batang
rangsangan adekuatnya hitam- putih dan reseptor kerucut pada manusia ada 3 yaitu untuk
warna: merah, hijau dan biru. Bila terjadi gangguan pada reseptor kerucut tertentu, akan
mengakibatkan terjadinya buta warna.

Bahan dan Alat yang diperlukan


1. Optotypi Snellen
2. Kertas putih dengan palang hitam ditengah
3. Lampu senter, cahaya matahari, dan cermin
4. Buku Ishihara
Tata kerja

A. Memeriksa ketajaman penglihatan


1. Suruhlah o.p. duduk pada jarak 6 m dari Optotypi Snellen yang telah dipasang/digantung.
Tutuplah salah satu matanya dengan sapu tangan atau dengan penutup hitam khusus dari
kotak lensa.
2. Suruhlah o.p. membaca huruf – huruf atau gambar yang tertera pada Optotipi Snellen
menggunakan satu mata. Pembacaan dilakukan bertahap mulai dari baris dengan huruf
terbesar. Pembacaan dilanjutkan sampai baris dengan huruf terkecil yang masih dapat
dibaca tanpa melakukan kesalahan.
3. Catatlah jarak dalam meter atau feet yang tertera pada sisi luar tiap barisan huruf.
4. Ulangi pemeriksaan untuk mata lainnya, dilajutkan pemeriksaan dengan kedua mata
terbuka.
5. Hitunglah visus dari orang percobaan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
V = visus
d = jarak pemeriksaan (antara o.p. - optotipi)
D = jarak baca yang tertera pada optotipi dimana op
dapat membaca dengan benar tanpa kesalahan.

Gambar 14: Optotypi Snellen


B. Memeriksa bintik buta
1. Tutup mata kiri o.p. . Tempatkan kartu pemeriksaan bintik buta (kertas putih dengan
tambah hitam kecil di tengah, dan bulatan hitam dibagian lateral), pada jarak ± 30 cm di
depan o.p. sedemikian rupa, sehingga mata kanan tepat di depan tambah hitam. Dengan
mata kanan tetap melihat ke palang hitam, dan posisi bulatan hitam ada dibagian lateral mata
kanan, gerakkan perlahan kertas tersebut mendekati mata.Pada jarak sekitar 20 cm,
perhatikan bahwa bulatan hitam akan menghilang dari pandangan, karena bulatan hitam
tersebut tepat masuk dalam wilayah kebutaan.

Gambar 15: Kertas untuk memeriksa bintik buta

2. Setelah o.p. yakin bahwa ada wilayah kebutaan, ukurlah berapa besarnya wilayah
kebutaannya dengan cara sebagai berikut. Ambil sepotong kertas putih. Gambarkan sebuah
palang hitam dibagian tengahnya. Tempatkanlah ujung pinsil pada sisi luar – lateral, lalu
geserlah ujung pinsil menuju wilayah kebutaan. Beri tanda, bila ujung pinsil menghilang
dari pandangan. Lanjutkan geseran tadi sampai ujung pinsil terlihat kembali. Catatlah titik
dimana pinsil terlihat muncul kembali didaerah penglihatan o.p. Ulangi cara diatas dari
beberapa jurusan. Hubungkanlah semua titik hilang dan titik timbul, gambar yang nampak
merupakan bercak buta mata kanan. Ukur jarak mata ke kertas pemeriksaan. Hitunglah
besarnya diameter daerah kebutaan yang saudara peroleh.
3. Lakukanlah hal yang sama untuk mata kiri !
4. Berikanlah penjelasan dan keterangan seperlunya dalam buku laporanmu.
Gambar 16: Kertas untuk menggambar bintik buta

C. Memeriksa pupil
1. O.p. duduk menghadap jendela dan suruhlah untuk melihat ke suatu obyek yang jauh
letaknya dengan pandangan terfiksir ke tempat tersebut.
2. Ambillah senter dan periksalah keadaan pupilnya antara lain :
• Warna iris
• Ukuran diameter pupil dalam berbagai keadaan yaitu :
- normal, midriasis (melebar), dan miosis (mengecil)
3. Lakukanlah pemeriksaan refleks pupil pada kedua mata meliputi :
• Refleks pupil langsung (direk), yaitu mengecilnya pupil saat dilakukan penyinaran
langsung ke mata o.p.
• Refleks pupil tidak langsung (indirek), yaitu mengecilnya pupil pada mata sisi lain
(sebelahnya) waktu dilakukan penyinaran ke salah satu mata.
4. Lakukanlah pemeriksaan refleks akomodasi dengan cara :
• Suruh o.p. melihat obyek yang jauh dan tetap. Setelah beberapa lama, suruh o.p.
melihat jari saudara yang ditempatkan sekitar ½ m didepan mata o.p.
• Perhatikan perubahan diameter dari pupil
• Selanjutnya gerakkan perlahan jari pemeriksa mendekati mata o.p. Perhatikan pupil
selama o.p. melakukan akomodasinya. Ulangi pada mata lainnya.
D. Memeriksa buta warna
Suruhlah o.p. membaca gambar – gambar yang terdapat di dalam buku
Pseudoisochromatic Ishihara !
Catatlah kesalahan – kesalahan yang dibuatnya !

Gambar 17: Buku Ishihara

B. PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Tujuan Praktikum
Menentukan ketajaman pendengaran, hantaran udara dan hantaran tulang pada proses
pendengaran, serta membedakan tuli.

Dasar teori
Pendengaran merupakan salah satu perlengkapan sensorik khusus, yang tergolong
dalam reseptor mekanik (mechanoreceptive sense), dimana reseptornya mampu merespon
getaran mekanik dari gelombang suara di udara.
Kelengkapan tubuh ini dikembangkan dalam bentuk organ auditif sehingga informasi
dalam bentuk gelombang suara dapat disalurkan ke system saraf pusat, diolah, untuk kemudian
secara sendiri atau bersama dengan informasi lainnya dirangkum untuk diberi arti, sehingga
dapat ditetapkan tindakan atau langkah – langkah lebih lanjut dari individu dalam merespon
informasi yang tiba.
Mekanisme kerja reseptor pada organ auditif hanya berkemampuan untuk melakukan
diskriminasi frekuensi gelombang suara yang tiba, tetapi pengolahan informasi yang diperoleh,
mampu menetapkan keras lemahnya suara, arah dari sumber suara, yang kesemuanya disebut
sebagai kemampuan ketajaman pendengaran.
Untuk menangkap getaran mekanik yang merambat di udara, organ auditif
menyediakan peralatan berbentuk membran berikut rangkaian tulang pendengaran. Getaran
pada membrane (untuk menangkap gataran melalui udara), dihantarkan melalui rangkaiannya
menuju ke reseptor pendengaran di cochlea, sehingga jalur penghantaran ini disebut sebagai
penghantaran udara.
Akan tetapi karena reseptor pendengaran terlindung dalam rongga yang terbungkus
tulang, reseptor pendengaran juga memberikan respon pada getaran yang merambat melalui
tulang tengkorak, sehingga jalur penghantaran ini disebut sebagai penghantaran tulang. Karena
pengambangan organ auditif dirangcang untuk menangkap informasi yang dihantarkan melalui
udara, penghantaran udara akan lebih baik dari penghantaran tulang.
Kegagalan dalam menangkap informasi getaran suara oleh organ auditif, disebut
sebagai ketulian pendengaran.

Bahan dan Alat


1. Garpu tala dengan frekuensi 100, 256, dan 512 Hz
2. Arloji tangan yang berdetak (atau stop watch), dan penggaris
3. O.p. dan ruang kedap suara

Gambar 18: Garpu tala

Tata kerja
A. Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran
1. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruang sunyi / kedap suara.
2. Telinga kiri o.p. ditutup dengan sepotong kapas.
3. Tempatkan arloji ditelinga kanan untuk mendengarkan detiknya. Setelah o.p. mengenal
bunyi detiknya, jauhkan arloji dari telinga secara perlahan – lahan sampai tidak terdengar
lagi suara detiknya (beri kode memakai jari saat masih mendengar dan saat sudah tidak
terdengar lagi. Jangan ada yang bersuara). Ukurlah jaraknya.
4. Percobaan diulangi, tetapi arloji ditempatkan pada tempat yang jauh dan kemudian
didekatkan ke telinga sampai dapat didengarkan suara detiknya. Ukurlah jaraknya
5. Ulangi percobaan untuk memeriksa telinga kiri,
6. Bandingkan hasil seluruh percobaan dan beri kesimpulan saudara.

B. Pemeriksaan Ketulian Pendengaran


B.1. Cara Rinne
1. Penala dengan frekuensi 256 Hz, digetarkan dengan cara memukulnya pada tepi telapak
tangan (tidak boleh ke meja / benda keras lainnya), atau dengan cara menjentikkannya.
Penala dipegang pada pangkalnya.
2. Tekanlah pangkal gagang penala yang sedang bergetar itu pada prosesus mastoideus telinga
kanan o.p. secara tegak lurus dari kulitnya.
3. O.p. disuruh memberikan tanda dengan jarinya (tanpa bersuara), bila ia dapat mendengar
dengungan suara penala, dan segera member tanda bila ia tidak dapat mendengar lagi
dengungan.
4. Segera angkat penala dari prosesus mastoideus, kemudian tempatkan ujung penala sedekat
– dekatnya ke liang telinga kanan o.p. (jangan tersentuh pada telinga). Tanyakan apakah
dengungan penala dapat didengar kembali ?
5. Pila o.p. :
o dapat mendengar kembali, maka hasil tes Rinne positif
o tidak mendengar kembali, maka hasil tes Rinne negatif
6. Hitung juga waktu saat o.p., mendengar kembali suara penala saat ditempatkan di depan
liang telinga sampai suara tersebut tidak terdengar sama sekali (biasanya dengan dengungan
masih terdengar kembali selama 45 detik)
7. Ulangi pemeriksaan untuk telinga kri
8. Bila ada kelainan kulit di prosesus mastoideus, penempatan penala boleh dipindahkan di
tengah – tengah batas rambut dahi.
9. Berilah penilaian secukupnya dari hasil percobaan.
Gambar 19: Cara Rinne

B.2. Cara Weber


1. Getarkanlah penala dengan frekuensi 512 Hz, seperti cara Rinne.
2. Tekankan pangkal gagang penala di vertek / garis median tulang tengkorak.
3. Tanyakan pada o.p. apakah ia mendengar dengungan “sama keras” atau “tidak sama keras”
pada kedua telinga.
4. Bila terdengar sama keras : hasilnya “tidak ada lateralisasi”. Bila terdengar tak sama keras
hasilnya “ada lateralisasi”.
o Bila terdengar lebih keras ditelinga kanan, hasilnya “lateralisasi ke kanan”.
o Bila terdengar lebih keras ditelinga kiri, hasilnya “lateralisasi ke kiri”.
5. Ulangi percobaan dengan menutup salah satu telinga o.p. dengan kapas. Apa hasilnya ?
Mengapa demikian ?
6. Ulangi percobaan untuk telinga lainnya.

Gambar 20: Cara Weber

B.3. Cara Schwabach


1. Getarkan penala frekuensi 100 Hz.
2. Tekankan pangkal gagang penala pada prosesus mastoideus o.p. . Suruhlah ia memberi
tanda bila dengungan tidak terdengar lagi.
3. Segera pindahkan gagang penala ke prosesus mastoideus pemeriksa (telinga pemeriksa
harus normal)
4. Bila pemeriksa masih dapat mendengar dengungan, maka hasil tes Schwabach
“memendek”.
5. Ulangi percobaan akan tetapi sekarang penala ditempatkan lebih dahulu ke prosesus
mastoideus pemeriksa. Bila dengungan sudah tidak terdengar lagi, segera pindahkan ke
prosesus mastoideus o.p. . Suruhlah o.p. memberi tanda bila ia ternyata masih dapat
mendengar degungan.
6. Bila o.p. masih dapat mendengar degungan, maka hasilnya Schwabch “memanjang”.
7. Bila hasil kedua percobaan hampir sama antara o.p. dengan pemeriksa (atau sama), maka
hasilnya tes Schwabach “sama dengan pemeriksa”.
8. Ulangi pemeriksaan pada telinga lainnya
9. Setelah seluruhnya dilakukan, gabungkanlah hasil pemeriksaan dan berikanlah kesimpulan
saudara.

Pertanyaan
1. Berapa macam ketulian yang saudara ketahui ?
2. Apa yang disebut sebagai tuli perseptif dan alat apa yang dipakai untuk
memeriksanya ?

C. KOORDINASI SIKAP DAN KESEIMBANGAN TUBUH


E.1. Percobaan Romberg
1. O.p. berdiri dengan tumit dan jari kaki merapat dan tangan direntangkan. Perhatikan ayunan
tubuh dan gerakan koreksi untuk mempertahankan keseimbangan.
2. Test dilakukan dengan mata orang percobaan terbuka kemudian dengan mata tertutup. Bila
bergoyang terlalu keras, kemungkinan ada kelainan. Mengapa normal dapat terjadi
goyangan ringan ?
3. O.p. berdiri diatas satu tungkai kemudian diatas tungkai lainnya. Sekali lagi tes dilakukan
dengan mata terbuka dan tertutup.
4. O.p. melihat ke langit – langit ruangan dan berdiri diatas satu kaki atau tungkai.
5. Sekali lagi O.p. berdiri diatas satu tungkai dengan kepala menengadah ke langit-langit
ruangan akan tetapi dengan mata tertutup.
6. Dinilai keseimbangan statis Op dan peranan mata terhadap keseimbangan statis. Lapor bila
ada kelainan.
Gambar 21: Percobaan Romberg

E.2. Hopping Reaction


1. O.p. berdiri diatas kaki kanannya.
2. Doronglah o.p. perlahan – lahan terus ke samping kanan sampai o.p. merasa akan terjatuh.
Apa yang terjadi ? Bagaimana bila di dorong ke samping kiri, depan dan belakang ?

E.3. Past Pointing


1. Dengan kedua mata terbuka, o.p. disuruh menyentuh hidungnya kemudian mengekstensikan
lengannya untuk menyentuh jari pemeriksa. Ulangi lagi hal tersebut dengan mata tertutup.
Normal o.p. dapat melakukannya tanpa kesulitan.
2. Putar o.p. kearah kanan. Hentikan dengan mendadak kemudian o.p. disuruh menyentuh jari
pemeriksa.
3. Mata segera ditutup dan disuruh melakukan hal yang sama
4. Putar o.p. ke kiri dan lakukan hal yang sama seperti no.2. Ke arah manakah o.p. membuat
kesalahan sehubungan dengan arah putaran.

Gambar 22: Past pointing


A. PENGARUH HORMON INSULIN TERHADAP KADAR GULA DARAH

Tujuan Praktikum
Mengamati pengaruh pemberian hormon insulin terhadap kadar gula darah tikus.

Dasar Teori
Insulin adalah salah satu hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas (Sel β).
Hormon insulin sangat penting peranannya dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Adanya insulin memungkinkan nutrien terutamaglukosa dapat masuk ke dalam sel. Oleh
karena itu insulin akan menurunkan kadar gula darah. Pada penderita diabetes mellitus,
biasanya sekresi insulin terganggu sehingga kadar gula darah menjadi tinggi.

Bahan dan Alat


- Alat pengukur kadar gula darah - hormone insulin - tikus putih
- gunting, kapas. Alkohol 70% - Syring 2.5 ml - Larutan 20% gula

Tata Kerja
1. Ambil seekor tikus pegang pangkal ekonya.
2. Siapkan alat pengukur glukosa, Masukkan strip pengukur glukosa ke alat terebut
3. Dengan lap,peganglah kepala tikus pada bagian sisi dekat dengan telinga dengan tangan
kiri, sedangkan tangan kanan memegang pangkal ekor (bila ada, masukkan tikus ke
kandang jepit tikus). Bersihkan ujung ekor dengan alcohol 70%, lalu oleskan lidokain.
Potong ujung ekor tikus beberapa millimeter saja. Teteskan setetes darah pada strip
pengukur kadar glukosa. Baca dan catatlah tampilan datanya (kadar gula darah awal).
4. Ambillah dengan syring larutan 20% gula sebanyak 2 ml, cekokkan ketikus. Tunggu
selama 10 menit. Ukur lagi kadar glukosa tikus dari tetesa darah yang di keluarkan
dengan memijat ujung ekor yang tadi dipotong (kadar glukosa setelah asupan
gula).
5. Telentangkan tikus, suntiklah tikus dengan hormon insulin sebesar 2 IU secara
Intraperitoneal dengan jarum suntik insulin yang disediakan, lepaskan tikus,
Biarkan selama 15 menit.
6. Ukurlah kembali kadar glukosa tikus (seperti no 3 dan 4). Baca dan catat datanya
(kadar glukosa setelah penyuntikkan insulin)
Keadaan tikus Kadar glukosa
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kondisi awal …………….. mg/dl
Setelah asupan gula ……………... mg/dl
Setelah disuntik insulin ……………… mg/dl

Pertanyaan:
Mengapa setelah disuntik insulin kadar gula darah menurun? Apa peranan hormone insulin
dalam pengaturan kadar glukosa darah?
PRAKTIKUM ENDOKRIN 2
Pengaruh Adrenalin Pada Jantung
Dasar teori
Berbeda dengan otot kerangka dan otot polos, otot jantung serabut-serabut ototnya
saling berhubungan, sehingga jantung menjadi satu kesatuan oto, tak terpisahkan (membentuk
sinsitium. Setiap impuls yang timbul di jantung akan disebar ke seluruh otot jantung, dengan
demikian kontraksinya akan selalu bersifat ”all or none”. Di samping itu, kuat kontraksinya
ditentukan oleh panjang awal dari serabut-serabutnya (hukum Starling). Otot jantung peka
terhadap perubahan-perubahan metabolik, kimia dan suhu. Kerja jantung dipengaruhi oleh
saraf otonom. Otonom simpatis meningkatkan aktivitas jantung. Otonom simpatis pada
jantung bekerja pada reseptor beta adrenergic. Reseptor beta adrenergic bisa berikatan dengan
hormon adrenalin.
Bahan dan alat
- Katak (Bufo melanostictus)
- Papan katak
- Cairan ringer
- Larutan adrenalin
- Larutan asetil kolin

Cara Kerja
Ambil seekor katak dan rusak otak dan sumsum tulang belakang. Gunting dinding
rongga perut dari ujung sternum ke arah kaki depan kiri dan kanan, teruskan menggunting kea
rah kranial sampai awal daerah dada. Gunting dua ujung pengguntingan ini, sehingga rongga
dada terbuka. Jantung akan terlihat dan angkatlah epikardium dengan ujung pinset dan bukalah
pericardium sehingga jantung ke luar. Kemudian lakukan percobaan berikut:
- Basahi jantung dengan cairan Ringer (suhu kamar), hitunglah frekuensi denyut jantung
(banyaknya denyut per menit).
- Dengan sebuah pipet teteskan larutan asetilkolin 1 : 10.000 sebanyak 2-3 tetes pada
jantungnya, tunggu sebentar dan hitunglah frekuensi denyutnya.
- Buanglah asetilkolin dengan membilas jantung dengan cairan Ringer suhu kamar 2-3
kali dengan menggunakan kapas atau pipet sampai bersih.
- Hitunglah frekuensi denyutnya. Kemudian teteskan larutan adrenain 1: 1000 sebanyak
2-3 tetes pada jantung, dan hitung pula frekuensinya.
- Buanglah adrenalin dengan kapas dan gantilah cairan Ringer di sekitar jantung sampai
2-3 kali. Hitunglah kembali denyut jantungnya.
BAB VI
OTOT

A. RANGSANGAN TERHADAP SEDIAAN OTOT SARAF.

Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara mematikan katak dan membuat sediaan otot saraf.
2. Mengenal jenis dan kerja beberapa alat perangsang.
3. Mengenal berbagai macam rangsangan terhadap sediaan otot saraf.

Dasar teori.
1. Impuls Saraf dan Kontraksi Otot
Impuls pada saraf merambat dari dendrit sampai ujung akson. Setiap rangsangan yang
kekuatannya mencapai harga ambang akan menimbulkan potensial aksi yang akan merambat
sepanjang akson dan ini disebut impuls saraf. Pada ujung akson, pada motor-end-plate, impuls
saraf ini menyebabkan sekresi asetilkolin yang ditangkap oleh reseptor, yang terletak pada
serabut otot. Reaksi asetikolin-reseptor ini menimbulkan potensial aksi pada serabut otot yang
akan menjalar berupa impuls otot melalui tubulus T yang nantinya akan sampai pada sisterne
retikulum sarkoplasma, dan menstimulasi pengeluaran Ca++. Peningkatan kadar Ion Ca ++ bebas
intra sel yang berasal dari retikulum sarkoplasma ini diperlukan untuk berlangsungnya
kontraksi otot rangka, demikian pula energi dari ATP yang dihidrolisa oleh ATP-ase. Setelah
kontraksi selesai ion kalsium harus dipompa kembali ke dalam sisterne secara aktif yang juga
memerlukan energi dari ATP.
2. Mekanisme Kerja Alat Perangsang
Pinset Galvanis.
Kaki-kaki pinset Galvanis terdiri dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Menurut deret volt
antar keduanya terdapat perbedaan potensial, yang bila dihubungkan melalui sesuatu larutan
elektrolit akan terjadi arus listrik. Cu merupakan kutub positif dan Zn kutub negatif.
Bahan dan alat.
Dua ekor katak kodok sawah (Fejervarya cancrivora) , Sonde ( jarum penusuk) otak katak,
papan katak, Beberapa buah jarum pentul, alat diseksi, terutama gunting, larutan garam faali:
NaCl 0.65% atau larutan Ringer, gelas arloji atau gelas petri., pinset Galvanis. Stimulator
elektronik lengkap dengan kabel-kabelnya. Kristal garam dapur atau gliserin, cuka glasial,
gelas pengaduk, korek api.

Tata kerja :
1. Mematikan katak untuk keperluan percobaan

Tujuan Praktikum: Memperlakukan hewan percobaan dengan menimbulkan sakit seminimal


mungkin agar katak tidak merasakan sakit, otaknya dirusak dan agar tidak meronta selama
perlakuan, sumsum punggungnya dirusak.
a. Pegang katak seperti pada gambar 16, yaitu pegang kepala katak dengan menempatkan
kepala katak tersebut antara telunjuk dan jari tengah, fiksir katak dengan ketiga jari lainnya.
Bengkokkan kepalanya.
b. Tusuk otak katak dengan sonde yang tajam pada foramen oksipitalenya (pada sudut medial
antara garis tulang kepala dengan garis tulang punggung)
c. Masukan sonde ke ruang tengkorak, putar kekiri dan kekanan ke atas dan ke bawah.
d. Lihat mata hewan percobaan, bila setengah menutup dan tidak ada reaksi lagi terhadap
sentuhan, perusakkan dihentikan.
e. Sekarang rusaklah sumsum punggungnya dengan menusukkan sonde ke arah belakang ke
dalam kanalis vetebralis.
f. Yakinkan bahwa sonde masuk kedalam rongga sumsum tulang punggung tersebut.
Tusukkan sejauh mungkin. Perhatikan kaki katak yang meronta-ronta sewaktu sonde
ditusukan sebagai tanda medula spinalis tertusuk.
g. Lepaskan sonde, kaki-kaki katak menjadi lemas.

Gambar 23. Cara memegang katak,


1. Tusukkan pertama
2. Arah ke otak
3. Arah kesumsum punggung

Gambar 24. VE=m. Vastus externus


B=m. Biceps, SM=m. Semimembranosus,
Gm=m. Gastrocnimius, TA=Tendo Archilles.

2. Membuat sediaan otot saraf (atau disebut juga preparat saraf otot))
a. Letakan katak yang telah dimatikan pada 1, di atas papan katak.
b. Buka kulit dan otot perut.
c. Singkirkan jeroan.
d. Perhatikan keluarnya n. ischiadicus dari susum tulang belakang.
e. Lihatlah masing-masing n. ischiadicus.
f. Potong n. ischiadicus pada bagian cranial.
g. Balikan badan katak.
h. Angkat tulang ekor tinggi-tinggi, potonglah ke arah cranial sejauh mungkin.
i. Telusuri n. ischiadicus ke atas sambil menggunting otot-otot disebelah atasnya.
j. Sayat fasia antara m. Biceps femoris dengan m. Semimembranosus, tampaklah n.
ischiadicus dan a. Femoralis setelah kedua otot tadi dikuakkan.
k. Potong paha di atas seperempat bagian bawah (n. Ischiadicus jangan terpotong)
l. Lepaskan m. gastrocnemius dari tulangnya (buang tulangnya).
m. Potong tendo achilles maka akan didapatkan preparat otot saraf yang terdiri dari :
- Sepertiga bagian bawah paha
- n. ischiadicus
- m. gastrocnemius

3. Berbagai macam rangsnga pada sediaan otot saraf


a. Rangsangan mekanis
- Pijitlah pangkal n. ischiadicus dengan batang korek api atau gelas
pengaduk.
b. Rangsangan Galvanis.
- Tempelkan kaki-kaki pinset Galvanis pada saraf. Saraf harus dalam keadaan basah oleh
larutan garam faali.
- Coba tempelkan satu kaki pinset pada saraf, kaki satunya pada medium garam faali.
- Sekarang tempelkan kaki-kaki pinset pada mediumnya saja sementara saraf berada
pada diantaranya.
Perhatikan pada saat satu kaki diangkat dari medium dan pada saat ditempelkan pada
medium. Adakah pada keduanya itu kontraksi otot?
c. Rangsangan osmotis.
- Dengan kertas atau gelas pengaduk tempelkan sejumlah kecil serbuk garam dapur pada
pangkal saraf.
- Tunggu beberapa menit, perhatikan sifat kontraksi.
- Kalau tak ada garam dapur pakailah gliserin.
d. Rangsangan kimiawi.
- Celupkan sepotong kertas atau kapas ke dalam cuka glasial dan tempelkan pada
pangkal saraf.
e. Rangsangan panas.
- Nyalakan sebatang korek api, padamkan lalu segera tempelkan pada pangkal saraf.
- Atau rendamlah gelas pengaduk dalam air mendidih. Hati-hati angkat dan tempelkan
pada pangkal saraf.
f. Rangsangan Faradis.
- Rangsanglah saraf dengan rangsangan tunggal dengan elektroda dari suatu stimulator.
Atur kekuatan rangsangannya.(voltasenya).

Lembar kerja :
1. Rangsangan mekanis
sifat kontraksi otot :
2. Rangsangan Galvanis.
Sifat kontraksi otot pada rangsagan tutup :
Sifat kontraksi otot pada rangsangan buka :

3. Rangsangan osmotis.
Sifat kontraksi otot :
4. Rangsangan kimia
sifat kontraksi otot :
5. Rangsangan panas
sifat kontraksi otot :
6. Rangsangan Faradis

B. KONTRAKSI SEDERHANA

Tujuan Praktikum
Menentukan masa laten, masa kontraksi dan masa relaksasi dari suatu kontraksi sederhana
(atau disebut juga kontraksi tunggal) dari otot skelet.

Bahan dan alat


1. Sediaan otot saraf (n. ischiadicus dan m. gastrocnemius)
2. Larutan garam faali (NaCl 0.65%).
3. Kimograf lengkap dengan drum dan kertas pencatat.
4. Stimulator
5. Alat fiksasi otot (klem otot), alat pencatat rangsangan dan statif.

Tata kerja.
1. Fiksasi otot dengan klem (penjepit otot) atau jarum pentul besar bila digunakan bak khusus.
2. Ikatkan tendo archiles dengan benang pada alat pencatat kontraksi, jangan sampai kendur.
3. Selama perlakuan usahakan agar otot basah oleh larutan garam faali.
4. Hubungkan listrik dengan alat pencatat rangsangan.
5. Sentuhkan elektroda perangsang pada saraf atau ototnya.
6. Kemudian:
- Tekan (aktifkan) kunci rangsangan otomatis.
- Nyalakan stimulator dan atur untuk rangsangan tunggal.
- Buatlah putaran kimograf dengan putaran yang paling cepat. Nyalakan.
- Tekan kunci rangsangan tunggal sampai tercatat kontraksi otot pada kertas tromol.
- Hentikan putaran drum dengan rem atau tangan sebelum terjadi kontraksi otot yang kedua.
7. Beri tanda-tanda yang diperlukan untuk masa laten, masa kontraksi dan masa relaksasi.
Gunakan pencatat kontraksi untuk memproyeksikan puncak kontraksi pada garis dasar.
8. Hitung masa laten, masa kontraksi dan masa relaksasi. Bila kecepatan kimograf berputar dapat
diketahui (kecepatan tersebut tertera pada kimografnya) maka masa-masa tadi dapat dihitung
dengan membagi jarak masing-masing masa tadi dengan kecepatannya. Hitunglah dengan
detik atau milidetik.

Lembar kerja :
Tempelkan gambar kontraksi sederhana yang telah saudara dapatkan di laporan praktikum.

Kecepatan kimograf : mm/detik


Jarak masa laten : mm, masa laten : m detik
Jarak masa kontraksi : mm, masa kontraski : m detik
Jarak masa relaksasi : mm, masa relaksasi : m detik
(m detik = milidetik)

Pertanyaan :
1. Mengapa terjadi masa laten ?
2. Pada umumnya, mana yang lebih lama, masa kontraksi atau masa relaksasi ? mengapa?
3. Mengapa pada percobaan ini kimograf harus dijalankan (drum diputar)
dengan kecepatan maksimal?
4. Mengapa sediaan otot saraf harus selalu dalam keadaan basah oleh larutan garam faali?
A. PENGARUH BESARNYA RANGSANGAN TERHADAP KEKUATAN
KONTRAKSI.

Tujuan Praktikum
Mempelajari rangsangan subminimal, minimal, submaksimal, maksimal dan
supramaksimal dan kontraksi maksimal, submaksimal dan maksimal yang dihasilkannya.

Dasar teori
Satu berkas saraf (seperti n. ischiadicus) terdiri atas banyak serabut saraf. Tiap serabut
saraf mensarafi beberapa serabut urat daging (otot) ini disebut satu unit motor. Bila rangsangan
yang diberikan pada saraf atau ototnya kecil saja (subminimal) tak satu pun dari unit motor itu
yang terangsang. Tapi bila rangsangan diperbesar sedikit (mencapai minimal) mungkin satu dua
unit motor terangsang, sehingga terjadi kontraksi yang terkecil pada otot itu (kontraksi minimal).
Bila rangsangan diperbesar lagi (subminimal) akan terjadi kontraksi yang lebih besar dari
kontraksi minimal, yaitu kontraksi submaksimal. Dan bila rangsangan terus diperbesar sampai
mencapai maksimal akan dihasilkan kontraksi maksimal. Rangsangan yang lebih besar dari
rangsangan maksimal (supra maksimal) akan menghasilkan kontraksi yang tidak lebih besar dari
kontraksi maksimal. Hal ini disebabkan karena seluruh unit motor yang terdapat pada sediaan otot
saraf tersebut sudah terangsang semuanya (sejak rangsangan maksimal tadi).

Bahan dan alat


1. Sediaan otot saraf (n. ischiadicus dan m. gastrocnemius)
2. Kimograf, stimulator, alat pencatat kontraksi dan alat pencatat rangsangan (yang terakhir tidak
mutlak perlu).
3. Larutan garam faali (NaCl 0.65%).

Tata kerja.
1. Siapkan sediaan untuk percobaan pencatatan kontraksi seperti pada percobaan
2. Aturlah pengatur kecepatan drum pada netral.
3. Rangsanglah saraf atau ototnya dengan rangsangan tunggal (singel shock).
4. Geser/putar drum ½ - 1cm dengan tangan
5. Perbesar rangsangan, ulangi no.3 dan no.4
6. Perbesar lagi rangsangan dan ulangi no.3 dan no.4 sampai didapatkan beberapa kontraksi
maksimal.
7. Bila tidak menggunakan pencatat rangsangan, berilah tanda di bawah garis dasar pada setiap
kali memberi rangsangan.

Lembar kerja :
Tempelkan hasil rekaman saudara di bawah ini.

Rangsangan subminimal : volt


Rangsangan minimal : volt
Rangsangan maksimal : volt
Rangsangan supramaksimal : volt

Pertanyaaan :
1. Apakah sama pada setiap sediaan otot saraf besarnya rangsangan minimal dan rangsangan
maksimal? mengapa ?
2. Mengapa pada rangsangan supramaksimal, kontraksi yang didapatkan sama dengan kontraksi
maksimal?
3. Mengapa pada rangsangan subminimal tidak ada kontraksi ?
4. Apa itu hukum ’All or None’ (gagal atau tuntas) ?
B. KONTRAKSI TETANUS DAN KELELAHAN

Tujuan Praktikum
Mempelajai terjadinya kontraksi yang berturut-turut (tetanus) dan kelelahan yang
diakibatkan..
Dasar teori
Bila frekuensi rangsangan rendah, kontraksi-kontraksi yang dihasilkannya berupa
kontraksi-kontraksi sederhana dengan relaksasi sempurna. Di sini juga terjadi treppe. Bila
frekuensi dipertinggi maka terjadi kontraksi-kontraksi dengan relaksasi yang tidak sempurna, yang
disebut kontraksi tetanus inkomplit. Bila frekuensi dipertinggi lagi otot tidak sempat lagi relaksasi
terjadi kontraksi terus yang disebut kontraksi tetanus komplit. Kontraksi ini meningkat terus. Tapi
pada suatu saat kontraksi ini menurun, karena otot sudah mengalami kelelahan.

Bahan dan alat


1. Aturlah rangsangan maksimal atau sedikit diatasnya
2. Aturlah kecepatan kimograf pada kecepatan 3.
3. Buatlah rangsangan dengan frekuensi rendah sampai tinggi sambil melakukan pencatatan.
Dapat pula dihentikan dahulu setiap kali melakukan perubahan frekuensi.
4. Setelah terjadi tetanus komplit teruskan perangsangan sampai kontraksi menurun.
5. Hentikan dan berikan tanda-tanda seperlunya.

C. KERJA LUAR OTOT DENGAN PEMBEBANAN DI DEPAN DAN PEMBEBANAN DI


BELAKANG

Tujuan Praktikum

Menghitung kerja luar otot dengan pembebanan di belakang dan pembebanan di muka.

Dasar teori
Sampai batas tertentu kontraksi otot yang direnggang sebelumnya (pembebanan di depan),
akan menghasilkan kerja luar yang lebih besar dibanding dengan kerja luar otot tanpa direnggang
terlebih dahulu. Perenggangan yang optimal didapatkan pada panjang mula-mula (initial length)
yaitu bila otot yang masih intak dengan tulang kerangka yang direnggang sepenuhnya sewaktu
hewan hidup. Bila beban 5 gram diangkat setinggi 7cm maka kerja luar otot tersebut adalah 35
gram cm.

Tata kerja
1. Atur kecepatan kimograf pada netral
2. Atur besar rangsangan sedikit di atas maksimal
3. Atur penahan pencatat kontraksi sedemikian sehingga :
- Pada pembebanan dibelakang penahan ini harus menahan pencatat setiap kali penambahan
beban
- Pada pembebanan dimuka penahan ini dikendurkan agar otot dapat terenggang oleh beban
sebelum dirangsang.
4. Buatlah pencatatan kontraksi dengan beban dari 0 - 60 gram.
5. Beban harus digantung persis di bawah ikatan tendo archiles pada alat pencatat. Bila digantung
diluar itu maka berat beban harus diperhitungkan dengan mengalikanya dengan jarak
pengumpil ke beban dibagi dengan jarak pengumpil ke ikatanya dari tendo archiles.
6. Tinggi pengangkatan beban adalah tinggi kontraksi otot itu dengan pembebanan dan dapat
dihitung sebagai berikut : tinggi kontraksi otot berbanding tinggi pencatatan kontraksi sama
dengan jarak pengumpil ke pengikat otot berbanding jarak pengumpil ke ujung alat pencatat.
7. Beri tanda-tanda seperlunya.

Lembaran kerja.
Tempelkan hasil percobaan saudara di bawah ini.
Pembebanan di belakang

Pembebanan di muka

Buat daftar perhitungan kerja luar percobaan saudara.

Pertanyaan
1. Pada beban berapa kerja yang optimal pada pembebanan di belakang dan pembebanan di muka
?
2. Buat grafik pada gambar yang sama kerja luar vs beban pada pembebanan di belakang dan
pembebanan di muka.
1

DARAH

A. SEDIAAN NATIF DARAH.

Tujuan Praktikum
Mengamati darah tanpa diproses khusus terlebih dahulu.
1. Memperhatikan bentuk-bentuk sel-sel darah, ada tidaknya sel eritrosit yang mengalami
krenasi (pengerutan), bentuk ”rouleaux” sel-sel eritrosit, perbedaan antara eritrosit dan
leukosit.
2. Mengamati ada tidaknya mikro organisme atau parasit di dalam darah.

Dasar teori
Rouleau (rouleaux, jamak) : suatu formasi eritrosit yang saling berlekatan
membentuk deretan seperti uang logam yang dideretkan. Biasanya terlihat di dalam
sediaan natif, darah kuda dan kucing yang sehat juga dapat terlihat pada anjing dan babi ,
tetapi jarang pada sapi, kambing dan domba.
Mikroorganisme di dalam darah, misalnya larva dari Dirofilaria immitis pada
anjing, “Trypanosoma” pada vertebrata umumnya , berenang diantara sel-sel darah dan
dapat terlihat dalam preparat natif dengan menggunakan mikroskop.

Bahan dan alat


1. Jarum penusuk pembuluh darah/alat pengambil darah lainnya;
2. Alkohol 70%;
3. Larutan fisiologis NaCl 0.9 %;
4. Kapas;
5. Kaca benda (object glass) dan kaca penutup (cover glass);
6. Mikroskop, dengan objektif 10x dan 40x, dan okuler 10x;
7. Gunting (kalau perlu).

Tata kerja
- Bersihkan alat-alat yang akan dipakai untuk pemeriksaan ini.
- Bersihkan daerah pengambilan darah dengan alkohol 70%, bila daerah tersebut
berbulu, hilangkan bulunya terlebih dahulu dengan menggunakan gunting.
- Pada kaca benda teteskan 1-2 tetes larutan fisiologis NaCl.
- Tusuk pembuluh darah, ambil darah dan teteskan pada kaca benda tadi yang telah ada
larutan fisiologisnya. Campur dengan hati-hati, dan tutuplah dengan kaca penutup.
- Letakkan di bawah mikroskop yang telah disediakan terlebih dahulu dan amatilah
dengan cermat dengan menggunakan pembesaran 100x, kemudian 400x.
- Setelah selesai mikroskop harus dibersihkan kembali.

Lembar kerja
1. Gambar butir-butir darah, yang terllihat di bawah mikroskop.

2. Pengamatan sel lainnya :

3. Pengamatan terhadap ada tidaknya mikro-organisme di dalam darah :

Pertanyaan
1. Dalam keadaan apa bentukan Rouleaux meningkat di dalam darah ?
2. Apa perlunya bulu di daerah pengambilan darah dicukur/dihilangkan ?
2

3. Apakah pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengamati macam-macam bentuk


leukosit di dalam darah ? jelaskan jawaban anda !

B. LAJU ENDAP DARAH (LED)

Tujuan Praktikum
Menentukan Laju Endap Darah/Laju Endap Eritrosit dengan menggunakan pipet
atau tabung Westergren.

Dasar Teori
Laju Endap Darah (LED) atau Blood Sedimentation Rate (BSR), seringkali disebut
juga Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) = Laju Endap Eritrosit (LEE).
Darah yang dicampurkan dengan antikoagulan bila dibiarkan dalam pipet/tabung
Westergren, butir-butir darahnya akan mengendap. Laju Endap Darah ditentukan dengan
membaca batas penurunan permukaan eritrosit yang mengendap pada skala pipet, dalam
waktu tertentu (1 jam).

Bahan dan Alat


Pipet/tabung Westergren yang berskala 0 - 100 mm dengan raknya.

Tata Kerja
- Darah dicampur dengan antikoagulan (Na sitrat) dengan perbandingan 4 : 1.
- Pipet/tabung Westergren diisi dengan campuran darah dengan antikoagulan sampai
skala 0 atau 100 mm.
- Tempatkan tegak lurus di rak.
- Biarkan selama 1 jam pada suhu kamar.
- Baca pada skala pipet, batas penurunan permukaan eritrosit yang mengendap (dalam
mm)

Lembar Kerja
Hasil Pengamatan LED:

Pertanyaan
1. Dalam keadaan apa pemeriksaan ini dilakukan? Jelaskan dengan singkat!
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi LED?
3. Menurut literatur, dalam keadaan normal, diantara hewan-hewan anjing, sapi, kambing
dan kuda, hewan yang mana mempunyai LED yang tercepat? dan yang sangat lambat?

C. MENGHITUNG JUMLAH BUTIR DARAH MERAH DAN JUMLAH


BUTIR DARAH PUTIH

Tujuan Praktikum
1. Menghitung jumlah butir darah merah (BDM, eritrosit) per mm3 (cmm).
2. Menghitung jumlah butir darah putih (BDP, lekosit) per mm3 (cmm).
3

Dasar Teori
Dengan menggunakan pipet eritrosit/lekosit, darah dicampur dengan larutan
pengencer. Kemudian dengan menggunakan Hemositometer (kamar hitung), banyaknya
butir darah per mm3 dihitung di bawah mikroskop dan setelah dikoreksi terhadap faktor
pengenceran, jumlah BDM/BDP per mm3 darah dapat ditentukan.

Bahan dan alat


- Hemositometer Neubauer atau merk lainnya, yang terdiri atas :
a. Kamar hitung dan kaca penutupnya.
b. Pipet (pengencer) eritrosit, dengan ciri di dalamnya terdapat butiran berwarna
merah dan skala pada pipet tersebut :0.5-1.0-101.
c. Pipet (pengencer) lekosit, dengan ciri di dalamnya terdapat butiran berwarna putih,
dan skala pada pipet ini :0.5-1.0-11. kedua pipet tersebut dilengkapi dengan
aspirator.
d. Mikroskop biasa, dengan objektif 10x dan 45x.
Okuler : 10x
Larutan pengencer (dapat dipilih) :
Untuk eritrosit misalnya, larutan Hayem :
Untuk lekosit pada mamalia, misalnya larutan Turk.
Lekosit aves : modifikasi Rees dan Ecker (larutan BCB 0.3 %).
e. Alat pengambil darah : lanset/jarum Franke : alkohol 70% kertas atau kain
penyerap yang halus (kertas tissue): gunting kalau perlu.
f. Cawan/mangkok kecil (2) untuk tempat larutan pengencer.
g. Alat untuk menghitung (hand tally).

Tata kerja
- Siapkan kamar hitung. Dengan hati-hati bersihkan dengan kain yang bersih dan lunak,
juga siapkan mikroskop.
- Periksa/amati kamar hitung di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x (objektif
10x dan okuler 10x), maka akan terlihat gambar kotak-kotak seperti contoh gambar 7.
- Ukuran-ukuran kamar hitung sebagai berikut.
a. Panjang seluruh kamar hitung : 3mm
b. Lebar seluruh kamar hitung : 3mm
c. Kamar hitung dibagi dalam 9 butir sangkar besar, yang masing-masing mempunyai
luas 1mm2 .
d. Empat bujur sangkar yang terletak di keempat sudut kamar hitung, masing-masing
terdiri atas 16 buah bujur sangkar yang luasnya 1/16 mm2.
e. Satu dari 9 bujur sangkar yang besar, yang terletak ditengah-tengah, terdiri atas 25
buah bujur sangkar kecil (dibatasi oleh garis tebal). Setiap bujur sangkar yang kecil
ini dibagi dalam 16 bujur sangkar yang lebih kecil lagi (terkecil), dengan ukuran
luas(1/20 x 1/20) mm2 = 1/400mm2.
f. Kedalaman kamar hitung (tinggi) ialah jarak antara dasar kamar hitung dan kaca
penutupnya = 1/10 mm.
Teknik menghitung
a. Untuk menghitung butir darah putih digunakan 4 kotak yang terletak di keempat
sudut kamar hitung (yang masing-masing terdiri atas 16 bujur sangkar, pada
gambar diberi tanda huruf W). Satu kotak mempunyai luas 1mm2 dan dalamnya
1/10 mm, jadi ruangan untuk menghitung jumlah butir darah putih seluruhnya
mempunyai ukuran isi = (4x1x1/10)mm3 = 4/10 mm3.
4

Gambar 10. Hemositometer Nerbauer dilihat dari atas (a) dan samping (b)

Gambar 11. Pengamatan Hemositometer Neubauer di bawah mikroskop


Gambar dikutip dari buku CL Ghai, A Textbook of Practical Physiology)
Kotak W untuk menghitung BDP : 4 buah
Kotak R untuk menghitung BDM : 5 buah

b. Untuk menghitung butir darah merah gunakan 5 kotak kecil (R) yang terletak di
bagian tengah kamar hitung, ialah 4 buah yang terletak di sudut, dan sebuah
terletak di tengah-tengah. Masing-masing kotak kecil ini terdiri atas 16 kotak
dengan ukuran terkecil yang berukuran 1/20 mm x 1/20 mm = 1/400 mm2 luasnya,
dan kedalamanya 1/10 mm. (ukuran ini yang biasanya tercantum pada alat
Hemositometer).
c. Satu kotak kecil mempunyai luas (16 x 1/400) mm2 dan dalamnya 1/10 mm,
sehingga jumlah isi ruangan yang dihitung eritrositnya = 5 x (16x1/400x1/10) mm3
= 80/4000 mm3 = 1/50 mm3.
d. Semua butir darah yang terletak di dalam kotak yang telah ditentukan dihitung
jumlahnya. Bila ada butir-butir darah yang terletak pada garis-garis tepi bujur
sangkar, maka yang dimasukkan dalam perhitungan ialah yang terletak pada dua
buah garis (sisi) yang membentuk sebuah sudut, misalnya garis (sisi) atas dan
samping kiri, dan ini harus konsisten. Lihatlah gambar di bawah.
5

Gambar 12. Panduan cara menghitung butir darah

- Teknik mengisi kamar hitung untuk menghitung butir darah merah (eritrosit) :
a. Pasang aspirator pada ujung pipet eritrosit.
b. Setelah dibersihkan daerah tempat pengambilan darah, tusuk pembuluh darahnya.
Darah yang pertama keluar dihapus dulu, dengan menggunakan aspirator pada
pipet, isaplah darah yang keluar berikutnya, sampai batas angka 0.5 atau 1.0 pada
pipet eritrosit.
c. Bersihkanlah ujung pipet dengan kertas atau kain yang halus (kertas tissue).
d. Dengan cepat dan hati-hati, isaplah larutan pengencer Hayem sampai tanda 101
yang tertera pada pipet. Harus diperhatikan pada saat mengisap darah atau larutan
pengencer, tidak boleh ada gelembung udara. Bila hal ini terjadi, harus diulang ,
juga bila terdapat bekuan. Pengencer diisap tidak boleh melebihi tanda 101 (Bila
kelebihan sedikit, dengan hati-hati singgungkanlah ujung pipet pada kertas tissue.
Jangan ditiup).
e. Lepaskan aspirator dengan hati-hati dari pipetnya. Harus dijaga agar tidak ada
cairan yang keluar dari pipet.
f. Dengan menutup kedua ujung pipet dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan,
kocoklah isi pipet dengan cara membuat gerakan angka (8) agar campuran yang
terdapat dibagian pipet yang membesar tercampur sempurna.
g. Buang cairan pada ujung pipet.
h. Masukkan dengan hati-hati setetes cairan kedalam kamar hitung dengan cara
menempelkan ujung pipet pada tempat pertemuan antara dasar kamar hitung dan
kaca penutup.
i. Biarkan butir-butir darah yang ada di dalam kamar hitung mengendap.
j. Hitung jumlah butir darah merah dengan menggunakan teknik yang telah
dikemukakan tadi.

Gambar 13. Pipet eritrosit dan aspiratornya (0.5-1-101)


6

Gambar 14. Pipet leukosit dan aspiratornya (0.5-1-11)


Pengenceran darah didalam pipet eritrosit dan leukosit

0.5 0.5
Vol. Darah vol. Darah
+99.5 vol. Lar +9.5 vol. Lar
Pengencer. Pengencer.
100x 20x

Untuk eritrosit untuk leukosit

Teknik untuk menghitung jumlah butir darah putih (leukosit) sama dengan menghitung
butir darah merah, perbedaanya terdapat pada macam pipet, larutan pengencer, dan ruang
hitungnya.
- Dengan pipet leukosit, darah diisap sampai tanda 0.5 atau sampai 1.0
- Kemudian larutan pengencer Turk diisap sampai tanda 11 pada ujung lain pipet ini.
- Selanjutnya caranya sama dengan untuk BDM.
Perhitungan :
Untuk BDM :
Volume ruangan kamar hitung yang digunakan 5 kotak R (lihat contoh gambar 14)
= 5 x 16 x 1/4000mm3 = 1/50 mm3. bila jumlah BDM dalam ruangan tersebut = a
butir, maka
1/50 mm3 a butir
3
1 mm a x 50 butir
Faktor koreksi pengenceran. Darah 0.5, larutan pengencer sampai 101 dikurangi 1
bagian yang tidak ikut dicampur (dibuang), sehingga pengenceranya 200 x.
Jadi : Jumlah butir darah merah per mm3 darah = 200 x 50 x a butir =
a x 104 butir.

Untuk BDP :
Volume ruangan kamar hitung yang digunakan dalam perhitungan
BDP : 4 kotak besar (kotak W dalam gambar 14) = 4 x 1 mm2 x 1/10 mm
= 4/10 mm3
Bila jumlah BDP dalam ruangan tersebut = b butir, maka
1 mm3 10/4 x b
Faktor pengenceran.
Darah 0.5 larutan pengencer sampai 11 dikurangi 1 bagian yang tidak ikut
tercampur (dibuang), sehingga pengencerannya 20 x.
7

Jadi :
Jumlah BDP per mm3 darah = 20 x 10/4 x b butir
= b x 50 butir

D. KADAR HEMOGLOBIN (METODA SAHLI)


Metoda ini masih banyak digunakan di lapangan dan laboratorium klinik, tetapi sudah
jarang digunakan dalam penelitian, karena kurang akurat.

Dasar Teori
Darah dengan larutan HCl 0.1 N akan membentuk hematin yang berwarna coklat.
Warna disamakan dengan warna standar sahli dengan menambahakan aquadestilata
sebagai pengencer.

Bahan dan alat.


1. Hemoglobinometer Sahli, terdiri atas :
- Tabung Sahli berskala (% atau gr %)
- Pipet Sahli 0.020 ml. (20 cmm) dan aspirator.
- standar warna Sahli
- Alat pengaduk
- Pengukur waktu (tidak selalu tersedia)
2. HCl 0.1 N
3. Aquadestilata
4. Jarum penusuk pembuluh darah (lanset, franke, atau lainnya).
5. Gunting (bila perlu)
6. Alkohol 70 % dan kapas

Tata kerja
- Isilah tabung Sahli dengan larutan HCl 0.1 N sampai angka 10 (garis paling bawah
pada tabung)
- Bersihkan tempat pengambilan darah dengan menggunakan kapas beralkohol dan
biarkan kering. Bila daerahnya berbulu, misalnya telinga kelinci atau kaki anjing,
gunting dahulu bulunya.
- Tusuklah pembuluh darah dengan menggunakan franke/lancet isaplah darah dengan
pipet sahli sampai batas 20 (0.02ml) perlahan-lahan.
- Bersihkan ujung pipet dan segera masukkan darah ke dalam tabung Sahli. Tabung
sahli diletakkan diantara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer.
- Biarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna coklat.
- Dengan meggunakan pipet tetes, tambahkan ke dalam tabung setetes demi setetes
aquadestilata sambil diaduk, sampai warna sama dengan warna standar.
- Bacalah tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli, dengan melihat skala jalur gr %,
yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100ml darah. Jalur skala
lainnya pada tabung Sahli kalau ada yang menunjukan % Hemoglobin terhadap nilai
hemoglobin normal 15.6 gr %, atau nilai normal lainya yang tertera pada alat
hemoglobinometer.

Lembaran kerja
Kadar hemoglobin : gr %
Kadar hemoglobin : % dari nilai normal
Atau = gr %
8

Pertanyaan
1. Apakah hasil yang anda dapatkan dari kedua cara pembacaan sama ? mengapa?
Jelaskan!
2. Bila tidak ada pipet Sahli di dalam alat hemoglobinometer, (kemungkinan sudah
pecah), apakah dapat dipakai pipet buka Sahli yang volume 20 ml? Mengapa?
Jelaskan?

E. HEMATOKRIT (% VOLUME BDM)

METODA MIKROHEMATOKRIT

Tujuan Praktikum
Menentukan nilai hematokrit (%volume eritrosit) di dalam darah dengan metoda
mikrohematokrit

Dasar Teori
Darah yang tercampur dengan antikoagulan dipusing dengan alat “centrifuge”
sehingga terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas butir-butir darah
merah atau eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan darah.

Bahan dan alat


- Pipet mikrokapiler yang dilapisi heparin (heparinized microcapilary tube)
- Alat pemusing (centrifuge) mikrokapiler
- Alat untuk membaca hematokrit mikrokapiler (micro capilary reader)
- Crestaseal (penyumbatan pipa kapiler ) atau microburner (api)
- Perlengkapan untuk mengambil darah: Jarum penusuk pembuluh darah atau lancet,
alkohol 70%, kapas dan gunting bila perlu.

Tata kerja
- Bersihkan daerah pengambilan darah.
- Tusuk pembuluh darah dan setelah darah keluar, tempelkan ujung mikrokapiler yang
bertanda (merah) pada tetesan darah tadi. Biarkan darah mengalir sendiri mengisi 4/5
bagian pipa kapiler.
- Sumbat pipa ujung kapiler yang bertanda (tidak selalu bertanda ) dengan crestaseal
atau bakar ujung pipa tersebut dengan hati-hati.
- Tempatkan pipa kapiler dalam alat pemusing, ujung yang disumbat ditempatkan
menjauhi pusat alat pemusing.
- Pusing dengan alat pemusing mikrokapiler (microcentrifuge) selama 5 menit dengan
kecepatan 11.500-15.00 RPM atau 15 menit dengan kecepatan 2.500-4.000 RPM.
- Setelah dipusing, terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas lapisan plasma yang
jernih dibagian teratas, kemudian lapiasan putih abu-abu (buffy coat) ialah trombosit
dan leukosit dan lapisan merah eritrosit.
- Nilai Hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari
darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapilary hematocrite
reader).
- Ada beberapa macam alat untuk mengukurnya, yang sederhana cara memakainya
adalah:
a. Letakkan dasar lapisan merah pada pipa kapiler tepat pada garis (pipa tegak lurus)
dan permukaan lapisan plasma (pertemuan antara plasma dan udara) memotong
garis horizontal 100%.
9

b. % Hematokrit dapat dibaca pada bagian kanan yang bertepatan dengan tinggi
kolom/lapisan eritrosit dalam pipa kapiler.

Pipa mikrokapier yang berlapis heparin setelah diisi darah dan di pusing dengan alat
micro-centrifuge terbentuk lapisan-lapisan sebagai berikut :

Terbuka !

Lapisan jernih : plasma

Lapisan putih abu-abu (buffy coat) : trombosit dan leukosit.

Lapisan merah : eritrosit (BDM)

Cresta seal

Gambar 15. Pipet mikrokapiler yang berlapis heparin

F. MENGHITUNG MCV, MCH DAN MCHC

MCV (Mean = PCV x 10 = ....... µm3


Corpuscular Volume) Jumlah BDM (dalam juta/mm ) 3

Contoh perhitungan:
PCV (Hematokrit) = 45% = 45 ml eritrosit dalam 100 ml darah
Total eritrosit = 5 x 106/mm3
1 m = 100 cm = 106 µm
1 cm = 104 µm
1 cm3 = 104 x 104 x 104 µm3 = 1012 µm3
Massa jenis air pada suhu 4oC = 1, jadi 1 cm3 = 1ml, 1 ml = 1012 µm3
45 ml = 45 x 1012 µm3 → Volume total eritrosit
Mencari total jumlah eritrosit dalam 100 ml darah:
1 cm = 10 mm, jadi 1 cm3 = 103 mm3
1 ml = 103 mm3, sehingga 100 ml = 105 mm3
Di dalam 1 mm3 darah terdapat 5 x 106 eritrosit, sehingga di dalam 100 ml terdapat 5 x 106
x 105 = 5 x 1011 sel eritrosit
Artinya volume dari 5 x 1011 sel eritrosit adalah 45 x 1012 µm3
MCV (Volume 1 buah 45 x 1012 µm3 45 x 10
= = = 90 µm3
eritrosit) 5 x 1011 sel 5
10

MCH (Mean Corpuscular Hb dalam gr % x 10


=
Hemoglobin) Jumlah BDM (dalam juta/mm3)
Contoh perhitungan:
Hb = 15 gr%
1 gram = 1012 pg, sehingga 15 gram = 15 x 1012 pg
Total Hb dalam 5 x 1011 sel eritrosit di dalam 100 ml darah adalah 15 x 1012 pg
MCH (Total Hb dalam 1 15 x 1012 pg 15 x 10 30 pg
= 11 = =
buah eritrosit) 5 x 10 5

MCHC (Mean Corpuscular Hb dalam gr % x 100


Hemoglobin = PCV
Concentration)

Pertanyaan
1. Untuk Tujuan Praktikum apa dilakukan penghitungan jumlah butir darah merah per
mm darah ? dan jumlah butir darah putih ?
2. Terangkan :

Parameter Pengamatan Normal Kesimpulan


BDM
Hemoglobin gr %
%
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC

G. MENGHITUNG JUMLAH TROMBOSIT CARA TIDAK LANGSUNG

Dasar Teori
Dari preparat ulas yang telah diwarnai dengan Giemsa atau Wright, dihitung
(sampel darah ayam) perbandingan jumlah trombosit dan butir-butri berbentuk oval
(eritrosit + trombosit) dan jumlah butir-butir darah berbentuk oval per mm3 darah dihitung
dengan menggunakan hemositometer, maka jumlah trombosit per mm3 dapat ditentukan.

Bahan dan alat:


- Seperti pada praktikum penghitungan butir darah merah
- Preparat ulas darah yang telah diwarnai dengan pewarna Giemsa

Tata kerja
- Catat data jumlah butir darah merah yang telah diperoleh sebelumnya
- Hitung banyaknya trombosit yang terdapat dalam 1000 butir darah berbentuk oval
(eritrosit + trombosit) dari preparat ulas yang telah diwarnai
- Lakukan penghitungan di bawah mikroskop dengan objektif 100x dan okuler 10x
dengan memakai minyak emersi
- Jumlah trombosit per mm3 darah dihitung dari kedua hasil perhitungan tersebut di atas.
11

H. SEDIAAN APUS DARAH TEPI DAN DIFRENSIASI BDP

Tujuan Praktikum
1. Mempelajari membuat sediaan apus darah
2. Mengamati berbagai macam bentuk butir-butir darah yang terdapat pada preparat darah
perifer.
3. Menghitung % jenis-jenis BDP (lekosit) pada sediaan ulas darah perifer.

Dasar Teori
Sediaan ulas darah diwarnai dengan zat warna campuran asam dan basa (Giemsa,
Wright, Hematoksilin eosin dan sebagainya) akan menyebabkan komponen-komponen
asam dari sel darah berwarna biru atau biru keungu-unguan, dan komponen basa dari sel
berwarna merah. Dengan menggunakan mikroskop, berbagai bentuk butir-butir darah
dapat diamati dan di pelajari, juga % jenis-jenis butir darah putih dapat dihitung.

Gambar 16. Sel darah merah dan sel darah putih

Bahan dan alat


- Gelas objek 2 buah
- Bak pewarna, pipet tetes.
- Mikroskop (obj.10x ; ok. 10x)
- Zat warna Giemsa atau Wright
- Metil alkohol (jika memakai zat warna Giemsa)
12

- Minyak emersi, xylol


- Alkohol 70%, kapas, jarum tusuk
- Buffer fosfat Ph 6.4 - 6.7

Tata kerja
1. TEKHNIK MEMBUAT SEDIAAN APUS DARAH
- Dua buah gelas objek disiapkan dalam keadaan bersih
- Setelah darah ditempatkan 2 cm dari ujung sebuah gelas objek (sebelah kanan)
- Pegang bagian ujung lain gelas objek tersebut pada kedua sudutnya (sebelah kiri)
dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri (atau letakkan saja gelas objek di atas meja
yang rata). Dengan tangan kanan, pegang gelas objek lainnya (ibu jari dan keempat
jari tangan kanan memegang pinggir-pinggir gelas objek) dan letakan bagian ujung
depan gelas objek ini pada gelas objek yang tadi (pertama), sehingga membentuk
sudut 30o di depan setetes darah tadi.
- Gerakan gelas objek yang ditangan kanan kebelakang (sudut tetap 30o) sampai
menyinggung tetesan darah tadi, sehingga darah menyebar sepanjang sudut antara
kedua gelas objek.
- Segera setelah darah menyebar, dengan hati-hati, tanpa mengangkat gelas objek,
dan sudut tetap 30o, gelas objek ditangan kanan didorong ke depan, maka terbentuk
sediaan apus yang tipis. Besarnya sudut antara kedua gelas objek menentukan
ketebalan sediaan apus. Makin besar sudut, makin tebal sediaan apusnya.
- Sediaan apus dikeringkan, kemudian diwarnai.

Gambar 17. Cara memegang gelas objek untuk membuat sediaan ulas darah.

2. TEKHNIK MEWARNAI SEDIAAN APUS DARAH.


Pewarnaan dengan zat warna GIEMSA :
- Masukkan sediaan apus darah yang sudah dikeringkan di udara, ke dalam metil
alkohol (cairan fiksasi) selama 5 menit.
- Angkat, keringkan, kemudian masukkan ke dalam larutan zat warna Giemsa,
biarkan selam 30 menit.
- Angkat preparat, dan cuci kelebihan zat warna dengan menggunakan air keran
yang mengalir.
- Keringkan di udara, atau menggunakan kertas isap (preparat diletakan diantara
dua lembar kertas isap dan perlahan-lahan ditekan-tekan.
Pewarnaan dengan zat warna Wright.
- Letakkan horizontal sediaan apus darah (yang sudah dikeringkan) pada bak
pewarna.
- Tetesi seluruh permukaan apusan darah dengan larutan zat warna Wright
sebanyak 10-15 tetes, dan biarkan selama 1menit.
13

- Tambahkan larutan buffer fosfat sebanyak zat warna yang dipakai tadi pada
seluruh permukaan preparat (tanpa membuang zat warna). Usahakan agar
larutan buffer bercampur dengan larutan zat warna.
- Biarkan sampai terbentuk lapisan hijau metalik (mengkilat) pada permukaan
preparat 4 menit.
- Buang cairan, dan cuci preparat dengan aquades, atau di bawah air keran yang
mengalir.
- Keringkan di udara atau dengan kertas isap.
- Periksa di bawah mikroskop untuk melihat apakah cukup baik pewarnaannya.
Bila tidak cukup baik, dapat diwarnai lagi.

3. CARA MEMERIKSA SEDIAAN APUS, IDENTIFIKASI MACAM BUTIR-


BUTIR DARAH DAN HITUNG % JENIS-JENIS LEUKOSIT.
- Siapkan mikroskop dengan objektif 100x dan okuler 10x
- Periksa seluruh permukaan preparat, preparat yang baik akan menunjukkan warna
kontras merah, biru keunguan dan biru tua, misalnya:
a. Eritrosit berwarna merah.
b. Inti lekosit berwarna ungu tua atau biru tua.
c. Granula di dalam sitoplasma granulosit ada yang berwarna merah, biru atau
netral (antara merah dan biru)
d. Trombosit berwarna kebiru-biruan
Pengamatan butir-butir darah pada sediaan apus.
- Tetesi preparat dengan minyak emersi (obj : 100x; ok : 10x)
- ERITROSIT: Bentuk; Besar dan Warna, sama atau tidak
- RETIKULOSIT (kadang-kadang terlihat)
- TROMBOSIT
- LEUKOSIT :
A. GRANULOSIT :
1. EOSINOFIL : Granula merah, besar-besar
2. BASOFIL : Granula biru tua, besar-besar
3. NEUTROFIL : Granula netral, halus
Bentuk muda : Inti berbentuk batang
Bentuk tua : Inti berbentuk segmen
B. AGRANULOSIT :
- LIMFOSIT : Inti bulat, biru tua, sitoplasma sedikit, biru
muda.
- MONOSIT : Inti berlekuk, biru tua, stoplasma banyak,
biru muda.

Lembaran kerja :
Hasil pengamatan butir-butir darah yang terdapat pada preparat (nama dan
gambaran/deskripsi) :

4. CARA MENGHITUNG % JENIS-JENIS BDP (DIFERENTIAL LEUCOYTE


COUNT)
- Setelah bentuk jenis-jenis BDP diamati/dipelajari, hitunglah % masing-masing
jenis pada preparat ulas darah tersebut.
- Agar butir darah yang telah dihitung tidak terhitung lagi, lakukan cara
menghitung seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.
14

- Bila telah selesai bekerja, bersihkan mikroskop sebelum dikembalikan/disimpan


dengan lap yang bersih dan halus. Bila menggunakan minyak emersi, bersihkan
dengan xylol.

Lembaran kerja
HASIL :
%jenis-jenis BDP :
Neutrofil : berinti batang : = %
Neutrofil : berinti segmen : = %
Eosinofil : = %
Basofil : = %
Limfosit besar : = %
Limfosit kecil : = %
Monosit : = %
______________
Jumlah butir = %

Pertanyaan
1. Sebutkan perbedaan bentuk BDM antara manusia, kambing, katak, dan ikan.
2. Di antara jenis-jenis BDP, terdapat perbedaan bentuk BDP, kelinci dan ayam yang
nyata. Jelaskan perbedaan tersebut.
3. Dalam keadaan apa % eosinofil di dalam darah meningkat?

I. WAKTU BEKU DARAH

Tujuan Praktikum
Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor
hewan/manusia.

Dasar Teori
Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, dari sifat cair
menjadi padat (fibrinogen menjadi fibrin). Waktu yang diperlukan untuk perubahan ini
disebut waktu beku darah = waktu koagulasi darah.
Ada cara-cara yang cepat untuk menentukan WAKTU BEKU DARAH.

Cara 1:
Bahan dan Alat
- Gelas arloji berlapis parafin
- Jarum pentul
- Alat pencatat waktu (stopwatch atau arloji tangan)
- Alat penusuk: lanset yang steril
- Alkohol 70%
- Kapas - Gunting (kalau perlu)
15

Tata kerja
- Bersihkan bulu di tempat pengambilan darah dengan gunting, kemudian usapkan
kapas beralkohol (70%) dan biarkan kering.
- Tusuk daun telinga dengan lanset yang steril, dan catatlah waktu pada saat darah
keluar dari pembuluh darah (luka).
- Pindahkan 1 - 2 tetes darah dengan cepat ke dalam gelas arloji yang berlapis parafin.
- Dengan menggunakan kepala jarum pentul, tusukkan ke dalam tetesan darah dan
angkat. Lakukan demikian setiap setengah menit, sampai ada benang fibrin terlihat,
dan catat lagi waktunya.
- Waktu dari mulai darah keluar dari pembuluh darah (luka) sampai terbentuk benang
fibrin disebut waktu beku darah.

Ca ra 2:
Bahan dan alat
- Pipa kapiler dari gelas tanpa heparin
- Lanset yang steril
- Alkohol 70%
- Kapas
- Gunting (kalau perlu).

Tata Kerja
- Bersihkan bulu di tempat pengambilan darah, kemudian usap dengan kapas
beralkhohol, biarkan kering.
- Tusuk pembuluh darah dengan lanset steril, dan catatlah waktu saat darah keluar dari
pembuluh darah (luka).
- Tempelkan pipa kapiler gelas pada darah (jangan menempel pada lukanya), dan
biarkan darah mengalir sendiri ke dalam pipa kapiler sampai + 4/5 panjang pipa.
- Tunggu 2 menit, dan patahkan + 1/10 bagian dari panjang pipa yang berisi darah tadi.
- Lakukan kemudian hal yang sama setiap 1/2 menit sampai terlihat benang fibrin, dan
catat lagi waktunya.
- Waktu dari saat pencatatan waktu yang pertama, sampai pencatatan waktu kedua saat
terlihat benang fibrin adalah waktu beku darah.

Lembar Kerja
Hasil Pengamatan:

Pertanyaan
k. Apa guna gelas arloji dilapisi parafin?
l. Mengapa harus digunakan pipa kapiler tanpa heparin?
m. Kapan diperlukan pemeriksaan waktu beku darah ini?
n. Terangkan teori mekanisme pembekuan darah dengan singkat!

J. WAKTU PERDARAHAN

Tujuan
Menentukan waktu perdarahan menurut metoda Duke

Dasar Teori
Waktu perdarahan adalah suatu ukuran dari proses hemostasis dan proses
koagulasi. Waktu perdarahan tergantung pada efisiensi cairan tenunan dalam
16

mempercepat proses koagulasi, fungsi pembuluh kapiler darah dan trombosit, terutama
jumlah trombosit di dalam darah dan kemampuannya untuk membentuk sumbat (trombus).
Banyak metoda untuk menentukan waktu perdarahan, antara lain metoda Duke, metoda
Ivy dan lain-lain.

Prinsip
Tusuk daun telinga atau ujung jari dengan menggunakan alat tusuk dari Bard-
Parker No. 11 (lanset). Panjangnya waktu dari saat darah keluar dari pembuluh darah
(luka) sampai perdarahan berhenti dicatat.

Bahan dan Alat


- Lanset yang steril (Bard-ParkerNo. 11) - Kertas filter
- Pencatat waktu (stopwatch; arloji tangan) - Alkohol 70%
- Kapas - Gunting (kalau perlu)

Tata kerja
- Bersihkan daun telinga dari bulu dengan gunting, kemudian usap dengan kapas
beralkhohol.
- Setelah alkohol kering, tusuk daun telinga dengan lanset steril dan pada saat darah
keluar dari luka (jangan ditekan, biarkan darah mengalir sendiri), mulailah mencatat
waktu (waktu 0 detik).
- Setiap 30 detik, tempelkan kertas filter pada darah yang keluar dari pembuluh darah
(luka). Kertas filter jangan sampai mengenai lukanya.
- Bila perdarahan berhenti (kertas filter tidak menyerap darah lagi), catatlah waktunya.
- Waktu perdarahan ditentukan dari saat darah keluar dari pembuluh darah (catatan
waktu pertama) sampai perdarahan berhenti (catatan waktu kedua).

K. GOLONGAN DARAH

Tujuan
Mempelajari cara menentukan golongan darah (sistem ABO)

Dasar Teori
Dalam sistem ABO:
- Golongan darah A, pada eritrositnya terdapat aglutinogen A
- Golongan darah B, pada eritrositnya terdapat aglutinogen B
- Golongan darah AB, pada eritrositnya terdapat aglutinogen A dan B
- Golongan darah O, pada eritrositnya tidak terdapat aglutinogen A atau B
Penentuan golongan darah berdasarkan atas reaksi aglutinasi antara aglutinogen yang
terdapat pada eritrosit dengan anti-aglutinogen tersebut (aglutinin) yang terdapat di dalam
serum/plasma.

Contoh:
- Aglutinogen A + anti-aglutinogen A (anti-A)  aglutinasi
- Aglutinogen A + anti-aglutinogen B (anti-B)  tidak terjadi aglutinasi
17

Bahan dan alat:


- Serum yang mengandung anti-A - Serum yang mengandung anti-B
- Larutan fisiologis (kontrol) - Alkohol 70%
- Kapas - Lanset
- Gelas objek - Tusuk gigi/lidi

Tata kerja
- Bersihkan ujung jari dengan kapas beralkohol, dan keringkan
- Tusuk ujung jari dengan lanset, dan teteskan atau tempelkan darah yang keluar pada
gelas objek di tiga tempat
Tambahkan:
a. Serum yang mengandung anti-A pada tetesan darah di sebelah kanan
b. Serum yang mengandung anti-B pada tetesan darah di sebelah kiri
c. Larutan fisiologis pada tetesan darah yang di tengah
- Campurkan perlahan-lahan dengan menggunakan tusuk gigi yang bersih atau dengan cara
menggoyang-goyangkan gelas objek ke depan dan ke belakang, jaga agar ketiga tetesan
tidak saling bercampur.
- Biarkan beberapa saat
- Periksa apakah ada reaksi aglutinasi pada tetesan darah tersebut yang ditandai oleh
adanya titik-titik di dalam larutan
- Tetesan darah yang di tengah sebagai kontrol tidak terjadi aglutinasi
- Bila:
a. Darah + anti-A terjadi aglutinasi, dan darah + anti-B tidak terjadi aglutinasi, maka
golongan darah adalah: A
b. Darah + anti-A tidak terjadi aglutinasi, dan darah + anti-B terjadi aglutinasi, maka
golongan darah adalah: B
c. Darah + anti-A terjadi aglutinasi, dan darah + anti-B juga terjadi aglutinasi, maka
golongan darah adalah: AB
d. Darah + anti-A tidak terjadi aglutinasi, dan darah + anti-B juga tidak terjadi
aglutinasi, maka golongan darah adalah: O

Darah + Anti A Darah + Na Cl fisiologis Darah + Anti B

Aglutinasi Tidak Aglutinasi

Gambar 18. Reaksi yang terjadi pada penentuan golongan darah

Anda mungkin juga menyukai