Anda di halaman 1dari 36

Analisis Ekonometrika

Spasial Menggunakan
Software Stata

Randi Kurniawan

Disampaikan dalam Workshop Ekonometrika Spasial


yang diselenggarakan oleh Prodi Ekonomi
Pembangunan, FEB UNS
Sabtu, 27 Maret 2021
1
Konsep Ekonometrika Spasial
Apa itu Ekonometrika Spasial?

The First Law of Geography: “Everything is related to everything


else, but near things are more related than distant things” (Waldo
Tobler, 1970).

Ekonometrika spasial merupakan bagian dari ekonometrika yang


mempertimbangkan aspek spasial, yaitu keterkaitan antar wilayah
(spatial autocorrelation) dan variasi struktur wilayah (spatial
heterogeneity) dalam regresi, baik pada data cross section maupun
panel (Anselin, 1988).

Ekonomerika spasial membutuhkan data yang memiliki identitas


lokasi/geo-code, seperti koordinat.
Mengapa Aspek Spasial Penting dalam Ekonometri?

Munculnya aspek spasial dalam ekonometrika teori dan terapan


dilatarbelakangi oleh dua faktor utama, yaitu (Anselin, 1988):
1. Muncul perhatian dalam teori ekonomi untuk memodelkan interaksi
antar agen ekonomi dalam suatu sistem. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu spesifikasi model ekonometri yang dapat mengestimasi pengaruh
suatu variabel di suatu wilayah terhadap variabel yang sama di wilayah
lainnya. Contoh: tingkat kriminalitas di suatu wilayah kemungkinan
dipengaruhi oleh tingkat kriminalitas di wilayah tetangga-nya.
2. Kebutuhan untuk mengolah data spasial. Saat ini tersedia banyak data
yang memiliki identitas lokasi dan software komputer untuk
pengolahannya
Tahapan Analisis
Penyusunan spesifikasi model
ekonometri yang mempertimbangkan
efek spasial
Estimasi model ekonometri yang
mempertimbangkan efek spasial

Uji spesifikasi dan diagnostik model


terkait keberadaan efek spasial
Konsep Spatial Autocorrelation (1)

§ Efek spasial terbagi menjadi dua, yaitu spatial autocorrelation dan spatial
heterogeneity.
§ Dalam pemodelan ekonometri standar, permasalahan spatial heterogeneity
dapat menyebabkan terjadinya heteroskedastisitas (varians error yang tidak
konstan). Namun permasalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan teknik,
antara lain robust standar error. Namun spatial autocorrelation tidak dapat
diatasi dengan menggunakan model regresi standar.
§ Spatial autocorrelation ditandai dengan karakteristik berikut (Drukker, 2018):
o Apabila variabel interest di suatu lokasi berhubungan dengan variabel
interest di lokasi lainnya
o Apabila variabel interest di suatu lokasi berhubungan dengan variabel
kontrol di lokasi lainnya
o Apabila error yang berpengaruh terhadap variabel interest di suatu lokasi
berhubungan dengan error yang berpengaruh terhadap variabel interest di
lokasi lainnya
Konsep Spatial
Autocorrelation (2)
Spatial autocorrelation dapat dituliskan dalam
persamaan:

𝑐𝑜𝑣 𝑦! , 𝑦" = 𝐸 𝑦! 𝑦" − 𝐸 𝑦! ) 𝐸 𝑦" ≠ 0 untuk


𝑖≠𝑗

Dimana 𝑖, 𝑗 mengacu kepada observasi (lokasi) dan 𝑦!


(𝑦" ) merupakan nilai variabel random pada lokasi
tersebut.
• Matriks spasial mendefinisikan observasi tetangga
(observasi yang secara spasial saling berdekatan) dan efek
keterkaitannya
• Misalkan suatu model spatial autoregressive:

𝑦! = 𝜌 / 𝑊!" 𝑦" + 𝜖!
Matriks "#$
Dimana
Pembobot ∑%"#$ 𝑊!" 𝑦" = spatial lag yang merepresentasikan kombinasi
linear dari nilai y yang dihitung dari observasi/wilayah yang
bertetangga dengan i
𝑊!" = n × n matriks pembobot spasial
𝜌 ∶ parameter dalam bentuk skalar yang menunjukkan
kekuatan spatial dependence
Matriks Pembobot

• Matriks pembobot spasial memiliki karakteristik antara lain:


• Memberikan gambaran mengenai struktur dan keterkaitan spasial antar
observasi
• Memberikan informasi mengenai observasi mana yang dapat dinyatakan
sebagai tetangga dan bagaimana nilainya saling terkait satu sama lain..
• Didefinisikan dengan simbol W dengan elemennya adalah 𝑤!" yang
mengindikasikan apakah observasi i dan j secara spasial saling berdekatan.
• Disusun dalam bentuk row-standardized, dimana bobot jika dijumlahkan
dalam baris harus sama dengan satu.
• Terdapat dua tipe dari matriks pembobot spasial, yaitu berdasarkan kedekatan
(contiguity) dan jarak (inverse distance matrix).
Matriks Pembobot Berdasarkan Contiguity

• Perlu diidentifikasi kedekatan antar observasi/wilayah, dengan melihat apakah


berbatasan atau tidak.
• Jika berbatasan diberi nilai bobot 1, sedangkan jika tidak berbatasan diberikan
nilai bobot 0.
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗
𝑤!" = 7
0 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑙𝑖𝑘𝑛𝑦𝑎
• Setiap bobot distandardisasi dengan penjumlahan baris bobot sebesar 1
Contoh: 7 × 7 matriks pembobot spasial W menggunakan
Contoh first order contiguity relations untuk 7 wilayah

Matriks 𝑅1 𝑅2 𝑅3 𝑅4 𝑅5 𝑅6 𝑅7
Pembobot: 𝑅1 0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
𝑅2
Contiguity (1) 𝐶=
𝑅3
𝑅4
0 1 0 1 0 0 0
0 0 1 0 1 0 0
𝑅5 0 0 0 1 0 1 0
𝑅6 0 0 0 0 1 0 1
𝑅7 0 0 0 0 0 1 0
Contoh Matriks pembobot dinormalisasi dengan row standardized,
dimana penjumlahan horizontal sama dengan 1
Matriks
Pembobot: 0 1 0 0 0 0 0
0 0
Contiguity (2) 1/2
0
0
1/2
1/2
0 1/2 0
0
0
0
0
𝑊= 0 0 1 0 1/2 0 0
0 0 0 1/2 0 1/2 0
0 0 0 0 1/2 0 1/2
0 0 0 0 0 1 0
Matriks Pembobot Berdasarkan Jarak

• Perlu diidentifikasi lokasi setiap obervasi dengan menggunakan informasi


koordinat longitude dan latitude
• Perlu ditentukan jarak maksimal/band (d) untuk mengkategorikan suatu observasi
memiliki keterkaitan spasial. Diasumsikan di luar band tersebut, observasi i dan j
tidak memiliki keterkaitan spasial.
1/𝑑!" "!&' "'('& ')*'(' ! +,)-') " .+
𝑤!" = D /,0'1!&)2'
0
• Software secara otomatis akan menghitung bobot untuk masing-masing observasi
sesuai dengan band yang ditentukan sebelumnya
Contoh: 7 × 7 matriks pembobot spasial W
menggunakan jarak untuk 7 wilayah dengan jarak
maksimal ditentukan sebesar 10. Misalkan:
• R1 berdekatan dengan R2 dengan jarak 5
Contoh • R1 berdekatan dengan R3 dengan jarak 2
Matriks • R3 berdekatan dengan R4 dengan jarak 6
• R5 berdekatan dengan R6 dengan jarak 4
Pembobot:
Jarak (1) 𝑅1
𝑅1
0
𝑅2
0,2
𝑅3
0,5
𝑅4
0
𝑅5
0
𝑅6
0
𝑅7
0
𝑅2 0,2 0 0 0 0 0 0
𝑅3 0,5 0 0 0,6 0 0 0
𝐶= 𝑅4 0 0 0,6 0 0 0 0
𝑅5 0 0 0 0 0 0,4 0
𝑅6 0 0 0 0 0,4 0 0
𝑅7 0 0 0 0 0 0 0
Contoh Matriks pembobot distandardisasi dengan row
standardized, dimana penjumlahan horizontal sama
Matriks dengan 1
Pembobot: 0 0,3 0,7 0 0 0 0
1 0 1 0 0 0 0
Jarak (2) 0,45 0 0 0,55 0 0 0
𝑊= 0 0 1 0 1 0 0
0 0 0 1 0 1 0
0 0 0 0 1 0 1
0 0 0 0 0 1 0
Konsep Regresi Spasial

• Regresi spasial merupakan metode regresi yang mempertimbangkan isu


spatial dependence dalam estimasi koefisien.
• Jika terdapat isu spatial dependence dalam model regresi, maka terdapat
dua pendekatan yang umum digunakan untuk mengatasinya, yaitu spatial
lag model atau spatial error model.
• Sebelum melakukan regresi spasial, terlebih dahulu diuji keberadaan
spatial dependence. Jika tidak terdapat spatial dependence, maka
penggunaan model OLS dapat menghasilkan estimasi yang tidak bias.
• Regresi spasial dapat dilakukan untuk data cross section dan panel
Model Regresi Spasial

Sumber: Elhorst, 2014


Spatial Lag Model

• Spatial Lag Model atau Spatial Autoregressive (SAR) tepat digunakan jika
fokus pengamatan pada asesmen terhadap keberadaan dan kekuatan dari
interaksi spasial.
• Metode ini digunakan jika sudah terdapat informasi mengenai keterkaitan
struktur spasial dari variabel dependen yang diteliti. Contoh: harga suatu
rumah juga dipengaruhi oleh harga rumah yang berada di dekatnya
• Ditambahkan sebagai regressor dalam bentuk spatially lag dependent
variable (Wy), yang dituliskan dalam persamaan berikut:
𝑦 = 𝜌 𝑊𝑦 + 𝑋𝛽 + 𝑒
Dimana 𝜌 merupakan koefisien spatial autoregressive, X merupakan vektor
dari variabel independen, dan 𝜀 merupakan error term.
Spatial Error Model

• Spatial Error Model (SEM) tepat digunakan apabila fokus pengamatan pada
bagaimana mengatasi bias yang terjadi dari adanya autokorelasi spasial,
sebagai akibat dari penggunaan data spasial.
• Metode ini tepat digunakan jika belum ada informasi sebelumnya mengenai
struktur spasial dari variabel yang diteliti. Contoh: adopsi teknologi petani
kemungkinan disebabkan oleh petani yang bertetangga dengannya.
• Isu spasial ditambahkan dalam komponen error term (e), sehingga e
memiliki struktur spasial. Misal: persamaan regresi dituliskan:
𝑦 = 𝑋𝛽 + 𝑒
• Karena error term memiliki korelasi spasial, maka dituliskan dalam
persamaan:
𝑒 = 𝜆 𝑊𝑒 + 𝑢 atau (I - 𝜆 𝑊) e = 𝑢
Spatial Dependence Test

• Untuk menguji adanya spatial lag dependence digunakan:


• Lagrange multiplier test
• Untuk menguji adanya spatial error dependence digunakan:
• Moran’s I test
• Lagrange multiplier test
• Pengujian hipotesis:
- H0: tidak terdapat spatial dependence
- Ha: terdapat spatial dependence
Jika p-value lebih dari kecil dari nilai level signifikansi 5%, maka H0
ditolak.
• Data yang digunakan dalam
ekonometrika spasial perlu memiliki
identitas spasial (longitude dan
lattitude).
• Data yang identitas spasial dapat
Sumber Data diakses dari berbagai sumber, di
antaranya:
Spasial • https://tanahair.indonesia.go.id/
• https://gadm.org/download_count
ry_v3.html
• Google
• Peta mencakup provinsi dan kabupaten di seluruh
• Data dipublikasikan oleh BIG dan bisa diakses secara gratis
• Jika belum memiliki username dan password, terlebih dahulu
https://tanahair.indonesia.go.id/ melakukan registrasi
• jika sudah berhasil login, klik download, lalu pilih peta per wilayah.
Tampilan data seperti gambar di samping akan muncul
• Untuk mendownload data, klik kanan pada gambar, lalu pilih skala, lalu
klik menu download.
https://gadm.org/download_country_v3.html

• Peta mencakup provinsi, kabupaten,


kecamatan, dan desa untuk masing-
masing negara
• Data dipublikasikan oleh the Center for
Spatial Sciences dan bisa diakses secara
gratis
• Data dapat didownload per negara atau
seluruh negara.
• Dalam latihan ini, akan digunakan peta
Sulawesi Selatan yang diperoleh dari
GADM
2
Aplikasi Stata untuk Regresi
Spasial
• spmap
• spshape2dta
• spmatrix
• spregress

Daftar • mmerge
• esttab
Perintah yang
Perlu Di-Install Petunjuk Install:
Laptop terkoneksi internet. Kemudian, buka Stata,
lalu ketikkan perintah ssc install “nama perintah”
pada command line. Contoh:
ssc install spmap
Tunggu sampai muncul keterangan installation
complete di jendela utama Stata
Peserta disarankan
menggunakan Stata versi 15
ke atas
Visualisasi:
Data IPM per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah (1)

• Dalam latihan ini, akan digunakan peta Jawa Tengah yang diperoleh dari GADM
• Terlebih dulu buat dua direktori dengan perintah:
- Penyimpanan peta:
cd /Users/randikurniawan/Documents/latihan_stata_spasial/peta
- penyimpanan dataset dan output:
global data /Users/randikurniawan/Documents/latihan_stata_spasial
• Simpan data peta di dalam folder yang dijadikan direktori (cd)
• Ubah data format shp menjadi format stata (pilih file level kabupaten:
gadm36_IDN_2.shp) dengan mengetikkan perintah:
spshape2dta gadm36_IDN_2.shp, replace
Visualisasi:
Data IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah (2)

• Setelah berhasil menjalankan perintah ini, akan muncul dua file berformat stata di
direktori, yaitu file keterangan objek dan file koordinat objek.

• Panggil file keterangan objek dan lakukan seleksi lokasi hanya di Jawa Tengah
dengan perintah:

use gadm36_IDN_2, clear


keep if NAME_1==”Jawa Tengah"
ren CC_2 idkab
Visualisasi:

Data PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Gabungkan file keterangan objek dengan
variabel yang ingin divisualisasikan dalam
peta (misal: data “ipm”)
mmerge idkab using $data/ipm

• Jalankan perintah untuk membuat peta


spmap ipm using gadm36_IDN_2_shp,
id(_ID) fcolor(Blues2)
(74.93,83.19]

• Ekspor peta ke format jpg


(71.87,74.93]
(69.56,71.87]
[66.12,69.56]

graph export $data/map_ipm.jpg, replace


Bagaimana memberikan label,
• Simpan dataset memberi judul, mengubah warna, dan
save $data/data_analisis, replace mengubah kategori?
Menghitung Matriks
Pembobot (1)
. spmatrix summarize Wcon

Weighting matrix Wcon

• Panggil data yang merupakan gabungan dari Type contiguity


data objek, koordinat, dan variabel yang akan Normalization row
dianalisis (“data_analisis”) Dimension 35 x 35
Elements
use $data/data_analisis, clear minimum 0
minimum > 0 .125
mean .0285714
1. Menghitung matriks pembobot contiguity max 1
spmatrix create contiguity Wcon, replace Neighbors
norm(row) minimum 1
mean 4.228571
spmatrix summarize Wcon
maximum 8

.
Menghitung Matriks
Pembobot (2)
. spset, modify coordsys(latlong, kilometers)
2. Menghitung matriks pembobot distance Sp dataset data_analisis.dta
data: cross sectional
* modifikasi jarak peta menjadi kilometer spatial-unit id: _ID
coordinates: _CY, _CX (latitude-and-longitude, kilometers)
spset, modify coordsys(latlong, kilometers) linked shapefile: gadm36_IDN_2_shp.dta

spset . spdistance 139 125


(data currently use latitude and longitude)
* contoh menghitung jarak dua lokasi (yang menjadi acuan
adalah variabel _ID) _ID (longitude, latitude)

spdistance 139 125 139


125
(110.8234, -7.558082)
(110.3895, -7.020418)

distance 76.621193 kilometers


spmatrix create idistance Wdis, vtruncate(1/50) replace
norm(row)
. spmatrix sum Wdis
spmatrix summarize Wdis
spmatrix dir Weighting matrix Wdis

. spmatrix dir
Type idistance
Normalization row
Weighting matrix name N x N Type Normalization
Dimension 35 x 35
Wcon 35 x 35 contiguity row Elements
Wdis 35 x 35 idistance row
minimum 0
Menguji Spatial . regress ipm lnpdrb_kapita lnbelanjakesehatan_kapita lnbelanjapendidikan_kapita

Source SS df MS Number of obs = 35

Dependence
F(3, 31) = 18.57
Model 423.554627 3 141.184876 Prob > F = 0.0000
Residual 235.71207 31 7.60361516 R-squared = 0.6425
Adj R-squared = 0.6079
Total 659.266697 34 19.390197 Root MSE = 2.7575

• Lakukan regresi OLS:


ipm Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

lnpdrb_kapita 5.879902 1.108827 5.30 0.000 3.618434 8.141369


lnbelanjakesehatan_kapita 2.444607 1.286869 1.90 0.067 -.1799782 5.069193

regress ipm lnpdrb_kapita lnbelanjapendidikan_kapita


_cons
-1.075434
36.1056
1.654801
18.6858
-0.65
1.93
0.521
0.063
-4.450423
-2.004328
2.299554
74.21553

lnbelanjakesehatan_kapita
lnbelanjapendidikan_kapita
. estat moran, errorlag(Wcon)

Moran test for spatial dependence


• Uji adanya spatial dependence Ho: error is i.i.d.
Errorlags: Wcon

estat moran, errorlag(Wcon) chi2(1) = 6.36


Prob > chi2 = 0.0117
Hasil uji Moran di samping menunjukkan adanya
spatial dependence . estat moran, errorlag(Wdis)

Moran test for spatial dependence


Ho: error is i.i.d.
Errorlags: Wdis
estat moran, errorlag(Wdis)
chi2(1) = 8.92

Hasil uji moran di samping menunjukkan ada Prob > chi2 = 0.0028

spatial dependence
Regresi Spasial (1)
• Regresi spasial (Model SAR)
spregress ipm lnpdrb_kapita lnbelanjakesehatan_kapita lnbelanjapendidikan_kapita , ml
dvarlag(Wcon) nolog
. spregress ipm lnpdrb_kapita lnbelanjakesehatan_kapita lnbelanjapendidikan_kapita , ml dvarlag(Wcon) nolog
(35 observations)
(35 observations (places) used)
(weighting matrix defines 35 places)

Spatial autoregressive model Number of obs = 35


Maximum likelihood estimates Wald chi2(4) = 134.62
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -75.199321 Pseudo R2 = 0.7272

ipm Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

ipm
lnpdrb_kapita 4.728172 .8223278 5.75 0.000 3.116439 6.339905
lnbelanjakesehatan_kapita 3.852746 .9585507 4.02 0.000 1.974021 5.731471
lnbelanjapendidikan_kapita -1.35072 1.178499 -1.15 0.252 -3.660536 .9590947
_cons -19.18917 17.3566 -1.11 0.269 -53.20748 14.82913

Wcon
ipm .6213325 .1254065 4.95 0.000 .3755402 .8671249

var(e.ipm) 3.847784 .9440572 2.378853 6.223773

Wald test of spatial terms: chi2(1) = 24.55 Prob > chi2 = 0.0000
Regresi Spasial (2)
• Regresi spasial (Model SAR)
spregress ipm lnpdrb_kapita lnbelanjakesehatan_kapita lnbelanjapendidikan_kapita ,
ml errorlag(Wcon) nolog
. spregress ipm lnpdrb_kapita lnbelanjakesehatan_kapita lnbelanjapendidikan_kapita , ml errorlag(Wcon) nolo
> g
(35 observations)
(35 observations (places) used)
(weighting matrix defines 35 places)

Spatial autoregressive model Number of obs = 35


Maximum likelihood estimates Wald chi2(3) = 98.29
Prob > chi2 = 0.0000
Log likelihood = -77.142372 Pseudo R2 = 0.5879

ipm Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

ipm
lnpdrb_kapita 4.071962 .8534154 4.77 0.000 2.399299 5.744626
lnbelanjakesehatan_kapita 4.664337 1.070563 4.36 0.000 2.566072 6.762602
lnbelanjapendidikan_kapita -3.227043 1.455587 -2.22 0.027 -6.079941 -.3741457
_cons 42.45935 14.42346 2.94 0.003 14.18988 70.72882

Wcon
e.ipm .719591 .1371204 5.25 0.000 .4508399 .9883421

var(e.ipm) 4.086549 1.034169 2.488548 6.710694

Wald test of spatial terms: chi2(1) = 27.54 Prob > chi2 = 0.0000
esttab sar sem ols, se mti(SAR SEM OLS)

. esttab sar sem ols, se mti(SAR SEM OLS) stats(aic)

(1) (2) (3)


SAR SEM OLS

main
lnpdrb_kap~a 4.728*** 4.072*** 5.880***
(0.822) (0.853) (1.109)

lnbelanjak~a 3.853*** 4.664*** 2.445

Perbandingan
(0.959) (1.071) (1.287)

lnbelanjap~a -1.351 -3.227* -1.075

Hasil Regresi
(1.178) (1.456) (1.655)

_cons -19.19 42.46** 36.11


(17.36) (14.42) (18.69)

Wcon
ipm 0.621***
(0.125)

e.ipm 0.720***
(0.137)

/
var(e.ipm) 3.848*** 4.087***
(0.944) (1.034)

aic 162.4 166.3 174.1

Standard errors in parentheses


* p<0.05, ** p<0.01, *** p<0.001
Terima Kasih

Jika ada masukan/saran dan pertanyaan terkait materi ini, silakan


menghubungi saya di:
Email: randikurniawan@unhas.ac.id
No WA: 085643319914

Anda mungkin juga menyukai