Anda di halaman 1dari 44

Penuntun Praktikum (Ganjil)

FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA


LANJUTAN

Disususn Oleh :

Apt. Nurmalia Zakaria, M.Farm


Elfariyanti, S.Si., M.Pd

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN BANDA ACEH


YAYASAN HARAPAN BANGSA DARUSSALAM
2022
KATA PENGANTAR

Panduan Praktikum Farmakognosi dan Fitokimia Lanjutan adalah petunjuk tata laksana
praktikum yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa/i Akafarma Banda Aceh semester 3. Panduan
ini hanya sedikit dari referensi yang dapat dijadikan bahan rujukan, untuk itu mahasiswa
diharapkan mempelajari buku-buku referensi lain untuk menambah pengetahuan dan memperkuat
pemahaman atas mata kuliah ini.
Modul praktikum ini merupakan pengembangan dari modul praktikum sebelumnya,
terdapat beberapa perubahan isi terutama prosedur yang lebih disesuaikan dengan kondisi
laboratorium. Walaupun demikian kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dari
modul ini dan perlu penyempurnaan lebih lanjut, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan di masa mendatang.
Sebagai penutup penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah ikut membantu penyusunan modul ini, semoga dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
memerlukan.

Banda Aceh, November 2022

Penyusun

i|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i

TATA TERTIB PRAKTIKUM.......................................................................................................iii

PERCOBAAN 1 EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI SECARA DESTILASI................................1

PERCOBAAN 2 EKSTRAKSI MINYAK SECARA SOKHLETASI..........................................6

PERCOBAAN 3 PEMBUATAN EKSTRAK SECARA EKSTRAKSI DINGIN..........................

(MASERASI DAN PERKOLASI)..................................................................11

PERCOBAAN 4 EVALUASI FISIKA BAHAN BAKU EKSTRAK.........................................18

PERCOBAAN 5 UJI KUALITATIF SENYAWA IDENTITAS EKSTRAK BAHAN ALAM.....

SECARA KLT.................................................................................................22

PERCOBAAN 6 SKRINING FITOKIMIA.................................................................................27

PERCOBAAN 7 UJI PARAMETER BIOLOGI EKSTRAK (CEMARAN MIKROBA)……..32

PERCOBAAN 8 PENETAPAN KADAR METABOLIT SEKUNDER SECARA TITRASI....34

PERCOBAAN 9 PENETAPAN KADAR METABOLIT SEKUNDER SECARA........................

SPEKTROFOTOMETRI.................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................40

ii | P a g e
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Mahasiswa yang boleh mengikuti praktikum Farmakognosi dan Fitokimia Lanjutan adalah
mahasiswa yang telah mengambil atau sedang menempuh mata kuliah ini serta telah mengisi
KRS untuk mata kuliah tersebut.
2. Setiap peserta harus hadir tepat waktu pada waktu yang telah ditentukan. Apabila peserta
terlambat 15 menit dari waktu yang ditentukan, maka tidak diperkenankan mengikuti
praktikum.
3. Selama mengikuti praktikum, peserta harus memakai jas praktikum yang bersih dan
dikancingkan dengan rapi dan memakai sepatu tertutup (dilarang mengenakan sandal atau
sepatu sandal).
4. Setiap peserta wajib membuat laporan sementara praktikum yang berisi data pengamatan
selama percobaan dan ditandatangani oleh asisten praktikum. Laporan resmi praktikum dibuat
sesuai dengan format yang sudah ditentukan dan ditandatangani asisten praktikum, serta
melampirkan laporan sementara. Pengumpulan laporan resmi praktikum sesuai kesepakatan
dengan asisten praktikum, maksimal 1 minggu setelah kegiatan praktikum.
5. Setiap peserta harus memeriksa alat praktikum sebelum dan sesudah praktikum kemudian
mengembalikan alat yang telah dipakai dalam keadaan bersih dan kering. Botol bahan kimia
yang telah selesai digunakan harus ditutup rapat dan dikembalikan ke tempat semula. Tutup
botol harus sesuai (tidak boleh tertukar). Peserta praktikum yang memecahkan alat gelas wajib
mengganti.
6. Peserta praktikum dilarang membawa makanan/minuman ke dalam laboratorium/ruang
praktikum.
7. Setiap peserta harus menjaga kebersihan Laboratorium, bekerja dengan tertib, tenang dan
teratur. Selama praktikum, peserta harus bersikap sopan.
8. Setiap peserta harus melaksanakan semua mata praktikum dan mematuhi budaya Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3), seperti memakai Alat Pelindung Diri (jas praktikum, sepatu,
sarung tangan, masker, gogle) dan membuang limbah praktikum sesuai dengan kategorinya.
9. Apabila peserta praktikum melanggar hal yang telah diatur pada butir diatas, maka peserta akan
dikeluarkan dari laboratorium dan tidak diperkenankan melanjutkan praktikum pada hari itu.
10. Hal yang belum disebutkan di atas dan diperlukan untuk kelancaran praktikum akan diatur
kemudian.

iii | P a g e
PERCOBAAN 1
EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI SECARA DESTILASI

I. Tujuan Percobaan
1) Mengisolasi senyawa/komponen yang terdapat dalam sampel padat.
2) Mengetahui prinsip kerja ekstraksi minyak atsiri secara destilasi.
3) Mampu menghitung dan menganalisis mutu minyak atsiri hasil ekstraksi.

II. Dasar Teori


Prinsip: Bekerja berdasarkan perbedaan titik didih.

Destilasi adalah suatu metode pemisahan atau ekstraksi berdasarkan perbedaan kecepatan atau
kemudahan menguap. Dalam penyulingan, campuran zat didihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah
akan menguap lebih dahulu.
Ada tiga sistem penyulingan, yaitu :
1) Destilasi air (water distillation)
Pada destilasi air, bahan yang akan disuling langsung kontak dengan air mendidih. Destilasi
ini digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah
membentuk gumpalan jika kena panas. Kelemahan destilasi air adalah bahan seperti minyak atsiri
yang diekstraksi tidak dapat berlangsung dengan sempurna walaupun bahan sudah dirajang. Selain
itu komponen minyak yang mempunyai titik didih rendah dan bersifat larut dalam air tidak dapat
menguap secara sempurna, sehingga komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap.
2) Destilasi air dan uap (water and steam distillation)
Pada destilasi ini, bahan diletakkan diatas piring yang berupa ayakan yang terletak beberapa
sentimeter di atas permukaan air dalam penyulingan. Kecepatan difusi uap melalui bahan dan
keluarnya minyak atsiri dari sel kelenjar minyak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Kepadatan dalam katel penyuling
b) Tekanan uap
c) Berat jenis dan kadar air
d) Berat molekul komponen kimia dalam lemak

Keuntungan menggunakan sistem destilasi ini adalah uap dapat berpenetrasi (masuk pelan-
pelan kedalam bahan) secara merata kedalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai
100ºC. Lama penyulingan relatif lebih singkat, rendemen minyak bisa lebih besar dan mutu bisa
lebih baik jika dibandingkan hasil destilasi dengan destilasi air.

1|Page
3) Destilasi uap (Steam distillation)
Pada destilasi ini, air sebagai sumber panas terdapat dalam boiler yang letaknya terpisah dari
katel penyuling. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan tinggi dari udara luar. Destilasi uap
sebaiknya dimulai dengan tekanan yang rendah (kurang lebih 1 atm). Kemudian secara berangsur-
angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm, maka komponen minyak akan menjadi
dekomposisi. Jika minyak dalam bahan dianggap sudah habis tersuling, maka tekanan uap perlu
diperbesar lagi. Ini bertujuan untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi.
Selama proses penyulingan berlangsung, suhu katel diawasi agar tidak melampaui suhu
“superheated steam”. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih besar dan
menghindarkan mengeringkan bahan yang disuling. Penyulingan pada tekanan dan suhu yang
terlalu tinggi akan menguraikan komponen kimia minyak dan dapat mengakibatkan proses
resinifikasi (perubahan komponen kimia) minyak.

Gambar 1. Alat Destilasi Air

III. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Statif, Klaim, Penangas air, Satu set alat
destilasi, dan alat-alat gelas.
Bahan yang digunakan adalah Kulit jeruk manis dan Batu didih.
Bahan minyak atsiri: minyak kayu putih, minyak nilam, minyak sereh dan minyak pala.

IV. Prosedur Kerja


1) Destilasi Minyak Atsiri
a) Disiapkan alat destilasi. Oleskan pelumas / vaselin pada alat yang memerlukannya.
b) Dimasukkan sampel yang telah dirajang ke dalam labu alas, dan dipasang termometer.
c) Dipasang kembali kondensor dan dialirkan air ke pendingin, kemudian hidupkan alat
pemanas / heating mantel. Dipertahankan suhu dibawah 90ºC agar tidak menguap.
Dilakukan selama ± 5 jam, diamati.

2|Page
d) Matikan heating mantel, biarkan labu alas dingin.
e) Hitung volume minyak atsiri dan kadar minyak atsiri

2) Evaluasi Minyak Atsiri


Mutu minyak atsiri dievaluasi disesuaikan dengan SNI masing-masing minyak atsiri per
kelompok.

LEMBAR KERJA
3|Page
Hari / Tanggal Praktikum :
Kelompok :
Judul Praktikum :
Sampel :

I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

III. Hasil dan Pengamatan

4|Page
Mengetahui Asisten Praktikum

( )
PERCOBAAN 2
EKSTRAKSI MINYAK SECARA SOKHLETASI

5|Page
I. Tujuan Percobaan
1) Mengisolasi senyawa/komponen yang terdapat dalam sampel padat.
2) Mengetahui prinsip kerja ekstraksi minyak secara sokhletasi.
3) Mampu menghitung dan menganalisis mutu minyak lemak hasil sokhletasi.

II. Dasar Teori


Prinsip:
Prinsip kerja soxhletasi bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung
ekstraksi (kertas, karton dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja
kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan
labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi
bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet,
berkondensasi di dalamnya, menetas ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan
yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi
maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat yang
terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini
diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga simplisia selalu baru artinya suplai bahan
pelarut bebas bahan aktif berlangsung secara terus-menerus.

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan
sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin
balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu
alas bulat setelah melewati pipa sifon.
Keuntungan metode sokhletasi adalah :
a) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan
secara langsung.
b) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
c) Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini :
a) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-
menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
b) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut
tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang
lebih banyak untuk melarutkannya.

6|Page
c) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan
titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di
bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif.

Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak
dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan : diklormetan = 1 : 1,
atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang
berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
Syarat-syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokhletasi :
a) Pelarut yang mudah menguap
Ex: heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol
b) Titik didih pelarut rendah
c) Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan
d) Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
e) Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
f) Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar.
Sokletasi dihentikan apabila:
a) Pelarut yang digunakan tidak berwarna lagi.
b) Sampel yang diletakkan diatas kaca arloji tidak menimbulkan bercak lagi.
c) Hasil sokletasi di uji dengan pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Keunggulan sokhletasi :
a) Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang-ulang.
b) Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
c) Proses sokletasi berlangsung cepat.
d) Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
e) Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik berulang kali.
Kelemahan sokhletasi :
a) Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan-bahan tumbuhan yang mudah rusak atau
senyawa-senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.
b) Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer, Na,
wagner dan reagen-reagen lainnya.
c) Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap.

7|Page
Gambar 2. Alat Sokhletasi

III. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Satu set alat sokletasi, Claimp penjepit,
Hot plate, Kertas saring, corong, botol vial, penangas. selang air, dan benang dan kapas,
Bahan yang digunakan adalah Sampel (biji coklat, kemiri), Air/aquades, Pelarut (kloroform),
dan Batu didih.
Bahan minyak lemak: minyak VCO, minyak kemiri, minyak biji matahari dan minyak
zaitun.

IV. Prosedur Kerja


1) Sokhletasi
a. Pasang alat sokhletasi.
b. Bungkus sampel dengan kertas saring (selongsong), ikat dengan benang kain, masukkan
ke dalam ektraktor sokhlet.
c. Masukkan pelarut sebanyak 1,5 x volume ekstraktor.
d. Lakukan sokhletasi sampai pelarut tidak berwarna. Hitung jumlah siklus yang terjadi.
e. Keluarkan sampel, panaskan pada penangas air untuk memisahkan pelarut dari senyawa
hasil ekstraksi.

2) Evaluasi Minyak Lemak


Mutu minyak lemak dievaluasi disesuaikan dengan SNI masing-masing minyak atsiri per
kelompok.

8|Page
LEMBAR KERJA

Hari / Tanggal Praktikum :


Kelompok :
Judul Praktikum :
Sampel :

I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

III. Hasil dan Pengamatan


9|Page
Mengetahui Asisten Praktikum

( )

10 | P a g e
PERCOBAAN 3
PEMBUATAN EKSTRAK SECARA EKSTRAKSI DINGIN
(MASERASI DAN PERKOLASI)

I. Tujuan Percobaan
1) Mahasiswa diharapkan mampu membuat serbuk/ simplisia dengan derajat kehalusan
tertentu.
2) Mahasiswa diharapkan memahami dan mampu melakukan penyarian bahan secara
maserasi dan perkolasi.

II. Dasar Teori


A. Maserasi
Prinsip:
1) Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya,
cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses
maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan
yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2) Penyarian sederhana dengan cara merendam simplisia pada suhu kamar dengan
menggunakan pelarut.

Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam) adalah sediaan cair
yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan
air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu
sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Farmakope Indonesia, 2017). Apa yang
disebut “bahan nabati”, dalam dunia farmasi lebih dikenal dengan istilah “simplisia nabati”.
Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari
tertentu selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningnya. Selama
ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan
menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air”
(contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga yang bersifat “tidak campur air” (contohnya
aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non polar. Teorinya,
ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam,
cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif
11 | P a g e
dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut
dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat
aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat
adanya pebedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan
yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat
aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya “jenuh”).
Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam dan di luar sel
akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50%.
Keuntungan dari metode ini :
1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendaman
2. Biaya operasionalnya relatif rendah
3. Prosesnya relatif hemat penyari
4. Tanpa pemanasan
Kelemahan dari metode ini :
1. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar
50% saja.
2. Proses lama, butuh waktu beberapa hari.
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila
cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat
ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyari.

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:


1) Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 400-
500 C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan
terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:
a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan
batas.
b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut
mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding terbalik dengan
kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya
kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
d. Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi
dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana.
2) Maserasi dengan Mesin Pengaduk

12 | P a g e
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat
dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3) Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan cairan penyari
pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan
penyari yang kedua.
4) Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan
menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui
serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
5) Maserasi Melingkar Bertingkat
Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena
pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi
dengan maserasi melingkar bertingkat (MMB).

B. Perkolasi
Prinsip:
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana selinder yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari
akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke
bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya dikurangi dengan
daya kapiler yang cenderung untuk menahan.
Kekuatan yang berperan untuk perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan daya larut,
tegangan permukaan, osmosa, adesi, daya kapiler, dan daya goresan (friksi).

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau
penampungan ekstrak). Untuk pekerjaan perkolasi, simplisia direndam lebih dahulu selaam 3 jam,
kemudian massa dipindahkan ke alat perkolator (Depkes, 2000). Sedangkan Brain (1975)
menyebutkan perendaman dilakukan selama 4 jam, kemudian dipindahkan ke alat perkolator.
Perkolasi dihentikan ketika:
a. tetesan ekstrak sudah tidak berwarna,
b. diambil 50 mL dan diuapkan dicawan penguap tidak meninggalkan sisa,
c. dengan pereaksi warna memberikan hasil negatif.

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

13 | P a g e
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan
yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari,
karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi
lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut Perkolator. Cairan yang digunakan untuk
menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut
sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi.
1) Reperkolasi
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi
diganti dengan cara Reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan pemanasan.
Pada reperkolasi tidak dilakukan pemekatan.
Reperkolasi dilakukan dengan cara:
Simplisia dibagi dalam beberapa perkolator, hasil perkolator pertama dipisahkan menjadi
perkolat I dan sari selanjutnya disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menyari perkolator
II. Hasil perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan II.
Pekerjaan tersebut diulang sampai mendapatkan perkolat yang diinginkan.
2) Perkolasi Bertingkat
Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal.
Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia, maka terjadi aliran melalui lapisan
serbuk dari atas sampai ke bawah disertai pelarutan zat aktifnya. Proses penyaringan tersebut akan
menghasilkan perkolat yang pekat pada tetesan pertama dan terakhir akan diperoleh perkolat yang
encer.
Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi bertingkat. Serbuk
simplisia yang hampir tersari sempurna sebelum dibuang, disari dengan cairan penyari yang baru.
Hal ini diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari sempurna. Sebaliknya serbuk
simplisia yang baru disari dengan perkolat yang hampir jenuh, dengan demikian akan diperoleh
perkolat akhir yang jernih. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan.
Cara ini cocok bila digunakan untuk perusahaan obat tradisional, termasuk perusahaan yang
memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan percobaan
pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat ditetapkan:
a. Jumlah perkolator yang diperlukan.
b. Bobot serbuk simplisia untuk tiap kali perkolasi.
c. Jenis cairan penyari
d. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi.
e. Besarnya tetesan dan lain-lain.
14 | P a g e
III. Alat dan Bahan\
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat gelas, Mortir/stamfer, dan
gunting / pisau, percolator, statif dan klem.
Bahan/ sampel yang digunakan adalah simplisia daun jambu biji, daun kelor, kunyit,
temulawak, Aquadest, dan Etanol 70%.

IV. Prosedur Kerja


1) Maserasi
Maserasi dibuat dengan cara sebanyak 50 gram simplisia direndam dengan etanol 70%
(perbandingan simplisia dan larutan penyari 1:10) di dalam bejana dan ditutup, dibiarkan
selama 2 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 2 hari sari
diserkai, ampas diperas. Selanjutnya sari diuapkan hingga didapat ekstrak kental.
2) Perkolasi
a. Simplisia diambil sebanyak 50 gram dan dimasukkan kedalam beaker glass dan
ditambahkan 100 mL etanol 70%. Direndam dalam 2,5 s/d 5 bagian larutan penyari (untuk
10 bagian simplisia) selama 3 jam.
b. Selanjutnya dipindahkan kedalam alat perkolator yang dilapisi glasswool, ditambahkan
pelarut hingga sampel terendam dan didiamkan 60 menit. Dibuka kran dan diatur tetesan
ekstrak.
c. Perkolat diuapkan.

LEMBAR KERJA

Hari / Tanggal Praktikum :


15 | P a g e
Kelompok :
Judul Praktikum :
Sampel :

I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

III. Data Pengamatan

Pengamatan Hasil Maserasi Hasil Perkolasi

16 | P a g e
Bentuk

Warna

Bau

Berat ekstrak

Berat ekstrak
Rendemen : x
Berat simplisia
100%

Mengetahui Asisten Praktikum

( )

17 | P a g e
PERCOBAAN 4
EVALUASI FISIKA BAHAN BAKU EKSTRAK

I. Tujuan Percobaan
1) Melakukan evaluasi fisika pada bahan baku ekstrak meliputi: organoleptik, kadar air,
kadar abu, pH, susut pengeringan, bobot jenis.
2) Mampu menghitung dan menganalisis kadar evaluasi fisika pada ekstrak.

II. Dasar Teori


Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan selama
berabad-abad untuk pemeliharaan dan peningkatan Kesehatan serta pencegahan dan pengobatan
penyakit. Agar obat tradisional memiliki jaminan dalam segi khasiat, manfaat, keamanan dan mutu,
maka perlu dilakukan penetapan karakteristik obat tradisional mulai dari bahan baku berupa
simplisia dan ekstrak, hingga bentuk sediaan jadinya.
Penentuan krakteristik dari bahan baku harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh
pemerintah, yaitu tertuang dalam Farmakope Herbal Indonesia (FHI), yang merupakan standar
baku untuk bahan baku obat tradisional yang digunakan di Indonesia. Syarat mutu adalah semua
paparan yang tertera dalam monografi merupakan syarat mutu simplisia dan ekstrak yang
bersangkutan. Suatu simplisia dan ekstrak tidak dapat dikatakan bermutu FHI jika tidak memenuhi
syarat mutu tersebut. Syarat mutu ini berlaku bagi simplisia dan ekstrak dengan tujuan pengobatan
dan pemeliharaan kesehatan, tidak berlaku untuk keperluan lain.

III. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Corong, Gelas ukur, Gelas piala,
Kertas saring, Mortar, Pemanas, Penjepit, Pipet tetes, Plat tetes, Tabung reaksi, Corong pisah, Tisu,
Piknometer, Lemari pengering, Desikator, pH-meter, dan cawan porselen dan aquadest.

IV. Prosedur Kerja


1) Organoleptik
Penetapan organoleptik menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan wujud,
warna, bau dan rasa pada simplisia dan ekstrak.

2) Kadar Air
Cawan kosong dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C selama 30 menit, didinginkan dalam
desikator selama 15 menit, lalu ditimbang (W 0). Masukkan 0,5 g ekstrak dalam wadah yg telah
ditara (W1). Keringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 2 jam, dinginkan dalam desikator
selama 15-30 menit, timbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang dg jarak 45 menit- 1 jam
sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (W2).

18 | P a g e
w 1−w 2
Kadar air (%) = x 100%
w 1−w 0

3) Kadar abu
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam krus silikat yang
sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak dipijar dengan
menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga
600°Chingga arang habis. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2).

4) Susut Pengeringan
Timbang seksama 1-2 g serbuk simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya sudah ditara. Ratakan serbuk dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol
hingga permukaan rata, lalu masukkan ke dalam ruang pengeringan, dibuka tutupnya,
keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap.

5) Derajat Keasaman (pH)


Sebanyak 1 gram ekstrak diencerkand dengan sedikit air, lalu ditentukan derajat keasamannya
dengan menggunakan pH-meter. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.

6) Bobot Jenis
Piknometer yang bersih, kering ditimbang kemudian dikalibrasi dengan menetapkan bobot
piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C kemudian ditimbang. Ekstrak
cair diatur suhunya kurang lebih 20°C lalu dimasukkan ke dalam piknometer kosong, buang
kelebihan ekstrak, atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°C, kemudian
ditimbang.
Ditentukan volume piknometer berdasarkan bobot air.
Ditentukan volume ekstrak cair dan bobot jenisnya.

berat pikno+ekstrak
Berat Jenis = x Bj air
berat pikno+air

19 | P a g e
LEMBAR KERJA

Hari / Tanggal Praktikum :


Kelompok :
Judul Praktikum :
Sampel :

I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

20 | P a g e
III. Data Pengamatan

Mengetahui Asisten Praktikum

( )

21 | P a g e
PERCOBAAN 5
UJI KUALITATIF SENYAWA IDENTITAS EKSTRAK BAHAN ALAM
SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

I. Tujuan Percobaan
1) Mengetahui cara menentukan senyawa identitas pada ekstrak bahan alam.
2) Mengetahui senyawa identitas pada ekstrak kunyit, temulawak, daun kelor dan daun
jambu biji secara KLT.

II. Dasar Teori


1) Senyawa Identitas
Senyawa identitas adalah senyawa kimia yang terdapat dalam tanaman, simplisia, ekstrak
tanaman, atau sedian obat bahan alam yang digunakan untuk tujuan analisis dalam pengawasan
mutu.
Senyawa identitas juga merupakan sebuah atau sekumpulan senyawa tertentu dari sebuah
produk obat dengan tujuan untuk mengontrol kualitas tanpa memperhatikan apakah senyawa
tersebut memiliki aktivitas terapetik atau tidak. Senyawa identitas memiliki peranan penting dalam
proses control kualitas obat-obatan herbal karena banyaknya aspek dalam control kualitas yang
membutuhkan senyawa identitas sebagai salah satu komponennya.

2) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang
ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran. Media pemisahannya adalah lapisan dengan ketebalan sekitar 0,1 sampai 0,3 mm zat
padat adsorben pada lempeng kaca, plastik, atau aluminium. Dan zat padat yang umum digunakan
adalah alumina, gel silika, dan selulosa. Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar
flour dalam sinar ultra violet. Fasa gerak atau larutan pengembang biasanya digunakan pelarut
campuran organik atau bisa juga campuran pelarut organik - anorganik.
Prinsip penampakan noda:
a. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi
antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi
cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut
ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.

b. Visualisasi
22 | P a g e
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi. Tahapan ini sangat
penting karena diperlukan sesuatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena
harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang di uji. Salah satu yang dipakai adalah
peneyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane- 1,3-dione)
adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila
pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu.
Biasanya padatan ninhidrin ini dilarutkan dalam larutan butanol.
c. Nilai Rf
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan
tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran
jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf. Nilai ini digunakan
sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi
suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai
Rf dapat dihitung dengan rumus berikut:

Rf = jarak yang ditempuh substansi/jarak yang ditempuh oleh pelarut

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa
tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda
di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang
polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai
Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik
yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat
dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.

III. Alat dan Bahan


1) Alat
Alat-alat yang digunakan adalah Chamber, lampu UV, Neraca Analitik, Gelas Ukur 10, 50 ml,
Beaker Glass 50 ml, Pipet volume, Pipet Tetes, Pipet Kapiler, Kertas Saring, Batang
Pengaduk, Penangas Air, Plat KLT 2,5 x 10 cm, Hot plate, corong, alat semprot, penggaris,
pensil, alat foto hasil.

2) Bahan / Sampel
Bahan/ sampel yang digunakan adalah kloroform dan methanol.

IV. Prosedur Kerja


1) Larutan Uji
23 | P a g e
a. Filtrat ekstrak kunyit
b. Filtrat ekstrak temulawak
c. Filtrat ekstrak daun kelor
d. Filtrat ekstrak daun jambu biji

2) Pembuatan Larutan Baku/ Pembanding


a. Baku kurkumin 100 mg dilarutkan dalam 5 mL methanol 96%, kemudian dipekatkan.
b. Baku kuersetin 100 mg dilarutkan dalam 5 mL methanol 96%, kemudian dipekatkan.

3) Eluen
Campurkan kloroform dan methanol sebanyak 50 mL dengan perbandingan 9:1.

4) Cara Identifikasi Secara KLT


a. Siapkan Plat KLT F254 ukuran 8 cm x 12 cm kemudian tandai dengan pensil 2 cm dari tepi
bawah dan 1 cm dr tepi atas. Selanjutnya aktifkan di oven selama 10-15 menit pada suhu
100oC.
b. Masukkan eluen ke dalam chamber kromatografi. Jenuhkan chamber menggunakan kertas
saring.
c. Totolkan masing-masing larutan pembanding, larutan uji pada plat kromatografi
menggunakan pipa kapiler dengan jarak 1 cm setiap totolan.
d. Masukkan plat KLT dalam bejana pengembang sampai mencapai batas atas.
e. Plat dikeringkan dengan hairdryer suhu rendah (tanpa pemanas). Selanjutnya letakkan di
bawah lampu UV dan amati spot/ noda yang terbentuk.
f. Hitung nilai Rf setiap sampel. Bandingkan dengan nilai Rf larutan pembanding.

LEMBAR KERJA

Hari / Tanggal Praktikum :


24 | P a g e
Kelompok :
Judul Praktikum :
Sampel :

I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

NO Sampel Warna Noda Nilai Rf

1 Kurkumin

2 Kuersetin

3 Kunyit

4 Temulawak

III. Data Pengamatan

5 Daun kelor

25 | P a g e
6 Daun jambu biji
Mengetahui Asisten Praktikum

( )
PERCOBAAN 6
SKRINING FITOKIMIA

I. Tujuan Percobaan

26 | P a g e
1) Dapat mendeteksi dan mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak
bahan alam berdasarkan golongannya.
2) Menjadi informasi awal untuk mengetahui senyawa kimia yang mempunyai aktivitas
biologis.

II. Dasar Teori


Skrining fitokimia adalah uji identifikasi awal/pemeriksaan pendahuluan senyawa kimia yang
terkandung dalam tumbuhan. Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah serta fungsi
biologinya. Tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa kimia organik, senyawa kimia ini
bisa berupa metabolit primer maupun metabolit sekunder.
Kebanyakan tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder, metabolit sekunder juga dikenal
sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan
dengan metabolit primer (karbohidrat, protein, lipid, enzim). Berdasarkan asal biosintetiknya,
metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar yakni terpenoid (triterpenoid,
steroid, minyak atsiri dan saponin) alkaloid dan senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin).

III. Alat dan Bahan


1) Alat
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Corong, Gelas ukur, Gelas piala, Ketas
saring, Mortar, Pemanas, Penjepit, Pipet tetes, plat tetes, Tabung reaksi, Corong pisah, dan Tisu.
2) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Amil alkohol, Aquadest, Asam asetat
anhidrat, Asam sulfat 2N, Asam sulfat pekat, Etanol, HCL pekat, Kloroform-amoniak 0,05N,
Logam Mg, Reagen Dragendorf, Reagen Wagner, dan Reagen Mayer.
3) Bahan / Sampel
Sampel yang digunakan adalah ekstrak kunyit, temulawak, daun kelor dan daun jambu biji.

IV. Pembuatan Pereaksi


1) Larutan Pereaksi Mayer
Sebanyak 5 g Kalium Iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g
merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan ditambahkan air suling
hingga 100 ml.
2) Larutan Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan
larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling. Campuran didiamkan sampai

27 | P a g e
memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100
ml.
3) Larutan Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambah 2 g iodium
sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga 100 ml.
4) Larutan Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan
100 ml.
5) Larutan Pereaksi Lieberman-Burchard
Sebanyak 20 g bagian asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 1 bagian asam sulfat pekat
dan 50 bagian kloroform. Larutan penyemprot harus dibuat baru.
6) Larutan Pereaksi Besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml kemudian disaring.
7) Larutan Pereaksi Timbal (III) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (III) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air hingga 100 ml.
8) Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml.
9) Larutan Pereaksi Asam Sulfat 2 N
Sebanyak 5,5 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga volume 100 ml.
Larutan Apereaksi Asam Nitrat 0,5 N. Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan
air suling hingga volume 100 ml.

V. Prosedur Kerja
1) Uji Alkaloid
0,5 g simplisia dicampur dengan 5 mL kloroform dan 5 mL amoniak 25% kemudian
dipanaskan, dikocok dan disaring. Asam sulfat 2 N sebanyak 5 tetes ditambahkan pada filtrat,
kemudian kocok dan didiamkan. Bagian atas dari masing-masing filtrat diambil dan diuji dengan
pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorf. Terbentuknya endapan putih, cokelat dan jingga
menunjukkan adanya alkaloid.
2) Uji Golongan Glikosida
a. Uji terhadap senyawa gula
Masukkan sari air kedalam tabung reaksi, uapkan diatas penangas air. Pada sisa tambahkan
2 ml dan 5 tetes LP Molish. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin
berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula.
b. Uji terhadap senyawa non gula
Uapkan sari pelarut organik diatas penangas air, larutkan sisa dalam 5 tetes asam cuka
anhidrat. Tambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, terjadi warna biru, hijau, merah ungu atau
ungu (pereaksi Lieberman Burchard).
28 | P a g e
3) Uji Antrakuinon
0,5 g ekstrak tambahkan 5 mL asam sulfat N, panaskan sebentar dinginkan. Tambahkan 10
mL benzene, kocok, diamkan. Pisahkan lapisan benzen saring, filtrat. Berwarna kuning
menunjukkan adanya antrakuinon.

4) Uji Flavonoid
0,5 g simplisia dicampur dengan 5 mL etanol 70 % lalu dikocok, dipanaskan dan dikocok lagi
kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan serbuk Mg 0,1 g dan 2 tetes HCl pekat.
Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya flavonoid.

5) Uji Tanin
0,5 g simplisia direndam dengan 10 mL air panas kemudian disaring, filtratnya diencerkan
dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 2 tetes
FeCl 1 %. Terbentuknya warna cokelat kehijauan atau biru kehitaman menunjukkan adanya
tanin.

6) Uji Terpenoid dan Steroid


0,5 g simplisia dicampur dengan 5 mL etanol 70 % dan ditambah 2 mL asam sulfat pekat dan
2 mL asam asetat anhidrat. Perubahan warna dari ungu ke biru atau hijau menunjukkan adanya
senyawa steroid dan terbentuknya warna kecokelatan antar permukaan menunjukkan adanya
senyawa terpenoid.

7) Uji Saponin
0,5 g simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, tambahkan air panas sebanyak 10 mL
dinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Positif mengandung saponin jika
terbentuk buih setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1
tetes HCl 2 N, buih tidak hilang.

LEMBAR KERJA

Hari / Tanggal Praktikum :


Kelompok :
Judul Praktikum :
29 | P a g e
Sampel :

I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

III. Hasil dan Pengamatan


Metabolit Sekunder Hasil Kesimpulan (+/-)
Alkaloid
Glikosida
Antrakuinon

30 | P a g e
Flavonoid
Saponin
Terpenoid
Steroid
Tanin

Mengetahui Asisten Praktikum

( )
PERCOBAAN 7
UJI PARAMETER BIOLOGI EKSTRAK (CEMARAN MIKROBA)

I. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cemaran mikroba yang terdapat di dalam ekstrak bahan alam.

31 | P a g e
II. Dasar Teori
Uji cemaran mikroba bertujuan untuk mengetahui adanya mikroba patogen yang terdapat di
dalam bahan baku ekstrak. Hal ini memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung
mikroba patogen dan non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena akan berpengaruh pada
stabilitas ekstrak dan berbahaya bagi kesehatan.
Angka Lempeng Total (ALT) merupakan salah satu metode kuantitatif yang digunakan untuk
mengetahui jumlah mikroba pada suatu sampel atau produk dengan menggunakan media padat
dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual dan dihitung, interpretasi hasil
berupa angka dalam koloni per mL/g. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara
tetes dan cara sebar. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 12 tahun 2014 tentang
persyaratan bahan baku obat tradisional menetapkan bahwa cemaran mikroba tidak melebihi 1x10 4
kol/g.

III. Prosedur Kerja


A. Alat dan Bahan
1) Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah spatula, tabung reaksi, erlenmeyer, petri
dish, spiritus.
2) Bahan
Media NA, ekstrak temulawak, ekstrak daun jambu biji, ekstrak kunyit, ekstrak daun kelor,
aquades steril, media NA.

B. Cara Kerja
1. Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan dalam 10 mL larutan pengencer, yaitu aquades setril lalu
dikocok hingga homogen untuk mendapatkan pengenceran 10-1.
2. Siapkan 4 tabung reaksi, dimasukkan 9 mL aquades steril pada masingmasing tabung.
Dipipet sebanyak 1 mL dari pengenceran 10 -1 ke dalam tabung pertama, dikocok hingga
homogen untuk mendapatkan hasil pengenceran 10-2, perlakuan sama dilakukan pada
pengenceran 10-2 hingga diperoleh hasil pengenceran 10 -3, begitu seterusnya sampai
didapatkan pengenceran 10-5.
3. Dipipet 1 mL dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril (duplo), dengan
menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk masing-masing pengenceran. Ke dalam
masing-masing cawan petri dituangkan 15 mL media NA (Nutrient Agar) yang telah
dicairkan, lalu cawan petri digoyang agar suspensi tercampur rata. Setelah media
memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam dengan posisi terbalik.
4. Hitung angka lempeng totalnya.
Angka Lempeng Total (ALT) dihitung menggunakan persamaaan:

32 | P a g e
Σc
N=
[ ( 1 x n 1 )+ ( 0 ,1 x n2 ) ] x (d )

Dimana:
N = Nilai ALT (kol/g)
Σc = Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d = Pengenceran pertama yang dihitung.

PERCOBAAN 8
PENETAPAN KADAR METABOLIT SEKUNDER SECARA TITRASI

I. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kadar tanin total pada ekstrak daun jambu biji secara titrasi
permanganometri.
33 | P a g e
II. Dasar Teori
Bahan alam mengandung senyawa aktif yang dikenal dengan istilah metabolit sekunder.
Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar
yakni terpenoid (triterpenoid, steroid, minyak atsiri dan saponin) alkaloid dan senyawa-senyawa
fenol (flavonoid dan tanin).

III. Alat dan Bahan


1) Alat
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kaca arloji, beker gelas 100 mL, labu
ukur 100 mL, corong, erlenmeyer 250 mL, buret dan statif.

2) Bahan
Bahan yang digunakan adalah ekstrak daun jambu biji, aquades, KMnO4.

IV. Prosedur Kerja


1) Pembuatan larutan KMnO4 0,1 N
Timbang KMnO4 sebanyak 0,316 gram, selanjutnya masukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Tambahkan aquades sampai tanda batas.

2) Titrasi dan Penetapan Kadar Tanin


a. Sebanyak 0,5 g ekstrak dimasukkan ke dalam beker gelas dan tambahkan aquades
sebanyak 25 mL. selanjutnya panaskan sampai mendidih di atas tangas air selama 30
menit sambil diaduk.
b. Diamkan larutan selama beberapa menit lalu tuangkan melalui segumpal kapas ke dalam
labu takar 100 mL. Sari sisa dengan air mendidih, saring larutan ke dalam labu takar yang
sama. Dinginkan cairan dan tambahkan aquades secukupnya sampai tanda batas.
c. Pipet 10 mL larutan dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL (jika larutan masih
berwarna pekat bisa diencerkan lagi).
d. Titrasi larutan dengan kalium permanganat 0,1 N hingga larutan berwarna pink violet. 1
mL kalium permanganat 0,1N setara dengan 0,004157 g tanin.
e. Lakukan percobaan blanko .

( V 2−V 1 ) x N x BE
Kadar tanin (%) = x 100%
Bobot sampel

Keterangan :
V2 = volume titran (mL)
V1 = volume blanko (mL)

34 | P a g e
N = konsentrasi KMnO4
BE = Berat Ekivalen (0,004157 g)

LEMBAR KERJA

Hari / Tanggal Praktikum :


Kelompok :
Judul Praktikum :
Sampel :
35 | P a g e
I. Alat dan Bahan

II. Skema Kerja

III. Data Pengamatan

36 | P a g e
Mengetahui Asisten Praktikum

( )
PERCOBAAN 9
PENETAPAN KADAR METABOLIT SEKUNDER SECARA
SPEKTROFOTOMETRI

I. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kadar kurkumin pada ekstrak kunyit menggunakan spektrofotometer UV
vis.

37 | P a g e
II. Dasar Teori
Kurkumin merupakan senyawa identitas yang terdapat di dalam kunyit. Pemanfaatan
kurkumin sebagai antibakteri, anti radang, peningkat imunitas tubuh, antioksidan, anti alergi,
mengurangi rasa mual dan lain-lain. Kadar kurkumin di dalam kunyit adalah tidak kurang dari
3,82% (Farmakope Herbal Indonesia, Edisi II, 2017).
Penetapan kadar kurkumin dapat dilakukan secara spektrofotometri menggunakan alat
spektrofotometer UV vis dengan menentukan absorbansi nya pada Panjang gelombang maksimum.
Spektrofometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan
molekul atau atom dari suatu zat kimia.

III. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan: beaker gelas, gelas ukur, spektrofotometer, pipet tetes, labu ukur
Bahan yang digunakan: simplisia kunyit, etanol, dan aquades.

IV. Prosedur Kerja


1) Pembuatan Larutan Baku/ Pembanding
10 mg baku kurkumin dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, cukupkan dengan etanol
sampai tanda batas. Selanjutnya diukur absorbannya dengan spektrofotometer UV vis pada
panjang gelombang 425 nm (Literatur).

2) Pembuatan Larutan Uji


Timbang simplisia kunyit sebanyak 20 mg, masukkan ke dalam tabung reaksi dan masukkan
etanol sebanyak 10 mL. Vorteks selama 30 menit, lalu diamkan selama 1 jam. Selanjutnya
saring larutan ke dalam labu ukur 10 mL menggunakan kertas saring. Tambahkan etanol
melalui kertas saring sampai tanda batas. Kemudian dipipet 1 mL larutan dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan etanol hingga tanda batas, diukur absorbannya dengan
spektrofotometer UV vis pada panjang gelombang 425 nm.

3) Penetapan Kadar Kurkumin Menggunakan Spektrofotometer UV Vis


Ukur absorban larutan baku dan larutan uji pada panjang gelombang 425 nm, dengan blanko
etanol. Kadar kurkumin dalam % didapat menggunakan persamaan:

Au Wb
Kadar Kurkuminoid (%) = x x Fp x 100%
Ab Wu

Keterangan:
Au = absorbansi larutan uji
Ab = absorbansi larutan baku

38 | P a g e
Wb = berat baku yang ditimbang (mg)
Wu = berat zat uji (mg)
Fp = faktor pengenceran (L)

DAFTAR PUSTAKA

Alasa, A. N., Anam, S. dan Jamaluddin. 2017. Analisis Kadar Total Metabolit Sekunder Ekstrak
Etanol Daun Tamoenju (Hibiscus surattensis L.). Jurnal KOVALEN, 3(3):258-268.

Depkes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Jakarta.

39 | P a g e
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta.

Elizarni dan Yanti, W. F. 2019. Identifikasi Dan Penentuan Kadar Senyawa Kurkumin Pada
Rimpang Kunyit. Majalah Ilmiah Teknologi Industri (SAINTI), Vol 16 (2) : 48-52.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta.

40 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai