Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.S DENGAN SECTIO CAESARIA DI RUANG IBS


RSUD PATUT PATUH PATJU KABUPATEN LOMBOK BARAT

OLEH :

NAMA : PATRIA IZAWATI


NPM : 019.01.3648
SEMESTER : V

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM


2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESARIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1) Definisi Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

2) Klasifikasi
a. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini adalah:
1) Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak
mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan
section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas
uterus.
c. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

3) Tanda dan gejala


a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Rupture uteri
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Distosia serviks
g. Pre-eklampsia dan hipertensi
h. Nyeri pada luka operasi
i. Tidak bias flatus
j. Peningkatan suhu tubuh
k. Perubahan tinggi fundus uteri
l. Adanya lochea

4) Penyebab /Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan
bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
 Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
 Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
 Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap
paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
 Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).

5) Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
6) Pathway / WOC

Kehamilan dengan PEB

Resiko pada janin:


Prematuritas, insufisiensi utero plasenta, retardasi Dilakukan tindakan SC (sectio caesaria) Resiko pada ibu
pertumbuhan intra uterin, kematian janin intra uterin Solusio plasenta, gagal ginjal,
perdarahan otak, eklam

Adaptasi fisiologis Adaptasi psikologi

Taking in
Insisi abdomen Efek anestasi Penurunan hormone estrogen
dan progesteron
Terputusnya Peristaltik usus
Jalan masuk kuman Komplikasi Ketergantungan
kontinuitas jaringan Menurun Menstimulasi hipofisi
Resiko tinggi anterior dan posterior
Perdarahan Mobilisasi
Belum flatus
Nyeri Infeksi fisik
Volume darah Sekresi proklatin
menurun
Tidak boleh makan
menurun Gangguan perawatan diri
Hb menurun Minum
Laktasi
O2 + nutrisi ke sel Resiko tinggi Pemenuhan nutrisi
Berkurang kurang volume bertahap
Pengeluaran ASI tidak
Kelemahan Kurang gerak Intake tidak adekuat Perubahan pola lancar
makan
Intoleransi Pembengkakan payudara
Sirkulasi darah Kurang protein dan Konstipasi
aktivitas tidak lancar vitamin
Gangguan pola
nutrisi
Penyembuhan lukatidak sempurna

Jaringan tidak menyatu

Jaringan tidak menyatu

Redressing

Perawatan lama kritis situasi

Ansietas
7) Pemeriksaan diagnostik / Penunjang
a) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan   mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d) Urinalisis / kultur urine
e) Pemeriksaan elektrolit

8) Terapi / tindakan penanganan


a) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
- Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
- Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
- Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
- Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke 5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1). Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2). Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3). Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

9) Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun
sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau
abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di
dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian
tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

d. Pola-pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat : karena kurangnya
pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep
diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning
4. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
7. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
10. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1) Nyeri Akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea).
2) Risiko Infeksi berhubungan dengan trauma trauma jaringan atau luka
kering bekas operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
tindakan anastesi dan pembedahan
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat bergerak dan
aktifitas terbatas

3. Rencana asuhan keperawatan


1) Nyeri Akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan nyeri klien
berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil :
- Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Frekuensi nadi membaik
Intervensi SIKI :
 Manajemen Nyeri I.08238
a) Observasi
- Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap renpon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplemeter yang sudah di berikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b) Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
( mis.TENS, hipnosisak, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c) Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian anlgetik,jika perlu
2) Risiko Infeksi berhubungan dengan trauma trauma jaringan atau luka
kering bekas operasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
- Suhu dan nadi dalam batas normal
- Nyeri dan kultur area luka membaik
- Kemerahan menurun
- Bengkak menurun
Intervensi :
 Pencegahan Infeksi I.14539
Mengidentifikasi dan menurunkan resiko terserang organisme
patogenik
a) Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
b) Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berikan perawatan kulit pada area adema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
c) Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi lika atau luka oprasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d) Kolaborasi
- kolaborasi pemberian imunisasi,jika perlu
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
Tujuan :
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman menurun dengan kriteria
hasil :
- Verbalisasi kebingungan menurun
- Verbilisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelisah menurun
- Konsentrasi membaik
- Pola tidur membaik
Intervensi :
 Redukasi Ansietas I.09314
a) Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
( mis.kondisi,waktu,stressor)
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas ( verbal dan nonverbal )
b) Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeulik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan ,jika
memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
- Diskusikan perancangan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
c) Edukasi
- Jelaskan prosedur ,termasuk sensasi yang bisa di alami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,pengobatan,dan
prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien . jika perlu
- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,sesui
kebutuhan
- Anjurkan kegiatan mengurangi ketegangan
- Latih menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tepat
- Latih teknik relaksasi

4) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan fisik akibat


tindakan anastesi dan pembedahan.
Tujuan :
Kemampuan melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
meningkat dengan kriteria hasil :
- Kemampuan mandi menigkat
- Kemampuan mengenakan pakaian meningkat
- Kemampuan ke toilet (BAB/BAK)
- Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat
Intervensi :
 Dukungan Perawatan Diri I.11348
a) Observasi
- Identifikasi kebiasan aktivitas perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
diri ,berpakaian,berhias dan makan
b) Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang terapeulik (mis.suasana
hangat,rileks,privasi)
- Siapkan keperluan pribadi (mis.parfum,,sikat gigi,dan sabun
mandi)
- Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
- Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian,bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
c) Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan

5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat bergerak dan


aktifitas terbatas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kemampuan dalam
gerakan fisik meningkat dengan kriteria hasil :
- Pergerakan ekstremitas meningkat
- Kekuatan otot meningkat
- Nyeri menurun
- Kecemasan menurun
- Kelemahan fisik menurun
Intervensi :
 Dukungan Ambulasi I.06171
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
melakukan ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis.tongkat,
kruk)
- Fasilitasi melakukan ambulasi dini
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis,
berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai