Anda di halaman 1dari 3

A.

Latar Belakang
Masyarakat kota Surakarta termasuk masyarakat yang kurang konsumtif,
akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir semakin berkembang tingkat konsumsinya
dan tingkat permintaan terhadap barang konsumsi semakin tinggi. Hal ini dapat
dilihat semakin banyak dan maraknya tempat-tempat berbelanja, baik yang
berskala kecil, menengah dan besar hingga ke pelosok kota. Kondisi ini juga
dibarengi semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk kota Surakarta dalam
proyeksi hingga mencapai 518.587 jiwa (Surakartakota.bps.go.id).

Melihat fenomena yang termasuk baru di Kota yakni pertumbuhan


penduduk yang semakin meningkat dan pola konsumsi yang terggolong
konsumtif, hal itu juga semakin menunmbuhkembangkan minat para penyedia
barang dan jasa, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pokok yang mendukung
konsumsi. Hal tersebut menjadi alasan para produsen dan penyedia barang dan
jasa untuk meningkatkan persaingan di dalam pasokannya dan berusaha menarik
perhatian, agar mayarakat yang mulai konsumtif di Surakarta berminat dan
memutuskan untuk membeli. Apa yang terjadi tersebut menunjukkan perilaku
konsumen di kota Surakarta yang mulai konsumtif, dan terlebih kota Surakarta
memiliki tata letak geografis yang sangat strategis dan diapit oleh beberapa
kabupaten. Dengan adanya hal tersebut, maka dari itu produsen paling tidak bisa
berinovasi dan memahami perilaku konsumen sehingga kedepannya juga bisa tahu
pola konsumsi konsumen.

Perilaku konsumen adalah gambaran yang menunjukkan suatu penjelasan


tentang apa yang menjadi keinginanan kebutuhan konsumen baik dalam jangka
pendek dan jangka panjang sekalipun. Kondisi tersebut juga akan mampu menjadi
alasan mendasar mengapa konsumen menetapkan pilihan untuk membeli serta
sebab-sebab apa yang mendorongnya dengan kuat untuk mempengaruhi
keputusannya melakukan pembelian. Namun pada beberapa bulan terakhir atau
tepatnya di tanggal 2 Maret 2020 yang lalu (bnpb.covid-19.com) mencatat bahwa
Indonesia pada umumnya dan Surakarta pada khussunya terkena dampak pandemi
virus novel corona atau COVID-19 yang bermula dari Wuhan, China. Sebaran
pademi COVID-19 tersebut sangat cepat dan masif mulai dari seluruh belahan
dunia hingga ke pelosok-pelosok daerah tanpa terkecuali.

Seperti yang dijelas oleh Aknolt Kristian Pakpahanan (2020 : 1)


menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 memberikan impact terhadap sector
ekonomi, sosial, dan politik hampir seluruh negara di dunia. Indonesia adalah
salah satu negara yang terdampak terutama pada sisi ekonomi. Hal ini sejalan
dengan Bernatal Saragih (2020 : 2), menjelaskan bahwa dampak dari penyebaran
virus corona (covid-19) ini tentu akan mempengaruhi kehidupan masyarakat, baik
secara ekonomi, sosial, dan pangan.

Diberlakukannya Pembatasan aktivitas masyarakat oleh pemerintah atau


istilah kerennya adalah Sosial Berskala Besar (PSBB), diberlakukan sebagai
upaya menahan laju pergerakan virus yang mematikan tersebut yang belum ada
vaksinnya hingga saat ini. Masyarakat diam di rumah tanpa terkecuali hingga
batas waktu yang belum dapat dipastikan oleh pemerintah. Disisi lain banyak
pekerja/buruh di Kota Surakarta terdampak PHK karena produktivitas
perusahaannya menurun akibat kondisi sekarang ini. Dinas Tenaga Kerja dan
Perindustrian Kota Surakarta mencatat sebanyak 2.569 buruh terkena pemutusan
hubungan kerja atau PHK. Data tersebut tercatat hingga 2 September 2020.

Terlepas dari hal terebut, maka pola konsumsi masyarakat mengalami


perubahan yang tadinya tergolong konsumtif tiba-tiba berkurang signifikan
karena adanya pembatasan tersebut sehingga para produsen atau penjual
mengalami keterbatasan yang berbeda dari biasanya, guna mendukung upaya
pencegahan penularan virus tersebut. Hal tersebut juga ternyata telah menjadi hal
yang umum bagi seluruh masyarakat untuk dapat beradaptasi secara dengan
sendirinya dalam lingkungan yang serba terbatas. Melihat situasi tersebut maka
terlihat bahwa teori pemasaran yang dilandasi oleh bauran pemasaran yang
dikemukakan oleh Kotler (2000), kini mengalami pergeseran. Konsumen dalam
hal ini masyarakat lebih mementingkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang
dapat menunjang untuk bertahan hidup. Situasi telah mengubah persepsi
masyarakat ke dalam tingkat psikologis yang baru dalam menentukan
keputusannya untuk melakukan pembelian terhadap barang-barang kebutuhan
pokok. Dalam situasi yang normal, produk, harga dan tempat mampu berpengaruh
langsung terhadap keputusan membeli, namun dalam kondisi darurat, maka akan
menimbulkan hasil yang lain.

Menurut Baginda Persaulian (2013 : 2) menjelaskan bahwa di Indonesia,


konsumsi juga memiliki peran yang sangat dominan dalam perekonomian dimana
kontribusi konsumsi terhadap perekonomian Indonesia sangat besar dan dominan
yaitu antara 57,7% sampai dengan 73,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Fluktuasi prosentase besaran konsumsi terjadi selama kurun waktu 1999-2008.
Hal ini selaras dengan salah satu prinsip ekonomi Indonesia yaitu pertumbuhan
ekonomi dilihat dari peningkatan atau besaran konsumsi masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai