Anda di halaman 1dari 29

BAB II

PENGETAHUAN UMUM TENTANG ZAKAT DAN PAJAK

A. Zakat

Zakat merupakan tiang dari salah satu bangunan Islam, karena selain

mengandung makna-makna ubudiah, zakatpun mengandung makna esensi

kemaslahatan umat. Dengan adanya dana zakat yang diambil, dikelola dan

dialokasikan kepada yang berhak (muzaki, mustahik dan ‘amilin) dengan benar

maka kemaslahatan umat pun akan terjamin sebagaimana yang telah terjadi

pada masa-masa awal Islam.

1. Definisi Zakat

Secara etimologi zakat berasal dari kata zaka yang berarti adalah Al-

barokah “keberkahan”, An-namaa ’’pertumbuhan dan perkembangan”, At-

thaharu ’’kesucian’’ dan As-sholahu ’’keberesan’’. Sedangkan secara istilah

meskipun para ulama berbeda pendapat dalam redaksinya antara satu dengan

yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama yaitu bahwa zakat itu adalah

bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang Allah Swt. Mewajibkan

kepada pemiliknya untuk disertakan kepada yang berhak menerimannya

dengan persyaratan tertentu pula.1

Zakat merupakan upaya mensucikan diri dari kotoran dan dosa.

Menyuburkan pahala melalui pengeluaran sedikit dari nilai pribadi untuk kaum

1
Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern (Depok: Gema Insani, 2002),
hlm. 7.

16
17

yang memerlukan.2 Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan

untuk memperoleh berkat, membersihkan jiwa dan memupukkan pelbagai

kebaikan.3

Dalam Al-Qur’an telah disebutkan kata-kata zakka tersebut seperti pada

surat Asy-Syams: 9

‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َمن زَ َّكاهَا‬

“Sungguh beruntunglah orang-orang yang mensucikan (zakkaha)”.

Demikian pula dalam surat Al-A’la: 14

‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َمن تَزَ َّك ٰى‬

‘’Sungguh beruntunglah orang-orang yang mensucikan diri.’’

Dan dalam Surat An-Najm: 32

‫فَاَل تُزَ ُّكوا َأنفُ َس ُك ْم‬

‘’....Maka janganlah kamu memuji dirimu....’’.

Namun lembaga penelitian dan pengkajian masyarakat (LPPM)

Universitas Islam Bandung/UNISBA (1991) merinci lebih lanjut pengertian

zakat yang ditinjau dari segi bahasa sebagai berikut:4

1. Tumbuh, artinya menunjukkan bahwa benda yang dikenai zakat adalah

benda yang tumbuh dan berkembang baik (baik dengan sendirinya maupun

dengan diusahakan, lebih-lebih dengan campuran keduanya); dan jika benda

tersebut sudah dizakati, maka ia akan lebih tumbuh dan berkembang baik,

2
Amiruddin Inoed, dkk, Anatomi Fiqh Zakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 8.
3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3-4, penerjemah M. Nabhan Husain (Bandung: Al
Ma’arif, 1978), hlm. 5.
4
Mursyidi, Akuntatasi Zakat Kontemporer (Bandung: Rosda Karya, 2003), hlm. 75.
18

serta menumbuhkan mental kemanusiaan dan keagamaan pemiliknya

(muzakki) dan si penerimanya (mustahik).

2. Baik, artinya menunjukan bahwa harta yang dikenai zakat adalah benda

yang baik mutunya, dan jika itu telah dizakati kebaikan mutunya akan lebih

meningkat, serta akan meningkatkan kualitas muzakki dan mustahik-nya.

3. Berkah, artinya menunjukkan bahwa benda yang dikenai zkat adalah benda

yang mengandung berkah (dalam arti potensial). Ia potensial bagi

perekonomian, dan membawa berkah bagi setiap orang yang terlibat di

dalamnya jika benda tersebut telah dibayarkan zakatnya.

4. Suci, artinya bahwa benda yang dikenai zakat adalah benda suci. Suci dari

usaha yang haram, serta mulus dari gangguan hama maupun penyakit, dan

jika sudah dizakati, ia dapat mensucikan mental muzakki dari akhlak jelek,

tingkah laku yang tidak senonoh dan dosa, juga bagi mustahik-nya.

5. Kelebihan, artinya benda yang dizakati merupakan benda yang melebihi

dari kebutuhan pokok muzakki, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

pokok mustahik-nya. Tidaklah bernilai suatu zakat jika menimbulkan

kesengsaraan bagi muzakki. Zakat bukan membagi-bagi atau meratakan

kesengsaraan, akan tetapi justru meratakan kesejahteraan dan kebahagian

bersama.

Dalam pengertian istilah syara’, zakat mempunyai banyak pemahaman,

diantaranya:

Menurut Yusuf Qardhawi, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang

diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.5


5
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Cet 9 (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2006), hlm. 34.
19

Sedang Wahbah Zuhaili dalam karyanya Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu

mendefinisikan dari sudut empat madzhab, yaitu:6

Madzhab Maliki, zakat adalah mengeluarkan sebagian yang tertentu dari

harta yang tertentu pula yang sudah mencapai nishab (batas jumlah yang

mewajibkan zakat) kepada orang yang berhak menerimanya, manakala

kepemilikan itu penuh dan sudah mencapai haul (setahun) selain barang

tambang dan pertanian.

Madzhab Hanafi, mendefinisikan zakat adalah menjadikan kadar tertentu

dari harta tertentu pula sebagai hak milik, yang ditentukan oleh pembuat

syari’at semata-mata karena Allah Swt.

Madzhab Syafi’i, zakat adalah nama untuk kadar yang dikeluarkan dari

harta atau benda dengan cara-cara tertentu.

Sedang Madzhab Hambali memberikan definisi zakat sebagai hak (kadar

tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta tertentu untuk golongan

tertentu dalam waktu tertentu pula.

Dari terminologi di atas maka dapat dipahami bahwa zakat adalah

penyerahan atau penunaian hak yang wajib yang terdapat di dalam harta untuk

diberikan kepada orang-orang yang berhak seperti yang termaktub dalam Surat

At Taubah: 60

ِ ‫ين َو ْال َعا ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُمَؤلَّفَ ِة قُلُوبُهُ ْم َوفِي ال ِّرقَا‬
‫ب‬ ِ ‫ات لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِك‬ َّ ‫ِإنَّ َما ال‬
ُ َ‫ص َدق‬
‫يضةً ِّمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬
َ ‫يل ۖ فَ ِر‬ِ ِ‫يل هَّللا ِ َوا ْب ِن ال َّسب‬
ِ ِ‫َار ِمينَ َوفِي َسب‬ ِ ‫َو ْالغ‬
‘’Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya untuk
6
Wahbah Zuhaily, Zakat: Kajian berbagai Madzhab, Penerjemah Agus efendi dan
Bahrudin Fanany (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm 83-84
20

memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, sebagai


ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengeetahui lagi maha
bijaksana’’.
Kata zakat dalam arti terminologi oleh Al-Qur’an disebut 30 kali, yaitu

27 kali disebut dalam satu konteks dengan shalat, dan dari 30 kali sebutan

tersebut, terdapat 8 sebutan yang berada pada surat-surat yang turun di makkah

dan sisanya berada pada surat-surat yang turun di madinah.7

Dari beberapa ayat Al-Qur’an, kata zakat banyak sekali yang

dihubungkan dengan kata shalat dan kita diperintahkan untuk

melaksanakannya seperti yang terdapat dalam surat Al-Muzammil ayat 20

sebagai berikut:

َ‫ِإ َّن َربَّكَ يَ ْعلَ ُم َأنَّكَ تَقُو ُم َأ ْدن َٰى ِمن ثُلُثَ ِي اللَّي ِْل َونِصْ فَهُ َوثُلُثَهُ َوطَاِئفَةٌ ِّمنَ الَّ ِذين‬

َ ‫ار ۚ َعلِ َم َأن لَّن تُحْ صُوهُ فَت‬


‫َاب َعلَ ْي ُك ْم ۖ فَا ْق َر ُءوا َما تَيَ َّس َر‬ َ َ‫ك ۚ َوهَّللا ُ يُقَ ِّد ُر اللَّي َْل َوالنَّه‬
َ ‫َم َع‬

ِ ْ‫ض ٰى ۙ َوآ َخرُونَ يَضْ ِربُونَ فِي اَأْلر‬


‫ض‬ ُ ‫آن ۚ َعلِ َم َأن َسيَ ُك‬
َ ْ‫ون ِمن ُكم َّمر‬ ِ ْ‫ِمنَ ْالقُر‬

ۚ ُ‫ِم ْنه‬ ‫يل هَّللا ِ ۖ فَا ْق َر ُءوا َما تَيَ َّس َر‬
ِ ِ‫يَ ْبتَ ُغونَ ِمن فَضْ ِل هَّللا ِ ۙ َوآخَ رُونَ يُقَاتِلُونَ فِي َسب‬

‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ َوَأ ْق ِرضُوا هَّللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا ۚ َو َما تُقَ ِّد ُموا َأِلنفُ ِس ُكم ِّم ْن‬
َّ ‫َوَأقِي ُموا ال‬

‫خَ ي ٍْر ت َِج ُدوهُ ِعن َد هَّللا ِ هُ َو خَ ْيرًا َوَأ ْعظَ َم َأجْ رًا ۚ َوا ْستَ ْغفِرُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر َّر ِحي ٌم‬

7
Iqbal M. Abraha, Problematika Zakat dan Pajak di Indonesia (Jakarta: Sketsa, 2009),
hlm. 20.
21

“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri


(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui
bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu,
Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara
kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di
jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk
dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan
yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan
kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Di samping itu Al-Qur’an juga mengecam keras bagi orang yang tidak

mau menunaikan perintah zakat tersebut, sebagai mana yang disinyalir dalam

surat At Taubah ayat 34, sebagai berikut:

َ ¡‫¡ار َوالرُّ ْهبَ¡¡ا ِن لَيَ ¡ْأ ُكلُونَ َأ ْم‬


ِ َّ‫¡وا َل الن‬
‫اس‬ ِ ¡َ‫يَ¡¡ا َأيُّهَ¡¡ا الَّ ِذينَ آ َمنُ¡¡وا ِإ َّن َكثِ¡¡يرًا ِّمنَ اَأْلحْ ب‬

َّ ِ‫َب َو ْالف‬
‫ض ¡ةَ َواَل يُنفِقُونَهَ¡¡ا‬ َ ‫يل هَّللا ِ ۗ َوالَّ ِذينَ يَ ْكنِ ُزونَ ال َّذه‬ ُ َ‫بِ ْالبَا ِط ِل َوي‬
ِ ِ‫ص ُّدونَ عَن َسب‬

‫ب َألِ ٍيم‬
ٍ ‫فِي َسبِي ِل هَّللا ِ فَبَ ِّشرْ هُم بِ َع َذا‬
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.

Berdasarkan definisi di atas maka zakat mempunyai fungsi pokok-pokok

sebagai berikut:

1) Membersihkan jiwa muzakki.

2) Membersihkan harta muzakki.


22

3) Fungsi ekonomi sosiall. Artinya bahwa zakat mempunyai misi meratakan

kesejahteraan dan kebahagiaan dalam bidang sosiall ekonomi. Lebih jauh

dapat berperan serta dalam membangun perekonomian mendasar yang

bergerak langsung ke sektor ekonomi lemah.

4) Fungsi ibadah. Artinya bahwa zakat merupakan sarana utama ke tiga

dalam pengabdian dan rasa syukur kepada Allah Swt.8

2. Dasar Hukum Zakat

Dasar-dasar hukum zakat banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an, As

Sunah, dan Ijma para ulama. Dasar hukum zakat dari Al-Qur’an antara lain

yaitu:

Dalam surat At Taubah: 103

َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ ِإ َّن‬


َ‫صاَل تَك‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن َأ ْم َوالِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُزَ ِّكي ِهم بِهَا َو‬

‫َس َك ٌن لَّهُ ْم ۗ َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Dalam surat Az-Zariyat: 19

ِ ‫ق لِّلسَّاِئ ِل َو ْال َمحْ ر‬


‫ُوم‬ ٌّ ‫َوفِي َأ ْم َوالِ ِه ْم َح‬

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.”

Dalam surat At-Taubah: 71 Allah Swt berfirman:

8
Mursyidi, Akuntasi Zakat Kontemporer, Op., Cit. hlm. 77.
23

‫ُوف َويَ ْنهَ¡¡وْ نَ ع َِن‬


ِ ‫¡ال َم ْعر‬ ْ ¡ِ‫ْض ۚ يَ¡ْأ ُمرُونَ ب‬
ٍ ‫ْض¡هُ ْم َأوْ لِيَ¡¡ا ُء بَع‬
ُ ‫¡ات بَع‬ ُ ¡َ‫َو ْال ُمْؤ ِمنُ¡¡ونَ َو ْال ُمْؤ ِمن‬
‫صاَل ةَ َويُْؤ تُونَ ال َّز َكاةَ َوي ُِطيعُونَ هَّللا َ َو َر ُس¡ولَهُ ۚ ُأولَ ٰـِئكَ َس¡يَرْ َح ُمهُ ُم‬
َّ ‫ْال ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال‬
ِ ‫هَّللا ُ ۗ ِإ َّن هَّللا َ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
Dan di dalam surat Al-Hajj: 41

‫صاَل ةَ َوآتَ ُوا ال َّز َكاةَ َوَأ َمرُوا‬


َّ ‫ض َأقَا ُموا ال‬
ِ ْ‫الَّ ِذينَ ِإن َّم َّكنَّاهُ ْم فِي اَأْلر‬
‫ُأْل‬
ِ ‫ُوف َونَهَوْ ا ع َِن ْال ُمن َك ِر ۗ َوهَّلِل ِ عَاقِبَةُ ا ُم‬
‫ور‬ ِ ‫بِ ْال َم ْعر‬

“(yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.”

Surat Al-Baqarah: 276

‫ار َأثِيم‬
ٍ َّ‫ت ۗ َوهَّللا ُ اَل يُ ِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ق هَّللا ُ الرِّ بَا َويُرْ بِي ال‬
ِ ‫ص َدقَا‬ ُ ‫يَ ْم َح‬
“Allah
memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak
menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa’’.

Sedangkan dalil-dalil zakat yang terdapat dalam As Sunah antara lain:

‫ث ُم َعا ًذا‬ َ ‫ َأ َّن النَّبِ ِّي‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما‬


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَ َع‬ ِ ‫ع َْن اب ِْن َعب‬
ِ ‫َّاس َر‬
‫ َشهَا َد ِة َأ ْن الَ اِلهَ اِالَّهللاِ َأنِّى‬:‫ (ُأ ْد ُعهُ ْم ِإلَى‬: ‫ال‬ َ َ‫ فَق‬,‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ِإلَى ْاليَ َم ِن‬
ِ ‫َر‬
َ ‫ فََأ ْعلِ ْمهُ ْم َأ َّن هللاَ قَ ْد ِإ ْفتَ َر‬, َ‫ فَِإ ْن هُ ْم َأطَا ُعوْ ا لِذاَلِك‬,ِ‫َرسُوْ ُل اهللا‬
ُ‫ض َعلَ ْي ِه ْم َخ ْمس‬
َ ‫ فََأ ْعلِ ْمهُ ْم اَ َّن هللا ِإ ْفتَ َر‬, َ‫ فَِإ ْن هُ ْم َأطَا ُعوْ لِ َذالِك‬,‫ت فِى ُك ِّل يَوْ ٍم َولَ ْيلَ ٍة‬
‫ض‬ ِ ‫صلَ َوا‬َ
.‫ َوتُ َر ُّد َعلَى فُقَ َراِئ ِه ْم‬,‫ص َدقَةً فِى اَ ْم َوالِ ِه ْم تُْؤ خَ ُذ ِم ْن َأ ْغنِيَاِئ ِه ْم‬
َ ‫َعلَ ْي ِه ْم‬
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra: Nabi Muhammad Saw mengutus
Muadz ra ke Yaman dan berpesan kepedanya’’ ajaklah mereka untuk bersaksi
24

bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku (Muhammad) adalah utusan
Allah dan apabila mereka mengikuti ajakanmu, beritahu mereka bahwa Allah
memerintahkan mereka mengerjakan sholat lima waktu dalam sehari semalam,
dan jika mereka menaatimu mengerjakan perintah itu, beri tahu mereka bahwa
Allah memerintahkan membayar sedekah (zakat) dari kekayaan mereka yang
diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberi orang-orang
miskin di antara mereka.9

Di dalam kitab Nailul Authar ada tambahan lagi mengenai hadits di atas

yaitu yang di riwayatkan oleh Jama’ah, “kemudian jika mereka taat kepadamu

untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta

mereka, dan takutlah dengan do’a orang yang teraniaya, karena sesungguhnya

antara do’a itu dan Allah tidak ada pendinding/halangannya”.10

Dan di dalam buku ringkasan Shahih Muslim ada salah satu hadits

tentang orang-orang yang tidak mengeluarkan zakatnya yang diriwayatkan oleh

Abu Dzar ra. sebagai berikut:11

ٌ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوهُ َو جاَلِس‬ ُ ‫ ِإ ْنتَهَي‬:‫ال‬


َ ‫ْت ِإلَى النَّبِ ِّي‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ع َْن َأبِى َذ ٍّر َر‬
‫ْت َحتَّى‬ُ ‫ال "اَْأل ْخ َسرُوْ نَ َو َربِّ ْال َك ْعبَ ِة" قَا َل "ف ِجع‬ َ َ‫ فَلَ َّما َرَأنِى ق‬,‫فِى ِظلِّ ْال َك ْعبَ ِة‬
‫ هُ ُم‬,‫ك اَبِى َواُ ِّمي َم ْن هُ ْم؟ قَا َل‬ َ ‫ بَا َرسُوْ َل هللاِ فِدَا‬,‫ت‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬,‫ت‬ُ ‫ فَلَ ْم َأتَقَا َّر َأ ْن قُ ْم‬,‫ْت؟‬
ُ ‫َجلَس‬
‫ال ه َك َذا َوه َك َذا َوه َك َذا ( ِم ْن بَ ْينَ يَ َد ْي ِه َو ِم ْن خ َْلفِ ِه َوع َْن‬ َ َ‫ ِإالَّ َم ْن ق‬,ً‫اَْألكثَرُوْ نَ َأ ْم َواال‬
‫ الَ يَُؤ دِّى‬,‫ب ِإبِ ٍل َوالَ بَقَ ٍر َوالَ َغن ٍَم‬ َ ‫ َما ِم ْن‬,‫يَ ِم ْينِ ِه َوع َْن ِش َمالِ ِه) َوقَلِ ْي ٌل َم ْن هُ ْم‬
ِ ‫صا ِح‬
ُ‫ تَ ْن ِط ُحهُ بَقَرُوْ نَهَا َوتَطَُؤ ه‬,ُ‫َت َوَأ ْس َمَئه‬ ْ ‫زَ كاَتَهَا ِإالَّ َجا َء‬
ْ ‫ت يَوْ َم القِيَا َم ِة اَ ْعظَ َم َما َكان‬

ِ َّ‫ضى بَ ْينَ الن‬


.‫اس‬ َ ‫ى يُ ْق‬ َّ ‫َت َعلَ ْي ِه ُأوْ الَهَا َحت‬
ْ ‫َت ُأ ْخ َرا هَا عَاد‬ ْ ‫بَِأضْ الَفِهَا ُكلَّ َما نَفِد‬

9
Al Imam Zainudin ahmad bin Abdul Lathif Az Zabadi, Ringkasan Shahih Al Bukhari,
penerjemah Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis (Bandung: Mizan, 2000), hlm. 282.
10
Ibnu Abdul Aziz Ali Mubarak, Nailul Authar, Jilid 3, penerjemah A. Qadir Hasan dkk.
(Surabaya: PT. Bina Ilmu 1980), hlm. 1155.
11
Al Hafidz Zaki Al Din, Abd. Al Adzim Al mundziri, Ringkasan Shahih Muslim,
penerjemah Syinqithy Djamludin dan HM. Mochtar Zoerni (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 283.
25

Diriwayatkan dari Abu Dzar RA: saya pernah mendatangi Rasulullah


Saw sewaktu ia duduk di naungan ka’bah. Ketika ia melihat saya, ia
bersabda:’’ Demi tuhan ka’bah, mereka adalah orang-orang yang paling
merugi ‘’ lalu saya mendatangi ia dan saya duduk di dekat ia namun hati saya
tetap gelisah sehingga saya berdiri lagi dan bertanya: Wahai Rasulullah,
semoga ayah dan ibu saya menjadi tebusan engkau. Siapakah mereka itu ? ia
menjawab ‘’mereka adalah orang-orang yang paling banyak hartanya, kecuali
orang yang menggunakan hartanya begini, begini, dan begini di mukanya,
belakannya, kanannya dan kirinya, dan mereka itu sedikit sekali yang
demikian. Seseorang yang memiliki onta, lembu dan kambing lalu tidak di
zakatinya, maka semuanya itu pada hari kiamat nanti akan datang
kepadanyadalam keadaan yang lebih gemuk dari sebelumnya lalu menandunya
dengan tanduk-tanduknya, dan menginjaknya dengan kuku-kukunya. Begitulah
seterusnya bergantian tidak habis-habisnya sampai dia mendapat pengadilan
di tengah-tengah orang banyak.

Selain hadits-hadits ini masih banyak lagi hadits yang berkaitan

mengenai zakat. Adapun dalil berupa ilma’ ialah adanya kesempatan semua

ulama umat Islam di semua negara, kesepakatan bahwa zakat adalah wajib.

Bahkan para sahabat Nabi Saw. sepakat untuk membunuh orang-orang yang

enggan untuk membayar zakat. Dengan demikian, barang siapa mengingkari

kefardluannya, berarti dia kafir atau murtad.12

3. Jenis-Jenis Zakat

Zakat dibedakan dalam dua kelompok besar, yaitu: 13

1) Zakat Fitrah (diri/jiwa).

2) Zakat Mal (harta/kekayaan).

Zakat Fitrah merupakan zakat jiwa (zakat an nafs), yaitu kewajiban

berzakat bagi setiap individu baik untuk orang yang sudah dewasa maupun

belum dewasa, dan dibarengi dengan ibadah puasa.

12
Iqbal M. Abraha, Op. cit., hlm. 29.
13
Mursyidi, Op. cit., hlm. 78.
26

Zakat fitrah mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut:

a. Fungsi ibadah

b. Fungsi membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan dan

perbuatan yang tidak bermanfaat.

c. Memberikan kecukupan kepada orang-orang miskin pada hari raya

fitri.

Zakat fitrah wajib dikeluarkan sebelum shalat i’ed, namun ada pula yang

membolehkan mengeluarkannya mulai pertengahan bulan puasa. Bukan

dikatakan zakat fitrah apabila dilakukan setelah shalat i’ed.

Zakat Mal adalah zakat kekayaan, artinya zakat yang dikeluarkan dari

kekayaan atau sumber kekayaan itu sendiri. Uang adalah kekayaan, pendapatan

dari profesi, usaha , investasi merupakan sumber dari kekayaan.

Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. hanya menyebutkan secara eksplisit

tujuh jenis harta yang wajib dizakati. Penyebutan ketujuh jenis harta tersebut

disertai dengan keterangan yang cukup rinci tentang batas minimum dan

tarifnya, kecuali zakat perniagaan. Ketujuh jenis harta tersebut adalah emas,

perak, hasil pertanian, barang dagangan, ternak, hasil tambang dan barang

temuan (rikaz).

Sejalan dengan perkembangan sosiall, budaya, ilmu pengetahuan dan

teknologi, maka para ulama kontemporer seperti Mahmud Saltut, Yusuf

Qardhawi, dan Abd al-Rahman Isa menyatakan bahwa ketentuan syari’at

tentang harta yang wajib dizakati itu bersifat kondisional, karena itu masih

terbuka kemungkinan untuk bertambah sesuai dengan perkembangan yang ada


27

di masyarakat. Oleh karena itu objek zakat saat ini sudah terdeferiansiasi ke

dalam sektor baru yang ternyata bisa mendatangkan lebih banyak harta

ketimbang yang dihasilkan dari mata pencaharian tradisional.

4. Syarat-Syarat Zakat

Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati yaitu:

a) Milik penuh

Maksud dari milik penuh yaitu bahwa pemilikan penuh adalah bahwa

kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya, 14 atau

seperti yang dinyatakan sebagian ahli fiqh,’’bahwa kekayaan itu harus berada

di tangannya, tidak tersangkut di dalam hak orang lain, dapat ia pergunakan,

dan faedahnya dapat ia nikmati”. Dengan kata lain hubungan yang berdasarkan

hukum antara seseorang dengan suatu benda yang memuatnya secara mutlak

dapat menggunakannya dan menghalangi orang lain untuk menggunakannya.

Jika tidak memenuhi syarat ini maka suatu barang tidak wajib di zakati,

misalnya:15

Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa barang dagangan yang belum

sampai di tangan pedagangnya, tidak wajib dizakati. Barang yang tidak

mempunyai kemantapan/kepastian akan diterima kembali (barang yang hilang),

tidak wajib dizakati sekalipun kemudian barang yang hilang tersebut kembali

setelah beberapa tahun kemudian. Harta yang tidak mempunya pemilik

tertentu, artinya milik umum tidak wajib dizakati. Secara mayoritas tanah

14
Yusuf Qardhawi, Op. cit., hlm. 128.
15
Mursyidi, Op. cit., hlm. 91.
28

wakaf dan sejenisnya tidak wajib dizakati. Harta yang diperoleh dari jalan

haram tidak wajib dizakati.

b) Berkembang

Maksud dari makna berkembang menurut ahli-ahli fiqih secara

terminologi berarti ‘’bertambah’’. Menurut pengertian terpakai (istilah) terbagi

dua, bertambah secara konkrit dan bertambah tidak secara konkrit. Bertambah

secara konkrit adalah bertambah akibat pembiakan, perdagangan dan

sejenisnya, sedangkan bertambah secara tidak konkrit adalah kekayaan itu

berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain

atas namanya.16

c) Cukup senisab

Hikmah adanya nisab itu jelas sekali, yaitu bahwa zakat merupakan pajak

yang dikenakan atas orang kaya untuk bantuan kepada orang miskin dan untuk

ikut berpartisipasi bagi kesejahteraan Islam dan kaum muslimin. Oleh karena

itu, zakat tentulah harus dipetik dari kekayaan yang mampu memikul

kewajiban itu dan menjadi tidak ada artinya apabila orang miskin juga

dikenakan. Ia sangat perlu dibantu bukan membantu. Oleh karena itu Nabi

Saw. Bersabda:

‘’Zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya’’

Berdasarkan itu pulalah peraturan perpajakan modern cenderung tidak

memasukan orang-orang yang berpenghasilan kecil ke dalam orang-orang yang

terkena wajib pajak, karena kasihan dan untuk menjaga kondisi mereka tidak

16
Yusuf Qardhawi, Op. cit., hlm. 138.
29

lebih buruk. Hal itulah yang sudah lebih dahulu ditetapkan oleh syari’at Islam

empat belas abad yang lalu.17

d) Lebih dari kebutuhan biasa

Ukuran kebutuhan biasa merupakan sesuatu yang sangat relatif sifatnya.

Setiap orang akan berbeda dalam pemenuhan kebutuhan biasanya, apalagi

dalam kondisi perekonomian saat ini yang menganggap bahwa barang mewah

pun sudah menjadi kebutuhan. Kebutuhan biasa dapat diukur dengan

kebutuhan rutin fisik minimal untuk diri muzakki.18

e) Bebas dari hutang

Harta yang lebih dari kebutuhan primer, sudah senisab dan berkembang

dapat dizakati apabila sudah terbebas dari hutang. Syarat hutang yang

menggugurkan zakat adalah hutang yang harus dibayar dalam jangka pendek

(kurang dari satu tahun), walaupun ada yang membolehkan semua janis hutang,

namun tetap jenis hutang yang bekaitan dengan harta yang diterima atau yang

dimiikinya.19

f) Berlalu setahun (haul)

Maksudnya adalah bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik

sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Persyaratan setahun ini

haya untuk ternak, uang, dan harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukkan

ke dalam istilah “zakat modal’’. Tetapi hasil pertanian, buah-bauahan, madu,

logam mulia, harta karun, dan lain-lainnya yang sejenis, tidaklah

17
Ibid, hlm. 150.
18
Mursyidi, Op. cit., hlm. 93.
19
Ibid, hlm. 93.
30

dipersyaratkan satu tahun, dan semuanya itu dapat dimasukan ke dalam istilah

“zakat pendapatan”.20

5. Masharif atau Tempat Memberikan Zakat

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa yang berhak

menerima zakat yaitu ada delapan golongan,21 semuanya tercakup dalam

firman Allah dalam surat At-Taubah: 60

1) dan 2). Fakir Miskin, yaitu orang-orang yang berada dalam kebutuhan

dan tidak mendapatkan apa yang mereka perlukan. Kebalikannya ialah

orang-orang kaya raya dan berkecukupan.

3) Para ‘Amilin, yaitu orang yang ditugaskan oleh imam, kepala

pemerintahan atau wakilnya, untuk mengumpulkan zakat, jadi pemungut-

pemungut zakat, termasuk para penyimpan, penggembala-penggembala

ternak dan yang mengurus administrasinya.

4) Orang-orang Mu’alaf, yaitu golongan yang diusahakan merangkul dan

menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan

belum mantapnya keimanan mereka, atau untuk menolak bencana yang

mungkin mereka lakukan terhadap kaum muslimin, dan mengambil

keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka.

5) Terhadap Budak Belian, dalam golongan ini tercakup budak mukatab,

yakni yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah

melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan, dan budak-budak biasa.

20
Yusuf Qardhawi, Op. cit., hlm. 161.
21
Sayyid Sabiq, Op. cit., hlm.104.
31

6) Gharimin, orang-orang yang berutang dan sukar untuk membayarnya.

7) Fi Sabilillah, ialah jalan yang menyampaikan kepada keridloan Allah,

baik berupa ilmu, maupun amal.

8) Ibnu Sabil, menurut golongan Syafi’i ini, ibnu sabil itu ada dua macam:22

a) Orang yang mengadakan perjalanan di negeri tempat tinggalnya,

artinya di tanah airnya sendiri.

b) Orang asing yang menjadi musafir, yang melintasi suatu negeri.

6. Hikmah Zakat

Menurut Wahbah Zuhaily, hikmah zakat ada tiga yaitu:23

Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan

tangan para pendosa dan pencuri.

Kedua, zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-

orang yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka bekerja

dengan semangat- ketika mereka mampu melakukannya dan bisa mendorong

mereka untuk meraih kehidupan yang layak.

Ketiga, zakat ini dapat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia

juga melatih seorang mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan.

Keempat, zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta

yang telah dititipkan kepada seseorang.

Sejalan dengan Yusuf Qardhawi, di dalam buku Pilar-pilar Ekonomi

Islam karya Abdil Sami’ Al Mishri, mengatakan bahwa pada dasarnya zakat

22
Ibid., hlm. 124.
23
Wahbah Zuhaily, Op. cit., hlm. 86-88.
32

bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan yang ada di masyarakat dan jikalau

dengan zakat tersebut Negara tidak mampu merecovery kebutuyhan kaum fakir

dan miskin serta para aghniyanya tidak mau membantu mereka, maka Negara

mempunyai hak untuk mewajibkan para aghniya’ menyisihkan hartanya

sebagai pajak dengan tujuan taraf hidup yang layak bagi seluruh masyarahat.24

B. Pajak

Seperti layaknya manusia yang membutuhkan udara segar untuk hidup

sehat, demikian pula halnya dengan negara yang membutuhkan dana segar

untuk membiayai berbagai keperluan demi terciptanya kesejahteraan

masyarakat. Untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut, pajak adalah alatnya.

Yakni alat untuk menentukan politik perekonomian suatu negara agar dapat

merealisasikan serta meningkatkan kesejahteraan umum. Dan dilihat dari aspek

ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk

mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai

motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.25

1. Definisi Pajak

Definisi tentang pajak oleh para ahli pajak antara satu dengan lainnya

berbeda dalam memberikan pengertian pajak. Menurut Rochmat Soemitro,

pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor

partikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat


24
Abdul Sami’ Al Mishri, Pilar-pilar Ekonomi Islam, penerjemah Dimyati Djiwaini
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 161.
25
Waluyo, Perpajakan Indonesia I (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 3.
33

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (tegen prestatie) yang

langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai keperluan umum.

Sedangkan menurut S. I. Djajaningrat, pengertian pajak yaitu suatu

kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas negara

disebabakan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang

ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada timbal balik dari

negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.26

Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH, dalam Dasar-dasar Hukum Pajak

Pendapatan, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan

dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat

ditujukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.27

Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pajak didefinisikan

sebagai “pemungutan wajib”, yang biasa berupa uang yang harus dibayar oleh

penuduk sebagai sumbangan pokok kepada negara/pemerintah, sehubungan

dengan pendapatan, peralihan, harga jual-beli barang dan sebagainya.28

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai

ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak:

26
Iqbal M Ambara, Problematika Zakat dan Pajak di Indonesia (Jakarta: Sketsa, 2009),
hlm. 17.
27
Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan Konsep, Teori dan Isu (Jakarta:
Kencana, 2006), hlm. 21.
28
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Edisi 11. Cet 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 715.
34

a) Pajak dipungut oleh negara (pemerintah pusat maupun pemerintah daerah),

berdasarkan undang-udang serta aturan pelaksanaannya.

b) Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu

oleh pemerintah atau tidak ada hubungan langsung antara jumlah

pembayaran pajak dengan kontra prestasi yang diperoleh secara individu.

c) Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan kontra prestasi dari

negara terhadap wajib pajak.

d) Diperuntukkan bagi pengeluaran rutin pemerintah dan jika masih surplus

digunakan untuk ’’public investement’’.

e) Pajak dipungut disebabkan adanya suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan

yang memberikan pada seseorang kedudukan tertentu.

f) Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter yaitu mengatur

atau mengontrol masyarakat sebagai wajib pajak

2. Tujuan, Fungsi, dan Prinsip Pajak

a) Tujuan

Tujuan pemungutan pajak dalam ayat 2 pasal 23 UUD 1945, yakni

“Pajak yang dipungut oleh pemerintah ditujukan untuk keperluan

Negara....”. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan

pemungutan pajak adalah:29

29
Haryanto dan Agus Suyubu Haryanto, Aspirasi Ekonomi (Surakarta: CV Widya Dutu,
2003), hlm. 9.
35

1) Untuk mengisi kas negara, terutama untuk keperluan belanja rutin

negara. Misalnya gaji pegawai dan pensiun, bunga an cicilan hutang

dan sebagainya.

2) Untuk mengendalikan gerak dunia usaha. Misalnya dalam keadaan

Deflasi dan perekonomian mengalami Resesi (lesu) maka pemerintah

dapat menjalankan kebijaksanaan dengan mengurangi pajak agar

permintaan masyarakat bertambah dan dunia usaha menjadi bangkit

kembali.

b) Fungsi

Pengertian “Fungsi’’ dalam fungsi pajak adalah pengertian fungsi

pajak yaitu kegunaan pajak, manfaat pokok pajak.Umumnya fungsi pajak

dikenal dengan dua macam fungsi pajak, yaitu: 30

1) Fungsi Budgetair;

Fungsi ini merupakan fungsi utma pajak, atau fungsi fiskal,

(Fiscal Function), yaitu suatu fungsi dimana pajak digunakan sebagai

alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berasarkan

undang-undang perpajakan yang berlaku. Disebut sebagai fungsi utama,

karena fungsi inilah yang secara historis pertama kali muncul. Pajak

digunakan sebagai alat untuk menghimpun dana dari masyarakat tanpa

ada kontraprestasi secara langsung dari zaman sebelum masehi sudah

dilakukan. Berdasarkan fungsi ini, pemerintah sebagai pihak yang

membutukan dana untuk membiayai berbagai kepentingan dengan cara

memungut pajak dari penduduknya.


30
Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Op. cit., hlm. 26.
36

2) Fungsi Regulerend;

Disebut juga fungsi mengatur, yaitu pajak merupakan alat

kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Merupakan

fungsi lain dari pajak sebagai fungsi budgetair. Di samping usaha untuk

memasukan untuk kegunaan kas negara, pajak dimaksudkan pula

sebagai usaha pemerintah ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana

perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor

swasta. Fungsi Regulerend disebut juga fungsi tambahan, karena fungsi

ini hanya tambahan atas utama fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair.

c) Prinsip Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh

asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga

terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih

diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu.

Asas-asas atau prinsip pemungutan pajak. Sebagaimana dikemukakan

oleh waluyo menurut Adam Smith dalam bukunya An inquiri into the

nature and cause of the wealth of nation menyatakan bahwa pemungutan

pajak hendaknya di dasarkan atas asas-asas sebagai berikut:31

1) Prinsip Kesamaan (equality) Pemungutan pajak harus adil disesuaikan

dengan kemampuan wajib pajak. Bagi perusahaan besar dikenakan

pajak yang tinggi, sedangkan bagi perusahaan kecil dikenakan pajak

yang rendah.

31
Waluyo, Op. cit., hlm. 13.
37

2) Prinsip Kepastian (certainty) dalam pemungutan pajak harus jelas, tegas

dan pasti sehigga dipahami wajib pajak. Hal ini akan memudahkan

dalamperhitungandanpengadministrasian.

3) Prinsip Kelayakan (convenience) Pemungutan pajak jangan sekali-kali

memneratkan wajib pajak. Misalnya, seseorang yang sedang mengalami

kerugian usaha sebaiknya tidak dibebani pajak yang tinggi sehingga

usahanya dapat dipertahankan.

4) Prinsip Ekonomi (economic) Dalam melaksanakan pemungutan pajak,

hendaknya diperhatikan prinsip ekonomi. Artinya, harus

mempertimbangkan bahwa biaya pemungutan tidak melebihi hasil

pemungutan pajak.

3. Dasar Hukum Pajak

Hukum pajak di Indonesia mempunyai hierarki ng jelas dengan urutan,

yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, dan sebagainya. Hierarki ini dijalankan secara ketat,

peraturan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan yang tingkatnya lebih tinggi.

Dasar yang digunakan pemerintahan untuk mengatur masalah keuangan

negara yaitu Pasal 23A Amandemen UUD 1945 (pajak dan pungutan lain yang

bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang).

Meskipun UUD 1945 (sebelum amandemen) sudah berlaku sejak negara

merdeka (diganti antara tahun 1950 sampai 1959, kemudian diberlakukan


38

kembali dengan Dekrit Presiden tahun 1959. Undang-undang pajak masih

menggunakan produk undang-undang zaman kolonial Belanda sampai

pembaruan perpajakan selesai tahun 1983. Undang-undang pajak saat itu adlah

Aturan Bea Materai 1932, Ordonansi Pajak Perseroan 1925, Ordonansi Pajak

Kekayaan 1932, dan Ordonansi Pajak Pendapatan 1044.

Dalam rangka reformasi perpajakan nasional, pemerintah bersama-sama

dengan DPR berhasil melahirkan undang-undang perpajakan yang baru, yaitu

Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1083 tentang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan

pajak Penjualan atas Barang Mewah, Undang-Undang Nomor 12 Thun tentang

Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-Undang Nomor 13 tentang Bea Materai.

Dalam undang-undang di atas terapat pula aspek hukum dengan

mencantumkan sanksi-sanksi hukum apabila Wajib Pajak lalai atau sengaja

tidak menunaikan kewajibannya membayar pajak.32

Adapun aturan-aturan perpajakan sendiri telah banyak yang diundangkan

lengkap dengan revisiannya ataupun yang dikeluarkan oleh pemerintah

Indonesia dengan berbentuk peraturan-peraturan pemerintah, Dalam era

reformasi ini telah pula dilakukan pembaruan terhdap undang-undang

perpajakn meliputi:

a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan

Umum dan tata Cara Perpajakan.

b) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak

Penghasilan.
32
Ibid, hlm. 4
39

c) Undang-Undang Nomor 18 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah dan

sebagainya.

Demikian pada tahun 2007 dengan dibelakukannya Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor

6 tahun 1983nggal 1 Januari 2009. Disusul dengan diberlakukannya Undang-

Uundang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku per 1 April 2010 sebagai

perubahan ketiga.33

4. Jenis-Jenis Pajak

Jenis-jenis pajak sebagaimana dalam bukunya Sony Devanto dan Siti

Rahayu antara lain yaitu:

1. Pajak berdasarkan wewenangnya yaitu pajak pusat dan pajak

daerah.

Pajak pusat adalah pajak yang diadministrasikan oleh pemerintah

pusat, misalnya; pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi

dan bangunan serta bea materai.

Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.

Dibedakan dengan pajak pemerintah provinsi dan pemerintah daerah

tingkat II. Contohnya; pajak kendaraan bermotor dan di atas air, dan pajak

hotel dan restoran.

33
Ibid., hlm. 5.
40

2. Pajak berdasarkan pembebananya yaitu pajak langsung dan pajak

tidak langsung.

Pajak langsung adalah pajak yang apabila beban pajak yang dipukul

seseorang atau badan (tex borden) tidak dapat dilimpahkan (no tex

shifting) kepada pihak lain. Pihak yang ditunjuk oleh Undang-undang

pajak memikul beban pajak sudah jelas, yaitu seseorang atau badan yang

memiliki sesuatu, bukan sesuatunya, tetapi kepada seseorang atau

badannya, destinatoris-nya adalah seseorang atau badan.

Rochmat Soemitro mengemukakan berdasarkan pada Tata Usaha

Negara (administrasi), pajak langsung diartikan sebagai pajak yang

dikenakan berdasarkan atas surat ketetapan dan pengenaannya dilakukan

secara berkala pada tiap tahun dan waktu tertentu, contohnya pajak

penghasilan.

Pajak tidak langsung adalah pajak yang dipikul seseorang (tex

borden) dapat dilimpahkan (tex shifting) baik seluruhnya maupun sebagian

kepada pihak lain. Tex inciden dari pelimpahan adalah bahwa pajak pada

akhirnya dibebankan seluruhnya pada konsumen akhir. Ini merupakan

pajak yang pemungutannya tidak dilakukan berdasar atas kohir dan

pengenaannya tidak secara berkala, misalnya dikaitkan dengan suatu

kegiatan tertentu yang menyertainnya, contohnya pajak penjualan dan

pajak pertambahan nilai.34

3. Pajak berdasarkan sasarannya yaitu pajak subyektif dan pajak

obyektif.
34
Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Op. cit., hlm. 44.
41

Pajak subjektif mrupakan pajak yang erat hubungannya dengan

subjek yang dikenakan pajak, dan besarnya sangat dipengaruhi oleh

keadaan subjek pajak. Memberi perhatian pada keadaan pribadi wajib

pajak. Untuk menetapkan pajaknya, maka diberikan objektif yang

berhubungan erat dengan keadaan materilnya. Seperti status kawin, tidak

kawin, dan kawin dengan tanggungan. Hal tersebut menjadikannya sebagai

beban yang harus dipikul sebagai pengurang dari penghasilan. Contohnya;

pajak penghasilan.

Pajak objektif merupakan pajak yang erat hubungannya dengan

objek pajak, sehingga besarnya jumlah objek pajak hanya tergantung

kepada objek itu, dan sama sekali tidak mengiraukan serta tidak

dipengaruhi oleh keadan subjek pajak. Pajak ini dalam literatur disebut

juga yang bersifat kebendaan atau zakelijk, contoh: bea masuk, cukai,

pajak pertambahan nilai, dan bea materai.35

5. Pajak dalam Islam

Di dalam Islam istilah pajak yaitu dikenal dengan sebutan jizyah dan

kharaj. Jizyah yaitu pajak yang dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya

ahli kitab, untuk jaminan perlindungna jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-

nilai serta tidak wajib militer. Besarnya jizyah satu Dinar per tahun untuk orang

dewasa yang mampu membayarnya. Tujuan utamanya adaalh kebersamaan

dalam menanggung beban negara yang bertugas memberikan perlindungan,

keamanan dan tempat tinggal bagi mereka dan juga sebagai dorongan bagi
35
Ibid., hlm. 45.
42

kaum kafir agar masuk Islam. Jizyah merupakan hak Allah yang diberikan

kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir sebagai tunduknya mereka

kepada Islam.36

Jizyah masih terkait dengan usaha dakwah Islam, yang berhak membayar

jizyah yaitu orang-orang ahli kitab seperti Yahudi, Nasrani dan yang bukan ahli

kitab seperti Majusi, Hindu, Budha dan Komunis yang telah menjadi warga

negara Islam. Jizyah diambil dari orang-orang kafi laki-laki, telah baligh dan

berakal sehat, tidak wajib atas wanita, anak-anak dan orang gila. Jizyah akan

berhenti dipungut oleh negara jika orang kafir tersebut telah masuk Islam.

Jizyah juga tidak wajib bagi orang kafir yang bersangkutan tidak mempunyai

membayarnya karena kekafiran atau kemiskinan.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat At Taubah: 29

ُ ‫قَاتِلُوا الَّ ِذينَ اَل يُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َواَل بِ ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر َواَل ي َُحرِّ ُمونَ َما َح َّر َم هَّللا‬
‫َاب َحتَّ ٰى يُ ْعطُوا ْال ِج ْزيَةَ عَن‬ َ ‫ق ِمنَ الَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِكت‬ ِّ ‫َو َرسُولُهُ َواَل يَ ِدينُونَ ِدينَ ْال َح‬
َ‫اغرُون‬
ِ ‫ص‬َ ‫يَ ٍد َوهُ ْم‬
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk”.

Adapun sumber lain berasal dari kharaj (pajak tanah) yang dipungut

kepada nonmuslim ketika Khaibar di taklukan, jumlah kharaj dari tanah ini

tetap yaitu setengah dari hasil produksi. Jadi pengertian kharaj adalah

kebijakan fiskal yang diwajibkan atas tanah pertanian di negara-negara Islam


36
Mustafa Edwi Nasution, dkk, Pengenalan Ekslusi Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenada
Media, 2010), hlm. 228.
43

yang baru berdiri. Kewajiban kharaj dilaksanakan setiap satu tahun sekali.

Jumlah dari tanah ini tetap, yaitu setengah dari hasil produksi kepada negara. 37

Firman Allah dalam surat Al Hashr: 7

‫ُول َولِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى‬ ِ ‫َّما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن َأ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرس‬
‫يل َك ْي اَل يَ ُكونَ ُدولَةً بَ ْينَ اَأْل ْغنِيَا ِء ِمن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم‬ ِ ِ‫َو ْال َم َسا ِكي ِن َواب ِْن ال َّسب‬
ِ ‫ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَانتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumanNya”.

Yang terakhir yaitu ushr dan maks, adalah bea impor yang dikenakan

kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali setahun dan hanya berlaku

terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham.38 Dan cukai atas aktivitas

usaha atau atas komoditi tertentu yang dipungut bukan semata-mata atas

pertimbangan menambah kas negara, melainkan juga atas pertimbangan jika

tidak dikenakan bisa menimbulkan kemudharatan pada masyarakat secara

lebih luas. Misalnya, cukai atas rokok, minuman keras atau komoditi/kegiatan

yang kurang memberikan manfaat atau bahkan cenderung menimbulkan

mudharat (dampak negatif terhadap masyarakat).39

37
Nuruddin Mhd Ail, Zakat sebagai Instrumen dalam kebijakan Fiskal, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2006), hlm. 3.
38
Ibid., hlm. 3.
39
Masdar Farid Mas’udi, Pajak Itu Zakat Uang Allah untuk Kemaslahatan Rakyat,
(Bandung: Mizan Media Utama, 2005), hlm. 145.
44

Anda mungkin juga menyukai