Anda di halaman 1dari 59

PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN STERIL

TIM PENYUSUN :

Koordinator : Dyera Forestryana, M.Si., Apt

Anggota : Aristha Novyra Putri, M.Farm., Apt


Wahyudin Bin Jamaludin, M.Si., Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI

BANJARBARU, 2018
TATA TERTIB
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI
STIKES BORNEO LESTARI BANJARABARU

1. Setiap praktikan harus sudah hadir minimal 15 menit sebelum waktu


praktikum dimulai.
2. Praktikan yang terlambat hanya ditoleransi 10 menit dan akan diberikan
sanksi tertentu, serta tidak diperkenankan mengikuti pre-terst.
3. Praktikan harus sudah menyelesaikan praktikum termasuk membereskan
alatalat maksimal 15 menit sebelum waktu praktikum berakhir.
4. Praktikan wajib memeriksa dan menjaga kebersihan alat dan ruangan
praktikum sebelum, selama dan sesudah praktikum.
5. Jika terjadi kerusakan dan/atau kehilangan alat praktikum, maka praktikan
bersama kelompoknya diwajibkan mengganti alat dengan spesifikasi
minimal sama sejumlah dua kali alat yang hilang/rusak, dengan tenggang
waktu penggantian maksimal sehari sebelum praktikum selanjutnya.
6. Jurnal praktikum dikumpulkan di awal praktikum untuk diperiksa oleh
dosen jaga. Mahasiswa yang tidak membawa jurnal tidak diperkenan kan
mengikuti praktikum.
7. Laporan praktikum dibuat perkelompok dan diserahkan koordinator
praktikum dengan ketentuan batas penyerahan sehari sebelum praktikum
berikutnya. Keterlambatan pangumpulan laporan dengan alasan apapun
akan diberikan nilai 0.
8. Praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dengan alasan tertentu,
harus menyampaikan ijin secara tertulis maksimal sehari sebelum
praktikum, dan wajib bertukar posisi dengan praktikan pada praktikum
berikutnya.
9. Jika ketidakhadiran praktikan karena sakit, maka surat ijin disampaikan
secara tertulis dengan melampirkan surat keterangan dokter paling lambat
dua hari setelah hari praktikum.
Koordinator
Praktikum

( Dyera Forestryana,
M.Si., Apt)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunianya
maka petunjuk praktikum Formulasi dan teknologi sediaan steril ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Petunjuk praktikum ini menjelaskan secara
singkat mengenai prinsip dasar dan prosedur praktikum formulasi dan teknologi
sediaan steril serta tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. Penyusunan
petunjuk ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam pelaksanaan praktikum.
Untuk lebih memahami mengenai praktikum ini, diharapkan mahasiswa tetap
mempelajari teori yang terdapat dalam buku-buku referensi. Besar harapan kami
agar petunjuk praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa yang
mengikuti praktikum Formulasi dan teknologi sediaan steril. Petunjuk praktikum
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami sangat mengharapan saran dan kritik
demi perbaikan selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Penyusun
DAFTAR ISI

TATA TERTIB

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PERCOBAAN I STERILISASI ALAT

PERCOBAAN II INFUS GLIKOSA

PERCOBAAN III KRIM HIDROKORTISON 1%

PERCOBAAN IV OBAT TETES MATA TETRAKAIN


HIDROKLORIDA

PERCOBAAN V FORMULASI SEDIAAN SALEP MATA


KLORAMFENIKOL

PERCOBAAN VI INJEKSI VITAMIN C

PERCOBAAN VII OBAT TETES HIDUNG KLORAMFENIKOL


FORMAT JURNAL DAN LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI
SEDIAAN STERIL

Jurnal dibuat sebelum praktikum sesuai dengan materi yang akan dipraktikumkan

A. PRAFORMULASI

I. TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT

II. TINJAUAN SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT

1. Struktur dan Berat Molekul

2. Kelarutan A. Dalam air :

B. Dalam etanol : Dll :

3. Stabilitas

A. Terhadap cahaya :

B. Terhadap suhu :

C. Terhadap pH :

D. Terhadap oksigen :

4. Titik lebur :

5. Inkompatibilitas :

III. BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN

B. FORMULASI

I. Bentuk dan formula yang dibuat

II. PERMASALAHAN

III. PENCEGAHAN MASALAH

IV. MACAM-MACAM FORMULASI

(Tulis Formula yang saudara ketahui dan tuliskan pula literaturnya)

C. PELAKSANAAN

I. CARA KERJA
II. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA

III. KEMASAN DAN BROSUR

D. EVALUASI SEDIAAN

1. FISIKA

2. KIMIA

3. BIOLOGI

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

F. KESIMPULAN

G. DAFTAR PUSTAKA
PERCOBAAN 1

STERILISASI ALAT

I. TUJUAN

1. Memahami cara pencucian alat dan wadah untuk pembuatan sediaan steril.

2. Melakukan proses pencucian alat seperti wadah gelas, karet dan aluminium.

3. Menjamin kebersihan alat.

II. DASAR TEORI

Istilah sterilisasi yang diguanakan pada sediaan-sediaan farmasi berarti


penghancuran secara lengkap semua mikroba dan spora-sporanya atau
penghilangan secara lengkap mikroba dari sediaan. Lima metode yang umum
digunakan untuk mensterilkan produk farmasi yaitu sterilisasi uap (lembab panas),
sterilisasi panas kering, sterilisasi dengan penyaringan, sterilisasi gas, dan sterilisasi
dengan radiasi pengionan. Metode yang diguankan untuk mendapatkan sterilitas
pada sediaan farmasi sangat ditentukan oleh sifat sediaan dan zat aktif yang
dikandungnya. Walau demukuan, apa pun cara yang digunakan, produk yang
dihasilkan harus memenuhi tes sterilitas sebagai bukti dari keefektifan cara,
peralatan dan petugas (Ansel, 1989).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Alkohol 70%

2. Sabun cuci

3. Aluminium foil

4. Plastik ikan

5. Kertas coklat
6. Plastik bening

Bahan :

1. Pipet tetes

2. Corong gelas

3. Gelas ukur

4. Gelas beaker

5. Erlenmeyer

6. Spatula logam

7. Batang pengaduk

8. Tube salep

9. Vial

10. Karet penutup

11. Botol infuse 100 ml

12. Oven

13. Autoklaf

14. Botol semprot

15. Sikat alat

IV. CARA KERJA

1. A. Pencucian alat gelas

 Alat dan wadah dicuci dengan sabun cuci dan disikat

 Dibilas dengan air kran hingga bersih

 Ditiriskan

B. Pencucian karet

 Tutup vial dan pipet tetes dicuci dengan sabun cuci dan disikat
 Dibilas dengan air kran hingga bersih

 Ditiriskan

C. Pencucian logam

 Spatula logam dicuci dengan sabun cuci dan disikat

 Dibilas dengan air kran hingga bersih

 Ditiriskan

2. Pengeringan dan Pembungkusan

 Alat dan wadah gelas, karet dan logam ditiriskan

 Dikeringkan dengan tissue kering

 Disterilkan dengan alkohol 70%

 Dibungkus angkap dengan kertas coklat, kecuali beker glass, vial, dan Erlenmeyer
dibungkus dengan menggunakan aluminium foil

3. Sterilisasi Alat

No Nama Alat Ukuran Jumlah Cara Suhu Waktu


sterilisasi (oC) (menit)

1 Pipet tetes Autoklaf 121 15

2 Gelas ukur Autoklaf 121 15

3 Spatula logam Autoklaf 121 15

4 Batang Autoklaf 121 15


pengaduk

5 Botol infuse

6 Erlenmeyer oven 250 15

7 Vial oven 250 15

8 Gelas bekerr oven 250 15


9 Corong gelas oven 250

10 Karet penutup Desinfektan


PERCOBAAN II

INFUS GLUKOSA

I. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan steril


infus glukosa.
2. Mahasiswa dapat membuat sediaan steril infus glukosa dalam skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.

II. DASAR TEORI

Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 mL yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang
cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama. Rasio air dalam tubuh 57%; lemak
20,8%; protein 17,0%; serta minetal dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan
homeostatis (keseimbangan cairan tubuh), maka harus segera mendapatkan
terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit (Lukas, 2006).

III. FORMULA

R/ Glukosa monohidrat 5,9 %

Norit 0,1 %

WFI steril ad to 500 ml

III. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Tutup gabus

2. Botol 150 ml

3. Gelas beaker 250 mL

4. Batang pengaduk
5. Neraca

6. Penangas air

7. Autoklaf

8. Kertas saring

9. Corong gelas

10. Tali kasur

IV. PROSEDUR KERJA

1. Timbang glukosa di gelas arloji.


2. Kalibrasi beaker gelas dengan WFI steril 500 ml.
3. Glukosa anhidrat yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam beaker glass
yang sudah dikalibrasi dan ditambahkan dengan WFI hingga kira-kira 450 ml.
Aduk hingga larut.
4. Larutan campuran kemudian dicek pH (pH spesifikasi = 5), apabila pH belum
sesuai maka adjust dengan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N .
5. Tambahkan WFI pada larutan hingga mencapai 500 ml. Aduk hingga homogen.
6. Timbang norit 500 mg di gelas arloji.
7. Panaskan larutan glukosa hingga mencapai suhu 80°C.
8. Saat sudah mencapai suhu 80°C tambahkan norit yang telah ditimbang.
Pertahankan suhu pada 80°C. Aduk hingga homogen selama 15 menit. Pastikan
volume tidak berkurang, jika berkurang, tambahkan WFI hingga 500 ml.
9. Saring larutan dengan corong dan kertas saring rangkap dua. Tampung filtrat
dalam labu Erlenmeyer 1000 ml. Tandai batas atas permukaan larutan.
10. Panaskan lagi larutan pada suhu konstan 80°C sembari diaduk selama 15 menit.
Tambahkan air yang berkurang hingga tanda atas atas permukaan larutan.
11. Saring larutan dengan corong dan kertas saring rangkap dua yang sama.
Tampung filtrat dalam labu Erlenmeyer 1000 ml yang lain.
12. Saring larutan yang telah ditampung dengan membran filter 0,45 mm untuk
pembebasan sisa norit dan mikroorganisme. Masukkan larutan ke dalam botol
infus 500 ml.
13. Bilas botol infus dengan sediaan lalu tutup rapat. Ikat dengan tali champagne.
Autoklaf pada suhu 115°C selama 30 menit.
14. Botol infus dikeluarkan dari autoklaf, diberi etiket dan brosur lalu dimasukkan
ke dalam kemasan sekunder.

Cara Sterilisasi Alat Cara sterilisasi Waktu


(Nama alat

Pinset Logam

Gelas Arloji

Botol Infus

Batang pengaduk
Oven 250˚C 30 menit
Beaker Glass

Spatel logam

Penara + wadah

Erlenmeyer

Gelas ukur

Tutup botol infus

Kertas saring

Corong gelas

Pipet tetes
Autoklaf 115°C 30 menit
Zalfkaart

Pakaian kerja

Masker

Sarung tangan

Alas kaki

Kaca arloji Oven 170˚C 1 jam


Erlenmeyer

Corong serbuk

Buret Larutan fenol 5% 24 jam

Mortir & stemper Dibakar dengan spiritus


96%

Dop pipet Rendam dalam alkohol 24 jam


70 %

Cara sterilisasi Wadah

 Botol infus dicuci bersih lalu dibilas dengan aquadest bebas partikulat dan
disterilkan dengan oven suhu 250C selama 30 menit.

Sterilisasi Ruangan: pemberian sinar UV selama 24 jam

V. EVALUASI SEDIAAN

6.1 Evaluasi Fisika

a. Penetapan pH Pengecekan pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH


meter atau kertas indikator universal.
b. Penetapan volume injeksi dalam wadah Volume tidak kurang dari volume
yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1ml
dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket
bila isi digabung.

Volume tertera Kelebihan volume yang dianjurkan


dalam
Cairan encer Cairan kental
penandaan

0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml

1,0 ml 0,10 ml 0,15 ml

2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml


5,0 ml 0,30 ml 0,5 ml

10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml

20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml

30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml

50,0 ml

Atau lebih 2% 3%

Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan
penentuan seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis
tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok
baik-baik sebelum memindahkan isi. Diinginkan hingga suhu 25˚C sebelum
pengukuran volume (Anonim b, 1995).

c. Kejernihan larutan

Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang


memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang
terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih,
dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil
yang dapat dilihat dengan mata (Lachman,1994).

d. Bahan partikulat dalam injeksi

Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut, dan melayang, kecuali
gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral. Pengujian bahan
partikulat dibedakan sesuai volume sediaan injeksi seperti yang tertcantum pada FI
Edisi IV tahun 1995.

6.2 Evaluasi Kimia

a. Penetapan kadar

Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan kurang lebih 90 mg natrium klorida,
masukkan ke dalam wadah dari porselen dan tammbahkan 140 ml air dan 1 ml
diklorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV hingga perak
klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. 1ml perak nitrat
0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl

b. Identifikasi

Menunjukkan reaksi natrium cara A dan B dan klorida cara A, B dan C seperti yang
tertera pada uji identifikasi umum

Uji identifikasi umum

 Reaksi natrium

Cara A: tambahkan Kobalt Uranil asetat LP sejumlah lima kali volume kepada
larutan yang mengandung tidak kurang dari 5 mg natrium per ml sesudah diubah
menjadi klorida atau nitrat: terbentuk endapan kuning keemasan setelah dikocok
kuat-kuat beberapa menit.

Cara B: Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang
tidak berwarna.

 Reaksi klorida

Cara A: tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan: terbentuk endapan putih


seperti dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amonium
hidroksida 6N sedikit berlebih

Cara B: pada pengujian alkaloida hidroklorida, tambahkan amonium hidroksida 6


N, saring, asamkan filtrat dengan asam nitrat P, dan lakukan seperti yang tertera
pada uji A

Cara C: Campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida P bobot sama,
basahi dengan asam sulfat P dan panaskan perlahan-lahan: terbentuk klor yang
menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P basah.

6.3 Evaluasi Biologi

a. Uji sterilitas Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20o – 25oC
Metode uji : Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2
bagian ) lalu diinkubasi
b. Uji pirogen Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam
pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan
larutan uji secara intravena
PERCOBAAN III

KRIM HIDROKORTISON 1%

I. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan


krim hidrokortison 1%
2. Mahasiswa dapat membuat sediaan steril krim hidrokortison 1% dalam skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.

II. DASAR TEORI

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, hal 6).
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk
yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan
untuk pemberian obat melalui vaginal (FI IV, hal 6).
Krim adalah sediaan semi solid kental, umumnya berupa emulsi M/A (krim
berair) atau emulsi A/M (krim berminyak) (The Pharmaceutical Codex 1994, hal
134).
Krim adalah sediaan multi fase yang terdiri dari fase lipofil dan fase aqueous yang
diformulasi misibel dengan sekret kulit, dimaksudkan untuk digunakan di kulit atau
membran mukosa tertentu dengan tujuan protektif, terapeutik, atau profilaktik,
terutama yang tidak memerlukan efek oklussif (membentuk lapisan /film diatas
permukaan kulit). (BP 2002, hal 1904,1905)
Krim adalah sediaan homogen, viscos atau semi solid yang biasanya mengandung
larutan atau suspensi satu atau lebih zat aktif dalam basis yang cukup. Krim
diformulasikan menggunakan hidrofilik atau hidrofobik basis untuk mendapatkan
krim yang tersatukan dengan sekret kulit. Krim biasanya digunakan pada kulit atau
membran mukosa untuk perlindungan, pengobatan atau pencegahan. Krim harus
menggunakan pengawet serta mengandung zat tambahan yang cocok seperti anti
oksidan, stabilizer, pengemulsi dan pengental (BP 1988, hal 649).

III. FORMULA
Formula krim steril hidrokortison 1% (Drug Formulation Manual, 604)
R/ Hydrocortisone 1.1 %
Liquid Paraffin 6%
White Soft Paraffin 15 %
Cetostearyl alcohol 7.2 %
Cetomacgrogol 1000 1.8 %
Chlorocresol 0.1 %
Distilled Water hingga 100 %

IV. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Tutup gabus
2. Botol 150 ml
3. Gelas beaker 250 mL
4. Batang pengaduk
5. Neraca
6. Penangas air
7. Autoklaf
8. Kertas saring
9. Corong gelas
10. Tali kasur

V PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN

1. Krim (Sterilisasi awal)


• Basis (parafin) dibuat berlebih untuk antisipasi kehilangan volume selama
proses pembuatan
• Bahan yang larut minyak dicampurkan dalam wadah berisi parafin
• Alat dan bahan disterilisasi awal dengan autoklaf atau oven. Campuran
parafin dan bahan larut minyak dimasukkan ke dalam autoklaf
• Air dimasukkan dalam wadah 1
• Campuran parafin dan eksipien dimasukkan dalam wadah 2
• Kedua wadah dipanaskan (biasanya wadah berisi minyak dahulu) sampai
suhu sekitar 75 C
• Isi kedua wadah kemudian dicampurkan di mortar lalu digerus
• Hidrokortison digerus di mortar lain hingga halus
• Setelah terbentuk krim, basis krim ditimbang hingga 5 gram
• Hidrokortison ditambahkan secara triturasi pada basis krim yang telah
ditimbang
• Krim kemudian diaduk untuk meratakan penyebaran hidrokortison
• Sediaan dikemas dan diberi etiket

Cara Sterilisasi Alat

Nama alat Cara sterilisasi Waktu

Sendok porselen

Spatel logam

Pinset

Batang pengaduk
Oven 170˚C 1 jam
Krusentang

Corong

Pipet tetes

Erlenmeyer

Gelas ukur

Pipet ukur

Kertas saring

Kertas perkamen

Kapas

Saringan G3 Autoklaf 121°C 15 menit

Slang karet buret

Jarum buret

Zalfkaart

Pakaian kerja

Masker
sarung tangan

alas kaki

Cawan penguap

Kaca arloji

Gelas kimia

Erlenmeyer Oven 170˚C 1 jam

Kolom

Corong serbuk

Ayakan B40

Buret Larutan fenol 5% 24 jam

Mortir & stemper Dibakar dengan spiritus


96%

Dop pipet Rendam dalam alkohol 24 jam


70 %

Cara sterilisasi Wadah

 Tube dan tutupnya (jika terbuat dari besi) dicuci dengan air suling, dimasukkan
ke dalam kaleng yang tidak tertutup rapat. Sterilisasi dilakukan dalam oven
170° C selama 30 menit (praktikum undergrade) atau 2 jam (Apoteker). Tutup
tube direndam dalam alkohol 70% (tutup plastik) selama 30 menit (praktikum
undergrade) atau 2 jam ( Apoteker ).

Sterilisasi Ruangan: pemberian sinar UV selama 24 jam


VI. EVALUASI SEDIAAN

6.1 Evaluasi Fisika

c. Penetapan pH Pengecekan pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH


meter atau kertas indikator universal.
d. Penetapan volume injeksi dalam wadah Volume tidak kurang dari volume
yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1ml
dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket
bila isi digabung.

Volume tertera Kelebihan volume yang dianjurkan


dalam
Cairan encer Cairan kental
penandaan

0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml

1,0 ml 0,10 ml 0,15 ml

2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml

5,0 ml 0,30 ml 0,5 ml

10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml

20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml

30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml

50,0 ml

Atau lebih 2% 3%

Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan
penentuan seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis
tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok
baik-baik sebelum memindahkan isi. Diinginkan hingga suhu 25˚C sebelum
pengukuran volume (Anonim b, 1995).

c. Kejernihan larutan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang
terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih,
dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil
yang dapat dilihat dengan mata (Lachman,1994).

d. Bahan partikulat dalam injeksi

Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut, dan melayang, kecuali
gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral. Pengujian bahan
partikulat dibedakan sesuai volume sediaan injeksi seperti yang tertcantum pada FI
Edisi IV tahun 1995.

6.2 Evaluasi Kimia

a. Penetapan kadar

Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan kurang lebih 90 mg natrium klorida,
masukkan ke dalam wadah dari porselen dan tammbahkan 140 ml air dan 1 ml
diklorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV hingga perak
klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. 1ml perak nitrat
0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl

b. Identifikasi

Menunjukkan reaksi natrium cara A dan B dan klorida cara A, B dan C seperti yang
tertera pada uji identifikasi umum

Uji identifikasi umum

 Reaksi natrium

Cara A: tambahkan Kobalt Uranil asetat LP sejumlah lima kali volume kepada
larutan yang mengandung tidak kurang dari 5 mg natrium per ml sesudah diubah
menjadi klorida atau nitrat: terbentuk endapan kuning keemasan setelah dikocok
kuat-kuat beberapa menit.
Cara B: Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang
tidak berwarna.

 Reaksi klorida

Cara A: tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan: terbentuk endapan putih


seperti dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amonium
hidroksida 6N sedikit berlebih

Cara B: pada pengujian alkaloida hidroklorida, tambahkan amonium hidroksida 6


N, saring, asamkan filtrat dengan asam nitrat P, dan lakukan seperti yang tertera
pada uji A

Cara C: Campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida P bobot sama,
basahi dengan asam sulfat P dan panaskan perlahan-lahan: terbentuk klor yang
menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P basah.

6.3 Evaluasi Biologi

c. Uji sterilitas Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20o – 25oC
Metode uji : Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2
bagian ) lalu diinkubasi
d. Uji pirogen Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam
pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan
larutan uji secara intravena
PERCOBAAN IV

OBAT TETES MATA TETRAKAIN HIDROKLORIDA

I. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan obat


tetes mata hidroklorida
2. Mahasiswa dapat membuat sediaan tetes mata hidroklorida dalam skala
laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.

II. DASAR TEORI


Yang dimaksud sebagai obat mata adalah tetes mata, salep mata, pencuci mata dan
beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang
ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat mata digunakan untuk
menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan
kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam
jaringan yang umumnya terdapat di sekitar mata.
Larutan Optalmik adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris. Beberapa syarat sediaan tetes mata,
antara lain :
1. Harus steril
2. Jernih & bebas partikulat.
3. Daerah pH = 5,5 – 11,4
4. Harus isotonis atau mendekati isotonis
(Farmakope Indonesia IV, hal 13)

Keuntungan:
 Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan
kemudahan penangananan.
 Suspensi mata memiliki kelebihan di mana adanya partikel zat aktif dapat
memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan
efek terapinya. Dengan kata lain suspensi mampu meningkatkan waktu kontak
zat aktif dengan kornea sehingga memberi kerja lepas lambat yang lebih lama
(Ansel, 559)

Kekurangan:
 Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L) maka
larutan yang berlebih dapat masuk ke rongga hidung lalu masuk ke jalur GI
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.
 Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada
retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata
adalah efeknya lokal/ topikal.

III. FORMULA

R/ Tetrakain HCl 0,5%

NaCl 7.8mg

PVP 2%

Aqua p.i q.s 1ml

IV. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN

1. Tutup gabus

2. Botol 150 ml

3. Gelas beaker 250 mL

4. Batang pengaduk

5. Neraca

6. Penangas air

7. Autoklaf

8. Kertas saring

9. Corong gelas
10. Tali kasur

V. PROSEDUR PEMBUATAN SEDIAAN

No Pengerjaan Tempat

1. Alat disterilisasi dengan Autoclaf dan oven Ruang sterilisasi

2 Larutkan pvp dalam air sterilisasi dengan autoclaf Ruang sterilisasi

3 Sterilisasi Nacl menggunakan Oven Ruang sterilisasi

4 Sterilisasi tetrakain HCL menggunakan radiasi uv

5 Zat aktif yang telah disterilisasi tetrakain HCl ditimbang sesuai Ruang penimbangan
yang dibutuhkan (grey area)

6 Zat eksipien ditimbang sesuai yang dibutuhkan Ruang penimbangan


(grey area)

7 Tetrakain HCl dilarutkan ke dalam 50 ml aqua p.i. Ruang pencampuran

8 NaCl dilarutkan dalam 100ml aqua p.i Ruang pencampuran

9 Campurkan Tetrakain HCL, PVP dan NaCl sesuai perhitungan Ruang pencampuran

10. Aqua p.i. ditambahkan sebanyak 40 ml Ruang pencampuran

11. pH sediaan dicek dengan menggunakan indikator pH. Partikulat Ruang pencampuran
vissible di cek

12. Volume sediaan digenapkan Ruang pencampuran

13. Dilakukan penyaringan dengan kertas saring Ruang pencampuran

14 Dilakukan penyaringan dengan membran filter 0,02 µm Ruang pencampuran


15. Larutan dimasukkan ke dalam wadah masing-masing sebanyak Ruang pencampuran
1 ml dengan menggunakan biuret steril yang telah dibilas dengan
larutan sediaan.

16. Masing-masing wadah yang telah diisi, ditutup Ruang penutupan


wadah

17. Dilakukan evaluasi sediaan Ruang evaluasi

Cara Sterilisasi Alat (Benny Logawa-Buku Penuntun Praktikum hal.44)

Nama alat Cara sterilisasi Waktu

Sendok porselen

Spatel logam

Pinset

Batang pengaduk
Oven 170˚C 1 jam
Krusentang

Corong

Pipet tetes

Erlenmeyer

Gelas ukur

Pipet ukur

Kertas saring

Kertas perkamen Autoklaf 121°C 15 menit

Kapas

Saringan G3

Slang karet buret


Jarum buret

Zalfkaart

Pakaian kerja

Masker

sarung tangan

alas kaki

Cawan penguap

Kaca arloji

Gelas kimia

Erlenmeyer Oven 170˚C 1 jam

Kolom

Corong serbuk

Ayakan B40

Buret Larutan fenol 5% 24 jam

Mortir & stemper Dibakar dengan spiritus


96%

Dop pipet Rendam dalam alkohol 24 jam


70 %

Cara sterilisasi Wadah

 Tube dan tutupnya (jika terbuat dari besi) dicuci dengan air suling, dimasukkan
ke dalam kaleng yang tidak tertutup rapat. Sterilisasi dilakukan dalam oven
170° C selama 30 menit (praktikum undergrade) atau 2 jam (Apoteker). Tutup
tube direndam dalam alkohol 70% (tutup plastik) selama 30 menit (praktikum
undergrade) atau 2 jam ( Apoteker ).

Sterilisasi Ruangan: pemberian sinar UV selama 24 jam


VI. EVALUASI SEDIAAN

6.1 Evaluasi Fisika

e. Penetapan pH Pengecekan pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH


meter atau kertas indikator universal.
f. Penetapan volume injeksi dalam wadah Volume tidak kurang dari volume
yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila wadah volume 1ml
dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket
bila isi digabung.

Volume tertera Kelebihan volume yang dianjurkan


dalam
Cairan encer Cairan kental
penandaan

0,5 ml 0,10 ml 0,12 ml

1,0 ml 0,10 ml 0,15 ml

2,0 ml 0,15 ml 0,25 ml

5,0 ml 0,30 ml 0,5 ml

10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml

20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml

30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml

50,0 ml

Atau lebih 2% 3%

Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan
penentuan seperti di atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis
tertera. Volume tiap alat suntik yang diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok
baik-baik sebelum memindahkan isi. Diinginkan hingga suhu 25˚C sebelum
pengukuran volume (Anonim b, 1995).
c. Kejernihan larutan

Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang


memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang
terhadap refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih,
dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil
yang dapat dilihat dengan mata (Lachman,1994).

d. Bahan partikulat dalam injeksi

Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut, dan melayang, kecuali
gelembung gas, yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral. Pengujian bahan
partikulat dibedakan sesuai volume sediaan injeksi seperti yang tertcantum pada FI
Edisi IV tahun 1995.

6.2 Evaluasi Kimia

a. Penetapan kadar

Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan kurang lebih 90 mg natrium klorida,
masukkan ke dalam wadah dari porselen dan tammbahkan 140 ml air dan 1 ml
diklorofluoresein LP. Campur dan titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV hingga perak
klorida menggumpal dan campuran berwarna merah muda lemah. 1ml perak nitrat
0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl

b. Identifikasi

Menunjukkan reaksi natrium cara A dan B dan klorida cara A, B dan C seperti yang
tertera pada uji identifikasi umum

Uji identifikasi umum

 Reaksi natrium

Cara A: tambahkan Kobalt Uranil asetat LP sejumlah lima kali volume kepada
larutan yang mengandung tidak kurang dari 5 mg natrium per ml sesudah diubah
menjadi klorida atau nitrat: terbentuk endapan kuning keemasan setelah dikocok
kuat-kuat beberapa menit.

Cara B: Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang
tidak berwarna.
 Reaksi klorida

Cara A: tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan: terbentuk endapan putih


seperti dadih yang tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amonium
hidroksida 6N sedikit berlebih

Cara B: pada pengujian alkaloida hidroklorida, tambahkan amonium hidroksida 6


N, saring, asamkan filtrat dengan asam nitrat P, dan lakukan seperti yang tertera
pada uji A

Cara C: Campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida P bobot sama,
basahi dengan asam sulfat P dan panaskan perlahan-lahan: terbentuk klor yang
menghasilkan warna biru pada kertas kanji iodida P basah.

6.3 Evaluasi Biologi

e. Uji sterilitas Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20o – 25oC
Metode uji : Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2
bagian ) lalu diinkubasi
f. Uji pirogen Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam
pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Pengujian meliputi pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan
larutan uji secara intravena
PERCOBAAN V

FORMULASI SEDIAAN SALEP MATA KLORAMFENIKOL

I. TUJUAN PERCOBAAN

Pada percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami cara


memformulasi sediaan salep mata, mengetahui faktor faktor yang harus
dipertimbangan dalam pemilihihan basis, serta aksi terapetik dari bahan aktif

II. DASAR TEORI

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat
luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalan dasar salep yang
cocok (Anief, 2000). Salep mata adalah sediaan steril yang mengandung bahan
kimia yang terbagi halus dalam basis, yang digunakan pada mata dimana obat dapat
kontak dengan mata dan jaringan tanpa tercuci oleh air mata dan memerlukan
perhatian khusus dalam pembuatannya.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yang dimaksud dengan salep


mata adalah salep yang digunakan pada mata, sedangkan menurut BP 1993, salep
mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan
ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Basis yang umum digunakan adalah
lanolin, vaselin, dan parafin liquidum serta dapat mengandung bahan pembantu
yang cocok seperti anti oksidan, zat penstabil, dan pengawet. Dasar salep harus
mempunyai titik lebur/titik leleh mendekati suhu tubuh (Ansel, 2008). Salep mata
digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat mengandung satu atau
lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus), antiinflamasi
nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai
(Voight, 1994).
Syarat-syarat Salep mata
a. Steril.

b. Dibuat dari bahan-bahan yang disterilkan di bawah kondisi aseptik.

c. Sterilitas akhir dari salep dalam tube dengan radiasi gamma.

d. Mengandung bahan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme


berbahaya.

e. Bebas dari partikel besar.

Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, mampu mempertahankan aktivitas


obat pada jangka waktu tertentu selama penyimpanan. Sediaan salep biasanya
dipakai untuk efek lokal pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian
dalamnya.
Adapun sedian salep mata yang ideal adalah antara lain, sebagai berikut:

a. Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang


diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.

b. Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya


akan memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan
interferensi dengan metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada
pasien yang sensitif. (Lachman, 1994)
c. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.

d. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan
obat tersebar dengan perantaraan air mata.
e. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.

f. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril

III. FORMULASI

R/ Kloramfenikol 0,02 gr
Lanolin 0,2 gr
Liquid Paraffin 0,2 gr
Vaseline flavum 1,58 gr

IV. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

1. Oven 9. Cawan porselin


2. Gunting 10. Tube salep
3. Batang pengaduk 11. Spatula logam
4. Pipet tetes besar 12. Spiritus
5. Pipet tetes kecil 13. Tissue/lap/aluminium foil Heavy Duty
6. Kaca arloji 14. Kain kasa steril
7. Sudip 15. Kertas perkamen
8. Mortir dan stamper 16. Plastik 1 kg

b. Bahan

1. Air

2. Alkohol 70%
3. Kloramfenikol
4. Vaselin flavum
5. Parafin cair
6. Adeps lanae

V. CARA KERJA

1. Sterilisasi emua alat yang akan digunakan terlebih dahulu

2. Timbang masing-masing bahan sesuai dengan bobot penimbangannya

3. Letakkan basis salep (lanolin, parafin cair, dan vaselin flavum) pada cawan
porselen yang telah dilapisi kasa steril

4. Leburkan basis salep dalam oven pada suhu 60qC selama 60 menit

5. Aduk perlahan lelehan basis hingga semua basis meleleh sempurna dan
tercampur dengan homogen
6. Gerus kloramfenikol di dalam mortir hingga halus

7. Masukkan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah berisikan


kloramfenikol kemudian aduk hingga homogen

8. Timbang campuran bahan sebanyak 2 g, lalu masukkan ke dalam tube yang


telah disiapkan
9. Beri etiket tube yang telah berisikan salep, lalu masukkan ke dalam
kemasan.
STERILISASI ALAT

1. Pencucian, Pengeringan, dan Pembungkusan Alat

a. Pencucian Alat Gelas

- Rendam dalam tapol dan air selama 30 menit

- Sikat dan gosok, bilas dengan air bagian luar dan dalam alat

- Bilas lagi dan keringkan

b. Pencucian Karet

- Rendam dengan HCl encer 2% selama 2 hari

- Rendam dalam tapol dan Na2CO3 selama 1 hari, kemudian


dididihkan larutan tersebut selama 15 menit
- Ulangi dengan larutan baru (bila berwarna, harus diulangi sampai
jernih)

- Rendam dalam akuades, disterilkan dg autoklaf 1210C selama 15


menit

c. Pengeringan

- Keringkan dengan menggunakan oven dengan alat pada kondisi


terbaik pada suhu 100-1050C

d. Pembungkusan Alat

- Untuk beker glass dan Erlenmeyer, tutup mulut tabung aluminium


foil dan dibungkus kertas perkamen, kertas saring dimasukkan
dalam Erlenmeyer.
- Tutup gelas ukur dengan kertas perkamen dan diikat tali.

- Bungkus kaca arloji, batang pengaduk, corong gelas, spatula logam,


pipet tetes dengan kertas perkamen lapis 2.
2. Sterilisasi Alat
a. Oven 2000C (Kaca arloji,botol,spatula, batang pengaduk )

1. Waktu Pemanasan :
2. Waktu Kesetimbangan :
3. Waktu Pembinasaan :
4. Waktu Pembinasaan :
5. Waktu Tambahan Jaminan Sterilitas :
6. Waktu Pendinginan :
b. Otoklaf 1210C (gelas beker, gelas ukur, corong kaca, pipet tetes, kertas
saring)

1. Waktu pemanasan :
2. Waktu pengeluaran udara :
3. Waktu menaik :
4. Waktu kesetimbangan :
5. Waktu pembinasaan :
6. Waktu Tambahan Jaminan Sterilitas :
7. Waktu pendinginan :

3. Pemasangan Label “bersih dan steril”

VI. EVALUASI SEDIAAN

1. Organoleptis

- Periksa fisik sediaan secara visual yang meliputi warna dan bau

2. Homogenitas

- Letakkan sediaan di atas objek glass, tekan dengan objek glass yang lain
hingga rata

- Amati homogenitasnya secara visual

3. Uji Daya Sebar

- Letakkan 0,5 gram salep dengan hati-hati di atas kertas grafik yang
dilapisi kaca bening, biarkan sesaat (1 menit), catat diameternya
- Tutup dengan kaca bening yang diberi beban masing-masing 50 gram,
100 gram, dan 150 gram, biarkan selama 60 detik

- Hitung pertambahan luasnya

4. Uji Daya Lekat


- Letakkan 0,25 gram di atas 2 gelas obyek

- Tekan dengan beban 1 kg selama 5 menit

- Gelas obyek dipasang pada alat test yang telah diberi beban 80 gram

- Catat waktu pelepasan salep dari gelas obyek

5. Pengukuran pH

- Ambil 1 gr sediaan yang akan diperiksi

- Tambahkan aquadest hingga 10 mL

- Cek pH
PERCOBAAN VI
INJEKSI VITAMIN C

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat mengetahui cara


membuat sediaan injeksi volume kecil pelarut air dan mengetahui metode-metode
pembuatan injeksi vitamin C.

II. TEORI

Sediaan ParenteralSediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat berupa


larutan atau suspensi yangdikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk diberikan
dalam bentuk injeksi hypodermisdengan pembawa atau zat pensuspensi yang
cocok. Sediaan parenteral volume kecil diartikansebagai obat steril yang dikemas
dalam wadah dengan ukuran di bawah 100 ml.

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspense, atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, disuntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lender. Komponen larutan injeksi, antara lain sebagai
berikut:

a. Zat aktif

- Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografi masing-masing dalam


farmakope

- Pada etiket tercantum p.i (pro injection)

b. Zat pembawa/zat pelarut


Dibedakan menjadi 2
bagian, yaitu:
- Zat pembawa berarir, umumnya digunakan aqua pro injeksi, selain itu
dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl
compositus pro injeksi
- Zat pembawa bukan air, umumnya digunakan minyak untuk injeksi
misalnya oleum sesame, oleum olivarum, oleum arachidis, pelarut campur
(alkohol, propilenglikol, gliserin, polietilenglikol)

c. Zat tambahan

Dibedakan menjadi 2 bagian:

1) Zat pembawa berair

Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro
injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.

2) Zat pembawa bukan air

Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum


olivarum, oleum arachidis.

3) Zat tambahan

Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:

- Bahan penambah kelarutan obat

Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :Pelarut organik yang dapat


campur dengan air seperti etanol, propilenglikol, gliserin.

- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.

- Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.

- Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.

- Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.


- Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah kelarutan
steroid.

4) Buffer / pendapar

Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar.


Penambahan larutan dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan
pH 5,5-9. Pada pH >9, jaringan mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan
akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat menghancurkan jaringan.
Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit dinetralisasikan,
terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c. Fungsi larutan dapar dalam obat
suntik adalah :

- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi


luminal.

- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.

- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.

Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan


larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.

5) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.

Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa,


KNO3, dan NaNO3.

6) Antioksidan

- Asam ascorbic 0,1%

- BHA 0,02%

- BHT 0,02%

- Natrium Bisulfit 0,15%


- Natrium Metabisulfit 0,2%

- Tokoferol 0,5%

- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk


kompleks dengan logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.
7) Bahan Pengawet (preservatives)

- Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%

- Benzyl alkohol 2%

- Chlorobutanol 0,5%

- Chlorocresol 0,1-0,3%

- Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%

- Fenol 0,5%

8) Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk


meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara
oksigen dalam udara dengan obat .

9) Tonisitas larutan obat suntik

- Isotonis

Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi


dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara
keduanya, maka larutan dikatakan isotoni (ekuivalen dengan larutan 0,9%
NaCl)

- Isoosmotik

Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan


osmose dalam

serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol
Na+ dan 154 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose
6,86). Pengukuran menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per
liter larutan ).

- Hipotonis

Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah


dari serum

darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah
yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar
menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah, disebut Hemolisa.

- Hipertonis

Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari
serum darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah
melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya
penciutan sel-sel darah merah, disebut plasmolisa.
III. FORMULASI INJEKSI VITAMIN C

R/ Vitamin C 100 mg
Natrium hidroksida 100 mg
Benzalkonium klorida 0,1 mg
Aqua pro injecti ad 1 mL

Dibuat sediaan sebanyak 10 mL

IV. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

- Gelas ukur - Labu ukur


- Pipet tetes - Sendok tanduk
- Beaker glass - Vial
- Corong gelas - Erlenmeyer
- Kertas saring - Spuit injeksi
- Batang pengaduk

b. Bahan

- Vitamin C

- NaOH
- Benzalkonium klorida

- Aqua pro injeksi

V. STERILISASI ALAT

1. Pencucian, Pengeringan, dan Pembungkusan Alat


a. Pencucian Alat Gelas

- Rendam dalam tapol dan air selama 30 menit

- Sikat dan gosok, bilas dengan air bagian luar dan dalam alat

- Bilas lagi dan keringkan

b. Pencucian Karet

- Rendam dengan HCl encer 2% selama 2 hari

- Rendam dalam tapol dan Na2CO3 selama 1 hari, kemudian


dididihkan larutan tersebut selama 15 menit
- Ulangi dengan larutan baru (bila berwarna, harus diulangi sampai
jernih)

- Rendam dalam akuades, disterilkan dg autoklaf 1210C selama 15


menit

c. Pengeringan

- Keringkan dengan menggunakan oven dengan alat pada kondisi

terbaik pada suhu 100-1050C


d. Pembungkusan Alat

- Untuk beker glass dan Erlenmeyer, tutup mulut tabung aluminium


foil dan dibungkus kertas perkamen, kertas saring dimasukkan
dalam Erlenmeyer.
- Tutup gelas ukur dengan kertas perkamen dan diikat tali.

- Bungkus kaca arloji, batang pengaduk, corong gelas, spatula logam,


pipet tetes dengan kertas perkamen lapis 2.
2. Sterilisasi Alat

a. Oven 2000C (Kaca arloji,botol,spatula, batang pengaduk )

1. Waktu Pemanasan :
2. Waktu Kesetimbangan :
3. Waktu Pembinasaan :
4. Waktu Pembinasaan :
5. Waktu Tambahan Jaminan Sterilitas :
6. Waktu Pendinginan :

b. Otoklaf 1210C (gelas beker, gelas ukur, corong kaca, pipet tetes, kertas
saring)

1. Waktu pemanasan :
2. Waktu pengeluaran udara :
3. Waktu menaik :
4. Waktu kesetimbangan :
5. Waktu pembinasaan :
6. Waktu Tambahan Jaminan Sterilitas :
7. Waktu pendinginan :

3. Pemasangan Label “bersih dan steril”

4. Sterilisasi Sediaan
-Sediaan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 98-100qC selama 30 menit

VI. CARA KERJA

1. Lakukan sterilisasi peralatan yang akan digunakan sesuai dengan prosedur

2. Siapkan API bebas O2 sebanyak 20 mL

3. Timbang vitamin C dan NaOH dengan kaca arloji, kemudian masukkan ke


dalam beaker glass, zat aktif dilarutkan dengan API bebas O2, kemudian
bilas kaca arloji dengan beberapa tetes API bebas O2

4. Tambahkan NaOH ke dalam larutan vitamin C, aduk sampai larut (cek pH


5-6,5)

5. Tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur, catat volume larutan. Ad-kan
dengan API bebas O2 sampai tepat 10 mL
6. Tuangkan sedikit API bebas O2 untuk membasahi kertas saring untuk
membasahi kertas saring, yang akan digunakan untuk menyaring

7. Saring larutan ke dalam erlenmeyer bersih dan kering

8. Bilas gelas ukur dengan sisa API bebas O2 (sisa 10 mL), kemudian
masukkan larutan bilasan ke dalam erlenmeyer

9. Isikan larutan zat ke dalam ampul (dengan spuit) sebanyak 1,1 mL

VII. EVALUASI SEDIAAN

1. Sifat fisik

- Cek penampilan fisik sediaan, warna dan bau

2. pH

- cek pH sediaan menggunakan pH meter

3. Uji kejernihan

- letakkan wadah sediaan yang berisi cairan injeksi vitamin C di dalam


kotak dengan latar hitam dan putih di bagian dalamnya

- sinari wadah dari arah samping

- pertama, dekatkan wadah pada lampu pada sisi latar putih, amati
kejernihan cairan dgn melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna
gelap
- kedua, dekatkan wadah pada lampu pada sisi latar hitam, amati
kejernihan dengan

melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna muda.

Parameter kejernihan : suatu cairan dinyatakan jernih, jika kejernihannya


sama dengan air atau pelarut yang digunakan.

4. Uji kebocoran
- Balik botol sediaan tetes mata dengan mulut botol menghadap ke
bawah, amati ada atau tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol.
PERCOBAAN VII

OBAT TETES HIDUNG KLORAMFENIKOL

J. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa dapat mengetahui cara


membuat sediaan obat tetes hidung kloramfenikol.

JJ. DASAR TEORI

Guttae, Obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi, atau suspensi,
dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara menetes
menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmakope Indonesia

Guttae Auricurales, Tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga
dengan cara meneteskan obat dalam telinga.

Obat-obat yang digunakan pada produk tetes telinga ditujukan untuk melepaskan
kotoran telinga (lilin telinga), mengobat infeksi (antiinfeksi), peradangan (antiradang),
dan rasa sakit (analgetik)
(Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ansel Hal 567)

Tetes telinga kloramfenikol adalah larutan steril kloramfenikol dalam pelarut yang
sesuai, mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dar 130,0%
C11H12Cll2N2O5 dari jumlah yang tertera pada etiket (FI IV, Hal 191).

JJJ. FORMULASI

Formula tetes telinga kloramfenikol 10 ml

R/ kloramfenikol 0,5%
Propilen glikol ad 10 ml (Forularium Nasional, hal 64)

IV. ALAT DAN BAHAN


b. Alat

- Gelas ukur - Labu ukur


- Pipet tetes - Sendok tanduk
- Beaker glass - Vial
- Corong gelas - Erlenmeyer
- Kertas saring - Spuit injeksi
- Batang pengaduk

c. Bahan

- Kloramfenikol
- propilenglikol

- Aqua pro injeksi

W. STERILISASI ALAT

Alat yang diperlukan untuk membuat sediaan secara satuan maupun skala besar/
skala industri.

No Nama alat Skala lab Skala industri Cara sterilisasi (lengkap)


0
1 Gelas piala   Autoklaf 121 C , 15 menit
o
2 Gelas ukur   Autoklaf 121 C, 15 menit
0
3 Spatel   Oven 170 C, 1 jam
o
4 Corong   Autoklaf 121 C, 15 menit
o
5 Pipet   Oven 170 C, 1 jam
6 Karet pipet tetes   Direndam dalam larutan etanol 70%
selama 1 malam
o
7 Batang pengaduk   Oven 170 C, 1 jam
8 Buret berskala   Direndam dalam larutan fenol 5%
selama 24 jam
9 Seperangkat alat   Direndam dalam larutan etanol 70%
filtrasi membran selama 1 malam
o
10 Aluminium foil   Autoklaf 121 C, 15 menit
o
11 Pipet ukur   Autoklaf 121 C, 15 menit
12 Pengaduk 10 L  sterilisasi

13 Wadah 10 L  sterilisasi
14 pH meter   -
15 Piknometer   -
2.3.2 Prosedur pembuatan

Skala laboratorium

Persiapan Ruang dan Alat


Ruangan tempat pembuatan disterilisasi dengan penyinaran lampu UV selama 24
jam.
Pencampuran
1. Sebanyak 53,5 mg kloramfenikol ditimbang menggunakan neraca digital,
masukan ke dalam beker glass
2. Dengan menggunakan gelas ukur, ambil propilen glikol sebanyak 3 ml
3. Campurkan propilen glikol (2) ke dalam kloramfenikol (1), aduk sampai larut
4. Tambahkan propilen glikol sampai dengan volume akhir 10,7 ml. Aduk sampai
homogen.
Penyaringan
Sterilisasi dengan filtrasi membran menggunakan membran ukuran 0,45 µm
Pengemasan
Masukkan dalam wadah tetes telinga yang sudah disterilisasi dengan volum ruang
wadah 12 ml. Volume sediaan 10,7 ml. Lakukan evaluasi sediaan

Skala Indutri (1000 sediaan)


Persiapan Ruang dan Alat
Ruangan tempat pembuatan disterilisasi dengan penyinaran lampu UV selama 24
jam.
Pencampuran
a. Sebanyak 53,5 g kloramfenikol ditimbang menggunakan neraca digital,
masukan ke dalam beker glass
b. Dengan menggunakan gelas ukur, ambil propilen glikol sebanyak 380 ml
c. Campurkan propilen glikol (2) ke dalam kloramfenikol (1), aduk sampai larut
d. Tambahkan propilen glikol sampai dengan volume akhir 10,7 L. Aduk sampai
homogen.
Penyaringan
Sterilisasi dengan filtrasi membran menggunakan membran ukuran 0,45 µm.
Pengemasan
Masukkan dalam wadah tetes telinga yang sudah disterilisasi dengan volum ruang
wadah 12 ml. Volume sediaan 10,7 ml. Lakukan evaluasi sediaan

2.4. Metode Sterilisasi

Sediaan tetes telinga disterilisasi secara fisik dengan menggunakan metode filtrasi
membran. Membran yang digunakan adalah membran dengan ukuran lubang
membran 0,45 µm untuk jaminan agar mikroba lain tidak masuk ke dalam sediaan
(ukuran bakteri/ mikroba 0,5 µm). mikroba yang ada akan tertahan pada membran
dan tidak dapat masuk ke dalam wadah sediaan.
VI. EVALUASI SEDIAAN

4. Sifat fisik

- Cek penampilan fisik sediaan, warna dan bau

5. pH

- cek pH sediaan menggunakan pH meter

6. Uji kejernihan

- letakkan wadah sediaan yang berisi cairan injeksi vitamin C di dalam


kotak dengan latar hitam dan putih di bagian dalamnya

- sinari wadah dari arah samping

- pertama, dekatkan wadah pada lampu pada sisi latar putih, amati
kejernihan cairan dgn melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna
gelap
- kedua, dekatkan wadah pada lampu pada sisi latar hitam, amati
kejernihan dengan

melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna muda.

Parameter kejernihan : suatu cairan dinyatakan jernih, jika kejernihannya


sama dengan air atau pelarut yang digunakan.

5. Uji kebocoran

- Balik botol sediaan tetes mata dengan mulut botol menghadap ke


bawah, amati ada atau tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III Jakarta:Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ansel, Howard, 1989, Pengantar Bentuk
Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia, Jakarta

Arifianto, 2007, Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids), Available at:
http://health.freephphoster.com/index2.php?option=com_content &do_pdf=1&id=26
Opened at: 31.10.2008

Lachman,L., Herbert A.L., and Joseph L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
Ed. 3. Jakarta : UI Press.

Lukas, Stefanus, 2006, Formulasi Steril, Penerbit Andi, Yogyakarta Reynolds,

J. E. F., 1982, Martindale TheExtra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1,


Pharmaceutical Press (PhP), London, Hal 50

Kibbe, A. H., 2000, handbook of Pharmaceutical Excipients Third Edition,


Pharmaceutical Press (PhP), London, Hal 175 McEvoy, G. K., 2002, AHFS Drug
Information, American Society of Health System Pharmcists, United State of America,
Hal 2536

Anda mungkin juga menyukai